PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM TESIS
MAHASISWA ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS : ANALISIS
KESALAHAN BERBAHASA
THE USE OF BAHASA INDONESIA IN STUDENTS’ THESES
OF FACULTY OF LAW OF POST GRADUATE PROGRAM,
INDONESIA CHRISTIAN UNIVERSITY, PAULUS : AN
ERROR ANALYSIS
AGUSSALIM WAANGSIR
1
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
TESIS
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM TESIS
MAHASISWA ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS : ANALISIS
KESALAHAN BERBAHASA
Disusun dan Diajukan oleh
AGUSSALIM WAANGSIR
P1200207001
telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada tanggal 19 Februari 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui Komisi penasihat,
Prof. Dr. Lukman, M.S. Prof. Dr. Tadjuddin Maknun, S.U.
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Bahasa Indonesia Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Tadjuddin Maknun, S.U. Prof. Dr. dr. A. Razak Taha, M.Sc.
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Agussalim Waangsir
Nomor Mahasiswa : P1200207001
Program Studi : Bahasa Indonesia
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 10 Maret 2010
Yang menyatakan
Agussalim Waangsir
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Mahakasih
yang senantiasa melimpahkan karunia-Nya berupa rahmat , kesehatan,
ilmu, serta iman sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis
yang berjudul “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Tesis Mahasiswa
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia
Paulus: Analisis Kesalahan Berbahasa” ini ditulis untuk memenuhi salah
satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Humaniora dalam
bidang bahasa Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar.
Penulis menemui banyak kendala dalam penulisan tesis ini.
Namun, sebagai orang beriman penulis menyadari bahwa berkat doa
restu dari orang-orang terdekat dan dengan tekad yang kuat serta
dukungan dari semua pihak, akhirnya tesis ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat
kelemahan dan kekurangan yang semuanya terpulang pada kekurangan
dan kelemahan penulis pribadi dalam memenuhi harapan bersama.
Namun, apa pun hasilnya karya ini merupakan perwujudan optimalisasi
kemampuan dan kerja keras penulis untuk saat ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada Prof. Dr. Lukman, M.S. selaku ketua komisi
pembimbing dan Prof. Dr. Tadjuddin Maknun, S.U. anggota komisi
pembimbing sekaligus selaku Ketua Program Studi Bahasa Indonesia
pada PPs Unhas atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Ungkapan terima kasih yang sama penulis ucapkan kepada Prof.
Dr. H. Muhammad Darwis, M.S. selaku anggota tim penguji yang telah
vi
memberikan bantuan dan saran-saran demi kesempurnaan tesis ini.
Demikian pula ucapan terima kasih penulis kepada Dr. H. Mustafa Makka,
M.S. dan Dr. Hj. Nurhayati, M.Hum. selaku anggota tim penguji yang juga
telah memberikan petunjuk dan masukan dalam perbaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof.Dr. dr.
Abd. Razak Taha, M.Sc., Direktur Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu di lembaga yang dipimpimnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikkan pula kepada Prof. Dr.
Pasolang Pasapan, M.Hum., Rektor Universitas Kristen Indonesia Paulus
Makassar dan Drs. Aris Silamba, M.S., Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar yang telah memberikan
izin merampungkan studi di Progarm Studi Bahasa Indonesia Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Kepada teman-teman seangkatan Drs. Jemmain, M.Hum., Asri,
S.S.,M.Hum., Baharman, S.Pd.,M.Hum., Wahyuni, S.S., Naomy Patiung,
S.S., Asri Nur, S.S., Rahmaniah, S.Pd., dan Musyyaeda, S.S. yang telah
memberikan bantuan, saran, dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini,
penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga.
Secara khusus dan istimewa penulis menyampaikan terima kasih
kepada istri tercinta Pdt. Santi Yohanis, S.Th. dan kedua anakda Adelia
Ekarle Waangsir dan Artih Nuraniah Waangsir yang telah banyak
berkorban dan dengan setia mendampingi penulis selama ini. Berkat
pengorbanan dan doa restu merekalah sehingga tesis ini dapat terwujud
seperti adanya sekarang.
Teristimewa pula, ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada
kedua orang tua ibunda Louisa Doponghina dan ayahanda Thertius
Waangsir yang telah melahirkan, membesarkan, dan telah banyak
vii
berkorban untuk membangun masa depan anak-anaknya. Demikian pula
kepada kakak-kakak, dan adik-adikku, penulis ucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya atas bantuan dan dukungannya selama ini.
Semoga Tuhan Yang Mahakasih selalu memberkati mereka atas
apa yang telah mereka lakukan.
Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini berguna bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.
Makassar, 29 Januari 2010
Penulis
vii
ABSTRAK
AGUSSALIM WAANGSIR. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Tesis Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia Paulus (dibimbing oleh Lukman dan Tadjuddin Maknun).
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai tingkat kesalahan penggunaan diksi dan kalimat yang tidak efektif dalam tesis mahasiswa ilmu hukum, Universitas Kristen Indonesia Paulus dari tahun 2004 sampai dengan 2008. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kesalahan penggunaan diksi dan kalimat dalam tesis mahasiswa dan sampel terdiri atas 52 kalimat yang dipilih secara purposive dengan menggunakan metode simak. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan preskriptif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa masih terdapat banyak
kesalahan penggunaan diksi dan kalimat tidak efektif. Pertama, kesalahan
penggunaan diksi terdiri atas ketidaktepatan penggunaan kata yang
meliputi kesalahan penggunaan kata depan, kesalahan penggunaan kata
yang bersinonim, dan kesalahan penggunaan kata tugas; ketidakcermatan
penggunaan kata yang meliputi penggunaan makna jamak ganda,
penggunaan kata yang mepunyai kemiripan makna, dan ketidakpaduan
penggunaan kata; serta ketidaklaziman penggunaan kata. Kedua,
ketidakefektifan kalimat terdiri dari ketidaklengkapan unsur-unsur yang
membangun kalimat tersebut yang meliputi subjek yang didahului kata
depan, predikat kalimat tidak jelas, dan bagian kalimat majemuk tidak
dipenggal; ketidaksejajaran meliputi ketidaksejajaran bentuk dan
ketidaksejajaran bentuk dan makna, ketidaklogisan dalam kalimat:
ketridakhematan penggunaan kata yang meliputi penghilangan subjek
ganda, penghilangan bentuk yang bersinonim, dan penghilangan bentuk
jamak ganda; serta variasi yang meliputi variasi bentuk inverse, aktif-pasif,
dan panjang pendek kalimat.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia adalah rahmat bagi bangsa Indonesia. Ia adalah
alat pemersatu dan penanda identitas. Kalau pada mulanya bahasa
Indonesia itu dijadikan sebagai alat pemersatu saja , kemudian ia tumbuh
menjadi bahasa Indonesia, bahasa resmi, dan bahasa negara sebagai
yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia patutlah disyukuri.
Kini, 81 tahun setelah Sumpah Pemuda diikrarkan, atau 64 tahun
setelah Undang-Undang Dasar 1945 disahkan, bersama itu pula bahasa
Indonesia ditetapkan sebagai bahasa Negara. Pemakaian bahasa
Indonesia makin meluas dan menyangkut berbagai bidang kehidupan.
Masyarakat mendengar radio dan televisi menyiarkan berita tentang
bermacam peristiwa kehidupan bangsa-bangsa dan dunia dalam bahasa
Indonesia. Masyarakat mendengar orang berbicara dalam bahasa
Indonesia di kantor, dalam pertemuan di rukun tetangga, di rukun
kampung, dan di kelurahan, dalam pertemuan diskusi, seminar, lokakarya,
konferensi, simposium, dan pertemuan-pertemuan lain. Masyarakat
mendengar pidato-pidato kenegaraan juga disampaikan dalam bahasa
Indonesia. Masyarakat melihat berbagai jenis buku tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, kesenian, agama, dan kebudayaan ditulis dalam
2
bahasa Indonesia. Masyarakat membaca surat kabar, majalah, dan
terbitan lain ditulis dalam bahasa Indonesia. Masyarakat juga melihat
semua mata pelajaran di lembaga-lembaga pendidikan, sekolah dasar,
sekolah menengah, dan perguruan tinggi, disampaikan dalam bahasa
Indonesia.
Timbul pertanyaan, apakah fungsi bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara sudah sesuai dengan yang diharapkan? Misalnya, dalam
penulisan karya tulis ilmiah. Salah satu syarat karangan ilmiah ialah
menggunakan bahasa ilmiah. Ini berarti karya tulis ilmiah ditulis dengan
mematuhi kaidah bahasa Indonesia.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi negara, salah satu
fungsi bahasa Indonesia adalah dipakai dalam penulisan buku-buku
pelajaran dan buku-buku ilmu pengetahuan pada semua tingkat
pendidikan. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia memiliki peranan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Oleh karena itu,
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai mana yang dimaksudkan di atas
harus dipahami oleh pengguna bahasa agar fungsi bahasa Indonesia
sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
benar-benar tercapai.Untuk mewujudkan hal tersebut pengguna bahasa
diharapkan mampu menyinergikan antara ide-ide yang akan ditulisnya dan
kemampuan menerapkan kaidah bahasa Indonesia agar fungsi bahasa
Indonesia sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni dapat tercapai.
3
Khusus untuk perguruan tinggi, bahasa Indonesia dipakai dalam
menuliskan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen, baik berupa makalah
maupun dalam penulisan tugas akhir berupa skripsi, tesis, dan disertasi.
Penulisan tugas akhir ini dalam kenyataannya masih ditemukan bentuk-
bentuk yang belum mematuhi kaidah bahasa Indonesia, baik dalam
bentuk diksi, kalimat, maupun paragraf.
Sebagai karangan ilmu pengetahuan, skripsi, tesis, dan disertasi
harus memperlihatkan ciri bahasa ilmiah. Ciri bahasa ilmiah adalah
bahasa yang digunakan haruslah bahasa Indonesia yang mematuhi
kaidah bahasa Indonesia secara konsisten. Dalam hal ini pemakaian diksi,
penyusunan kalimat, dan pembentukan paragraf harus sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia.
Hal ini dapat dilihat pada penulisan tesis di bawah ini yang tidak
mematuhi kaidah bahasa Indonesia, khususnya diksi.
Dengan penggunaan teknologi yang merata oleh masyarakat underdevelopment country dimana penggunaan teknologi modern tersebut dapat mempercepat dan mempermudah dalam melaksanakan, kontrak kerja sama bisnis secara globalisasi. Seperti yang tampak pada contoh di atas, penggunaan kata
dimana, penggunaan teknologi, modern, tersebut, dalam ,dan kata
melaksanakan merupakan penggunaan kata yang tidak cermat karena
digunakan sebagai perangkai kalimat dan tidak memiliki fungsi tertentu
dalam struktur kalimat. Oleh karena itu, kata tersebut tidak perlu
digunakan. Perbaikan Kalimat di atas dapat dilihat di bawah ini.
4
Dengan penggunaan teknologi yang merata oleh masyarakat underdevelopment country dapat mempercepat dan mempermudah pelaksanaan kontrak kerja sama bisnis secara global. Hal berikutnya dapat dilihat penggunaan kalimat yang tidak efektif.
Hal ini dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.
Meskipun upaya penegakan syariat Islam dianggap konstitusional, tetapi sikap sebagian warga dan penduduk beragama Kristen, kenyataannya “berkeberatan” terhadap rencana pemberlakuan syariat Islam di wilayah Indonesia.
Pada kalimat di atas terdapat pasangan kata yang tidak tepat, yaitu
kata meskipun dan tetapi. Ketidaktepatan ini terjadi karena dua kata yang
dipasangkan itu berlawanan. Di samping itu, kedua kata tersebut
berfungsi sebagai kata penghubung kalimat majemuk bertingkat dan
kalimat majemuk setara. Karena itu, kalimat ini tergolong kalimat yang
tidak efektif. Jadi, penggunaan kedua kata tersebut secara bersama-sama
membentuk ketidakefektifan kalimat dari segi kesepadanan struktur.
Kalimat di atas seharusnya ditulis seperti berikut.
Meskipun upaya penegakan syariat Islam dianggap konstitusional, sikap sebagian warga dan penduduk yang beragama Kristen kenyataanya “berkeberatan” terhadap rencana pemberlakuan syariat Islam di wilayah Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kepedulian mahasiswa akan
pemakaian bahasa, yang teratur dan efektif, masih kurang. Pada
umumnya mereka merasa bahwa bahasa Indonesia itu mudah, oleh
karena bahasa Indonesia mudah, mereka tidak perlu mempelajari lebih
mendalam. Hampir setiap mahasiswa merasa mampu berbahasa
Indonesia. Dalam kenyataan persangkaannya itu tidak benar karena yang
5
terlihat dan yang dialami ialah banyak mahasiswa yang tidak mampu
bertutur atau menulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Fenomena di atas mendorong penulis untuk menganalisis
kesalahan penggunaan diksi dan ketidakefektifan kalimat dalam tesis
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia Paulus
Makassar.
B. Ruang Lingkup
Kesalahan berbahasa Indonesia dalam ragam tulis ilmiah
mencakup kesalahan penggunaan ejaan, diksi, ketidakefektifan kalimat,
dan penyusunan paragraf. Untuk membahas semuanya sekaligus
memerlukan waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, penelitian ini
dibatasi pada penggunaan diksi dan ketidakefektifan kalimat dalam tesis
Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen
Indonesia Paulus.
Pembahasan kesalahan penggunaan diksi dan ketidakefektifan
kalimat dipandang perlu oleh penulis karena kedua topik ini menjadi dasar
penyusunan karangan. Oleh karena itu, penulisan karangan ilmiah
diharapkan memperhatikan kedua aspek ini dalam proses penulisan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
6
1. Bagaimana kesalahan penggunaan diksi dalam tesis
mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen
Indonesia Paulus?
2. Bagaimana ketidakefektifan kalimat dalam tesis Mahasiswa
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen
Indonesia Paulus?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini
bertujuan.
3. Mendeskripsikan kesalahan penggunaan diksi yang terjadi
dalam tesis Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Kristen Indonesia Paulus.
4. Mendeskripsikan ketidakefektifan kalimat dalam tesis
Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen
Indonesia Paulus.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis sebagai
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
yang relevan, khususnya ilmu bahasa Indonesia
7
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi perkembangan ilmu bahasa Indonesia, khususnya
penggunaan diksi dan kalimat dalam penulisan tesis.
Hasil penelitian ini juga diharapkan sebagai masukan pada
Program Pascasarjana Program Ilmu Hukum Universitas Kristen
Indonesia Paulus untuk mempertimbangkan keberadaan tenaga
kebahasaan, khususnya bahasa Indonesia dalam proses membimbing
mahasiswa menulis tesis.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesalahan Berbahasa
Penjelasan mengenai kesalahan berbahasa bertujuan memberikan
gambaran dan pengertian yang jelas terhadap topik yang dianalisis. Hal ini
diperlulan karena terkait langsung dengan topik yang dibahas. Uraian ini
mencakup pengertian kesalahan berbahasa, klasifikasi kesalahan
berbahasa, dan analisis kesalahan berbahasa.
1. Pengertian Kesalahan Berbahasa
Studi analisis kesalahan berbahasa berkembang sejak keruntuhan
hipotesis analisis kontrasktif. Kegagalan hipotesis analisis kontrasktif
memprediksi kesulitan dan kesalahan yang dialami oleh pembelajar
bahasa kedua berdasarkan perbedaan bahasa pertama dengan bahasa
kedua (bahasa target), menyebabkan orang berpaling pada bahasa
pembelajar itu sendiri. Jadi, bahasa pembelajar inilah yang langsung
dianalisis.
Parera (1993 : 7) mengatakan bahwa analisis kesalahan adalah
kajian dan analisis mengenai kesalahan berbahasa yang dibuat oleh
siswa/peserta didik/pelajar asing atau bahasa kedua. Istilah kesalahan
yang dipakai di sini paralel dengan istilah error dalam bahasa Inggris .
Lebih lanjut Parera (1993 : 7) menjelaskan analisis kesalahan dapat
dilaksanakan untuk menemukan seberapa baik dan benar seorang
9
mengetahui bahasa ajaran, mengetahui seseorang belajar bahasa, dan
memperoleh informasi tentang kesulitan-kesulitan biasa dalam belajar
bahasa sebagai satu sarana dalam pengajaran atau dalam penyiapan
materi pengajaran.
Analisis kesalahan berbahasa perlu dibedakan dengan kekeliruan
(mistakes), atau salah ucap (lapses), walaupun semuanya itu
menunjukkan penyimpangan yang menandakan kegagalan menggunakan
bahasa target. Kesalahan berbahasa secara khas dihasilkan oleh orang
yang belum menguasai sistem bahasa target yang diinstitusionalisasikan
itu, sedangkan kekeliruan ataupun salah ucap merupakan kegagalan
menggunakan sistem bahasa target yang sesungguhnya sudah dikuasai
dengan benar. Kesalahan dikaitkan dengan kegagalan kompetensi, dan
kekeliruan dikaitkan dengan kegagalan performansi (Corder, dalam
Tarigan, 1988: 143).
Norish (1983: 6-8) memandang perlunya membedakan tiga tipe
penyimpangan berbahasa yang berbeda. Seperti yang disebutkan di atas
tiga hal itu ialah error, mistake, dan lapses. Error, kesalahan, merupakan
penyimpangan berbahasa secara sistematis dan terus-menerus sebagai
akibat belum dikuasainya kaidah-kaidah atau norma-norma bahasa target.
Mistake, kekelituan, terjadi ketika seorang pembelajar tidak secara
konsisten melakukan penyimpangan dalam berbahasa. Kadang-kadang
pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang benar, tetapi
kadang-kadang mereka membuat kekeliruan dengan mempergunakan
10
kaidah/norma dan bentuk-bentuk yang keliru. Lapses, selip lidah, diartikan
sebagai bentuk penyimpangan yang diakibatkan karena pembelajar
kurang konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab lain yang
dapat terjadi kapan saja dan pada siapa pun.
Selain membedakan berbagai bentuk penyimpangan berbahasa,
Norish juga menyatakan bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa
pembelajar dapat dijadikan alat bantu yang positif dalam pembelajaran
karena dapat dipergunakan oleh pembelajar maupun pengajar dalam
mencapai tujuan pembelajaran bahasa ” some good pedagogical
reasons have been suggested for regarding errors made bay learners of
foreign language leniently but the most important reason is that the error
itself may actually be a necessary part of learning a language” (Noris,
1983: 6).
Corder dan Hamied (dalam Nurhadi dan Roekhan 1990: 50)
mengatakan bahwa Kesalahan dan kekeliruan dapat ditentukan dengan
kriteria operasional. Jika pembelajar bahasa kedua segera dapat
mengenali dan membetulkan penyimpangan tersebut, penyimpangan
tersebut digolongkan sebagai sesuatu kekeliruan. Sebaliknya, jika
pembelajar tidak dapat mengenali dan membetulkan dengan segera,
penyimpangan itu digolongkan sebagai suatu kesalahan.
Richards (dalam Nurhadi dan Roekhan 1990: 48) membatasi studi
Analisis Kesalahan berbahasa ini sebagai studi tentang perbedaan-
11
perbedaan cara pembelajar bahasa kedua menggunakan bahasa target
dengan cara yang digunakan oleh penutur aslinya.
Chomsky (dalam Tarigan, 1988: 143) membedakan kesalahan
berbahasa atas dua jenis, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh faktor
kelelahan atau keletihan yang disebut faktor performansi dan kesalahan
yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah bahasa
yang disebut faktor kompetensi. Kesalahan performansi merupakan
kesalahan penampilan berbahasa seseorang seperti gagap atau salah
u a Dalam bebera a ke ustakaan disebut “mistakes”, sedangkan
kesalahan kompetensi merupakan penyimpangan sistematis yang
disebabkan oleh pengetahuan pelajar yang belum berkembang mengenai
sistem bahasa yang dipelajari B yang disebut “errors”.
Dari berbagai pandangan di atas tentang kesalahan berbahasa di
atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa adalah suatu hal
yang wajar dan selalu dialami oleh anak dalam proses pemerolehan dan
pembelajaran bahasa kedua. Hal ini sebagai konsekuensi logis hasil
proses pembentukan kreatif.
2. Jenis-Jenis Kesalahan Berbahasa
Jenis-jenis kesalahan atau taksonomi kesalahan berbahasa dapat
dilihat pada beberapa sudut pandang, antara lain, taksonomi kategori
linguistik, taksonomi siasat permukaan, taksonomi komparatif, dan
taksonomi efek komunikatif (Tarigan, 1988: 145). Berikut ini akan
diuraikan keempat taksonomi di atas secara berurutan.
12
a. Taksonomi Kategori Linguistik
Taksonomi kategori linguistik menghasilkan kesalahan atas
komponen bahasa dan konstituen bahasa. Berdasarkan komponen
bahasa, kesalahan diklasifikasikan menjadi empat, yaitu (1) kesalahan
pada tataran fonologi (ucapan), (2) kesalahan pada tataran morfologi dan
sintaksis (tata bahasa, gramatika), (3) kesalahan pada tataran semantik
dan leksikon (makna dan kosakata), (4) kesalahan wacana.
Berdasarkan konstituen bahasa, bahasa memprediksi unsur-unsur
bahasa yang terdapat dalam komponen bahasa, misalnya frasa dan
klausa dalam tataran sintaksis atau morfem-morfem gramatikal dalam
tataran morfologi.
b. Taksonomi Siasat Permukaan
Taksonomi siasat permukaan digunakan untuk memprediksi
strategi pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua yang dilakukan
anak. Taksonomi ini menuntut peneliti untuk memperhatikan
pengidentifikasian proses kognitif pada saat anak merekontruksi bahasa
barunya.
Dalam taksonomi ini, terdapat empat macam kesalahan.
(1) Penghilangan; yang berarti penghilangan satu atau lebih unsur-unsur
bahasa yang diperlukan dalam suatu frasa atau kalimat. Penanggalan
tersebut menyebabkan konstruksi frasa atau kalimat tersebut salah.
(2) Penambahan; yang berarti penambahan satu atau lebih unsur-unsur
bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu konstruksi frasa atau kalimat.
13
(3) Salah formasi; yang berarti kesalahan membentuk suatu konstruksi
frasa atau kalimat dalam suatu tuturan.
(4) Salah susun; yang berarti pengurutan atau penyusunan unsur-unsur
bahasa dalam suatu konstruksi frasa atau kalimat secara tidak benar.
c.Taksonomi Komparatif
Dalam taksonomi kategori komparatif didasarkan pada
perbandingan antara struktur kesalahan yang terdapat dalam bahasa
yang dipelajari atau bahasa kedua dan konstruksi tertentu lainnya. Bila
dipergunakan taksonomi komparatif untuk mengklasifikasikan kesalahan
pelajar Indonesia yang belajar bahasa Inggris, maka dapat dibandingkan
dengan kesalahan yang dibuat oleh pelajar yang memperoleh bahasa
Inggris sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama.
d. Taksonomi Efek Komunikasi
Taksonomi yang digunakan untuk mendeskripsikan keterpahaman
makna komunikasi adalah kategori efek komunikasi yang meliputi
kesalahan lokal dan kesalahan global.
Kesalahan lokal disebabkan oleh penanggalan satu atau lebih
unsur bahasa dalam suatu konstruksi sehingga mengganggu proses
komunikasi. Kalimat yang janggal biasanya disebabkan oleh kesalahan
ini.
Kesalahan global adalah kesalahan yang menyebabkan seluruh isi
pesan dalam suatu tuturan tidak terpahami pembaca atau pendengar.
14
3. Analisis Kesalahan Berbahasa
Analisis kesalahan berbahasa merupakan kegiatan yang berusaha
mendeskripsikan secara lengkap kesalahan yang ada. Untuk mencapai
hasil yang memuaskan, sudah tentu peneliti harus mengikuti prosedur
yang ada.
Corder (dalam Tarigan, 1988: 169) menjelaskan langkah-langkah
yang perlu diperhatikan dalam analisis kesalahan berbahasa, yaitu
memilih korpus bahasa, mengenali kesalahan dalam korpus,
mengklasifikasikan kesalahan, menjelaskan kesalahan, dan mengevaluasi
kesalahan. Selanjutkan akan diuraikan kelima prosedur tersebut.
a. Memilih korpus bahasa
Kegiatan pada tahap ini meliputi beberapa hal, yaitu menetapkan
luas sampel, menentukan media sampel, dan menentukan kehomogenan
sampel.
b. Mengenali kesalahan dalam korpus
Pada bagian ini perlu diadakan pembedaan antara kesalahan yang
terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat dari pembatasan
pemrosesan dibandingkan oleh kurangnya kompetensi (lapses) dengan
kesalahan yang terdapat pada kalimat yang merupakan akibat kurangnya
kompetensi (errors).
15
c. Mengklasifikasi kesalahan
Kegiatan pada tahap ini mencakup penetapan pemberian
gramatikal bagi setiap kesalahan. Misalnya, kesalahan pada bidang
fonologi, morfologi, sintaksis, dan bidang semantik.
d. Menjelaskan kesalahan
Kegiatan pada tahap ini merupakan upaya untuk mengenali
penyebab psikolinguistik kesalahan tersebut. Misalnya, upaya yang dapat
diadakan untuk menentukan proses yang bertanggung jawab bagi setiap
kesalahan.
e. Mengevaluasi kesalahan
Mengevaluasi kesalahan mencakup penafsiran keseriusan setiap
kesalahan agar dapat mengambil keputusan bagi pengajaran bahasa.
Evaluasi ini baru bermanfaat jika maksud dan tujuan analisis kesalahan
berbahasa bersifat pedagogis.
Berdasarkan pembicaraan mengenai analisis kesalahan berbahasa
di atas, berikut ini dapatlah dibuat kesimpulan terhadapnya. Analisis
kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para
peneliti dan para guru, yang mencakupi pengumpulan sampel,
pengenalan kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut,
pendeskripsian kesalahan itu, pengklasifikasian berdasarkan sebabnya
yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusanya (Tarigan,
1988: 170).
16
B. Diksi atau Pilihan Kata
1. Pengertian Diksi
Keraf (2000: 24) mengatakan bahwa Pilihan kata atau diksi
mencakup kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,
bagaimana membentuk pengelompokan kata yang tepat atau
menggunakan ungkapan yang tepat digunakan dalam suatu situasi.
Moeliono (1989: 173) mengatakan bahwa penulis karangan, sadar
tidak sadar, berhadapan dengan masalah pemilihan kata. Kadang-kadang
komunikasi dapat juga efektif dengan kosakata yang terbatas atau yang
kurang tepat, tetapi pengenalan jumlah kata yang terbatas berarti juga
pembatasan sumber daya untuk mengungkapkan diri dalam kehidupan
berbahasa. Pengguna bahasa dapat memilih kata, baik karena
denotasinya maupun karena konotasinya.
Di dalam bahasa mana pun semua konsep dinyatakan dengan kata
atau rangkaian kata. Manusia dapat menguasai bahasa hanya jika
menguasai sejumlah kata (kosakata). Meskipun demikian, menguasai
kata-kata saja belum berarti menguasai bahasa (Akhadiah; dkk., 1996:
83).
Ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah diksi, yaitu istilah
pemilihan kata dan pilihan kata. Pemilihan kata adalah proses atau
tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat,
sedangkan pilihan kata adalah hasil dari proses atau tindakan tersebut.
Bandingkan, misalnya, dengan istilah penulisan dan tulisan. Penulisan
17
merupakan proses atau tindakan menulis, sedangkan tulisan merupakan
hasil dari proses menulis (Mustakim, 1994: 41).
Diksi merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam
melakukan kegiatan menulis atau karang-mengarang maupun dalam
melakukan kegiatan komunikasi setiap hari. Dalam memilih kata yang
setepat-tepatnya untuk menyampaikan suatu maksud, penulis atau
pembicara tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu
ketepatan kepada pengguna bahasa tentang pemakaian kata-kata. Dalam
hal ini makna kata yang tepatlah yang diperlukan.
Dalam kegiatan berbahasa, diksi (pilihan kata) merupakan aspek
yang sangat penting karena pilihan kata yang tidak tepat selain dapat
menyebabkan ketidakefektifan bahasa yang digunakan, juga dapat
mengganggu kejelasan informasi yang disampaikan. Kecuali itu,
kesalahpahaman informasi dan rusaknya situasi komunikasi juga tidak
jarang disebabkan oleh penggunaan pilihan kata yang tidak tepat.
Mustakim (1994: 42) memberikan contoh, seperti berikut ini.
(1) Diam! (2) Tutup mulutmu! (3) Saya harap Anda tenang. (4) Jangan berisik! (5) Dapatkah Anda tenang sebentar?
Ungkapan-ungkapan tersebut pada dasarnya mengandung
informasi yang sama, tetapi dinyatakan dengan pilihan kata yang berbeda-
beda. Pilihan kata itu dapat menimbulkan kesan dan efek komunikasi
yang berbeda pula. Kesan dan efek itulah yang perlu dijaga dalam
18
berkomunikasi jika pemakai bahasa tidak ingin situasi pembicaraan
menjadi rusak.
2. Kriteria Diksi atau Pemilihan Kata
Mustakim (1994: 42) mengataka bahwa agar dapat
mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pikiran secara tepat, dalam
berbahasa, baik lisan maupun tulis, pemakai bahasa hendaknya dapat
memenuhi beberapa kriteria dalam pemilihan kata. Kriteria itu adalah
sebagai berikut.
a. Ketepatan b. Kecermatan c. Kelaziman
Ketiga kriteria yang telah disebutkan di atas akan diuraikan di
bawah ini.
a. Ketepatan
Akhadiah, dkk. (1996: 82) mengatakan bahwa memilih kata yang
tepat untuk menyampaikan gagasan, terutama melalui tulisan merupakan
suatu yang cukup sulit. Beliau mengutip pendapat Hemingway yang
mengatakan memilh kata yang tepat dianggapnya sebagai bagian tersulit
dalam proses penulisan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan
dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan.
Oleh karena itu, pemakai bahasa dituntut memilih dan menggunakan kata
tersebut sesuai dengan makna yang terkandung dalam kata tersebut.
19
Ketepatan dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan
memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat dan
gagasan itu dapat diterima secara tepat pula oleh pembaca atau
pendengarnya. Jadi, informasi yang disampaikan oleh pembicara atau
penulis diterima oleh pembaca atau pendengar sesuai dengan maksud
penulis atau pembicara.
Ketepatan dalam pemilihan kata dapat dicapai jika pengguna
bahasa mampu memahami kaidah makna, misalnya, kata-kata yang
bermakna denotatif, kata-kata yang bermakna konotatif, dan kata-kata
yang bersinonim. Makna denotatif adalah makna yang mengacu pada
gagasan tertentu (makna dasar), yang tidak mengandung makna
tambahan atau nilai rasa tertentu, sedangkan makna konotatif adalah
makna tambahan yang mengandung nilai rasa tertentu di samping makna
dasarnya.
Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia dikenal kata bini dan istri.
Kedua kata ini mempunyai makna dasar yang sama, yakni `wanita yang
telah menikah atau telah bersuami`, tetapi masing-masing mempunyai
nilai rasa yang berbeda. Kata bini selain mempunyai nilai rasa yang
berkonotasi kepada kelompok sosial tertentu, juga mempunyai nilai rasa
yang cenderung merujuk pada situasi tertentu yang bersifat informal.
Sementara itu, kata istri mempunyai nilai rasa yang bersifat netral, tidak
berkonotasi terhadap kelompok sosial tertentu dan dapat digunakan untuk
keperluan formal dan informal. Sejalan dengan itu, pada contoh berikut
20
kata istri dapat digunakan untuk keperluan bahasa yang resmi, sedangkan
kata bini penggunaannya tidak tepat.
(1) Presiden mengharapkan kehadiran Anda beserta istri. (tepat) (2) Presiden mengharapkan kehadiran Anda beserta bini. (tidak tepat)
Jika mampu memahami perbedaan makna denotasi dan konotasi,
pemakai bahasa juga dapat mengetahui makna apa yang dikandung oleh
kata kambing hitam pada contoh berikut.
(3) Karena butuh dana, dia menjual kambing hitamnya dengan harga murah. (4) Pada setiap pertentangan mereka selalu dijadikan kambing hitam.
Beberapa contoh beserta keterangannya itu memberikan gambaran
bahwa seseorang yang mampu memahami perbedaan makna denotasi
dan konotasi akan dapat mengetahui kapan dan di mana ia harus
menggunakan kata yang bermakna konotasi. Dengan demikian, ia tidak
akan sembarangan saja dalam menentukan kata yang akan digunakan.
Berikutnya, selain dituntut mampu memahami perbedaan makna
denotasi dan konotasi, pemakai bahasa juga dituntut mampu memahami
perbedaan makna kata-kata yang bersinonim agar dapat memilih kata
secara tepat. Beberapa kata yang bersinonim, misalnya, dapat
diperhatikan di bawah ini.
Kelompok Rombongan Kawanan Gerombolan
Keempat kata yang bersinonim itu mempunyai makna dasar yang
sama. Namun, oleh pemakai bahasa, kata kawanan dan kata gerombolan
21
cenderung diberi nilai rasa negatif, sedangkan dua kata yang lain
mempunyai nilai rasa yang netral: dapat negatif dan dapat pula positif,
bergantung pada konteksnya. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut ini.
(5) Kawanan perampok yang dicurigai itu sudah diketahui identitasnya. (nilai rasa negatif) (6) Gerombolan perampok yang dicurigai itu sudah diketahui identitasnya. (nilai rasa negatif) (7) Kelompok perampok yang dicurigai itu sudah diketahui identitasnya. (nilai rasa netral) (8) Kelompok mahasiswa yang mengikuti seminar sudah hadir. (nilai rasa netral) (9) Rombongan mahasiswa yang akan mengikuti seminar sudah hadir. (nilai rasa positif)
Karena berkonotasi negatif, kata kawanan dan gerombolan bahkan
dapat digunakan untuk merujuk pada binatang. Misalnya:
(10) Kawanan binatang itu merusak kebun petani karena habitatnya dirusak. (11) Gerombolan binatang itu merusak kebun petani karena habitatnya dirusak.
b. Kecermatan
Moeliono (1989: 179) mengatakan bahwa harus dibedakan diksi
yang tidak cermat, yang hanya menegaskan sesuatu dengan kira-kira,
dengan diksi yang tidak tepat, tidak betul, atau tidak kena. Diksi atau
pilihan kata yang tidak cermat berhubungan dengan pikiran yang kabur;
diksi yang tidak betul dengan ketaktahuan. Misalnya, nyaris mendapat
hadiah, menduduki juara pertama, merupakan contoh diksi yang tidak
cermat. Kata merubah alih-alih mengubah, disertasi alih-alih desersi,
profanasi alih-alih pelemahan ketahanan, akridasi alih-alih akreditasi,
merupakan contoh diksi yang tidak tepat.
22
Kecermatan dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan
memilih kata yang memang benar-benar diperlukan untuk
mengungkapkan gagasan tertentu. Untuk itu, pemakai bahasa harus
mampu memahami secara cermat kata-kata yang mubazir atau kata-kata
yang kehadirannya dalam konteks tertentu tidak diperlukan. Dengan
memahami kata-kata yang mubazir, pemakai bahasa dapat
menghindarinya dalam pemakaian yang tidak perlu.
Sehubungan dengan masalah tersebut, perlu pula dipahami
adanya beberapa penyebab timbulnya kemubaziran suatu kata. Mustakim
(1994 : 45) mengatakan bahwa penyebab kemubaziran itu, antara lain,
adalah sebagai berikut.
1) Penggunaan makna jamak ganda 2) Penggunaan kata yang mempunyai kemiripan makna atau fungsi secara berganda 3) Penggunaan makna kesalingan secara berganda 4) Konteks kalimatnya
Kemubaziran yang disebabkan oleh penggunaan makna jamak
secara berganda, antara lain, dapat dilihat pada kalimat berikut.
(12) Sejumlah dusun-dusun yang dilalui Sungai Saddang dilanda banjir. (13) Para dosen-dosen hadir dalam pertemuan itu.
Kata sejumlah dan para dalam bahasa Indonesia sebenarnya
sudah mengandung makna jamak. Begitu juga halnya dengan bentuk
ulang dusun-dusun dan dosen-dosen. Oleh karena itu, jika keduanya
digunakan secara bersama-sama, salah satunya akan menjadi mubazir,
seperti tampak pada contoh (12) dan (13).
23
Selain kata sejumlah dan para kata-kata lain yang juga menyatakan
makna jamak adalah semua, banyak, sebagian besar, berbagai, segenap,
seluruh, dan sebagainya. Apabila akan digunakan untuk meyatakan
makna jamak, kata-kata itu tidak perlu lagi diikuti bentuk ulang yang juga
menyatakan makna jamak.
Penyebab kemubaziran yang kedua adalah penggunaan kata yang
mempunyai kemiripan makna atau fungsi secara berganda. Beberapa
contoh dapat dilihat pada kalimat berikut.
(14) Karyawan harus bekerja keras agar supaya dapat meningkatkan produksi. (15) Anak-anak adalah merupakan penerus perjuangan bangsa.
Kata agar dan supaya serta adalah dan merupakan masing-masing
mempunyai makna dan fungsi yang bermiripan. Kata agar dan supaya
masing-masing mempunyai makna yang bermiripan, yaitu menyatakan
`tujuan` dan `harapan`. Di samping itu, fungsinya pun sama, yaitu sebagai
ungkapan penghubung. Kata adalah dan merupakan juga mempunyai
fungsi yang sama, yaitu sebagai penanda predikat. Oleh karena itu, jika
digunakan secara berpasangan, salah satu di antara pasangan tersebut
menjadi mubazir.
Penyebab kemubaziran yang ketiga adalah penggunaan makna
kesalingan (resiprokal) secara berganda. Makna kesalingan yang
dimaksud di sini adalah makna yang menyatakan tindakan `berbalasan`.
Jadi, pelaku tindakan itu setidak-tidaknya ada dua orang atau lebih. Jika
tindakan itu hanya dilakukan oleh satu orang, dapat dikatakan bahwa hal
24
itu tidak tepat karena tindakan berbalasan tidak dapat hanya dilakukan
oleh satu orang. Misalnya, Ia berjalan bergandengan (?)
Tindakan bergandengan dari segi pengalaman, tidak mungkin
hanya dilakukan oleh satu orang karena tindakan itu, paling tidak,
melibatkan orang yang menggandeng dan orang yang digandeng. Kalau
hanya dilakukan satu orang, penggunaan kata bergandengan tentu tidak
cermat. Sejalan dengan itu, subjek ia pada kalimat di atas, yang hanya
bermakna tunggal, harus diganti dengan mereka, misalnya, yang
bermakna jamak, agar makna tindakan berbalasan menjadi tepat.
Penyebab kemubaziran berikutnya lebih banyak ditentukan oleh
konteks pemakaiannya di dalam kalimat. Misalnya, Pertemuan kemarin
membahas tentang masalah disiplin pegawai. Kata tentang pada kalimat
ini sebenarnya mubazir karena, berdasarkan konteksnya, kehadiran kata
itu pada kalimat di atas tidak diperlukan. Karena tidak diperlukan, kata
tentang dapat dilepaskan dari kalimat tersebut.
Penggunaan kata di mana dan yang mana sebagai perangkai juga
merupakan penggunaan kata yang tidak cermat. Misalnya:
(16) Dia sering berkunjung ke Bandung di mana dulu ia mengikuti kuliah. (17) Masyarakat menginginkan jembatan itu segera diperbaiki yang mana pemerintah juga telah menyetujuinya.
Seperti yang tampak pada contoh di atas, kata di mana dan yang
mana digunakan sebagai perangkai, bukan sebagai penanda kalimat
Tanya. Oleh karena itu, penggunaan kata tersebut tidak tepat. Karena
25
penggunaannya tidak tepat, kata itu harus diganti dengan kata lain yang
dapat digunakan sebagai perangkai.
Pada kalimat (16) kata di mana lebih tepat jika diganti dengan kata
tempat, dan yang mana pada kalimat (17) diganti dengan kata dan
c. Kelaziman
Selanjutnya, faktor kebahasaan yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan kata penyungkut kelaziman kata-kata yang harus dipilih. Dalam
hal ini, yang dimaksud dengan kata lazim adalah kata yang sudah biasa
digunakan dalam komunikasi, baik lisan maupun tulis. Mustakim (1994:
53) mengatakan bahwa kata yang lazim juga berarti kata yang sudah
dikenal atau diketahui secara umum. Dengan demikian, penggunaan kata
yang lazim dapat mempermudah pemahaman pembaca terhadap
informasi yang disampaikan. Sebaliknya, penggunaan kata yang
tidak/kurang/belum lazim dapat mengganggu kejelasan informasi yang
disampaikan karena pembaca/pendengar belum memahami benar
maknanya. Oleh karena itu, penggunaan kata yang tidak/belum lazim
hendaknya dihindari.
Sebagai contoh, kata besar dalam bahasa Indonesia bersinonim
dengan kata raya, agung, dan akbar. Sungguh pun demikian, kelaziman
pemakaian kata-kata itu berbeda-beda. Dalam ungkapan jalan raya
misalnya, kata jalan selain lazim digunakan bersama kata raya, lazim pula
digunakan bersama kata besar. Namun, kata agung dan akbar tidak lazim
digunakan secara bersama-sama dengan kata jalan.
26
Kata jaksa lazim digunakan bersama kata agung, tetapi tidak lazim
digunakan bersama kata besar, raya, atau akbar. Kata guru lazim
digunakan bersama kata besar, tetapi tidak lazim digunakan bersama
kata agung, akbar, dan raya.
Kelaziman dalam pemilihan kata juga berhubungan dengan situasi
pembicaraan. Situasi pembicaraan dalam hal ini menyangkut situasi resmi
dan situasi yang tidak resmi. Dalam situasi pembicaraan yang resmi
bahasa yang digunakan harus dapat mencerminkan sifat keresmian itu,
yakni bahasa yang baku. Kebakuan yang dimaksud itu harus meliputi
seluruh aspek kebahasaan yang digunakan, baik bentuk kata, pilihan kata,
ejaan, maupun susunan kalimatnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik dua kesimpulan
mengenai apa yang dimaksud dengan diksi (pilihan kata), yaitu:
Pertama, diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membeda-
bedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan
yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk
sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar dan pembaca.
Kedua, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan
oleh penguasaan sejumlah besar kosakata dari keseluruhan kata yang
dimiliki oleh sebuah bahasa.
27
C. Kalimat Efektif
Dalam bagian ini akan diuraikan pengertian kalimat efektif dan
kriteria atau persyaratan kalimat yang efektif.
1. Pengertian kalimat efektif
Pada umumnya setiap terlibat dalam kegiatan berbahasa,
pengguna bahasa berupaya sedapat mungkin agar kalimat yang
digunakannya sesuai dengan kaidah sintaksis, mudah ditangkap dan
dipahami oleh pembaca atau pendengar. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa sedapat mungkin kalimat yang digunakan itu mampu
membuat isi atau maksud yang disampaikan oleh penulis atau pembicara
tergambar lengkap dalam pikiran lawan bicara, persis sebagaimana apa
yang disampaikan. Kalimat semacam ini biasanya secara popular disebut
sebagai kalimat efektif.
Razak (1990: 2) Mengatan bahwa kalimat dikatakan efektif bila
mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan ide, gagasan,
pesan, pengertian atau informasi berlangsung dengan sempurna. Kalimat
yang efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan itu
tergambar lengkap dalam pikiran si penerima (pembaca), persis seperti
apa yang disampaikan.
Kalimat yang benar dan jelas akan dengan mudah dipahami orang
lain secara tepat. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif. Sebuah
kalimat yang efektif harus memiliki kemampuan untuk menimbulkan
kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti
28
apa yang terdapat pada pikiran penulis atau pembicara. Hal ini berarti
bahwa kalimat efektif haruslah disusun secara sadar untuk mencapai daya
informasi yang diinginkan penulis terhadap pembacanya (Akhadiah, dkk.,
1996:116).
Sugono (1997: 26) mengatakan bahwa masalah definisi atau
batasan kalimat tidak perlu dipersoalkan karena sudah terlalu banyak
definisi kalimat yang telah dibicarakan para ahli bahasa. Tidak jarang
definisi kalimat itu membingungkan kita. Persoalan yang lebih penting
ialah apakah kalimat yang kita hasilkan dapat memenuhi syarat sebagai
kalimat yang benar (gramatikal)?
Putrayasa (2007: 47) mengatakan bahwa unsur-unsur yang
membangun sebuah kalimat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu unsur
wajib dan unsur takwajib (unsur manasuka). Unsur wajib adalah unsur
yang harus ada dalam sebuah kalimat (yaitu unsur S/subjek dan
P/predikat), sedangkan unsur takwajib (unsur manasuka) adalah unsur
yang boleh ada dan boleh tidak ada (yaitu kata kerja bantu: harus, boleh;
keterangan aspek: sudah, akan; keterangan: tempat, waktu, cara, dan
sebagainya.
Mustakim (1994: 85) mengatakan bahwa kalimat efektif
merupakan suatu jenis kalimat yang dapat memberikan efek tertentu
dalam komunikasi. Efek yang dimaksud dalam hal ini adalah kejelasan
informasi.
29
Keefektifan sebuah kalimat pada ragam lisan agak berbeda dengan
keefektifan pada ragam tulis. Pada ragam lisan informasi yang
disampaikan dalam kalimat dapat diperjelas dengan penggunaan intonasi
tertentu, gerakan anggota tubuh, atau situasi tempat pembicaraan
berlangsung.
Hal-hal yang dapat memperjelas informasi pada ragam lisan itu
tidak terdapat pada ragam tulis. Oleh karena itu, unsur-unsur kebahasaan
yang digunakan pada ragam tulis dituntut lebih lengkap agar dapat
mendukung kejelasan informasi. Jika digunakan untuk keperluan resmi,
kelengkapan unsur kebahasaan pada ragam lisan dan tulis sebenarnya
tidak jauh berbeda. Hal itu terjadi, jika unsur-unsur kebahasaan yang
digunakan tidak lengkap, ada kemungkinan informasi yang disampaikan
pun tidak dapat dipahami secara tepat.
Ragam bahasa tulis yang digunakan untuk kepeluan dinas dan
keperluan resmi lainnya, seperti pada surat dinas, laporan dinas, laporan
penelitian, makalah, atau tesis, mempunyai ciri keeksplisitan. Ciri
keeksplisitan itu dituntut pula dalam penggunaan ragam bahasa lisan
untuk keperluan yang resmi, seperti rapat dinas, seminar, ceramah, atau
pidato di depan umum. Oleh karena itu, unsur-unsur kalimat yang
digunakannya pun harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur
kalimat yang seharusnya ada tidak boleh dihilangkan dan, sebaliknya,
unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan.
30
Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan
keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah.
Kelengkapan dan keeksplisitan itu dimaksudkan agar bahasa yang
digunakan dapat mengungkapkan gagasan atau informasi secara tepat
dan dapat dipahami secara tepat pula oleh pembaca atau pendengarnya
sesuai dengan maksud yang dikehendaki oleh penulis atau pembicara.
Dengan kelengkapan dan keeksplisitan itu diharapkan bahasa atau
khususnya kalimat yang digunakan tidak menimbulkan salah paham atau
salah tafsir.
Jika diperhatikan secara cermat sehubungan dengan masalah
tersebut, dalam kenyataan berbahasa sampai saat ini masih sering
dijumpai adanya beberapa kalimat yang belum atau tidak tersusun secara
efektif. Salah satu di antaranya dapat diperhatikan pada contoh berikut.
(18) Dalam ruangan itu memerlukan beberapa kursi.
Dari segi informasinya, kalimat (18) itu cukup jelas. Artinya, maksud
yang diungkapkan di dalam kalimat itu dengan mudah dapat dipahami.
amun a akah kalimat itu sudah e ekti Ja abnya “belum” karena
kalimat itu belum memiliki unsur yang lengkap.
Keefektifan sebuah kalimat, sebagaimana yang telah disinggung di
atas, tidak hanya ditentukan oleh kejelasan informasinya, tetapi juga oleh
kelengkapan unsur-unsurnya. Dalam hal ini, kalimat dikatakan memiliki
unsur yang lengkap jika sekurang-kurangnya mengandung unsur subjek
(S) dan unsur predikat (P).
31
Jika dilihat dari segi unsur-unsurnya, satuan unsur dalam ruangan
itu pada kalimat (18) merupakan keterangan (K), memerlukan merupakan
predikat (P), dan beberapa kursi merupakan objek (O). Dengan demikian,
kalimat (18) itu berpola KPO. Hal ini menunjukkan bahwa kalimat (18)
tidaki memiliki unsur subjek (S) sehingga kalimatnya menjadi tidak
lengkap dan notabene tidak efektif.
Subjek pada kalimat (18) itu sebenarnya dapat dieksplisitkan, yaitu
dengan menghilangkan kata depan dalam yang terletak pada awal
kalimat. Atau, jika kata depan itu ingin tetap dipertahankan, kata kerja
memerlukan yang menjadi predikatnya harus diubah menjadi pasif
diperlukan. Dengan demikian, ubahan kalimat (18) tampak menjadi seperti
berikut.
(18a) Ruangan itu memerlukan beberapa kursi. (18b) Dalam ruangan itu diperlukan beberapa kursi.
2 Kriteria kalimat efektif
Razak (1990: 3) Mengatakan bahwa kalimat efektif memiliki
beberapa persyaratan, misalnya, persyaratan struktur kalimat, polanya
harus benar, kalimat itu mempunyai tenaga yang menarik, dan di dalam
karya tulis itu membentuk kerja sama lewat sistem yang bervariasi.
Lebih lanjut Razak (1990:4) mengatakan bahwa struktur kalimat
efektif dapat berbentuk, misalnya, struktur kalimat sederhana, dan struktur
kalimat luas atau panjang yang memiliki pola kalimat yang jelas, serta
memiliki gaya pengungkapan dan penonjolan informasi yang bervariasi.
32
Pengguna bahasa umumnya beranggapan bahwa kalimat yang
efektif adalah kalimat yang singkat dan hemat. Anggapan ini tentu tidak
semuanya benar. Kehematan memang menjadi salah satu ciri keefektifan
sebuah kalimat. Meskipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa kalimat
yang panjang tidak dapat disebut sebagai kalimat efektif.
Jika memang informasi yang diungkapkannya jelas, mudah
dipahami, dan tersusun sesuai dengan kaidah yang berlaku, betapapun
panjangnya sebuah kalimat tetap dapat disebut kalimat yang efektif.Oleh
karena itu, pengguna bahasa diharapkan dapat memahami kriteria kalimat
yang benar agar informasi yang disampaikan dapat dipahami oleh
pembaca.
Agar kalimat yang ditulis dapat memberi informasi kepada
pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis, perlu
diperhatikan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri kalimat efektif, yaitu
kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran bentuk, penekanan, kehematan
dalam mempergunakan kata, dan kevariasian dalam struktur kalimat
(Akhadiah, dkk., 1996: 116-117).
Sejalan dengan pendapat Akhadiah dan kawan-kawan di atas,
Mustakim (1994: 90) Mengatakan bahwa ada beberapa kriteria
atau persyaratan kalimat yang efektif, yang antara lain meliputi
kelengkapan, kesejajaran, kehematan, dan variatif.
Kriteria yang disebutkan di atas belum termasuk salah satu kriteria
yang ada dalam kalimat efektif, yaitu kriteria kelogisan yang menurut
33
Mustakim masuk dalam ranah ketidaksejajaran makna kata. Namun,
dalam pembahasan tulisan ini penulis memimjam pendapat Arifin dan
Tasai (1989 : 118 119) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan
ejaan yang berlaku. Misalnya, Untuk mempersingkat waktu, kita teruskan
acara ini. Dari segi kelogisan kalimat ini tidak logis (tidak masuk akal).
Yang logis adalah Untuk menghemat waktu, kita teruskan acara ini.
a. Kelengkapan
Kelengkapan di sini mengacu pada unsur-unsur yang membangun
kalimat tersebut. Kalimat dikatakkan efektif jika sekurang-kurangnya harus
mengandung unsur subjek (S) dan predikat (P). Agar kelengkapan itu
dapat terpenuhi, subjek pada awal kalimat hendaknya tidak didahului kata
depan, predikat kalimatnya jelas, dan tidak terdapat pemenggalan bagian
kelimat majemmuk.
Pertama, subjek tidak didahului kata depan, sebagaimana telah
disebutkan di atas, kalimat yang efektif harus tersusun sesuai dengan
kaidah yang berlaku. Dari segi kaidah tata bahasa, sekurang-kurangnya
kalimat itu harus memiliki unsur subjek (S) dan predikat (P). Jika unsur
subjek itu tidak ada, kalimatnya pun berarti tidak memenuhi kriteria
sebagai kalimat yang efektif.
Kalimat yang tidak bersubjek itu umumnya terjadi karena
penggunaan kata depan pada awal kalimat. Perhatikan contoh berikut ini.
34
(19) Dari hasil pengembangan di lapangan membuktikan bahwa alat ini tidak berbahaya.
Kata depan dari yang terletak pada awal kalimat itu dapat
menghilangkan gagasan yang ingin disampaikan karena dengan adanya
kata depan itu subjek kalimatnya menjadi kabur. Pada kalimat (19)
tersebut subjeknya, sebenarnya, adalah hasil pengembangan, yang
didahului kata depan dari. Adanya kata depan yang mendahului subjek itu
menyebabkan kalimat tersebut tidak memberikan informasi yang jelas.
Oleh karena itu, agar informasinya jelas dan kalimatnya pun menjadi
efektif, kata depan itu harus dihilangkan.
Kedua, predikat kalimatnya jelas, kalimat yang tidak berpredikat
juga tidak tepat disebut kalimat yang efektif karena unsur-unsurnya
menjadi tidak lengkap. Misalnya, pada kalimat di bawah ini.
(20) Salah satu ciri logam yaitu akan memuai jika dipanaskan. (21) Wilayah yang akan dikembangkan menjadi kawasan industri misalnya Daya dan Bulurokeng.
Kata yaitu dan misalnya berfungsi untuk menjelaskan hubungan
antara sebelum dan sesudah kata itu. Keduanya tidak bersifat predikat
sehingga unsur yang yang terletak di belakangnya tidak dapat disebut
sebagai predikat. Agar unsur di belakang kata itu menjadi predikat, yaitu
harus diganti dengan kata lain yang bersifat predikatif, misalnya ialah atau
adalah, demikian pula kata misalnya pada kalimat (21).
Ketiga, bagian kalimat majemuk tidak dipenggal, dalam
penggunaan bahasa sering ditemukan adanya bagian kalimat majemuk
35
yang ditulis terpisah dari bagian sebelumnya. Misalnya, pada kalimat di
bawah ini.
(22) Pebangunan jembatan itu belum dapat dilaksanakan. Karena dana yang diusulkan belum turun. (23) Seluruh lapisan masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Agar pembangunan yang sedang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik.
Kata karena dan agar sebenarnya berfungsi sebagai kata
penghubung intrakalimat, bukan menghubungkan kalimat yang satu dan
kalimat yang lain. Sebagai bagian kalimat, unsur yang diawali kata
penghubung itu tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Sebaliknya,
unsur yang disebut anak kalimat itu selalu tergabung dengan bagian
kalimat yang lain, yang merupakan induk kalimatnya. Oleh sebab itu,
bagian kalimat tersebut harus ditulis serangkai dengan bagian yang lain
sehingga bentuknya menjadi seperti berikut.
(22a) Pembangunan jembatan itu belum dapat dilaksanakan karena dana yang diusulkan belum turun. (23a) Seluruh lapisan masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing agar pembangunan yang sedang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik.
Sejalan dengan pendapat Mustakim di atas, Sugondo (1997: 26-27)
mengatakan bahwa syarat kelengkapan kalimat dapat dilihat dari struktur
lahirnya. Dari segi struktur lahirnya kalimat dalam bahasa Indonesia
sekurang-kurangnya terdiri atas predikat (P). Dengan kata lain, jika suatu
pernyataan memiliki predikat, pernyataan itu merupakan kalimat,
sedangkan suatu untaian kata yang tidak memiliki predikat disebut frasa.
Misalnya, Anak itu belajar. Unsur Anak itu (S) dan unsur belajar (P).
36
b. Kesejajaran
Kalimat yang efektif juga harus mengandung kesejajaran antara
gagasan yang diungkapkan dan bentuk bahasa sebagai sarana
pengungkapnya. Kesejajaran itu dalam pemakaian bahasa cukup penting.
Jika dilihat dari segi bentuknya, kesejajaran itu dapat menyebabkan
keserasian. Sementara itu, jika dilihat dari segi makna atau gagasan yang
diungkapkan, kesejajaran itu dapat menyebabkan informasi yang
diungkapkan menjadi sistematis sehingga mudah dipahami.
Seperti yang secara implisit terungkap pada keterangan tersebut,
kesejajaran itu dapat dibedakan atas kesejajaran bentuk, kesejajaran
makna, dan gabungan keduanya.
Pertama, kesejajaran bentuk, bentukan kalimat yang tidak tersusun
secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat itu tidak serasi. Misalnya,
pada kalimat di bawah ini.
(24) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi ketua jurusan belum menyetujuinya.
Ketidaksejajaran bentuk pada kalimat di atas disebabkan oleh
penggunaan bentuk kata kerja pasif diusulkan yang dikontraskan dengan
bentuk aktif menyetujui. Agar menjadi sejajar, bila bagian yang pertama
menggunakan bentuk pasif, hendaknya bagian yang kedua pun
menggunakan bentuk pasif. Sebaliknya, jika yang pertama aktif,
berikutnya pun sebaiknya aktif. Dengan demikian, kalimat tersebut akan
memiliki kesejajaran jika bentuk kata kerjanya diseragamkan seperti
kalimat di bawah ini.
37
(24a) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi belum disetujui ketua jurusan. (24b)Panitia sudah lama mengusulkan program kerja ini, tetapi ketua
jurusan belum menyetujuinya.
Akhadiah dkk.(1988: 122) mengatakan bahwa kesejajaran
(paralelisme) dalam kalimat ialah penggunaan bentuk-bentuk bahasa
yang sama atau konstruksi bahasa yang sama yang dipakai dalam
susunan serial. Jika sebuah gagasan (ide) dalam suatu kalimat dinyatakan
dengan frasa (kelompok kata), maka gagasan-gagasan lain yang
sederajat harus dinyatakan dengan frasa. Jika sebuah gagasan dalam
suatu kalimat dinyatakan dengan kata benda (misalnya bentuk pe an, ke
an), maka gagasan yang lain yang sederajat harus dengan kata benda
juga. Demikian juga halnya bila sebuah gagasan dalam suatu kalimat
dinyatakan dengan kata kerja (misalnya bentuk me kan, di kan) maka
gagasan lainnya yang sederajat harus dinyatakan dengan jenis kata yang
sama. Kesejajaran (paralelisme) akan membantu member kejelasan
kalimat secara keseluruhan.
Sejalan dengan pendapat akhadiah di atas, Putrayasa (2007: 48
49) mengatakan bahwa yang dimaksud kesejajaran (paralelisme) dalam
kalimat adalah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama yang
dipakai dalam susunan serial. Jika sebuah ide dalam suatu kalimat
dinyatakan dengan frasa, maka ide-ide yang sederajat harus dinyatakan
dengan frasa. Jika sebuah ide dalam suatu kalimat dinyatakan dengan
kata benda (misalnya bentuk pe-an, ke-an), maka ide lain yang sederajat
harus dengan kata benda juga. Demikian juga halnya bila sebuah ide
38
dalam suatu kalimat dinyatakan dengan kata kerja (misalnya bentuk me-
kan, di-kan), maka ide lainnya yang sederajat harus dinyatakan dengan
jenis kata yang sama.
Lebih lanjut Putrayasa (2007 : 49-50) mengatakan bahwa Jika kita
berbicara tentang kesejajaran satuan dalam kalimat , yang dibahas adalah
keadaan sejajar atau tidaknya satuan-satuan yang membentuk kalimat,
baik dari segi bentuk maupun dari segi maknanya. Tetu saja pengertian
kesejajaran mengandaikan bahwa unsur pembentuk kalimat itu lebih dari
satu. Sesungguhnya kaitan bentuk dan makna sangatlah erat dan tak
terpisahkan.
Kedua, kesejajaran makna, masalah yang sering dihadapi dalam
penyusunan kalimat, terutama yang menyangkut penataan gagasan,
adalah masalah penalaran. Penalaran dalam sebuah kalimat merupakan
masalah pokok yang mendasari penataan gagasan. Seperti diketahui,
bahasa dan penalaran atau pola pikir pemakainya mempunyai kaitan yang
sangat erat. Jika pikiran pemakai sedang kacau, misalnya, bahasa yang
dipakainya pun cenderung akan kacau pula. Kekacauan itu dapat
diketahui perwujudannya dalam susunan kalimat yang tidak teratur dan
berbelit-belit. Bahkan, penalaran di dalam kalimatnya pun sering tidak
logis. Misalnya, dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.
(25) Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa maka selesailah penyusunan karya tulis ini.
39
Penulisan kalimat seperti itu lazim kita temukan pada karya tulis
yang dibuat oleh para mahasiswa. Anehnya, ketika hal itu ditanyakan
kepada para mahasiswa, mereka umumnya tidak mengerti bahwa kalimat
itu salah dari segi penalarannya. Apakah itu berarti bahwa penalaran para
mahasiswa kita masih rendah? Tentu tidak semuanya demikian.
Dari segi penalarannya, kalimat tadi jelas menyalahi logika kita. Hal
itu karena dalam kalimat tersebut terkandung makna bahwa seolah-olah
hanya dengan mengucapkan puji syukur, lalu karya tulis itu selesai
dengan sendirinya. Ini tentu merupakan suatu hal yang mustahil terjadi.
Andaikata kita menghadapi suatu pekerjaan, tentu diperlukan suatu
kegiatan atau aktivitas untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Jika tanpa
aktivitas, mustahil pekerjaan itu dapat selesai dengan sendirinya, apalagi
hanya dengan mengucapkan puji syukur. Di situlah letak persoalan
ketidakbernalaran kalimat tersebut.
Masalahnya sekarang, bagaimana kita mengubah kalimat itu agar
menjadi logis atau bernalar? Untuk itu, struktur atau susunan kalimat tadi
harus diubah agar sesuai dengan kaidah penyusunan kalimat yang benar.
Misalnya, kita dapat mengubah kalimat tadi seperti berikut.
(25a) Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya karya tulis ini. (25b) Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ini. (25c) Dengan selesainya penyusunan karya tulis ini penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.
40
Dengan pencermatan semacam itu selain penalarannya menjadi
jelas, makna atau informasinya pun lebih mudah dipahami.
Ketidaksejajaran makna kalimat dapat pula diperhatikan pada
contoh berikut.
(26) Pembangunan gedung DPRD yang diperkirakan menghabiskan dana sekitar lima miliar rupiah akan dibangun tahun ini.
Ketidak sejajaran makna dalam kalimat (26) terutama disebabkan
oleh kekurangcermatan dalam pemilihan kata pembangunan yang
digunakan sebagai subjek dan kata dibangun yang digunakan sebagai
sebagai predikatnya. Dari segi penalaran ada kejanggalan dalam kalimat
itu. Pertanyaan yang segera timbul adalah mungkinkah pembangunan itu
dibangun Ja abannya tentu “tidak” karena pembangunan lazimnya
dilaksanakan, dilakukan, atau dimulai, bukan dibangun. Jika maksudnya
demikian, kalimat tersebut seharusnya diungkapkan seperti di bawah ini.
(26a) Pembangunan gedung DPRD yang diperkirakan menghabiskan dana sekitar lima miliar rupiah itu akan dilaksanakan tahun ini.
Ketiga, kesejajaran bentuk dan makna, Beberapa gagasan yang
bertumpuk dalam satu pernyataan dapat mengaburkan kejelasan
informasi yang diungkapkan sehingga pembaca akan mengalami kesulitan
dalam memahaminya. Misalnya, perhatikanlah kalimat di bawah ini.
(27) Menurut beberapa pakar sejarah mengatakan bahwa Benteng Ujung Pandang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Ketidaksejajaran antara bentuk dan makna seperti pada kalimat
(27) cukup sering dilakukan oleh pemakai bahasa. Penyebab
ketidaksejajaran itu adalah penggunaan kata menurut yang diikuti
41
ungkapan mengatakan bahwa . Seharusnya jika kata menurut sudah
digunakan, kata mengatakan bahwa tidak perlu digunakan lagi.
Sebaliknya, jika sudah menggunakan ungkapan mengatakan bahwa, kata
menurut tidak perlu digunakan. Dengan demikian, kalimat (27) lebih tepat
diungkapkan sebagai berikut.
(27a) Menurut beberapa pakar sejarah Benteng Ujung Pandang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda
(27b) Para pakar sejarah mengatakan bahwa Benteng Ujung Pandang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
c. Kehematan
Kehematan merupakan salah satu ciri kalimat yang efektif. Dalam
penyusunan kalimat, kehematan ini dapat diperoleh dengan
menghilangkan bagian-bagian tertentu yang tidak diperlukan atau yang
mubazir. Hal itu, antara lain, berupa penghilangan subjek ganda, bentuk
yang bersinonim, dan bentuk jamak ganda.
Pertama, penghilangan subjek ganda, kalimat majemuk bertingkat
dan induk kalimatnya memiliki subjek yang sama dapat dihilangkan salah
satunya. Subjek yang dihilangkan adalah yang terletak pada anak
kalimatnya. Misalnya, dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.
(28) Sebelum makalah ini diseminarkan, makalah ini harus direvisi lebih dahulu.
Kalimat (28) di atas lebih efektif jika diubah menjadi (28a) berikut.
(28a) Sebelum diseminarkan, makalah ini harus direvisi lebih dahulu.
Kedua, penghilangan bentuk yang bersinonim, dua kata atau lebih
yang mendukung fungsi yang sama dapat menyebabkan kalimat tidak
42
efektif, misalnya, adalah merupakan, seperti misalnya, agar supaya, dan
demi untuk. Oleh sebab itu, pengefektifan kalimat semacam itu dapat
dilakukan dengan menghilangkan salah satu dari kata-kata yang
bersinonim tersebut. Misalnya, dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.
(29) Bank Mandiri adalah merupakan salah satu bank milik pemerintah. (30) Minumlah obat secara teratur agar supaya cepat sembuh.
Kalimat (29) dan (30) lebih efektif jika diubah menjadi seperti
berikut.
(29a) Bank Mandiri adalah salah satu bank milik pemerintah. (29b) Bank Mandiri merupakan salah satu bank milik pemerintah. (30a) Minumlah obat secara teratur agar cepat sembuh. (30b) Minumlah obat secara teratur supaya cepat sembiuh.
Ketiga, penghilangan makna jamak yang ganda, kata yang
bermakna jamak, seperti semua, segala, seluruh, beberapa, para, dan
segenap, dapat menimbulkan ketidakefektifan kalimat jika digunakan
bersama-sama dengan bentuk ulang yang juga bermakna jamak.
Misalnya, pada kalimat di bawah ini.
(31) Semua data-data dalam komputer ini sudah hilang. (32) Beberapa desa-desa di Mamuju sudah menjaga kebersihan lingkungannya masing-masing.
Agar efektif kalimat (31) dan (32) di atas sebaiknya diubah menjadi
seperti berikut ini.
(31a) Semua data dalam komputer ini sudah hilang. (31b) Data-data dalam komputer ini sudah hilang. (32a) Beberapa desa di Mamuju sudah menjaga kebersihan lingkunganya Masing-masing. (32b) Desa-desa di Mamuju sudah menjaga kebersihan lingkungannya Masing-masing.
43
d. Kelogisan
Arifin dan Tasai (!989 : 118-119) mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima oleh akal
dan sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat pada contoh
berikut ini.
Waktu dan tempat kami persilakan.
(33) Untuk mempersingkat waktu waktu, kita teruskan acara ini.
(34) Kalimat ini tidak logis (tidak masuk akal). Kalimat yang logis adalah
sebagai berikut.
(33a) Bapak Dekan kami persilakan.
(34a) Untuk menghemat waktu, kita teruskan acara ini.
d. Variatif
Kalimat yang efektif juga mengutamakan variasi bentuk
pengungkapan atau gaya kalimatnya. Variasi itu dapat dicapai dengan
menggunakan bentuk inversi, bentuk pasif persona, variasi aktif-pasif, dan
variasi panjang pendek.
Pertama, variasi bentuk inversi, inversi merupakan salah satu
variasi bentuk pengungkapan dengan menempatkan unsur yang
dipentingkan pada awal kalimat. Misalnya, dapat dilihat pada kalimat di
bawah ini.
(35) Biaya lima miliar rupiah dibutuhkan untuk pembangunan hotel itu.
44
Dari segi struktur informasinya, kalimat (33) lebih menonjolkan
informasi tentang biaya atau besarnya biaya daripada informasi tentang
pembangunan hotel. Berbeda dengan itu, jika penulis lebih mementingkan
informasi tentang perlunya biaya, kalimat tersebut dapat diubah menjadi
seperti berikut.
(35a) Diperlukan biaya lima miliar rupiah untuk pembangunan hotel itu.
Dua variasi bentuk inversi tersebut diubah dari bentuk
pengungkapan biasa seperti berikut ini.
(35b) Pembangunan hotel itu memerlukan biaya lima miliar rupiah.
Penggunaan kalimat majemuk bertingkat dengan menempatkan
anak kalimat di depan induk kalimat, atau sebaliknya, juga merupakan
variasi bentuk inversi yang dapat dimanfaatkan sebagai gaya dalam
pengungkapan. Misalnya, dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.
(36) Karena jumlah angkutan umum sudah memadai, Pemerintah Kota Makassar tidak akan menambahnya lagi pada tahun depan. (36a) Pemerintah Kota Makassar tidak akan menambah angkutan umum lagi pada tahun depan karena jumlahnya sudah memadai.
. Gaya kalimat (34) lebih mementingkan informasi tentang jumlah
angkutan yang sudah memadai, sedangkan gaya kalimat (34a) lebih
mengutamakan informasi tentang tidak akan menambah jumlah angkutan
umum lagi.
Kedua, variasi bentuk pasif persona, bentuk pasif persona juga
dapat dimanfaatkan sebagai variasi lain dalam pengungkapan informasi
ataupun penggayaan kalimat. Dari kalimat (35), misalnya, dapat dibentuk
45
menjadi kalimat (35a) dan (35b) sesuai dengan informasi yang lebih
dipentingkan.
(37) Mereka akan melaporkan masalah ini kepada rektor. (37a) Akan mereka laporkan masalah ini kepada rektor. (37b) Masalah ini akan mereka laporkan kepada rektor.
Dalam bentuk pasif persona semacam itu, kata ganti orang atau
kata ganti persona langsung didekatkan pada kata kerjanya, tidak disisipi
dengan unsur lain. Oleh sebab itu, susunan bentuk pasif persona seperti
berikut tidak benar.
(37c) Masalah ini mereka akan laporkan kepada rektor. (37d) Mereka akan laporkan masalah ini kapada rektor.
Susunan bentuk pasif persona seperti (35c) dan (35d), meskipun
tidak benar , banyak digunakan oleh pemakai bahasa. Hal itu tentu sangat
disayangkan karena ternyata belum banyak disadari bahwa susunan
seperti itu tidak benar.
Ketiga, variasi bentuk aktif-pasif, Variasi bentuk ini merupakan
variasi penggunaan atau penggayaan kalimat dengan memanfaatkan
kalimat aktif lebih dulu, kemudian diikuti oleh kalimat pasif, atau
sebaliknya. Misalnya, pada kalimat di bawah ini.
(38) Bulan depan kami akan mengadakan rapat pimpinan. Dalam rapat itu akan kami bahas berbagai masalah yang muncul akhir-akhir ini. (38a) Bulan depan akan diadakan rapat pimpinan. Dalam rapat itu kami akan membahas berbagai masalah yang muncul akhir-akhir ini.
Dengan variasi aktif-pasif semacam itu kalimat-kalimat yang
digunakan lebih “bertenaga” lebih e ekti Bandingkan misalnya dengan
bentuk atau susunan yang kurang variatif seperti berikut ini.
46
(38b) Bulan depan kami akan mengadakan rapat pimpinan. Kami akan membahas berbagai masalah yang muncul akhir-akhir ini.
Kalimat yang kurang bervariasi semacam itu tampak kurang
bertenaga, dan kurang dapat memberikan efek komunikasi seperti yang
diharapkan. Oleh sebab itu, variasi merupakan aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam mengungkapkan gagasan melalui kalimat.
Keempat, variasi bentuk panjang-pendek, Variasi bentuk ini
merupakan variasi penggunaan kalimat panjang dan pendek secara
bergantian. Misalnya, pada kalimat di bawah ini.
(39) Penelitian ini memerlukan waktu tiga bulan. Meskipun demikian, target yang telah ditetapkan sebelumnya diharapkan dapat tercapai karena lokasi yang akan diteliti mudah dijangkau dengan kendaraan umum.
(40) Lokasi penelitian yang direncanakan sebelumnya berada di lereng gunung sehingga sulit dijjangkau dengan kendaraan umum. Oleh karena itu, penelitian di lokasi tersebut dibatalkan.
Berbagai variasi susunan kalimat tersebut, baik variasi inversi, aktif-
pasif, pasif persona, maupun variasi panjang pendek, penggunaanya
sangat bergantung pada gaya masing-masing pemakai bahasa.
Sungguhpun demikian, variasi semacam itu dapat dimanfaatkan untuk
menghindari kemonotonan bentuk kalimat yang mungkin dapat
membosankan.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian
ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Asis Kamma pada tahun 2006
yang berjudul Penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dalam Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III Lembaga Administrasi
47
Negara Republik Indonesia. Dalam penelitian ini hanya dibicarakan
kesalahan-kesalahan pemakaian ejaan bahasa Indonesia, khususnya
kesalahan penulisan huruf, kesalahan penulisan kata, kesalahan
penulisan unsur serapan dan kesalahan pemakaian dan penulisan tanda
baca dalam bahan ajar Diklat Pra jabatan Golongan III Lembaga
Administrasi Republik Indonesia.
Penelitian lainnya oleh Nur Ihsan pada tahun 2003 yang berjudul
Analisis Kesalahan Penggunaan Konjungsi dalam Skripsi Mahasiswa
STKIP 19 November Kolaka. Dalam penelitian ini dibicarakan kesalahan-
kesalahan pemakaian konjungsi pada penulisan skripsi mahasiswa STKIP
19 November Kolaka.
Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh A. junia Jamilah
pada tahun 2002 yang berjudul Analisis Kesalahan Penggunaan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dalam karangan Siswa SMU
Pembangunan Makassar. Dalam penelitian ini khusus dibicarakan
mengenai kesalahan pemakaian ejaan yang terjadi dalam karangan siswa
SMU Pembangunan Makassar.
Penelitian berikutnya oleh Taufik pada tahun 1997 yang berjudul
Analisis Kesalahan Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Tesis dan
Disertasi Mahasiswa Pascasarjana Unhas. Dalam penelitian ini
dibicarakan tentang kesalahan penyusunan kalimat, kesalahan pemilihan
kata, dan kesalahan pemakaian ejaan. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa masih banyak terdapat kesalahan, baik dalam
48
ejaan, pemilihan kata, maupun penyusunan kalimat dalam tesis dan
disertasi yang ditulis oleh mahasiswa Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
Demikian ula enelitian yang dilakukan leh Sya i ie ada tahun
1984. judul penelitiannya Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia dalam
Menulis Mahasiswa IKIP Malang, IKIP Surabaya, dan IKIP Yogyakarta.
Dalam penelitian ini dibicarakan tentang analisis penyusunan paragraf,
penyusunan kalimat, pilihan kata, dan pemakaian ejaan. Hasil penelitian
ini memberikan gambaran tentang kesalahan penyusunan paragraf,
kesalahan penyusunan kalimat, kesalahan pemilihan kata, dan kesalahan
pemakaian ejaan dan tanda baca yang ditulis oleh mahasiswa IKIP
Malang, IKIP Surabaya, dan IKIP Yogyakarta.
Sementara itu, Penelitian yang berjudul Kesalahan-Kesalahan
Berbahasa Indonesia Pembelajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Asing: Sebuah Penelitian Pendahuluan oleh Setya Tri Nugraha. Dalam
penelitian ini dibicarakan kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia para
pembelajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di Indonesian
Language and Culture Intensive Course (ILCIC), Pusat Pengembangan
dan Pelatihan Bahasa, Universitas Sanata Dharma, periode 1999-2000.
Dalam penelitian ini ditemukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalan
tersebut meliputi ketidakefektifan kalimat, kesalahan pemilihan kata,
kesalahan penggunaan afiks, tidak lengkapnya fungsi-fungsi kalimat,
kesalahan pemakaian preposisi, pembalikan urutan kata, kesalahan
49
penggunaan konstruksi pasif, kesalahan pemakaian konjungsi,
ketidaktepatan pemakaian yang, dan kesalahan pembentukan jamak.
Ketiga penelitian yang disebutkan terdahulu hanya mengemukakan
kesalahan pemakaian konjungsi dan kesalahan pemakaian ejaan. Kedua
penelitian terakhir menyatakan secara lengkap analisis kesalahan
pemakaian paragraf, pemakaian kalimat, pilihan kata, dan pemakaian
ejaan.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Taufik, Sya i ie, dan Setya Tri Nugraha. Penelitian ini pun melihat
kesalahan pemakaian diksi dan penyusunan kalimat, tetapi dengan objek
penelitian yang berbeda, yaitu penggunaan diksi dan penyusunan kalimat
dalam Tesis Mahasiswa Ilmu HukumProgram Pascasarjana Universitas
Kristen Indonesia Paulus Makassar.
E. Kerangka Pikir
Untuk melihat kesalahan penggunaan bahasa Indonesia dalam
tesis Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen
Indonesia Paulus, terlebih dahulu kesalahan berbahasa Indonesia dalam
penelitian ini harus dibagi menjadi dua variabel, yaitu kesalahan
penggunaan diksi dan kesalahan penyusunan kalimat.
Kesalahan penggunaan diksi terdiri atas kesalahan dalam
pemilihan kata yang mencakup ketidaktepatan, ketidakcermatan, dan
ketidaklaziman dalam pemilihan dan penggunaan kata.
50
Ketidakefektifan kalimat terdiri atas ketidaklengkapan unsur-unsur
yang membangun kalimat tersebut, ketidaksejajaran antara gagasan yang
diungkapkan dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya,
ketidaklogisan, ketidakhematan penggunaan kata, dan ketidakvariasian
bentuk pengungkapan atau gaya kalimatnya.
Penggunaan
Bahasa Indonesia
T e s i s
D i k s i Kalimat
Kalimat
Efektif
Ketepatan
Kecermatan
Kelaziman Kelengkapan
Kesalahan penggunaan diksi dan
kalimat
Kesejajaran
Kelogisan
Kevariasian
Kehematan
51
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dan preskriptif. Analisis deskriptif dan preskriptif
merupakan cara yang tepat untuk memaparkan hasil penelitian ini. Data
yang terkumpul akan dianalisis menurut jenis-jenis kesalahannya. Hasil
analisis inilah yang selanjutnya akan dideskripsikan sesuai dengan apa
adanya.
B. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah tesis Mahasiswa Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia Paulus tahun 2004
s.d. 2008. Sumber data ini diperoleh melalui perpustakaan Program
Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum Universitas Kristen
Indonesia Paulus Makassar yang diambil secara purposif . Jumlah tesis
yang menjadi sumber data ialah 40 tesis yang diperoleh dari tiap angkatan
sebanyak 10 tesis.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini ialah semua bentuk kesalahan diksi
atau pilihan kata dan penyusunan kalimat yang terdapat dalam tesis
52
Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen
Indonesia Paulus, tahun 2004 s. d. 2008.
Sampel pada penelitian ini meliputi sebagian kesalahan
penggunaan diksi atau pilihan kata dan penyusunan kalimat dalam tesis
Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen
Indonesia Paulus. Penyampelan dalam penelitian ini didasarkan pada
tahun tesis tersebut yang diambil secara purposif dengan menggunakan
metode simak.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Observasi
Pada langkah ini, penulis melakukan observasi (pengamatan)
langsung pada kalimat dalam tesis Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Kristen Indonesia Paulus, tahun 2004 s. d. 2008. Pelaksanaan
observasi pada kalimat dilakukan di perpustakaan Program Pascasarjana
Program Ilmu Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar
dengan menggunakan metode simak.
2.Teknik Catat
Teknik ini dilakukan dengan cara mencatat kesalahan penggunaan
diksi dan penyusunan kalimat dalam tesis Mahasiswa Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar.
53
E. Teknik Analisis Data
Data yang ditemukan pada tahap pengumpulan data selanjutnya
akan dianalisis dengan menggunakan prosedur berikut ini.
(1) Pertama, semua data diteliti dengan cermat untuk menentukan jenis
kesalahan-kesalahan berbahasa yang terdapat pada data itu.
(2) Kedua, setelah semua data diketahui jenis kesalahannya, selanjutnya
diklasifikasikan atau dikelompokkan berdasarkan jenis kesalahan.
(3) Ketiga, semua data yang sudah terklasifikasikan diberikan penjelasan
terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi pada setiap data itu.
(4) Pada tahap akhir, semua data yang telah dianalisis disajikan secara
deskriptif.
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kesalahan Penggunaan Diksi
Kesalahan penggunaan diksi yang terdapat dalam tesis
Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen
Indonesia Paulus yang ditemukan ialah (1) ketidaktepatan dalam
penggunaan kata, (2) ketidakcermatan dalam penggunaan kata, dan (3)
ketidaklaziman dalam penggunaan kata. Uraian berikut ini akan
memaparkan kesalahan-kesalahan tersebut secara sistematis.
1.Ketidaktepatan Penggunaan Kata
Berdasarkan data yang ada, penulis menemukan kesalahan
penggunaan kata. kesalahan itu diklasifikasikan berdasarkan jenis
kesalahannya sebagai berikut.
a. Kesalahan Penggunaan Kata Depan
Berdasarkan data yang ada, kesalahan penggunaan kata depan
dapat dilihat pada data berikut ini.
(1) Pertumbuhan ekonomi nasional di era informasi akan diwarnai oleh manfaat dari adanya pemanfaatan teknologi informasi seperti sudah diuraikan di atas.(Sumber tesis nomor. 1 2004/2005)
(2) Di era pasca reformasi seperti sekarang ini, masyarakat semakin
terbuka peluang untuk secara sadar dan sistematis mengembangkan peraturan perundang-undangan yang bernuansa keagamaan.(Sumber tesis nomor 3 2005/2006)
(3) Dari penanganan yang begitu bagus serta optimal terhadap
pemungutan restribusi daerah dapat memberikan konsekuensi
55
penerimaan daerah akan rendah dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan sumber potensi yang ada.(Sumber tesis nomor 7 2006/2007)
(4) Dari pasal 1320 KUH Perdata akan menjadi syarat sahnya suatu
perjanjian pengobatan sebagaimana akan dibahas di dalam tulisan ini.(Sumber tesis nomor 4 2005/2006)
Kalimat (1) dan (2) itu seharusnyan tanpa kata depan di karena
kata di digunakan untuk menjelaskan tempat. Misalnya di kampus atau di
kantor. Kata yang tepat digunakan ialah kata pada karena kata ini
berfungsi menjelaskan situasi/keadaan. Kata pasca pada kalimat (2)
penulisannya tidak tepat karena kata ini merupakan unsur terikat. Jadi,
harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Dengan demikian,
kalimat (1) dan (2) diubah sebagai berikut.
(1a) Pertumbuhan ekonomi nasional pada era informasi akan diwarnai oleh manfaat dari adanya pemanfaatan teknologi informasi seperti sudah diuraikan di atas.
(2a) Pada era pascareformasi seperti sekarang ini masyarakat
semakin terbuka peluang untuk secara sadar dan sistematis mengembangkan peraturan perundang-undangan yang bernuansa keagamaan.
Kata dari pada kalimat (3) dan (4) tidak tepat digunakan karena
kata ini berfungsi menjelaskan asal/bahan, misalnya, Kursi ini terbuat dari
kayu. Demikian pula dengan kata bagus pada kalimat (3) tidak tepat
dugunakan karena kata ini berfungsi untuk menjelaskan kata benda,
misalnya, Rumah ini bagus. Jadi, kata yang tepat digunakan ialah kata
baik. Dengan demikian, kalimat (3) dan (4) diubah sebagai berikut.
56
(3a) Penanganan yang begitu baik serta optimal terhadap pemungutan retribusi daerah dapat memberikan konsekuensi penerimaan daerah akan rendah dan jauh lebih kecil dengan sumber potensi yang ada.
(4a) Pasal 1320 KUH Perdata akan menjadi syarat sahnya suatu
perjanjian pengobatan sebagaimana akan dibahas di dalam tulisan ini.
b. Kesalahan Penggunaan Kata yang Bersinonim
Kesalahan penggunaan kata yang bersinonim dapat dilihat pada
data berikut ini.
(5) Sementara PAD merupakan penopang terwujudnya pembagunan di daerah karena tanpa pendapatan daerah yang optimal maka pemerintah tidak mungkin bisa mewujudkan masyarakat adil dan makmur di daerah.(Sumber tesis nomor 2 2007/2008)
(6) Sektor pariwisata Kabupaten Tana Toraja sebenarnya ditunjang juga
oleh kecantikan alamnya, tetapi pemerintah daerah belum mengelolanya secara profesional. (Sumber tesis nomor 3 2004/2005)
(7) Hotel-hotel cantik dapat menarik minat wisatawan untuk
berkunjung ke Kabupaten Tana Toraja, tetapi pemerintah daerah dan pengusaha kelihatannya belum siap mewujudkannya. (Sumber tesis nomor 5 2006/2007)
Kalimat (5) itu seharusnya tanpa kata bisa karena kata bisa
mengandung dua makna, yaitu makna dapat dan makna racun. Dalam
penulisan karya ilmiah bentuk kata seperti ini harus dihindari karena
mengandung multitafsir. Oleh karena itu, kata bisa diganti dengan kata
dapat. Demikian juga dengan kata maka tidak tepat digunakan karena
sudah ada kata penghubung karena sebagai penanda ketidaksetaraan.
Kalimat (6) seharusnya tanpa kata kecantikan karena kata ini lebih tepat
dipakai pada diri gadis atau perawan. Misalnya, Restoran itu dilayani
57
gadis-gadis cantik. Jadi, kata yang tepat dugunakan ialah kata keindahan.
Kalimat (7) itu seharusnya tanpa kata cantik. Jadi, kata yang tepat
digunakan ialah kata bagus. Dengan demikian, kalimat (5), (6), dan (7) di
atas diubah sebagai berikut.
(5a) Sementara PAD merupakan penopang terwujudnya pembangunan daerah karena tanpa pendapatan daerah yang optimal, pemerintah tidak mungkin dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur di daerah.
(6a) Sektor pariwisata Kabupaten Tana Toraja sebenarnya ditunjang juga oleh keindahan alamnya, tetapi pemerintah daerah belum mengelolannya secara professional.
(7a) Hotel-hotel bagus dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung
ke Kabupaten Tana Toraja, tetapi pemerintahn daerah dan pengusaha kelihatannya belum siap mewujudkannya.
c. Kesalahan Penggunaan Kata Tugas
Berdasarkan data yang ada, kesalahan penggunaan kata tugas
dapat dilihat pada data di bawah ini.
(8) Dalam pembicaraan mengenai hak asasi manusis, sebenarnya tidak terlepas apa yang disebut hak untuk menentukan nasib sendiri pada diri pasien. (Sumber tesis nomor 2 2004/2005)
(9) Dari pasal tersebut, selanjutnya akan menjadi dasar pembahasan tentang perjanjian pengobatan antara pemberi jasa dengan penerima jasa kesehatan. (Sumber tesis nomor 1 2006/2007)
(10) Dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas
retribusi terminal Makale di Kabupaten Tana Toraja selama tiga tahun terakhir yakni 2004 sampai dengan 2006 belum dapat mencapai jumlah yang ditargetkan karena selama kurun waktu tersebut belum maksimalnya/optimalnya petugas pemungut retribusi. (Sumber tesis 1 2007/2008)
58
(11) Selain dapat memecahkan sebagian masalah dana dan tenaga dalam lingkup lokal peran serta masyarakat dapat pula menanggulangi konflik yang sering terjadi antara masyarakat dengan pengelola kawasan. (Sumber tesis nomor 4 2004/2005)
Kalimat (8) itu seharusnya tanpa kata dalam karena mengaburkan
subjek kalimat. Demikian pula dengan kata terlepas sebagai bentuk idiom
yang berpasangan dengan kata dari. Jadi, bentuknya terlepas dari. Tanda
koma tidak perlu ditulis karena tidak memiliki fungsi. Kalimat (9)
seharusnya tanpa kata dengan karena kata dengan menjelaskan
keterangan alat. Misalnya, Anak itu memukul anjing dengan kayu. Jadi,
kata dengan diganti dengan kata dan. Demikian juga dengan kata dari
tidak tepat digunakan karena posisinya pada depan kalimat
mengakibatkan subjek kalimat tersebut menjadi tidak jelas. Kalimat (10)
itu seharusnya tanpa didahului kata dengan karena mengaburkan subjek
kalimat. Demikian juga dengan kata terminal harus ditulis dengan huruf
kapitan karena diikuti nama tempat. Kalimat (11) itu seharusnya tanpa
kata dengan karena kata ini tidak mengandung makna kesetaraan.
Misalnya, Pertandingan sepak bola antara PSM dan Persija. Jadi, kata
dengan harus diganti dengan kata dan. Dengan demikian, kalimat (8), (9),
(10), dan (11) di atas diubah sebagai berikut.
(8a) Pembicaraan mengenai hak asasi manusia sebenarnya tidak terlepas dari apa yang disebut hak untuk menentukan nasib sendiri pada diri pasien.
(9a) Pasal tersebut selanjutnya akan menjadi dasar pembahasan tentang
perjanjian pengobatan antara pemberi jasa dan penerima jasa kesehatan.
59
(10a) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas retribusi Terminal
Makale di Kabupaten Tana Toraja selama tiga tahun terakhir, yakni 2004 sampai dengan 2006 belum dapat mencapai jumlah yang ditargetkan karena selama kurung waktu tersebut belum maksimalnya/optimalnya petugas pemungut retribusi.
(11a) Selain dapat memecahkan sebagian masalah dana
dan tenaga dalam lingkup lokal peran serta masyarakat dapat pula menanggulangi konflik yang sering terjadi antara masyrakat dan pengelola kawasan.
2.Ketidakcermatan Penggunaan Kata
Ketidakcermatan penggunaan kata dapat dilihat pada data di
bawah ini.
a. Penjamakan
Kesalahan penggunaan makna jamak ganda dapat dilihat pada
data berikut ini.
(12) Beberapa peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai kejahatan di bidang teknologi informasi, yang dapat dipakai menjerat penjahat computer crime, dengan beberapa pasal yang diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) (Sumber tesis nomor 8 2005/2006).
(13) Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri dari ribuan
pulau -pulau besar dan kecil dan mempunyai wilayah perairan yang di kelilingi oleh samudra-samudra yang sangat luas, yaitu Samudra Indonesia dan Pasifik , dan juga diapit oleh dua benua, yaitu Australia dan Asia Daratan. (Sumber tesis nomor 9 2006/2007)
Kalimat (12) dan (13) itu seharusnya tanpa kata beberapa dan
ribuan karena dalam bahasa Indonesia sebenarnya sudah mengandung
makna jamak. Begitu juga halnya dengan bentuk ulang peraturan-
peraturan dan pulau-pulau. Oleh karena itu, jika keduanya digunakan
60
secara bersama-sama, salah satunya akan menjadi mubazir. Kata tugas
yang pada kalimat (12) tidak perlu digunakkan karena mengaburkan
predikat kalimat.Demikian juga dengan tanda koma pada kalimat (12)
tidak perlu digunakan karena tidak memiliki fungsi tertentu. Kata samudra
dan benua pada kalimat (13) harus dipakai agar ada kesejajaran antara
pernyataan Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik dan antara
pernyataan Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik. Dengan demikian,
kalimat (12) dan (13) diubah sebagai berikut.
(12a) Beberapa peraturan hukum yang mengatur mengenai kejahatan di bidang teknologi informasi dapat dipakai menjerat penjahat computer criem dengan beberapa pasal yang diatur dalam KUHP.
(13a) Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil dan mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudra-samudra yang sangat luas, Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik, dan juga diapit oleh dua benua, Benua Australia dan Benua Asia Daratan.
b. Penggunaan Kata yang Memunyai Kemiripan Makna
Kesalahan penggunaan kata yang maknanya sama atau mirip
dapat dilihat pada data berikut ini.
(14) Dalam konteks yang lebih luas Peradilan Tata Usaha Negara adalah merupakan salah satu lembaga peradilan khusus di bawah lingkungan Mahkamah Agung yang berwenang untuk membina, menyempurnakan dan menertibkan aparatur negara di bidang Tata Usaha Negara agar menjadi alat yang efisien dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya berdasarkan substansi peraturan perundang-undangan. (Sumber tesis nomor 3 2007/2008)
(15) Pajak daerah menjadi strategis, karena pajak daerah adalah merupakan barometer untuk mengukur kemampuan keuangan daerah, yakni apakah dapat melaksanakan otonomi atau tidak. (Sumber tesis nomor 9 2004/2005)
61
(16) Hal ini disebabkan karena tidak didukung sistem pendataan yang sistematis, pengawasan serta kemampuan sumber daya aparatur pengelola dan fasilitas pendukung operasional yang belum memadai. (Sumber tesis nomor 6 2005/2006)
Kalimat (14) dan (15) itu seharusnya tanpa kata adalah dan
merupakan digunakan secara bersama-sama karena fungsinya sama,
yaitu sebagai penanda predikat. Tanda koma pada kalimat (15) tidak
perlu digunakan karena tidak memiliki fungsi tertentu dalam kalimat.
Demikian juga dengan kata disebabkan dan karena pada kalimat (16).
Pengguna bahasa kadang-kadang ingin mengekspresika dua ungkapan
pada kalimat yang mengandung makna kausalitas sekaligus. Dua
ungkapan yang ingin ekspresikan sekaligus itu adalah disebabkan oleh
dan karena sehingga terbentuklah ungkapan rancu disebabkan karena.
Ungkapan disebabkan oleh termasuk ungkapan idiomatik yang
unsur-unsurnya tidak boleh diceraikan atau ditinggalkan. Ungkapan
tersebut mengandung makna karena. Jadi, penggunaan kedua bentuk itu
dapat, yakni disebabkan oleh atau karena untuk menyatakan anak kalimat
yang mengandung makna sebab. Dengan demikian, perbaikan kalimat
(14), (15), dan (16) di atas sebagai berikut.
(14a) Dalam konteks yang lebih luas Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu lembaga peradilan khusus di bawah lingkungan Mahkamah Agung yang berwenang untuk membina, menyerpurnakan, dan menertibkan aparatur negara di bidang Tata usaha Negara agar menjadi alat yang efisien dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya berdasarkan substansi peraturan perundang-undangan.
62
(14b) Dalam konteks yang lebih luas Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu lembaga peradilan khusus di bawah lingkungan Mahkamah Agung yang berwenang untuk membina, menyempurnakan dan menertibkan aparatur negara di bidang Tata Usaha Negara agar menjadi alat yang efisien dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya berdasarkan substansi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(15a) Pajak daerah menjadi strategis karena pajak daerah adalah
barometer untuk mengukur kemampuan keuangan daerah, yakni apakah dapat melaksanakan otonomi atau tidak.
(15b) Pajak daerah menjadi strategis karena pajak daerah
merupakan barometer untuk mengukur kemampuan keuangan daerah, yakni apakah dapat melaksanakan otonomi atau tidak.
(16a) Hal ini disebabkan oleh tidak didukung sistem pendataan yang
sistematis pengawaasan serta kemampuan sumber daya aparatur pengelola dan fasilitas pendukung operasional yang belum memadai.
(16b) Hal ini karena tidak didukung sistem pendataan yang sistematis,
pengawasan serta kemampuan sumber daya aparatur pengelola dan fasilitas pendukung operasional yang belum memadai.
c. Ketidakpaduan Penggunaan Kata
Berdasarkan data yang ada ketidakpaduan penggunaan kata dapat
dilihat pada data di bawah ini.
(17) Masalah lain secara faktual adalah, masalah penghapusan dan penggabungan lembang dimana pelaksanaannya tidak berdasarkan pada asal usulnya, dan atas prakarsa masyarakat di desa-desa bersangkutan. (Sumber tesis nomor 8 2004/2005)
(18) Penyelenggaraan pemerintahan pada hakekatnya tidak terlepas
dari prinsip-prinsip manajemen modern, dimana fungsi manajemen senantiasa berjalan secara stimulant dan profesional dalam rangka pencapaian organisasi. (Sumber tesis nomor 6 2006/2007)
63
(19) Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan fungsi dengan pokok daripada hutan dan kawasan hutan itu sendiri, yakni fungsi lindung, produkksi dan konservasi. (Sumber tesis nomor 10 2007/2008)
(20) Ini dapat terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya
dari medik saja, sedangkan pasien mungkin melihat dan mempertimbangkan dari segi lain yang tidak kalah pentingnya seperti keuangan, psikis, agama, pertimbangan keluarga, dan lain-lain. (Sumber tesis nomor 10 2005/2006)
(21) Studi ini bertujuan untuk menganalisis dari segi hukum tentang pelaksanaan pemungutan pajak potong hewan di Kabupaten Tana Toraja dan menganalisis beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses pungutan pajak potong hewan di Kabupaten Tana Toraja. (Sumber tesis nomor 3 2006/2007)
Kalimat (17) dan (18) itu seharusnya tanpa kata dimana karena
kata di mana digunakan untuk konteks kalimat tanya bukan perangkai
kalimat. Kata di mana pada kalimat (17) diganti dengan kata yang. Kata ini
berfungsi sebagai perangkai kalimat dan kata di mana pada kalimat (18)
diganti dengan kata yaitu yang berfungsi sebagai penghubung antara
penjelas (perincian) sesuatu yang telah disebut lebih dahulu. Demikian
juga dengan tanda koma pada kalimat (17) tidak perlu digunakan karena
tidak memiliki fungsi tertentu dalam kalimat. Sementara itu, kata daripada
pada kalimat (19) sebenarnya mubazir karena berdasarkan konteksnya
kehadiran kata itu tidak diperlukan. Selanjutnya, kata seperti dan lain-lain
pada kalimat (20) tidak dapat digunakan secara berpasangan karena akan
menjadi mubazir. Jika suatu rincian sudah diawali dengan kata seperti,
misalnya, atau contohnya, tidak perlu lagi diakhiri dengan ungkapan dan
lain-lain, atau dan sebagainya. Sebaliknya, kalau ungkapan dan lain-lain
atau dan sebagainya digunakan, pada awal rincian tidak perlu
64
menggunakan kata seperti, misalnya, atau antara lain. Hal itu karena
salah satu kata tersebut akan menjadi mubazir jika digunakan secara
berpasangan. Kalimat (21) terasa berlebihan jika kata bertujuan
dikombinasikan dengan kata untuk. Mengapa bertujuan untuk tergolong
ungkapan yang berlebihan? Jawabnya adalah karena kata bertujuan
sendiri, secara tersirat, sudah mengandung arti untuk. Hal ini tidak
disadari oleh sebagian pengguna bahasa. Oleh karena itu, wajarlah jika
ungkapan yanmg mubazir itu banyak digunakan orang. Selanjutnya kata
tentang pada kalimat (21) tidak perlu digunakan karena tidak memiliki
fungsi tertentu dalam kalimat. Kalimat (17), (18), (19), (20), dan (21) di
atas perbaikannya sebagai berikut.
(17a) Masalah lain secara factual adalah masalah penghapusan dan penggabungan lembang yang pelaksanaannya tidak berdasarkan pada asal-usulnya dan atas prakarsa masyarakat di desa-desa bersangkutan.
(18a) Penyelenggaraan pemerintahan pada hakikatnya tidak terlepas dari
prinsif-prinsif manajemen modern, yaitu fungsi manajemen senantiasa berjalan secara stimulant dan profesional dalam rangka pencapaian organisasi.
(19a) Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan
dengan fungsi pokok hutan dan kawasan hutan itu sendiri, yakni fungsi lindung, produksi, dan konservasi.
(20a) Ini dapat terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya dari
medik saja, sedangkan pasien mungkin melihat dan mempertimbangkan dari segi lain yang tidak kalah pentinngnya seperti keuangan, psikis, agama, dan pertimbangan keluarga.
65
(20b) Ini dapat terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya dari medik saja, sedangkan pasien mungkin melihat dan mempertimbangkan dari segi lain ,yaitu keuangan, psikis, agama, dan lain-lain.
(21a) Studi ini bertujuan menganalisis dari segi hukum pelaksanaan
pemungutan pajak potong hewan di Kabupaten Tana Toraja dan menganalisis beberapa factor yang berpengaruh dalam proses pungutan pajak potong hewan di Kabupaten Tana Toraja.
3. Ketidaklaziman dalam Penggunaan Kata
Berdasarkan data yang ada, penulis menemukan ketidaklaziman
dalam penggunaan kata yang tidak sesuai dengan kaidah sebagai berikut.
(22) Usaha kecil dan menengah yang terdapat di kabupaten/kota dapat juga menambah Pendapatan Asli Daerah, misalnya usaha jasaboga. Tetapi pemerintah daerah belum mengelolanya secara maksimal. (Sumber tesis nomor 5 2004/2005)
. (23) Dengan adanya pengaturan tersebut, maka penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia yang akan dilaksanakan usaha kerja sama dengan modal nasional meskipun pengaturan tersebut sedikit bertentangan dengan semangat yang dalam UU no. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) pada prinsipnya memperkenankan adanya penanaman modal asing secara langsung. (Sumber tesis nomor 7 2005/2006)
(24) Persyaratan tentang kelalaian adalah persyaratan yang secara umum diberlakukan hampir dalam seluruh kontrak kecuali jika pihak-pihak telah menyusun persyaratan tertentu untuk melakukan termination atas suatu kontrak. (Sumber tesis nomor 3 2005/2006)
(25) Kesalahan ini muncul karena terbatasnya pemahaman umum
tentang otonomi daerah ataupun juga karena argumentasi- argumentasi yang diajukan lebih merupakan argumentasi politik ketimbang keilmuan. (Sumber tesis nomor 4 2007/2008)
Kalimat (22) itu seharusnya tanpa kata jasaboga karena kata
jasaboga tidak lazim digunakan. Kata yang lazim digunakan ialah kata
catering. Selanjutnya, kalimat (22) sebenarnya berbentuk kalimat
66
majemuk bertingkat, tetapi pengguna bahasa memenggal kalimat
tersebut. Oleh karena itu, kalimat tersebut harus disatukan. Kalimat (23)
itu seharusnya tanpa kata maka karena tidak mempunyai fungsi tertentu
dalam kalimat. Selanjutnya kata dilaksanakan diganti dengan kata
melaksanakan , juga kata semangat yang dalam tidak perlu digunakan
karena tidak memiliki fungsi tertentu dalam kalimat. Kalimat (24) itu
seharusnya tanpa kata termination karena kata termination tidak lazim
digunakan. Kata yang lazim digunakan ialah penghentian. Kalimat (25) itu
seharusnya tanpa kata ketimbang karena kata ketimbang tidak lazim
digunakan sebagai makna perbandingan. Kata yang lazim digunakan ialah
kata daripada. Kalimat (22), (23), (24), dan (25) perbaikannya sebagai
berikut.
(22a) Usaha kecil dan menengah yang terdapat di kabupaten/kota dapat juga menambah Pendapatan Asli Daerah, misalnya, usaha catering, tetapi pemerintah daerah belum mengelolanya secara maksimal.
(23a) Dengan adanya pengaturan tersebut, penanamanmodal, khususnya Penanaman modal asing (PMA) di Indonesia yang akan melaksanakan usaha joint venture dengan modal nasional meskipun pengaturan tersebut sedikit bertentangan dengan UU no. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing pada prinsipnya memperkenankan adanya penanaman modal asing secara langsung.
(24a) Persyaratan tentang kelalaian adalah persyaratan yang secara umum diberlakukan hampir dalam seluruh kontrak kecuali jika pihak-pihak telah menyusun persyaratan tertentu untuk melakukan penghentian atas suatu kontrak.
67
(25a) Kesalahan ini muncul karena terbatasnya pemahaman umum tentang otonomi daerah ataupun juga karena argumentasi- argumentasi yang diajukan lebih merupakan argumentasi politik daripada keilmuan.
Berdasarkan analisis kesalahan penggunaan diksi dapat ditarik
simpulan bahwa kesalahan penggunaan diksi yang paling dominan ialah
kesalahan pengunaan kata tugas dan kata depan karena kedua aspek ini
ada pada semua objek yang dianalisis, baik diksi maupun kalimat
.
B. Ketidakefektifan Kalimat
Ketidakefektifan kalimat yang terjadi dalam tesis Mahasiswa Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia Paulus yang
ditemukan ialah (1) ketidaklengkapan unsur-unsur yang membangun
kalimat tersebut, (2) ketidaksejajaran antara gagasan yang diungkapkan
dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya, (3) ketidaklogisan (4)
ketidakhematan penggunaan kata, dan (5) kevariasian kalimat. Uraian
berikut ini akan memaparkan kesalahan-kesalahan tersebut secara
sistematis.
1. Ketidaklengkapan Unsur Kalimat
Berdasarkan data yang ada ketidaklengkapan unsur-unsur yang
membangun kalimat tersebut diklasifikasikan sebagai berikut.
68
a. Kalimat tidak bersubjek
Berdasarkan data yang ada, ketidaklengkapan unsur subjek dalam
kalimat dapat dilihat pada data berikut ini.
(26) Dalam Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah pada dasarnya menekankan untuk terciptanya desentralisasi dalam pembangunan dengan otonomi yang luas. (Sumber tesis nomor 6 2004/2005)
(27) Dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah diamendemen
,khususnya pasal 18 B ayat (2) menjelaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. (Sumber tesis nomor 9 2005/2006)
(28) Dari hasil penelitian ini menunjukkan pasca amandemen UUD 1945
telah membawa konsekuensi berubahnya struktur kenegaraan di Indonesia. (Sumber tesis nomor 4 2006/2007)
Kalimat (26), (27), dan (28) seharusnya tanpa kata dalam dan dari
karena kata dalam pada awal kalimat itu dapat menghilangkan gagasan
yang ingin disampaikan karena dengan adanya kata depan itu subjek
kalimatnya menjadi kabur. Pada kalimat (26) subjeknya, sebenarnya,
Undang-Undang no. 32 tahun 2004, yang didahului kata depan dalam.
Adanya kata depan yang mendahului subjek itu menyebabkan kalimat
tersebut tidak memberikan informasi yang jelas. Oleh karena itu, agar
informasinya jelas dan kalimatnya pun menjadi efektif, kata depan itu
harus dihilangkan. Demikian juga dengan kata untuk tidak perlu digunakan
karena tidak memiliki fungsi tertentu dalam kalimat.
Sama halnya dengan kalimat (26) di atas, kalimat (27) dan (28)
juga didahului kata depan. Oleh karena itu, kata depan yang terdapat
69
pada kalimat (27) dan (28) juga harus dihilangkan karena mengaburkan
subjek kalimat. Sebenarnya, subjek kalimat (27) ialah Undang-Undang
Dasar 1945, sedangkan subjek kalimat (28) Hasil penelitian ini. Adanya
kata depan yang nmendahului subjek itu menyebabkan kalimat tersebut
tidak memberikan informasi yang jelas. Oleh karena itu, agar informasinya
jelas dan kalimatnya pun menjadi efektif, kata depan itu harus
dihilangkan. Dengan demikian, kalimat (26), (27), dan (28) itu seharusnya
diungkapkan sebagai berikut.
(26a) Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah pada dasarnya menekankan terciptanya desentralisasi dalam pembangunan dengan otonomi yang luas.
(27a) Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah diamendemen,
khususnya pasal 18 B ayat (20) menjelaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
(28a) Hasil penelitian ini menunjukkan pascaamendemen UUD1945 telah
membawa konsekuensi berubahnya struktur kenegaraan di Indonesia.
b. Predikat Kalimatnya tidak Jelas
Berdasarkan data yang ada, ketidaklengkapan unsur predikat
dalam kalimat dapat dilihat pada data berikut ini.
(29) Kawasan hutan yang dimiliki bangsa Indonesia yakni kurang lebih 140,4 juta hektar. (Sumber tesis nomor 11 2004/2005)
(30) Dasar pemikiran utama mengenai pemerintahan desa dalam era
otonomi daerah yaitu keanekaragaman, dan otonomi asli. (Sumber tesis nomor 1 2005/2006)
70
Kalimat (29) itu seharusnya tanpa kata yakni karena kata yakni
berfungsi untuk menjelaskan hubungan antara unsur sebelum dan
sesudah kata itu. Kata ini tidak bersifat predikatif sehingga unsur yang
terletak di belakangnya tidak dapat disebut predikat. Oleh karena itu, agar
predikat kalimatnya jelas kata yakni harus dihilangkan. Demikian juga
dengan kata hektar penggunaanya tidak baku. Jadi, kata yang harus
digunakan ialah kata hektare karena kata ini yang baku. Kalimat (30) itu
seharusnya tanpa kata yaitu karena kata yaitu juga berfungsi untuk
menjelaskan hubungan antara unsur sebelum dan sesudah kata itu. Jadi,
kata yaitu tidak bersifat predikatif sehingga unsur yang terletak di
belakangnya tidak dapat disebut sebagai predikat. Agar unsur di belakang
kata itu menjadi predikat, yaitu harus diganti dengan kata lain yang
bersifat predikatif, misalnya ialah atau adalah. Kalimat (30) itu tidak perlu
menggunakan tanda baca koma setelah kata dan karena yang dirinci
hanya dua hal. Kalimat (29) dan (30) di atas harus diungkapkan sebagai
berikut.
.
(29a) Kawasan hutan yang dimiliki bangsa Indonesia kurang lebih 140,4 juta hektare.
(30a) Dasar pemikiran utama mengenai pemerintahan desa dalam era otonomi daerah ialah keanekaragaman dan otonomi asli. (30b) Dasar pemikiran utama mengenai pemerintahan desa dalam era otonomi daerah adalah keanekaragaman dan otonomi asli.
71
c. Bagian Kalimat Majemuk Tidak Dipenggal
Berdasarkan data yang ada, pemenggalan kalimat majemuk dapat
dilihat pada data berikut ini.
(31) Kewenangan pemerintah pusat untuk menyelenggarakan atau mengelola penanaman modal di daerah setelah bergulirnya otonomi daerah tinggal membuat kebijakan dasar melaalui pembuatan peraturan penanaman modal. Sedangkan daerah berwenang untuk menindaklanjutinya dalam bentuk aturan pelaksanaan yang dituangkan melalui peraturan daerah. (Sumber tesis nomor 8 2005/2006)
(32) Di satu pihak, ilmu dan teknologi kedokteran telah demikian
maju sehingga mampu mempertahankan hidup seseorang (walaupun yang istilahnya hidup secara vegetatif). Sedangkan dipihak lain pengetahuan dan keadaan masyarakat terhadap hak-hak individu juga sudah sangat berubah. (Sumber tesis nomor 9 2007/2008)
(33) Jika melihat kondisi Tana Toraja yang sangat potensial tersebut
maka implementasi hasil pungutan retribusi tempat rekreasi seharusnya selalu mencapai target, sehingga dapat menunjang dan meningkatkan PAD. Sedangkan pungutan retribusi yang khusus mengenai olah raga belum dilakukan karena objeknya belum tersedia. (Sumber tesis nomor 10 2004/2005)
Kata sedangkan pada kalimat (31),seharusnya diganti dengan kata
adapun. Selanjutnya kata sedangkan pada kalimat (32), dan (33) di atas
berfungsi sebagai ungkapan penghubung kalimat majemuk setara.
Ungkapan penghubung yang menandai kalimat majemuk setara ini dapat
disebut sebagai ungkapan penghubung kesetaraan. Oleh karena itu,
bagian kalimat yang didahului oleh kata penghubung tersebut tidak dapat
dipisahkan dari bagian yang lain. Jika pemisahan itu dilakukan, seperti
pada ketiga kalimat di atas, struktur kalimatnya menjadi tidak benar.
72
Dari segi struktur kalimat, pemisahan bagian kalimat sebelum
ungkapan penghubung tersebut tidak dibenarkan. Hal itu karena kedua
bagian kalimat tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan, yang
dihubungkan dengan ungkapan penghubung sedangkan. Sebagai satu
kesatuan, kedua bagian kalimat itu seharusnya ditulis serangkai. Kalimat
(32) itu seharusnya tanpa kata depan di karena kata di berfungsi
menjelaskan tempat. Jadi, kata yang tepat digunakan ialah kata pada.
Demikian juga dengan keterangan penjelas yang terdapat dalam tanda
kurung harus dinyatakan secara singkat bukan dalam bentuk anak
kalimat. Kalimat (33) itu seharusnya tanpa kata jika dan maka digunakan
secara bersama-sama karena kedua kata ini berfungsi sebagai ungkapan
penghubung kalimat majemuk bertingkat. Jadi, salah satunya digunakan
seperti perbaikannya berikut ini.
(31a) Kewenangan pemerintah pusat untuk menyelenggarakan atau mengelola penanaman modal di daerah setelah bergulirnya otonomi daerah tinggal membuat kebijakan dasar melalui pembuatan peraturan penanaman modal. Adapun, daerah berwenang untuk menindaklanjutinya dalam bentuk aturan pelaksanaan yang dituangkan melalui peraturan daerah.
(32a) Pada satu pihak, ilmu dan teknologi kedokteran telah
demikian maju sehingga mampu mempertahankan hidup seseorang (hidup secara vegetatif), sedangkan pada pihak lain pengetahuan dan keadaan masyarakat terhadap hak-hak individu juga sudah sangat berubah.
(33a) Jika melihat kondisi Tana Toraja yang sangat potensial
tersebut ,implementasi hasil pungutan retribusi tempat rekreasi seharusnya selalu mencapai target sehingga dapat menunjang dan meningkatkan PAD, sedangkan pungutan retribusi yang khusus mengenai olah raga belum dilakukan karena objeknya belum tersedia.
73
2. Ketidaksejajaran
Berdasarkan data yang ada, ketidaksejajaran dalam kalimat
diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Ketidaksejajaran Bentuk
Berdasarkan data yang ada, ketidaksejajaran bentuk dapat dilihat
pada data berikut ini.
(34) Dalam Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada dasarnya menekankan untuk terciptanya desentralisasi dalam pembangunan dengan otonomi luas. (Sumber tesis no 10 2006/2007)
(35) Kondisi jalanan di Kabupaten Mamasa yang sebagian besar
rusak berat seperti dikemukakan sebelumnya, menyulitkan masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan. (Sumber tesis nomor 2 2005/2006)
Ketidaksejajaran bentuk pada kalimat (34) di atas disebabkan oleh
penggunaan bentuk kata kerja menekankan yang dikontraskan dengan
bentuk kata kerja taktransitif terciptanya. Agar menjadi sejajar, bila bagian
yang pertama menggunakan bentuk aktif, hendaknya bagian yang kedua
pun menggunakanbentuk aktif. Sebaliknya, jika yang pertama aktif
berikutnya pun sebaiknya aktif. Dengan demikian, kalimat tersebut akan
memiliki kesejajaran jika kata kerjanya diseragamkan. Demikian juga
dengan kata dalam kalimat (34) tidak perlu digunakan karena
mengaburkan subjek kalimat, kecuali jika predikat kalimatnya dipasifkan
menjadi ditekankan. Ketidaksejajaran bentuk pada Kalimat (35)
disebabkan oleh penggunaan bentuk kata kerja pasif dikemukakan yang
dikontraskan dengan bentuk aktif menyulitkan dan menjangkau. Agar
74
menjadi sejajar, bila bagian yang pertama menggunakan bentuk pasif,
hendaknya bagian kedua pun menggunakan bentuk pasif. Sebaliknya, jika
yang pertama aktif, berikutnya pun sebaiknya aktif. Sebenarnya kalimat
(35) berbentuk kalimat majemuk bertingkat, hanya penulis tidak
mencantumkan kata karena sebagai penghubung kalimat majemuk
bertingkat. Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.
(34a) Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada dasarnya menekankan untuk menciptakan desentralisasi dalam pembangunan dengan otonomi luas.
(34b) Dalam Undang-Undang no.32 tahun 2004 tentang pemeritahan
daerah pada dasarnya ditekankan diciptakannya desentralisasi dalam pembangunan dengan otonomi luas.
(35a) Karena kondisi jalan di Kabupaten Mamasa yang sebagian
besar rusak berat seperti dikemukakan sebelumnya, masyarakat disulitkan untuk dijangkau pelayanan kesehatan.
b. Ketidaksejajaran Bentuk dan Makna
Berdasarkan data yang ada, ketidaksejajaran bentuk dan makna
dalam kalimat dapat dilihat pada data berikut ini.
(36) Walaupun wilayah Indonesia terpisah satu sama lain dalam bentuk kepulauan, namun tidak menjadi hambatan bagi masyarakat Indonesia untuk saling berhubungan, berkomunikasi dan berinteraksi dalam melakukan berbagai kegiatan bersama. (Sumber tesis nomor 11 2006/2007
(37) Walaupun peperangan mengakibatkan tewasnya jutaan manusia
dan penderitaan yang luar biasa selalu dikutuk dan dibatasi penggunaannya dengan sejumlah instrumen internasional dan sanksi yang berat, namun perang selalu terjadi. (Sumber tesis nomor 6 2007/2008)
75
Kalimat (36) dan (37) itu sebenarnya merupakan kalimat majemuk.
Namun, kalimat itu tidak termasuk kalimat majemuk yang efektif karena di
dalamnya tidak terdapat unsur yang berupa induk kalimat. Padahal, di
dalam kalimat majemuk salah satu unsurnya harus berupa induk kalimat.
Kalimat (36), dan (37) dikatakan mengandung unsur yang disebut
induk kalimat karena kedua unsurnya masing-masing didahului dengan
kata penghubung , yaitu meskipun dan namun. Seperti diketahui, kata
meskipun lazimnya menandai anak kalimat, sedangkan kata namun
lazimnya berfungsi sebagai ungkapan penghubung dalam paragraf. Oleh
karena itu, jika kedua unsurnya didahului kata penghubung, berarti
masing-masing unsurnya itu berupa anak kalimat. Jadi, di dalam kalimat
itu tidak ada unsur yang berfungsi sebagai induk kalimat. Kalimat
semacam itu terjadi karena dua gagasan dipadukan menjadi satu. Kedua
gagasan yang terungkap pada kalimat (36) dan (37) adalah sebagai
berikut.
(36a) Walaupun terpisah satu sama lain dalam bentuk kepulauan, wilayah Indonesia tidak menjadi hambatan bagi masyarakat Indonesia untuk saling berhubungan, berkomunikasi, dan berinteraksi dalam melakukan berbagai kegiatan bersama.
(37a) Walaupun mengakibatkan tewasnya jutaan manusia dan
penderitaan yang luar biasa selalu dikutuk dan dibatasi penggunaannya dengan sejumlah instrumen internasional dan sanksi yang berat, perang selalu terjadi.
76
3. Ketidaklogisan
Berdasarkan data yang ada ketidaklogisan kalimat dapat dilihat
pada data di bawah ini.
(38) Denganmemanjatkan puji syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha kuasa atas pimpinan yang selalu melimpah serta bimbingan-Nya sehingga tesis ini dapat selesai dengan sempurna dan baik. (Sumber tesis nomor 8 2006/2007)
(39) Dengan segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
anugerah kasih dan bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan enulisan tesis ini dengan judul “ nalisis Hukum Kontrak Kerja Sama Terhadap Pembangunan Atas Tanah Aset Pemerintah K ta Makassar” (Sumber tesis 2 2006/2007)
Kalimat (38) dan (39) di atas merupakan bentuk kesalahan
penalaran dalam penyusunan kalimat yang lazim terjadi pada karya tulis
ilmiah. Dari segi penalaran, kalimat (38) dan (39) jelas menyalahi logika.
Hal itu terjadi karena dalam kalimat tersebut terkandung makna bahwa
seolah-olah dengan memanjatkan puji syukur dan dengan segala puji
syukur, lalu karya tulis itu selesai dengan sendirinya.
Andaikata kita menghadapi suatu pekerjaan, tentu diperlukan suatu
kegiatan atau aktivitas untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Jika tanpa
aktivitas, mustahil pekerjaan itu dapat selesai dengan sendirinya, apalagi
hanya dengan mengucapkan puji syukur atau dengan segala puji syukur.
Di situlah letak persoalan ketidakbernalaran kalimat tersebut. Perbaikan
kalimat (38) dan (39) sebagai berikut.
(38a) Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena atas bimbingan-Nya tesis ini dapat selesai disusun oleh penulis.
77
(39a) Dengan segala puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah kasih dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ nalisis Hukum K ntrak Kerja Sama In estasi terhadap Pembangunan atas Tanah Aset Pemerintah Daerah Kota Makassar.
4.Ketidakhematan Penggunaan Kata
Berdasarkan data yang ada, ketidakhematan penggunaan kata
diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Penghilangan Subjek Ganda
Berdasarkan data yang ada, penghilangan subjek ganda dalam
kalimat dapat dilhat pada data di bawah ini.
(40) Sebelum perjanjian ini disepakati kedua belah pihak, perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak terlebih dahulu disaksikan oleh saksi-saksi yang terkait dengan perjanjian tersebut. (Sumber tesis nomor 7 2004/2005)
(41) Penelitian ini bertujuan menganalisis peraturan disiplin Pegawai
Negeri Sipil dan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan terkait peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bertugas di lingkup pemerintahan daerah. (Sumber tesis nomor 7 2007/2008)
Kalimat (40) itu sebenarnya berbentuk kalimat majemuk bertingkat.
,Kalimat majemuk bertingkat yang anak kalimat dan induk kalimatnya
memiliki subjek yang sama dapat dihilangkan salah satunya. Subjek yang
dihilangkan adalah yang terletak pada anak kalimatnya. Demikian juga
dengan kalimat (41) sebenarnya berbentuk kalimat majemuk setara.
Kalimat majemuk setara yang memilki subjek yang sama dapat
dihilangkan salah satunya. Subjek yang dihilangkan adalah yang terletak
78
pada kalimat tunggal yang kedua. Perbaikan kalimat (40) dan (41) di atas
sebagai berikut.
(40a) Sebelum disepakati kedua belah pihak, perjanjian ini harus ditandatangani oleh kedua belah pihak terlebih dahulu disaksikan oleh saksi-saksi yang terkait dengan perjanjian itu.
(41a) Penelitian ini bertujuan menganalisis peraturan Pegawai
Negeri Sipil dan juga diharapkan dapat memberi informasi kepada pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan terkait peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bertugas di lingkup pemerintahan daerah.
b. Penghilangan Bentuk yang Bersinonim
Penghilangan bentuk yang bersinonim dapat dilihat pada data
berikut ini.
(42) Seiring dengan itu, Pasal 4 Peraturan Daerah tersebut lebih menegaskan bahwa Rencana Strategi Pembangunan Daerah ini adalah merupakan landasan dan pedoman pelaksanaann pembangunan daerah Kabupaten Tana Toraja. (Sumber tesis nomor 5 2005/2006)
(43) Hal ini disebabkan karena perbedaan paradigma yang digunakan,
baik pada tataran filosofis, pola, dan fungsi, maupun perkembangan situasi politik yang berkembang pada saat itu maupun saat ini dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (Sumber tesis nomor 5 2007/2008)
Kalimat (42) dan (43) di atas tidak efektif karena menggunakan dua
kata yang mendukung fungsi yang sama. Kedua kata tersebut adalah kata
adalah dan merupakan yang terdapat pada kalimat (42) dan kata
disebabkan dan kerena yang terdapat pada kalimat (43). Oleh karena itu,
pengefektifan kalimat semacam itu dapat dilakukan dengan
menghilangkan salah satu dari kata-kata tersebut. Kalimat (43) di atas
79
dapat menggunakan ungkapan idiomatik disebabkan oleh. Perbaikan
kalimat (42) dan (43) di atas sebagai berikut.
(42a) Seiring dengan itu, pasal 4 Peraturan Daerah tersebut lebih menegaskan bahwa Rencana Strategis Pembangunan Daerah ini adalah landasan dan pedoman pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Tana Toraja.
(42b) Seiring dengan itu, pasal 4 Peraturan Daerah tersebut lebih
menegaskan bahwa Rencana Strategis Pembangunan Daerah ini merupakan landasan dan pedoman pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Tana Toraja.
(43a) Hal ini disebabkan oleh perbedaan paradigma yang digunakan, baik pada tataran filosofis, pola, dan fungsi maupun perkembangan situasi politik yang berkembang pada saat itu maupun saat ini dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
c. Penghilangan Makna Jamak Ganda
Berdasarkan data yang ada, penghilangan makna jamak ganda
dapat dilihat pada data di bawah ini
(44) Beberapa peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai
kejahatan di bidang teknologi informasi, yang dapat dipakai menjerat penjahat computer crime, dengan beberapa pasal yang diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). (Sumber tesis nomor 8 2005/2006)
(45) Indonesia sebagain suatu negara yang terdiri dari ribuan
pulau-pulau besar dan kecil, dan mempunyai wilayah perairan yang di kelilingi oleh samudra-samudra yang sangat luas, yaitu Samudra Indonesia dan Pasifik, dan juga diapit oleh dua benua, yaitu Australia dan Asia Daratan. (Sumber tesis nomor 9 2006/2007)
Kalimat (44) itu tanpa menggunakan secara bersama-sama kata
yang bermakna jamak beberapa dan kata ulang peraturan-peraturan
karena dapat menimbulkan ketidakefektifan kalimat. Kalimat (44) itu juga
80
tanpa kata yang karena mengaburkan predikat kalimat. Demikian juga
dengan kalimat (45) tanpa menggunakan secara bersama-sama kata
yang bermakna jamak ribuan dan kata ulang pulau-pulau. Agar lebih
efektif, kalimat (44) dan (45) sebaiknya diubah menjadi seperti berikut.
(44a) Beberapa peraturan hukum yang mengatur mengenai kejahatan di bidang teknologi informasi dapat dipakai menjerat computer crime dengan beberapa pasal yang diatur dalam KUHP.
(45a) Indonesia sebagai suatu negara yang terdiri dar i ribuan pulau besar dan kecil dan mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudra-samudra yang sangat luas, yaitu Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik dan juga diapit oleh dua benua, yaitu Benua Australia dan Benua Asia Daratan.
5.Variatif
Berdasarkan data yang ada, kevariasian kalimat diklasifikasikan
sebagai berikut.
a. Variasi Bentuk Inversi
Berdasarkan data yang ada, variasi bentuk inversi dalam kalimat
dapat dilihat pada data di bawah ini.
(46) Agar selalu terjadi keseimbangan antara kemampuan menyediakan bahan baku dan industri pengolahannya, maka pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan.(Sumber tesis nomor 12 2004/2005)
(47) Karena korupsisebagai suatu aksi yang ditampilkan sekelompok
orang tertentu dan dirasakan sebagai gejala tidak normal yang dapat merusak peri kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pada masyarakat tempat korupsi timbul, merangsang kontra aksi dari masyarakat itu sendiri, yakni reaksi sosial yang menghendaki agar gejala sosial ini ditanggulangi. (Sumber tesis nomor 12 2007/2008)
81
(48) Walaupun hal ini nampaknya masih hanya merupakan sebatas harapan bagi masyarakat di daerah, namun bukan berarti bahwa impian ini tidak dapat direalisasikan, dan ungkapan ini merupakan sebuah tantangan yang perlu segera disikapi oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. (Sumber tesis nomor 12 2006/2007)
Gaya kalimat (46) itu lebih menonjolkan informasi tentang selalu
terjadi keseimbangan antara kemampuan menyediakan bahan baku dan
industri pengolahannya, sedangkan gaya kalimat (47) lebih
mengutamakan informasi tentang korupsi sebagai suatu aksi.
Selanjutnya, pada kalimat (46) dan (47) itu seharusnya tanpa kata maka
karena kata maka tidak memiliki fungsi tertentu dalam kalimat. Kalimat
(48) itu meninjolkan informasi tentang masih hanya sebatas harapan.
Selanjutnya pada kalimat (48) itu kata nampaknya merupakan bentuktidak
baku. Kata yang baku ialah kata tampaknya. Demikian juga dengan kata
namun tidak tepat digunakan karena kata namun tidak memiliki fungsi
tertentu dalam kalimat. Kata ini hanya memiliki fungsi dalam struktur
paragraf. Selanjutnya kata merupakan pada kalimat (48) juga tidak tepat
digunakan karenatidak mempunyai fungsi tertentu dalam kalimat.
Perbaikan kalimatnya sebagai berikut.
(46a) Agar selalu terjadi keseimbangan antara kemampuan menyediakan bahan baku dan industri pengolahannya, pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan.
(47a) Karena korupsi sebagai suatu aksi yang ditampilkan sekelompok
orang tertentu dan dirasakan sebagai gejala tidak normal yang dapat merusak peri kehidupan berbangsa dan bernegara, masyarakat
82
tempat korupsi timbul, merangsang kontra aksi dari masyarakat itu sendiri, yakni reaksi sosial yang menghendaki agar gejala sosial ini ditanggulangi.
(48a) Walaupun hal ini tampaknya masih hanya sebatas harapan bag
masyarakat di daerah, bukan berarti bahwa impian ini tidak dapat direalisasikan, dan ungkapan ini merupakan sebuah tantangan yang perlu segera disikapi oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah.
b. Variasi Bentuk Aktif-Pasif
Berdasarkan data yang ada, variasi bentuk aktif-pasif dalam kalimat
dapat dilihat pada data berikut ini.
(49) Para penegak hukum akan mengumpulkan data-data sebelum persidangan. Dalam hal ini mereka akan bahas pelbagai kasus yang muncul yang dianggap belum lengkap datanya sebagai pertanggungan jawab dalam persidangan. (Sumber tesis 12 2005/2006)
(50) Keputusan hukum kadang-kadang merugikan masyarakat kecil.
tetapi, bagi pejabat dan para pelaku korupsi seolah-olah dilindungi dari jeratan hukum. (Sumber tesis 13 2007/2008)
Kalimat (49) dan (50) merupakan variasi aktif-pasif. Variasi bentuk
aktif-pasif adalah variasi penggunaan atau penggayaan kalimat dengan
memanfaatkan kalimat aktif lebih dulu, kemudian diikuti oleh kalimat pasif,
atau sebaliknya. Kalimat (49) bentuk aktifnya ialah kata mengumpulkan,
sedangkan bentuk pasifnya ialah kata bahas. Demikian juga dengan
kalimat (50) bentuk aktifnya ialah kata merugikan, sedangkan bentuk
pasifnya ialah kata dilindungi. Selanjutnya, pada kalimat (49) itu tanpa
menggunakan kata pertanggungan jawab karena kata pertanggungan
jawab bukan kata baku. Kata yang baku ialah kata pertanggungjawaban.
Demikian juga dengan kalimat (50) itu tanpa kata tetapi karena kata tetapi
83
berfungsi sebagai kata penghubung dalam kalimat majemuk setara. Kata
yang harus diganakan ialah kata namun yang berfungsi sebagai ungkapan
penghubung dalam paragraf. Perbaikan kalimat (49) dan (50) sebagai
berikut.
(49a) Para penegak hukum akan mengumpulkan data-data sebelum sebelum persidangan. Dalam hal ini mereka akan bahas berbagai kasus yang muncul yang dianggap belum lengkap datanya sebagai pertanggungjawaban dalam persidangan.
(50a) Keputusan hukum kadang-kadang merugikan masyarakat kecil. Namun, bagi pejabat dan para pelaku korupsi seolah-olah dilindungi dari jeratan hukum.
c. Variasi Bentuk Panjang-Pendek
Berdasarkan data yang ada, variasi bentuk panjang-pendek dalam
kalimat dapat dilihat pada data berikut ini.
(51) Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat besar bagi kehidupan umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. (Sumber tesis nomor 13 2006/2007)
(52) PNS sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat semakin
ditingkatkan perannya, karena mereka menduduki posisi sentral yaitu mempunyai fungsi baik sebagai perencana dan pelaksana dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. (Sumber tesis nomor 13 2005/2006)
Kalimat (51) itu sebenarnya berbentuk variasi panjang-pendek,
sedangakan kalimat (52) berbentuk sebaliknya pendek-panjang.
Perbaikan kalimat (51) dan (52) sebagai berikut.
(51a) Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem
84
penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat besar bagi kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, harus dijaga kelestariannya.
(52a) PNS sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat semakin
ditingkatkan perannya. Oleh sebab itu, mereka menduduki posisi sentral, yaitu mempunyai fungsi, baik sebagai perencana maupun pelaksana dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan analisis kesalahan penyususnan kalimat dapat ditarik
simpulan bahwa ketidakefektifan kalimat yang paling dominan ialah
ketidaklengkapan unsur-unsur yang membangun kalimat tersebut,
khususnya ketidakjelasan unsur subjek dalam kalimat.
85
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan tentang kesalahan
penggunaan diksi dan ketidakefektifan kalimat dalam tesis Mahasiswa
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia Paulus,
dapat diambil simpulan bahwa kesalahan penggunaan bahasa Indonesia
dalam tesis Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Kristen Indonesia Paulus adalah pertama, kesalahan penggunaan diksi
yang meliputi, (a) ketidaktepatan penggunaan kata. Ketidaktepatan
penggunaan kata mencakup kesalahan penggunaan kata depan,
kesalahan penggunaan kata yang bersinonim, dan kesalahan
penggunaan kata tugas, (b) ketidakcermatan penggunaan kata.
Ketidakcermatan penggunaan kata mencakup, penggunaan makna jamak
ganda, penggunaan kata yang mempunyai kemiripan makna, dan
ketidakpaduan penggunaan kata, dan (c) ketidaklaziman penggunaan
kata. Kedua ketidakefektifan kalimat yang meliputi, (a)
ketidaklengkapan unsur-unsur yang membangun kalimat tersebut.
Ketidaklengakapan unsur-unsur yang membangun kalimat tersebut
mencakup kalimat tidak bersubjek , predikat kalimatnya tidak jelas, dan
bagian kalimat majemuk tidak dipenggal, (b) ketidaksejajaran.
Ketidaksejajaran mencakup ketidaksejajaran bentuk kata dan
ketidaksejajaran bentuk dan makna kata, (c) ketidaklogisan kalimat, (d)
86
ketidakhematan penggunaan kata. Ketidakhematan penggunaan kata
mencakup penghilangan subjek ganda, penghilangan bentuk yang
bersinonim, dan penghilangan makna jamak ganda, (e) variatif. Variatif
mencakup variasi bentuk inversi, variasi bentuk aktif-pasif, dan variasi
bentuk panjang-pendek.
B. Saran
Setelah melihat tingginya kesalahan penggunaan diksi dan
ketidakefektifan kalimat yang terjadi dalam tesis Mahasiswa Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia Paulus, diharapkan,
dengan adanya hasil penelitian ini kiranya dapat segera dipertimbangkan
pemanfaatan tenaga kebahasaan, khususya tenaga bahasa Indonesia
dalam membimbing para mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Kristen Indonesia Paulus agar dapat menggunakan bahasa
Indonesis sebagai bahasa ilmiah dengan baik dan benar sesuai dengan
format tulisan ilmiah.
Analisis kesalahan penggunaan diksi dan kalimat dalam tesis ini
hanya merupakan sebahagian dari suatu analisis kesalahan berbahasa.
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap tesis Ilmu Hukum Program
Pascasarjana ini, masalah ejaan dan penyusunan paragraf tampaknya
harus mendapat perhatian tersendiri.
87
DAFTAR PUSTAKA
Adidarmodjo, Gunawan Wibisono. 1989. Renda-Renda Bahasa. Bandung: Angkasa.
Akhadiah, Sabari; Maidar G. Arsyad; Sakura H. Ridwan. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Dari Cicalengka Sampai Chicago: Bunga
Rampai Pendidikan Bahasa. Bandung: Angkasa. Alwi, Hasan. dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Arifin, E. Zainal. 1987. Berbahasa Indonesialah dengan Benar. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa. Arifin, E. Zainal dan S. Amran Tasai. 2000. Cermat Berbahasa Indonesia
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Mediyatama Sarana perkasa. Arifin, E. Zainal dan Farid Hadi. 1993. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa.
Jakarta: Akademika Presindo. Badudu, J.S. dan Sutan Muhammad Zain. 2001. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Badudu, J.S. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri 1. Bandung:
Pustaka Prima. ________1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT
Gramedia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.1992. Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Djadjasudarma, T. Fatima. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode
penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco. Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar.
Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Ihsan ur “ nalisis Kesalahan Penggunaan K njungsi dalam
Skri si Mahasis a STKIP ember K laka” Tesis PPS nhas Makassar.
88
Jamila Junia “ nalisis Kesalahan Penggunaan jaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dalam Karangan Siswa SMU Pembangunan Makassar” Tesis PPS nhas Makassar
Kamma sis “Penggunaan jaan Bahasa Ind nesia yang Disempurnakan dalam Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III Lembaga Administrasi Negara. Tesis. PPS. Unhas, Makassar.
Keraf, Gorys. 2000. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia. ___________. 1989. Komposisi. Ende-Flores: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa
Indonesia. Jakarta: Gramedia. Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa: Panduan ke Arah
Kemahiran Berbahasa. Jakarta: Gramedia. Norish, John. 1983. Language Learners and Theirs Errors. London: The
Macmillan Press. Nugraha, Setya Tri. 2008. Kesalahan-Kesalahan Berbahasa Indonesia
Pembelajar Bahasa Indonesia sebagai bahasa Asing: Sebuah Penelitian Pendahuluan. (http://auto. search. mns. Com/response? MT=Analisis+Kesalahan+Berbahasa & srch=3&prov=&utf8, diakses 27 mei 2009).
Nurhadi dan Roekhan (Ed). 1990. Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa
Kedua. Bandung: Sinar Baru. Parawansa, Paturungi. 1992. Memenuhi Tradisi Akademik (Kumpulan
Orasi Ilmiah). Ujung Pandang: Yayasan Bhakti Nusantara. Parera, Jos Daniel. 1993. Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta:
Gramedia. Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan
Peran. Bandung: Refika Aditama. ________________ 2007. Kalimat Efektif : Diksi, Struktur, dan Logika.
Bandung: Refika Aditama. Razak, Abdul. 1990. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta:
Gramedia.
89
Sampson, Geoffrey. 1987. Model Linguistik Dewasa Ini. Surabaya: Usaha Nasional.
Sibarani, Robert. 1992. Hakikat Bahasa. Bandung: Citra Adytia Bakti. Sugono, Dendy. 2006. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. ____________ 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Sya i ie Imam “ nalisis Kesalahan Berbahasa Ind nesia dalam
Menulis Mahasiswa IKIP Malang, IKIP Surabaya, dan IKIP J gjakarta” Disertasi akultas Pas asarjana IKIP Malang Malang
Soedjito dan Mansur Hasan. 1986. Keterampilan Menulis Paragraf.
Bandung: Remaja Karya. Sukandarrumidi. 2004. Metodologi Penelitian. Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press. Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tau ik Muhammad “ nalisis Kesalahan Pemakaian bahasa
Indonesia dalam Tesis dan Disertasi Mahasiswa Pascasarjana nhas” Tesis PPS nhas Makassar
90
LAMPIRAN SUMBER DATA
1. Pertumbuhan ekonomi nasional di era informasi akan diwarnai oleh
manfaat dari adanya pemanfaatan teknologi informasi seperti sudah
diuraikan di atas.
2. Peningkatan kualitas (tentu dalam arti negatif) dapat dilihat pada cara-cara
dan bentuk-bentuk korupsi yang juga terus berkembang dibarengi dengan
keberanian pelakunya yang terus menerus mencari cara baru melakukan
korupsi.
3. Dalam praktek juga kadang terjadi sesuatu kasus yang dipandang perlu
untuk didengar keterangan ahli yang dibutuhkan untuk pembuktian suatu
perkara pidana tetapi justru tidak dianjurkan baik oleh penuntut umum
maupun terdakwa.
4. Dari penanganan yang begitu bagus serta optimal terhadap pemungutan
retribusi daerah dapat memberikan konsekuensi penerimaan daerah akan
rendah dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan sumber potensi yang
ada.
5. Sementara PAD merupakan penopang terwujudnya pembangunan di
daerah, karena tanpa pendapatan daerah yang optimal maka pemerintah
tidak mungkin bisa mewujudkan masyarakat adil dan makmur di daerah.
6. Sektor wisata Kabupaten Tana Toraja sebenarnya ditunjang juga oleh
kecantikan alamnya, tetapi pemerintah daerah belum mengelolanya secara
profesional.
7. Hotel-hotel cantik dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke
Kabupaten Tana Toraja, tetapi pemerintah daerah dan pengusaha
kelihatannya belum siap mewujudkannya.
8. Bukan saatnya kita berpangku tangan dan berdiam diri memandang
fenomena kejahatan kesusilaan terhadap perempuan utamanya tindak
pidana perkosaan adalah hal biasa, sekaranglah saatnya kita menganalisa
kecenderungan delik kejahatan terhadap perempuan agar dapat diperoleh
hasil komprehensif menyangkut tindakan pencegahan dan penanggulangan
dari kejahatan-kejahatan perkosaan ini.
9. Di satu pihak, ilmu dan teknologi kedokteran telah demikian maju
sehingga mampu mempertahankan hidup seseorang (walaupun yang
istilanya hidup secara vegetatif). Sedangkan dipihak lain pengetahuan dan
keadaan masyarakat terhadap hak-hak individu juga sudah sangat berubah.
10. Fasilitas dimaksud adalah antara lain berupa pemberian perumahan yang
akan dihuni oleh seorang pegawai negeri berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
11. Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya alam khususnya sumber daya
alam tak terbarukan masih merupakan salah satu primadona sekaligus
tulang punggung ekonomi daerah, untuk mendukung pembangunan.
12. Ini dapat terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya dari segi
medik saja, sedangkan pasien mungkin melihat dan mempertimbangkan
dari segi lain yang tidak kalah pentingnya seperti keuangan, psikis, agama,
pertimbangan keluarga dan lain-lain.
91
13. Kesalahan ini muncul karena karena terbatasnya pemahaman umum
tentang otonomi daerah ataupun juga karena argumentasi-argumentasi
politik ketimbang keilmuan.
14. Di era pasca reformasi seperti sekarang ini, masyarakat semakin terbuka
peluang untuk secara sadar dan sistematis mengembangkan peraturan
perundang-undangan yang bernuansa keagamaan.
15. Dalam konteks yang lebih luas Peradilan Tata Usaha Negara adalah
merupakan salah satu lembaga peradilan khusus di bawah lingkungan
Mahkamah Agung yang berwenang untuk membina menyempurnakan dan
menetibkan aparatur negara di bidang Tata Usaha Negara agar menjadi
alat yang efisien, efektif dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya berdasrkan substansi peraturan perundang-undangan.
16. Dengan adanya Undang-Undang No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi daerah, dimana sebagian besar sumber-sumber pendapatan
daerah yang potensil dihapus, sehingga daerah Kabupaten/Kota semakin
sulit untuk memenuhi kebutuhannya untuk mmenutupi kebutuhan rutin
dalam pelaksanaan pembangunan.
17. Masalah lain secara faktual adalah, masalah penghapusan dan
penggabungan lembang dimana pelaksanaannya tidak berdasarkan pada
asal usulnya, dan atas prakarsa masyarakat di desa-desa bersangkutan.
18. Karena korupsi sebagai suatu aksi yang ditampilkan sekelompok orang
tertentu dan dirasakan sebagai gejala tidak normal yang dapat merusak
peri kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pada masyarakat dimana
korupsi timbul, merangsan kontra aksi dari masyarakat itu sendiri yakni
reaksi sosial yang menghendaki agar gejala sosial ini ditanggulangi.
19. Sebagai tindak lanjut dari padapada itu, kemudian dikeluarkan kebijakan
pemerintah melalui Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah
dengan suratnya Nomor 25/MKUKM/VIII/2002 yang mengusulkan
penyediaan kredit yang bersumber dari Surat Utang Pemerintah (SUP).
20. Penyelenggaraan pemerintahan pada hakekatnya tidak terlepas dari
prinsif-prinsif manajemen modern, dimana fungsi manajemen senantiasa
berjalan secara stimulant dan profesional dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi.
21. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi
pokok daripada hutan dan kawasan hutan itu sendiri, yakni fungsi lindung,
produksi dan konservasi.
22. Hal ini disebabkan karena perbedaan paradigma yang digunakan, baik
pada tataran filosofi, pola, dan fungsi, maupun perkembangan dan situasi
politik yang berkembang pada saat itu maupun saat ini dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
23. Setelah otonomi daerah bergulir pada tahun 2001, sistem pemerintahan di
Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan, yakni dari sistem
setralisasi dan dekonsentrasi menjadi dessentralisasi.
24. Rencana strategis ini merupakan pedoman dan penuntun dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan di daerah sekaligus menjadi tolak ukur penilaian
92
pertanggungjawaban Bupati setiap akhir tahun anggaran dan akhir masa
jabatan.
25. Padahal Pemerintah Kabupaten Tana Toraja sangat memerlukan dana
segar untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerah tersebut.
26. Mengingat tujuan transfer dana ini yaitu untuk memberdayakan
pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan-pelayanan umum pada
suatu tingkat tertentu dengan tarif pajak tertentu, maka transfer harus dapat
menekankan kerugian-kerugian fiskal yang bersumber dari kepastian
penerimaan yang lebih rendah dari biaya per unit yang lebih tinggi.
27. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui
pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas,
independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya
pemberantasan tindak pidana korupasi, yang pelaksanaannya dilakukan
secara optimal, intensif, efektif, profesional, serta berkesinambungan.
28. Hanya saja, meski telah ada lembaga-lembaga tersebut namun dipihak lain
tetap pula merajalela kelompok dan oknum tertentu yang tidak peduli atas
upaya pelestarian hutan tersebut.
29. Kerja sama pihak Pemerintah Kabupaten Tana Toraja dengan pihak swasta
atau konntraktor dalam pelaksanaan proyek pembangunan, diperlukan
adanya persetujuan atau perjanjian.
30. Infrastruktur politik yang dibangun selama tiga puluh dua tahun
Pemerintah Orde Baru diakui telah menciptakan stabilitas politik dan
keamanan yang mantap.
31. Kondisi jalanan di Kabupaten Mamasa yang sebagian besar rusak berat
seperti dikemukakann sebelumnya, menyulitkan masyarakat untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
32. Dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas retribusi
terminal Makale Kabupaten Tana Toraja selama tiga tahun terakhir sampai
dengan 2006 belum dapat mencapai jumlah yang ditargetkan karena
selama kurung waktu tersebut belum maksimalnya/optimalnya petugas
pemungut retribusi.
33. Dalam Undang-Undang no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
pada dasarnya menekankan untuk terciptanya Desentralisasi dalam
pembangunan dengan otonomi luas.
34. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah diamendemen, khususnya
pasal 18 B ayat (2) menjelaskan bahwa negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
35. Kawasan hutan yang dimiliki bangsa Indonesia yakni kurang lebih 140,4
juta hektar.
36. Dalam era globalisasi ekonomi, dimana batas Negara sudah menjadi tidak
jelas, dan saling ketergantungan antara negara maju dengan negara
berkembang melahirkan hubungan bisnis yang semakin kompleks.
37. Dasar pemikian utama mengenai pemerintah desa dalam era otonomi
daerah yaitu keanekaragaman dan otonomi asli.
93
38. Jika melihat kondisi Tana Toraja yang sangat potensial tersebut maka
implementasi hasil pungutan retribusi tempat rekreasi seharusnya
mencapai target, sehingga dapat menunjang dan meningkatkan PAD.
Sedangkan pungutan retribusi yang khusus mengenai olah raga di Tana
Toraja belum dilakukan karena objeknya belum tersedia.
39. Dari hasil penelitian ini menunjukkan pasca amemdemen UUD 1945 telah
membawa konsekuensi berubahnya struktur ketatanegaraan di Indonesia.
40. Kewenangan Pemerintah Pusat untuk ,menyelenggarakan atau mengelola
penanaman modal di daerah setelah bergulirnya otonomi daerah tinggal
membuat kebijakan dasar melalui pembuatan peraturan penanaman modal.
Sedangkan daerah berwenang untuk meninndaklanjutinya dalam bentuk
aturan pelaksanaan yang dituangkan melalui peraturan daerah.
41. Walaupun wilayah Indonesia terpisah satu sama lain dalam bentuk
kepulauan, namun tidak menjadi habatan bagi masyarakat Indonesia untuk
saling berhubungan, berkomunikasi dan berinteraksi dalam melakukan
berbagai kegiatan bersama.
42. Walaupun peperangan mengakibatkan tewasnya jutaan manusia dan
penderitaan yang luar biasa selalu dikutuk dan dibatasi penggunaannya
dengan sejumlah instrumen internasional dan sanksi yang berat, namun
perang selalu terjadi.
43. Dalam pembicaraan mengenai hak asasi manusia, sebenarnya tidak
terlepas apa yang disebut hak untuk menentukan nasib sendiri pada diri
pasien.
44. Walaupun hal ini nampaknya masih hanya merupakan sebatas harapan
bagi masyarakat di daerah, namun bukan berarti bahwa impian ini tidak
dapat direalisasikan, dan ungkapan ini merupakan sebuah tantangan yang
perlu segera disikapi oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi
daerah.
45. Dimana PBB merupakan salah satu sumber penerimaan keuangan daerah
yang dapat memberi kontribusi terhadap dana pembangunan daerah Tana
Toraja, namun pada kenyataannya dalam pengelolaan PBB di daerah ini
belum memperlihatkan hasil yang optimal sesuai target yang telah
ditetapkan dan masih menghadapi berbagai permasalahan yang dapat
menjadi penghambat dalam pembayaran PBB.
46. Dari pasal 1320 KUH Perdata akan menjadi syarat sahnya suatu
perjanjian pengobatan sebagaimana akan dibahas di dalam tulisan ini.
47. Dari pasal tersebut, selanjutnya akan menjadi dasar pembahasan tentang
perjanjian pengobatan antara pemberi jasa dengan penerima jasa
kesehatan.
48. Selain dapat memecahkan sebagian masalah dana dan tenaga, dalam
lingkup lokal peran serta masyarakat dapat pula menanggulangi konflik
yang sering terjadi antara masyarakat dengan pengelola kawasan.
49. Agar selalu terjadi keseimbangan antara kemampuan menyediakan bahan
baku dengan industri pengolahannya, maka pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri pengolahan hulu hasilhutan diatur oleh menteri
yang membidangi kkehutanan.
94
50. Hal ini disebabkan karena tidak didukung sistem yang sistematis,
pengawasan serta kemampuan sumber daya aparatur pengelola dan
fasilitas pendukung operasional yang belum memadai.
51. Beberapa peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai kejahatan
di bidang teknologi informasi, yang dapat dipakai menjerat penjahat
computer crime, dengan beberapa pasal yang diatur dalam KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana).
52. Seiring dengan itu, Pasal 4 Peraturan Daerah tersebut lebih menegaskan
bahwa Rencana Strategis Pembangunan Daerah ini adalah merupakan
landasan dan pedoman pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Tana
Toraja.
53. Pajak daerah menjadi strategis, karena pajak daerah adalah merupakan
barometer untuk mengukur kemampuan keuangan daerah, yakni apakah
dapat melaksanakan otonomi atau tidak.
54. Indonesia sebagai suatu Negara yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar
dan kecil, dan mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudra-
samudra yang sangat luas, yaitu Samudra Indonesia dan Pasifik, dan juga
diapit oleh dua benua, yaitu Australia dan Asia Daratan.
55. Studi ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengolaan keuangan
daerah di Kabupaten Tana Toraja berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah.
56. Pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia seutuhya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
57. Studi ini bertujuan untuk menganalisis dari segi hukum tentang
pelaksanaan pemungutan pajak potong hewan di Kabupaten Tana Toraja,
dan menganalisis mengenai beberapa faktor yang berpengaruh dalam
proses pungutan pajak potong hewan di Kabupaten Tana Toraja.
58. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari implementasi
Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2001 tentang Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Bahan Galian Golongan terhadap peningkatan Pendapatan
Asli Daerah serta pertambangan khususnya penerimaan Pajak Bahan
Galian Golongan C di Kabupaten Tana Toraja.
59. Salah satu penyempurnaan yang sangat mendasar adalah menyangkut
pembuktian yang dalam perkara pidana bertujuan untuk mencari dan
mengkaji kebenaran materiil dengan mencantumkan keterangan ahli
sebagai salah satu alat bukti yang tertuang dalam pasal 184 (1) huruf b
KUHAP.
60. Di era pasca reformasi seperti sekarang ini, masyarakat semakin terbuka
peluang untuk secara sadar dan sistematis mengembangkan peraturan
perundang-undangan yang bernuansa keagamaan.
61. Para penegak hukum akan mengumpulkan data-data sebelum persidangan.
Dalam hal ini mereka akan bahas berbagai kasus yang muncul yang
95
dianggap belum lengkap datanya sebagai pertangungan jawab dalam
persidangan.
62. Keputusan hukum kadang-kadang merugikan masyarakat kecil. Tetapi,
bagi pejabat dan para pelaku korupsi seolah-olah dilingdungi dari jeratan
hukum.
63. Sebelum perjanjian ini disepakati kedua belah pihak, perjanjian ini harus
ditandatangani oleh kedua belah pihak terlebih dahulu disaksikan oleh
saksi-saksi yang terkait dengan perjanjian tersebut.
64. Penelitian ini bertujuan menganalisis peraturan disiplin PNS dan penelitian
ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah
daerah dalam mengambil kebijakan terkait disiplin PNS yang b ertugas di
lingkup pemerintahan daerah.
65. Founding fathers bangsa Indonesia dengan penuh hikmat dan bijak
menempatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara
Pancasila.
66. Persyaratan tentang kelalaian adalah persyaratan yang secara umum
diberlakukan hampir dalam seluruh kontrak kecuali jika pihak-pihak telah
menyusun persyaratan tertentu untuk melakukan termination atas suatu
kontrak.
67. Dengan segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa atas
Anugerah kasih dan bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Hukum Kontrak Kerja Sama
Investasi Terhadap Pembangunan Atas Tanah Aset Pemerintah Daerah
Kota Makassar”.
68. Dengan memanjatkan puji syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa atas pimpinan yang selalu melimpah serta bimbingan-Nya sehingga
tesis ini dapat selesai dengan sempurna dan baik.
69. Usaha kecil dan menengah yang terdapat di kabupaten/kota dapat juga
menambah Pendapatan Asli Daerah, misalnya usaha jasaboga. Tetapi,
pemerintah daerah belum mengelolanya secara maksimal.
70. Dengan adanya pengaturan tersebut, maka penanaman modal khususnya
penanaman modal asing (PMA) di Indonesia yang akan dilaksanakan
usaha kerja sama dengan modal nasional meskipun pengaturan tersebut
sedikit bertentangan dengan semangat yang ada dalam UU no. 1 tahun
1967 tentang penanaman modal asing (PMA) yang pada prinsipnya
memperkenankan adanya penanaman modal asing secara langsung.
71. Kekerasan terhadap perempuan yang dianalogikan ke dalam bentuk
kejahatan kesusilaan sudah lama terjadi namun sebagian besar masyarakat
belum memahaminya sebagai bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia.
72. Sasaran pemerintah pada sektor telekomunikasi selama PELITA VI (1994
-1999 adalah untuk menekan atau mengurangi jumlah daftar tunggu
pelanggan dan memperluas jangkauan fasilitas telekomunikasi sampai
daerah-daerah pedesaan.
73. Demikian pula sistem pembinaan dan pengawasan terhadap bank-bank
agar dapat terlaksana secara efektif, maka kewenangan dan tanggung
96
jawab mengenai perizinan bank, yang semula berada pada Menteri
Keuangan, menjadi berada pada pimpinan Bank Indonesia.
74. Untuk mewujudkan kebijakan pemerintah tersebut, maka keterlibatan
perbankan sangat dibutuhkan dalam memberikan dukungan dana dan
menjadi fasilitator, mediator terhadap pengusaha mikro, kecil atas kendala
dan hambatan yang dialami bahkan dihadapi.
75. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peran serta pengadilan hak asasi
manusia sangat berpengaruh positif dalam penegakan supremasi hukum di
Indonesia, khususnya dalam penyelesaian pelanggaran HAM.
76. Terlepas dari adanya dugaan penyimpangan DAU (Dana Alokasi Umum),
kabarnya daerah-daerah memiliki penafsiran sendiri-sendiri mengenai
otonomi daerah termasuk implementasinya.
77. Pada akhirnya tidak selamanya proses pelayanan kesehatan berjalan mulus
seperti yang diharapkan, bahkan acapkali terjadi suatu keadaan cacat,
kematian atau komplikasi yang oleh pihak pasien diduga karena
malparaktek sehingga perlu telaahan secara cermat dan mendalam
mengenai keterkaitan antara persetujuan tindak medik dengan tenaga
kesehatan (dokter) atas tindakan yangmenimbulka resiko medik.
78. Keanekaragaman memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan
dengan asal usul dan kondisi sosial budaya setempat, seperti lembang,
nagari, kampong, huta, dan lain-lain yang mempunyai makna yang sama
dengan desa.
79. Berbada dengan gugatan di pengadilan umum, maka apa yang dapat
dituntut di Pengadilan Tata Usaha Negara pada 1 (satu) macam tuntutan
pokok yang berupa tuntutan agar keputusan tata usaha negara yang telah
merugikan kepentingan orang atau badan hukum perdata dinyatakan batal
atau tidak sah. Sedangkan tuntutan tambahan adalah berupa tuntutan ganti
rugi dan/atau rehabilitasi khusus untuk sengketa kepegawaian.
80. Kebutuhan atas perumahan merupakan masalah yang rumit dan kompleks,
karena menyangkut banyak hal seperti keadaan sosial ekonomi
masyarakat, planologi perkotaan, keterbatasan lahan, meningkatnya
jumlah penduduk dan urbanisasi serta berbagai macam masalah yang
terkait dengan pemukiman adalah satu kesatuan masalaah yang tidak dapat
dipisahkan.
81. Peningkatan kuantitas dapat dilhat misalnya pada angka pelaku dan jumlah
uang yang dikorupsi yang dapat diketahui, tidak termasuk korupsi yang
banyak terjadi tetapi tidak terungkap.
82. Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka ditemukan bahwa upaya
pemberantasan korupsi antara lain meliputi dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi, dilaksanakannya pembuktian terbalik, korupsi
sebagai subjek hukum, pengertian pegawai diperluas dan adanya tindakan-
tindakan tertentu selama proses perkara, misalnya pemblokiran rekening
tersangka dengan implementasi peran serta masyarakat dalam
pemberantasan korupsi.
83. Namun fenomena menunjukkan bahwa penanganan dan pelaksanaan
pungutan retribusi izin tempat usaha di Kabupaten Tana Toraja belum
97
optimal, sehingga mengakibatkan penerimaan pemerintah dari sektor
retrribusi ini belum berperan besar terhadap pendapatan daerah.
84. Dalam penyelenggaraan pemerintah Negara Republik Indonesia, salah satu
lembaga pemerintah yang memberi pelayanan kepada masyarakat adalah
lembaga inspektorat yang mempunyai fungsi dan tugas serta kewenangan
sebagai lembaga pengawas daerah terhadap hasil-hasil pembangunan.
85. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perjanjian hal pengelolaan
terhadap pelaksanaan proyek pembangunan ruko Pasar Bolu di Rantepao
Kabupaten Tana Toraja berdasarkan hukum perjanjian.
86. Dalam rangka pembagian fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif
tersebut, juga ditentukan memiliki kekuasaan membentuk undang-undang,
sehingga dapat dikatakan memiliki fungsi legislatif dan sekaligus fungsi
eksekutif.
87. Disamping lemahnya koordinasi antara instansi pemerintah, khususnya
dalam penanganan proyek perusahaan dalam lokasi hutan yang merupakan
salah satu dari sekian penyebab yang terjadi konflik masyarakat dengan
pemerintah, sebab masyarakat mengklaim sebagai tanah adat sedangkan
pemerintah mengklaim sebagai lokasi hutan lindung.
88. Tindakan pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak ekonomi masyarakat, dan
karena itu maka semua tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan
kejahatan biasa melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa.
89. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa
yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi, bagaimana penerapan
sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi, bagaimana peran
jaksa penuntut umum terhadap pembuktian terbalik.