+ All Categories
Home > Documents > Ansis jsi vol 2 des 2015

Ansis jsi vol 2 des 2015

Date post: 24-Jul-2016
Category:
Upload: teuku-harist-muzani
View: 221 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
Description:
 
1
FILTER PRESS API (LPLT) El press filter API presentado por nuestra organiza- ción le garanza la máxima eficiencia para la medición de la humedad en lodos de perfora- Presentado méto- dos para la obtención del Keith mediante el uso de una herramienta externa que garanza la integridad de los componen- tes del filtro prensa. El modelo presenta- do esta construido con materiales mucho mas amigables con el medio ambiente, mayor resistencia a la corrosión y la gran posibilidad eficiencia en su uso. Instrumentación Digital y medición de variables mejorada PRECISIÓN Problemas relacionados a la perdida de presión son solucionados con el uso de sellos mas efecvos y diseño de tapas mas elaborados ZNS-5°-1 El uso de sensores digitales en lugar de medidores/indicadores análogos permite mantener la confiabilidad de la metrología por mayor empo, tener registros digita- les descargables para la obtención de tra- zabilidad de las pruebas. Sin embargo se guarda la presencia de los manómetros análogos para uso del filtro en zonas don- de se ene acceso a conexión eléctrica. CONSTRUCCIÓN Hecho con materiales como Acero SS-440 y vidrio, permite mantener su integridad estructural mientras se manejan altas presiones. La interfaz de vidrio permite la visualización de la extracción de liquido y separación del Keith. Usando materiales alta- mente reciclables hp://www.rigchina.com/ Filter Press API (LPLT)
Transcript
Page 1: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 1

Latar BelakangKehadiran Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan

Aceh (UUPA) telah membuka babak baru bagi sistem politik dan tatanan demokrasi Aceh. Melalui instrumen hukum ini penguatan kapasitas politik lokal mulai mendapat tempat sekaligus mengh-

adirkan beragam terobosan dalam sistem demokrasi Indonesia, seperti Calon Independen dan Partai Politik Lokal. Namun dibalik serangkaian terobosan yang dihadirkan UUPA dalam hal pembangunan politik dan demokrasi di Aceh, ternyata kemudian dalam perjalanan ditemukan sejumlah problematika yang mengarah kepada benturan regulasi atau dualisme hukum dalam Pemilu antara UUPA dan UU Pemilu yang berlaku secara nasional.

Pada Pilkada Langsung yang pertama kali diadakan di Aceh Desember 2006, belum ditemukan konflik regulasi terkait pelak-sanaan hajatan demokrasi. Pilkada ini bisa dikatakan sebagai Pilkada Langsung Aceh yang paling sukses ditinjau dari min-imnya konflik yang berkaitan dengan regulasi. Istilah ini baru populer pada pelaksanaan tahapan Pilkada Langsung Aceh yang kedua. Dimana Pilkada langsung yang kedua kali ini sempat molor dan tertunda selama setahun (harusnya dilaksanakan di tahun 2011, bukan 2012) ekses adanya perbedaan tafsir atas ayat ayat politik dalam UUPA. Dari sini kemudian istilah konflik regulasi -atau istilah lain- dualisme regulasi, mengemuka.

Tercatat Aceh sempat mengalami beberapa kali konflik regulasi dalam bidang penyelenggaraan Pemilu sehingga menyebabkan terganggunya proses demokrasi di aras lokal. Sebut saja semisal Konflik Regulasi terkait Pasal 256 UUPA yang mengatur ketentu-an Calon Independen di Aceh pada Pilkada 2012, konflik regula-si Kouta caleg 120 persen pada Pileg 2014, dan dualisme hukum mengenai kewenangan perekrutan Bawaslu Aceh oleh Bawaslu Pusat atau DPRA pada Pileg 2014.

ANALISIS SITUASI Tim Jaringan Survey Inisiatif (JSI)

Pro Kontra Tafsir Regulasi Penyelenggaraan Pilkada Aceh

(Kajian Potensi Konflik Dualisme Regulasi pada Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Aceh Tahun 2017)

Edisi . 02 / Tahun I/ Desember 2015

DAFTAR ISI

2 POTENSI KONFLIK DUALISME REGULASI PILKADA ACEH 2017

2 SYARAT DUKUNGAN CALON

5 SIMULASI PENGHITUNGAN JUMLAH DUKUNGAN CALON PERSEORANGAN

7 KONFLIK PERAN & FUNGSI BAWASLU ACEH

10 SYARAT PENGUNDURAN DIRI BAGI ANGGOTA LEGISLATIF DALAM PILKADA

12 REKOMENDASI

Page 2: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 2

Bila tidak ada aral melintang, Aceh akan melaksanakan Pilkada pada semester kedua yaitu tahun 2017. Provinsi Aceh tidak bisa mengikuti Pilkada serentak

pada tahun 2015 atau semester pertama kare-na masa jabatan gubernur dan wakil gubernur Aceh serta jabatan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota di Aceh baru akan berakhir pada Juni 2017. Tahapan Pilkadanya sendiri diperkirakan akan dimulai pada tahun 2016 mendatang.

Berkaca dari pengalaman penyelenggaraan Pemilu sebelumnya, diperlukan analisa menda-lam terhadap UUPA , Qanun Aceh dan regulasi yang mengatur tentang Pilkada serentak lain-nya agar konflik regulasi seperti ketika Pilkada 2012 dan Pileg 2014 tidak terulang kembali pada Penyelenggaraan Pilkada tahun 2017 di Provinsi Aceh. Pembahasan dalam Analisis Situasi (ANSIS) ini akan mengulas perihal po-tensi konflik regulasi /dualisme hukum dalam Penyelenggaraan Pilkada Aceh yang akan datang.

Dari hasil analisa dan kajian Tim Jaringan Sur-vei Inisiatif (JSI) setidaknya terdapat 3 (tiga) po-tensi konflik regulasi/ dualisme hukum dalam pelaksanaan Pilkada Aceh Tahun 2017. Tiga potensi tersebut antara lain :

1. Syarat Dukungan Calon Perseorangan berdasarkan Jumlah Penduduk atau DPT pada Pelaksanaan Pilkada Aceh tahun 2017.

2. Peran dan kewenangan Bawaslu Aceh terhadap Panwaslih Kabupaten/Kota di Aceh.

3. Syarat Pengunduran diri bagi Anggota DPRA/DPRK yang hendak mencalonkan diri menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

Berikut pembahasan masing masing poin dia-tas

Syarat Dukungan Calon

Pertama, Terkait perihal Syarat dukungan Calon Perseorangan berdasarkan Jumlah Penduduk atau DPT pada Pelaksanaan Pilkada Aceh tahun 2017.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 60/PUU-XIII/2015 tang-gal 29 September 2015 menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 ten-tang Penetapan Peraturan Pemerintah Peng-ganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-nesia Tahun 1945.

MK mengubah aturan persyaratan pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan. Per-mohonan uji materi ini diajukan oleh Fadjroel Rachman, Saut Mangatas dan Victor Santoso. Menurut pemohon, undang-undang yang men-gatur persyaratan calon tunggal telah mem-persempit peluang pemohon untuk dicalonkan dalam pilkada. Secara spesifik, kerugian hak konstitusinal terjadi atas kepastian hukum, per-lakuan yang sama, dan hak yang sama dalam memeroleh jabatan dalam pemerintahan.Yang diuji materi ialah Pasal 41 ayat (1) dan (2). Bunyi pasal tersebut ialah sebagai berikut :

POTENSI KONFLIK DUALISME REGULASI PILKADA ACEH 2017

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU 8/2015

1. Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:

• Provinsidenganjumlahpenduduksam-paidengan2.000.000(duajuta)jiwaharusdidukungpalingsedikit10%(sepuluhpersen);

Page 3: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 3

Mahkamah dalam keputusannya mengatur bahwa syarat dukungan calon perseorangan harus meng-gunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu sebelumnya, bukan jumlah kes-eluruhan masyarakat di suatu daerah.

Menurut MK, persentase syarat dukungan tidak dapat didasarkan pada jumlah penduduk, karena tidak semua penduduk punya hak pilih. Keterpilihan kepala daerah bukan ditentukan jumlah penduduk keseluru-han, tapi yang sudah punya hak pilih. Selain itu, meski tidak bisa dikatakan diskriminatif, Pasal 41 ayat (1) dan (2) dinilai menghambat seseorang memperoleh hak yang sama dalam pemerintahan.

Persyaratan perseorangan berbeda dengan syarat calon yag didukung parpol, di mana syarat pencalonan ditentukan melalui perolehan suara berdasarkan daftar pemilih tetap. Dengan demikian, bunyi pasal tersebut harus dimaknai jumlah penduduk yang sudah memi-liki hak suara yang tetap. Meski demikian, putusan tersebut tidak berlaku pada pilkada serentak 2015 yang tahapannya telah berjalan. Putusan tersebut mulai berlaku pada pilkada serentak gelombang kedua, pada 2017.

Selengkapnya Amar Putusan MK Nomor 60/PUU-XIII/2015 menyatakan bahwa point dan substansi sebagai berikut :

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

• Provinsidenganjumlahpenduduklebihdari2.000.000(duajuta)jiwasampaidengan6.000.000(enamjuta)jiwaharusdidukungpalingsedikit8,5%(delapansetengahpersen);

• Provinsidenganjumlahpenduduklebihdari6.000.000(enamjuta)jiwasampaidengan12.000.000(duabelasjuta)jiwaharusdidukungpalingsedikit7,5%(tujuhsetengahpersen);

• Provinsidenganjumlahpenduduklebihdari12.000.000(duabelasjuta)jiwaharusdidukungpalingsedikit6,5%(enamsetengahpersen);dan

• jumlahdukungansebagaimanadimaksudpadahurufa,hurufb,hurufcdanhurufdtersebardilebihdari50%(limapuluhpersen)jumlahkabupaten/kotadiProvinsidimaksud.

2. Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:

• Kabupaten/kotadenganjumlahpenduduksampaidengan250.000(duaratuslimapuluhribu)jiwaharusdidukungpalingsedikit10%(sepuluhpersen);

• Kabupaten/kotadenganjumlahpenduduklebihdari250.000(duaratuslimapuluhribu)sampaiden-gan500.000(limaratusribu)jiwaharusdidukungpalingsedikit8,5%(delapansetengahpersen);

• Kabupaten/kotadenganjumlahpenduduklebihdari500.000(limaratusribu)sampaidengan1.000.000(satujuta)jiwaharusdidukungpalingsedikit7,5%(tujuhsetengahpersen);

• Kabupaten/kotadenganjumlahpenduduklebihdari1.000.000(satujuta)jiwaharusdidukungpalingsedikit6,5%(enamsetengahpersen);dan

• Jumlahdukungansebagaimanadimaksudpadahurufa,hurufb,hurufc,danhurufdtersebardilebihdari50%(limapuluhpersen)jumlahkecamatandikabupaten/kotadimaksud

Page 4: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 4

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

Putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 41 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d adalah :

• Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak di-maknai bahwa perhitungan persentase dukungan bagi calon perseorangan yang hendak mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didasarkan atas jumlah penduduk yang telah mem-punyai hak pilih sebagaimana dimuat dalam daftar calon pemilih tetap di daerah yang bersangkutan pada Pemilihan Umum sebelumnya

• Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak di-maknai bahwa perhitungan persentase dukungan bagi calon perseorangan yang hendak mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didasarkan atas jumlah penduduk yang telah mem-punyai hak pilih sebagaimana dimuat dalam daftar calon pemilih tetap di daerah yang bersangkutan pada Pemilihan Umum sebelumnya

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota

Putusan Mahkamah Konstitusi Pasal 41 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d adalah :

• Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa perhitungan persentase dukungan bagi calon perseorangan yang hendak mendaftarkan diri sebagai sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota didasarkan atas jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih sebagaimana dimuat dalam daftar calon pemilih tetap di daerah yang bersangkutan pada Pemilihan Umum sebelumnya

• Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa perhitungan persentase dukungan bagi calon perseorangan yang hendak mendaftarkan diri sebagai sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota didasarkan atas jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih sebagaimana dimuat dalam daftar calon pemilih tetap di daerah yang bersangkutan pada Pemilihan Umum sebelumnya

Dengan demikian dari putusan MK diatas jelas bahwa basis pengumpulan dukungan bagi calon perseorangan pada Pilkada tahun 2017 adalah menggunakan basis persentase DPT Pemilu terakhir (Pilpres 2014) tidak lagi meng-gunakan ketentuan persentese dari Jumlah Penduduk yang dinilai memberatkan dan diskri-mintif oleh MK.

Namun terkait dengan Putusan MK tersebut, terdapat Potensi konflik regulasi bagi pelaksa-naan Pilkada Aceh Tahun 2017. Hal demikian karena pengaturan persyaratan dukungan bagi calon perseorangan dalam UUPA masih meng-gunakan basis Persentase Jumlah penduduk.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 68 ayat (1) UUPA, dimana disebutkan :

“Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2), calon perseorangan harus memperoleh dukungan sekurang-kurang-nya 3% (tiga persen) dari jumlah pen-duduk yang tersebar di sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur dan 50% (lima puluh persen) dari jumlah keca-matan untuk pemilihan bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota.”

Page 5: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 5

Ditinjau dari segi dampak bagi Calon perseorangan pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, dari hasil analisa perhitungan ternyata persyaratan dukungan bagi calon perseorangan dengan menggunakan basis persentase jumlah penduduk dalam UUPA, lebih berat daripada persyaratan sebagaimana Putusan MK Nomor 60/PUU-XIII/2015 yang mensyaratkan dukungan melalui basis DPT Pemilu terakhir.

Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menetapkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Provinsi Aceh (23 kabupaten/kota) pada Pemilu Tahun 2014 sebanyak 3.337.545 jiwa, dengan suara sah Pilpres Tahun 2014 se-banyak 2.002.599 suara. Sedangkan Jumlah Penduduk di Provinsi Aceh berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2014 yang dilakukan BPS Aceh sebanyak 4.906.835 jiwa (BPS dalam Angka 2015).

Apabila Calon perseorangan pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh menggunakan UUPA maka 3 % dari Jumlah penduduk Aceh adalah 147.205 pemilih. sedangkan apabila menggunakan mekanisme basis dukungan DPT Pemilu terakhir sebagaimana Putusan MK Nomor 60/PUU-XIII/2015 calon perseorangan hanya cukup mengumpulkan dukungan sebanyak 100.126 pemilih. Artinya terdapat perbedaan selisih suara yang sangat signifikan sebesar 47.079 pemilih antara ketentuan UUPA yang menggunakan basis dukungan Jumlah Penduduk dengan Putusan MK Nomor 60/PUU-XIII/2015 yang memerintahkan menggunakan Basis DPT Pemilu terakhir .

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

SIMULASI PENGHITUNGAN JUMLAH DUKUNGAN CALON

PERSEORANGAN

Persentase dukungan Berdasarkan Jumlah Penduduk

Provinsi Aceh

Jumlah

Jalur Partai Politik

Perseorangan 3% dari jumlah

penduduk

Catatan

15% Kursi

15% Suara Sah

Jumlah Penduduk

4.906.835 Jiwa

12 Kursi 300.389 = 3% Jumlah Penduduk

147.205 Antara Calon Perseorangan dengan Partai Politik hanya selisih 2 % (dua persen) namun perseorangan harus mengumpulkan sendiri dukungan, sedang calon Partai Politik tidak perlu bersusah payah karena dibiayai negara dalam Pileg

Suara Sah 2.002.599

Total Kursi 81 Kursi

Persentase dukungan Berdasarkan Jumlah DPT Pemilu Terakhir

Provinsi Aceh

Jumlah

Jalur Partai Politik

Perseorangan 3% dari jumlah

DPT

Catatan

15% Kursi

15% Suara Sah

Jumlah DPT 3.337.545 Pemilih

12 Kursi 300.389 = 3% Jumlah DPT

100.126 Terdapat selisih jumlah Dukungan sebanyak 47.079 dukungan pemilih dibanding menggunakan mekanisme basis persentase jumlah penduduk

Suara Sah 2.002.599

Total Kursi 81 Kursi

Keterangan : Suara Sah yang digunakan dalam simulasi ialah suara sah dalam Pilpres 2014 di

Page 6: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 6

SIMULASI PENGHITUNGAN JUMLAH DUKUNGAN CALON

PERSEORANGAN

Persentase dukungan Berdasarkan Jumlah Penduduk

Provinsi Aceh

Jumlah

Jalur Partai Politik

Perseorangan 3% dari jumlah

penduduk

Catatan

15% Kursi

15% Suara Sah

Jumlah Penduduk

4.906.835 Jiwa

12 Kursi 300.389 = 3% Jumlah Penduduk

147.205 Antara Calon Perseorangan dengan Partai Politik hanya selisih 2 % (dua persen) namun perseorangan harus mengumpulkan sendiri dukungan, sedang calon Partai Politik tidak perlu bersusah payah karena dibiayai negara dalam Pileg

Suara Sah 2.002.599

Total Kursi 81 Kursi

Persentase dukungan Berdasarkan Jumlah DPT Pemilu Terakhir

Provinsi Aceh

Jumlah

Jalur Partai Politik

Perseorangan 3% dari jumlah

DPT

Catatan

15% Kursi

15% Suara Sah

Jumlah DPT 3.337.545 Pemilih

12 Kursi 300.389 = 3% Jumlah DPT

100.126 Terdapat selisih jumlah Dukungan sebanyak 47.079 dukungan pemilih dibanding menggunakan mekanisme basis persentase jumlah penduduk

Suara Sah 2.002.599

Total Kursi 81 Kursi

Keterangan : Suara Sah yang digunakan dalam simulasi ialah suara sah dalam Pilpres 2014 di Disisi lain Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan perkara Nomor 35/PUU-VIII/2010 Mah-kamah dengan tegas menyatakan bahwa Calon perseorangan tidaklah termasuk dalam satu kekhususan Aceh.

Mahkamah dalam perkara Nomor 35/PUU-VIII/2010 menyatakan : ,“....calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepa-la daerah tidak termasuk didalam keistimewaan Pemerintah Aceh menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh”

dengan demikian dapat diambil konklusi bahwa persyaratan dukungan melalui persentase ke-seluruhan jumlah penduduk sebagaimana tercantum dalam Pasal 68 ayat (1) UUPA bukanlah merupakan bagian dari kekhususan Aceh sehingga pasal ini sangat dimungkinkan untuk dilaku-kan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Pasal 68 ayat (1) UUPA berpotensi memicu konflik reg-ulasi dalam tahapan pencalonan Pilkada Aceh tahun 2017 dikarenakan memiliki muatan materi yang bertentangan dengan Putusan MK Nomor 60/PUU-XIII/2015 .

Materi dalam UUPA memuat ketentuan dukungan berdasarkan persentase jumlah penduduk sedangkan MK sudah membatalkan materi yang sama dalam UU No. 8 Tahun 2015, dan memu-tuskan Pilkada setelah tahun 2015 bagi calon perseorangan harus menggunakan basis dukungan DPT Pemilu terakhir.

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Page 7: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 7

Kedua, Terkait Peran dan kewenangan Bawas-lu Aceh terhadap Panwaslih Kabupaten/Kota di Aceh, Regulasi yang berpotensi menimbulkan perdebatan hukum dan multitafsir diantaranya kewenangan Bawaslu Aceh dalam melaku-

kan fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap Panwaslih Kabupaten/Kota di Aceh.

Diantaranya Pasal 78 dan Pasal 79 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Tata Kerja Dan Pola Hubun-gan Badan Pengawas Pemili-han Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi, Dan Panitia Pengawas Pemili-han Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Kecamatan, Pengawas Pemilihan Lapa-ngan, Pengawas Pemilihan

Umum Luar Negeri Dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara.

peran dan fungsi bawaslu aceh

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2015

Pasal 78Dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam, Bawaslu Provinsi melakukan:a. pengawasan pelaksanaan tugas-tugas pengawasan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh Panwaslu

Kabupaten/Kota; danb. mengawasi ketaatan anggota Panwaslu Kabupaten/Kota terhadap ketentuan Kode Etik Penyelenggara

Pemilu dan peraturan perundang- undangan mengenai Pemilu.

Pasal 79Dalam menyelenggarakan fungsi evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal, Bawaslu Provinsi melakukan penilaian pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota

dalam UUPA pasal 62 huruf (d) menjelas-kan bahwa Tugas dan wewenang Panitia Pengawas Pemilihan dilakukan melalui pen-gaturan hubungan koodinasi antara panitia pengawas pada semua tingkatan. Namun dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu di Aceh tidak diatur mengenai kewenangan Bawaslu Aceh dalam hal pengawasan dan evaluasi Panwas-lih Kabupaten Kota.

Tampaknya Perancang aturan Qanun Aceh Nomor 7 / 2007 melihat kedudukan Panwas-lih Kabupaten Kota bersifat semi otonom seh-ingga antara satu dengan yang lain tidak bisa melakukan fungsi pengawasan karena Pan-waslih tidak dilantik oleh Bawaslu Aceh., oleh karena itu Panwaslih dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tidak bertanggu-ng jawab kepada Bawaslu Aceh.

Page 8: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 8

Satu satunya hubungan kordinasi antara Panswaslih Kabupaten/Kota dengan Bawaslu Aceh adalah berkenaan dengan penyampaian laporan kepada Bawaslu Aceh terhadap dugaan tindakan yang menganggu tahapan penyelenggaraan Pilkada. Penyampaian laporan ini diperlukan sebagai dasar pengeluaran rekomendasi oleh Bawaslu Aceh.

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Qanun Aceh Nomor 07 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu di Aceh

Pasal 39 ayat (1) huruf f :

TugasPanwaslukabupaten/kotaadalahmenyampaikanlaporankepadaPanwasluAcehsebagaidasaruntukpengeluaranrekomendasiPanwasluAcehyangberkaitandenganadanyadugaantindakanyangmengakibatkanterganggunyatahapanpenyelenggaraanpemiludikabupaten/kota;

Kedepan aturan dalam Qanun Aceh Nomor 07 tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu di Aceh perlu dilakukan semacam revisi yang memuat aturan dan mekanisme hubungan dan pola tata kerja yang jelas antara Bawaslu Aceh dan Panwaslih Kabupaten/Kota di Aceh, dalam rangka menghindari perdebatan dan multitafsir terhadap sejauh mana kewenangan Bawaslu Aceh dalam hubungannya dengan Panwaslih Kabupaten/Kota.

Apakah hubungan kewenangan Bawaslu Aceh kepa-da Panwaslih Kabupaten/Kota bersifat asistensi/kor-dinasi atau memiliki kewenangan fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja Panwaslih sebagaimana diatur dalam Perbawaslu Nomor 07 Tahun 2015.

Selain itu terdapat potensi konflik regulasi lainnya. Yaitu berkenaan dengan mekanisme perekrutan Bawaslu Aceh dan Panwaslih Kabupaten/Kota yang agak rumit dibandingkan perekrutan Bawaslu di daer-ah lain oleh Bawaslu Pusat.

Apabila di daerah lain Bawaslu Pusat melakukan me-kanisme perekrutan sekaligus pengangkatan terha-dap Anggota Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota. Khusus di Aceh Bawaslu pusat dinilai hanya memiliki kewenangan dalam hal penetapan dan pengangkatan Anggota Bawaslu Aceh dan Panwaslih Kabupaten/Kota. Sedangkan kewenangan dalam hal penjarin-gan Anggota Bawaslu Aceh dilakukan oleh DPRA dan Panwaslih Kabupaten/Kota dilakukan oleh DPRK setempat.

UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh

Kewenangan Pengusulan Pembentukan Panwaslu Aceh

Pasal 23 ayat (1) huruf L : • DPRA mempunyai tugas dan wewenang mengusulkan pembentukan KIP Aceh dan

Panitia Pengawas Pemilihan;

Kewenangan Pengusulan Pembentukan Panwaslih Kabupaten/kota

Pasal 24 ayat (1) huruf i : • DPRK mempunyai tugas dan wewenang mengusulkan pembentukan KIP kabupaten/kota

dan membentuk Panitia Pengawas Pemilihan

Page 9: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 9

Kewenangan Pembentukan dan Pengangkatan Bawaslu Aceh dan Panwaslih

Kabupaten/Kota

UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerin-tahan Aceh • Pasal60ayat(1):Panitia Pengawas

Pemilihan Aceh dan kabupaten/kota dibentuk oleh panitia pengawas tingkat nasional dan bersifat ad hoc.

• Pasal60ayat(3):Anggota Panitia Pen-gawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), masing-masing sebanyak 5 (lima) orang yang diusulkan oleh DPRA/DPRK.

Qanun Aceh Nomor 07 Tahun 2007 Ten-tang Penyelenggara Pemilu di Aceh

Bawaslu Aceh• Pasal42ayat(5): DPRA menetapkan

5 (lima) nama peringkat teratas dari 15 (lima belas) nama calon anggota Panwas-lu Aceh untuk diusulkan kepada Bawaslu.

• Pasal42ayat(6):Bawaslu mengesah-kan 5 (lima) nama calon yang diusulkan oleh DPRA menjadi anggota Panwaslu Aceh paling lambat 40 (empat puluh) hari sebelum tahapan pertama penyelenggaran pemilu dimulai

Panwaslih Kabupaten/kota • Pasal43ayat(5): DPRK menetapkan

5 (lima) nama peringkat teratas dari 15 (lima belas) nama calon anggota Panwaslu kabupaten/kota untuk diusulkan kepada Bawaslu.

• Pasal43ayat(6):Bawaslu mengesah-kan 5 (lima) nama calon yang diusulkan oleh DPRK menjadi anggota Panwaslu kabupaten/kota paling lambat 40 (empat puluh) hari sebelum tahapan pertama penyelenggaraan pemilu dimulai

Pemberhentian Bawaslu Aceh dan Panwas-lih Kabupaten/kotaPasal46ayat(1):Pemberhentian anggota Panwaslu Aceh dan Panwaslu kabupaten/kota dilakukan oleh Bawaslu.

Problemnya adalah meski dalam reg-ulasi sudah jelas diatur mekanisme penjaringan dan pengangkatan An-ggota Bawaslu Aceh dan Panwas-lih Kabupaten/Kota namun kerap ketika Pemilu tiba timbul problem ego sektoral antar lembaga terkait mekanisme penjaringan dan pengangkatan tersebut.

Hal ini karena dalam UU Pemilu yang berlaku secara nasional mekanisme per-ekrutan Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota berbeda dengan yang

diatur dalam UUPA. Dalam UU Nasional kewenangan perekrutan dan pengang-

katan Bawaslu Provinsi sepenuhnya merupakan kewenangan Bawaslu

Pusat. Sedangkan Panwaslu Ka-bupaten Kota merupakan hasil seleksi dari Bawaslu Provinsi.

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Page 10: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 10

Meski pada tataran Bawaslu Aceh polemik perekrutan tersebut telah diselesaikan sementara pada Pileg 2014 lalu dengan metode win win solution, sebagian direkrut oleh Bawaslu Pusat dan sebagian lagi oleh DPRA. Namun problem kedepan yang tampak nya akan terulang kembali ialah terkait me-kanisme perekrutan Panwaslih Kabupaten/kota.

Akan timbul kembali ego sektoral terkait kewenangan perekrutan terhadap Anggota Panwaslih. Memang perekrutan dilakukan oleh DPRK namun pengangkatannya dilakukan oleh Bawaslu Pusat. Problemnya bagaimana seandainya Bawaslu Pusat menilai hasil seleksi dari DPRK setempat ternyata tidak sesuai dengan kriteria dan penilaian Bawaslu Pusat? Lantas siapa yang akan melantik Panwas-lih Kabupaten/Kota kedepan seandainya Bawaslu Pusat enggan melantik?

UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

• Pasal73ayat(4): Dalam melaksanakan tugasnya, Bawaslu berwenang membentuk Bawaslu Provinsi

UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada (Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015)

• Pasal24ayat(2): Panwas Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi.

• Pasal24ayat(3):Penetapan anggota Panwas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah melalui seleksi oleh Bawaslu Provinsi

SYARAT PENGUNDURAN DIRI BAGI ANGGOTA LEGISLATIF DALAM PILKADA

Ketiga, Syarat Pengunduran diri bagi Anggota DPRA/DPRK yang hendak mencalonkan diri men-jadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah berpo-

tensi menuai konflik regulasi sebagaimana yang pernah diulas pada Analisis Situasi (Ansis) Jar-ingan Survei Inisiatif Vol. 1 Tahun 2015 (http://www.jsithopi.org) .

berkaitan dengan hal tersebut Kemendagri telah mengeluarkan Surat Kawat (Telegram) Nomor : 160/5953/sj pada tanggal 20 Oktober 2015 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia. Berikut isi surat kawat tersebut :

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Page 11: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 11

Dari surat Kemendagri diatas, konsisten dengan hasil Ansis JSI Vol. 1 Tahun 2015 Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUU-XIII/2015 (“Rujukan terhadap Pen-calonan Pelaksanaan Pilkada Aceh”)* akan urgensitas untuk dilakukan Judicial Review (JR) atau peninjauan kembali terkait per-syaratan pemberitahuan bagi calon yang berlatarbelakang anggota DPRA/DPRK kepa-da pimpinan DPRA/DPRK sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 91 Ayat (4) Huruf I UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh kepada Mahkamah Konstitusi.

apabila tidak dilakukan JR, maka calon yang bersangkutan akan dikenakan pembatalan se-

bagai calon kepala daerah dan tidak akan dilantik sebagai kepala daerah apabila yang bersangku-tan menjadi pemenang dalam Pilkada Aceh Tahun 2017.

Kawat Kemendagri Nomor : 160/5953/sj pada tanggal 20 Oktober 2015

Dalam rangka Pemenuhan Syarat calon dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil KepalDaerah serentak Tahun 2015, dengan hormat disampaikan hal sebagai berikut :

a. di dalam ketentuan Pasal 68 Ayat (1) Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 ditegaskan bahwa bagi Calon yang berstatus Anggota DPRD wajib menyampaikan Keputusan Pe-jabat yang berwenang tentang pemberhentian sebagai Anggota DPRD paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak ditetapkan sebagai calon;

b. sehubungan dengan itu, dan dengan memperhatikan batas waktu tersebut diatas, di-harapkan :

1. Para Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi segera memfasilitasi proses pengusulan pem-berhentian Anggota DPRD Provinsi kepada Menteri Dalam Negeri untuk penetapan Keputusan Pemberhentian Anggota DPRD Provinsi yang menjadi Calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah;

2. Para Bupati/Walikota dan Ketua DPRD Kab/Kota segera memfasilitasi Proses Pengusu-lan Pemberhentian Anggota DPRD Kab/Kota kepada masing masing Gubernur untuk penetapan Keputusan Pemberhentian Anggota DPRD Kab/Kota yang menjadi Calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah;

c. Keterlambatan Penetapan Keputusan Pemberhentian Anggota DPRD tsb dapat ber-implikasi terhadap Pembatalan yang bersangkutan sebagai Calon Kepala Daerah atau Calon Wakil Kepala Daerah.

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Page 12: Ansis jsi vol 2 des 2015

HALAMAN 12

Jaringan Survey Inisiatif®Jl. Syiah Kuala, Lr. Nyak Bintang, Gp. Lamdingin, Kec. Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh-23127Telp. (0651) 6303 146Web: www.jsithopi.org Email: [email protected]

ANALISIS SITUASI (ANSIS) JARINGAN SURVEI INISIATIF VOL. II/ TAHUN 2015

Analisis : Aryos Nivada, MA & Tim JSIDesain Grafis : Teuku Harist Muzani

rekomendasi jsiBerdasarkan hasil Analisa Situasi diatas, JSI mer-ekomendasikan kepada pengambil kebijakan dan stakeholder untuk :

1. Melakukan Uji Materi (Judicial Review) terha-dap Pasal 68 ayat (1) UUPA bagi pihak yang merasa dirugikan, dimana dalam pasal terse-but memuat ketentuan dukungan berdasarkan persentase jumlah penduduk sedangkan MK sudah membatalkan materi yang sama dalam UU No. 8 Tahun 2015 melalui Putusan MK No-mor 60/PUU-XIII/2015. MK memutuskan Pilka-da setelah tahun 2015 bagi calon perseoran-gan harus menggunakan basis dukungan DPT Pemilu terakhir. Ketentuan persyaratan meng-gunakan basis dukungan data penduduk dalam UUPA lebih memberatkan calon perseorangan dibandingkan menggunakan basis dukungan data DPT pemilu terakhir.

2. Terkait Peran dan kewenangan Bawaslu Aceh terhadap Panwaslih Kabupaten/Kota di Aceh, perlu dilakukan revisi/perubahan terhadap Qanun Aceh Nomor 07 tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu di Aceh dalam rangka memperjelas hubungan dan pola tata kerja yang jelas antara Bawaslu Aceh dan Panwaslih Kabupaten/Kota di Aceh . termasuk memperte-gas fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja masing masing.

3. Merekomendasikan kepada DPRA untuk:

• melakukan legislative review kepada DPR RI un-tuk mengubah ketentuan dalam pasal pasal 23 ayat (1) huruf l UUPA, semula berbunyi : DPRA mempunyai tugas dan wewenang mengusulkan pembentukan KIP Aceh dan Panitia Pengawas Pemilihan diubah menjadi : DPRA mempunyai

tugas dan wewenang mengusulkan pembentu-kan KIP Aceh dan Badan Pengawas Pemilihan Aceh. Implikasi dari perubahan nama dari Panitia Pengawas Pemilihan menjadi Badan Pengawas Pemilihan Aceh adalah perubahan terhadap semua pasal yang terkait dengan Panitia Pengawas Pemilihan tingkat provinsi dan bersifat tetap. Sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota masih bersifat panitia Pengawas Pemili-han.

• Mempertegas pasal pasal yang terkait dengan kewenangan terhadap rekrutmen dan pen-gangkatan Bawaslu Aceh dan Panwaslu Kabu-paten/kota.

• segera dilakukan revisi/perubahan melalui Legislative Review (LR) atau Judicial Review (JR) /Peninjauan Kembali terkait persyaratan pem-beritahuan bagi calon yang berlatarbelakang anggota DPRA/DPRK kepada pimpinan DPRA/DPRK sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 91 Ayat (4) Huruf I UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Karena implikasi apabila ayat ini tetap digunakan dalam Pilkada Aceh tahun 2017 mendatang maka calon yang memenangkan Pilkada 2017 yang berlatarbe-lakang anggota DPRA/DPRK yang tidak men-gundurkan diri sebagaimana amanat putusan MK No. 33/PUU-XIII/2015 dapat dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon kepala daer-ah. Eksesnya calon tersebut meski menjadi pe-menang dalam Pilkada Aceh Tahun 2017 tetap tidak dapat dilantik oleh Kemendagri sebagai Kepala Daerah.[]

Recommended