+ All Categories
Home > Documents > Atresia Ani

Atresia Ani

Date post: 26-Sep-2015
Category:
Upload: merry-definna-suwandi
View: 19 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
Description:
askep anak
31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni down syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990). Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005; Kartono,1993). Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki- laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi 1
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni down syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).

Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005; Kartono,1993). Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).

Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah), komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis), masalah atau k elambatan yang berhubungan dengan toilet training, inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi), prolaps mukosa anorektal dan fistula (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan baik berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.Apakah pengertian dari Atresia Ani?

2.Apa sajakah Klasifikasi dari Atresia Ani?

3.Apakah etiologi Atresia Ani?

4.Bagaimanakah patofisiologi dari Atresia Ani?

5.Bagaimanakah pathway dari Atresia Ani?

6.Apa sajakah manifestasi klinis dari Atresia Ani?

7.Apa sajakah komplikasi dari Atresia Ani?

8.Apa sajakah penatalakasanaan medis dari Atresia Ani?

9.Bagaimanakah pemeriksaan penunjang dari Atresia Ani?

10.Bagaimanakah pencegahan dari Atresia Ani?

11.Bagaimanakah pengkajian keperawatan pada anak dengan Atresia Ani?

12.Bagaimanakah diagnosa keperawatan pada anak dengan Atresia Ani?

13.Bagaimanakah intervensi keperawatan pada anak dengan Atresia Ani?

14.Bagaimanakah implementasi keperawatan pada anak dengan Atresia Ani?

15.Bagaimanakah evaluasi keperawatan pada pasien anak dengan Atresia Ani?

1.3 TUJUAN

1.Untuk mengetahui pengertian dari Atresia Ani

2.Untuk mengetahui klasifikasi dari Atresia Ani

3.Untuk mengetahui etiologi dari Atresia Ani

4.Untuk mengetahui patofisiologi dari Atresia Ani

5.Untuk mengetahui pathway dari Atresia Ani

6.Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Atresia Ani

7.Untuk mengetahui komplikasi dari Atresia Ani

8.Untuk mengetahui penatalakasanaan medis dari Atresia Ani

9.Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Atresia Ani

10.Untuk mengetahui pencegahan dari Atresia Ani

11.Untuk mengetahui pengkajian keperawatan pada anak dengan Atresia Ani

12.Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada anak dengan Atresia Ani

13.Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada anak dengan Atresia Ani

14.Untuk mengetahui implementasi keperawatan pada anak dengan Atresia Ani

15.Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada anak dengan Atresia Ani

1.4 MANFAAT

1.Sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah Keperawatan Anak I

2.Sebagai ilmu pengetahuan bagi mahasiswa/mahasiswi dalam mata kuliah Keperawatan Anak I Di Prodi D3 Keperawatan Soetomo Surabaya

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP TEORI

2.1.1 Pengertian

Importa anus (atresia ani)adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus ( anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal. (suriadi 2006)

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya. (Betz.Ed 3 tahun 2002)

Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata.Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.Brunner and Suddarth.2002.

Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1.Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus

2.Membran anus yang menetap

3.Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam- macam jarak dari peritoneum

4.Lubang anus yang terpisah dengan ujung (Schwartz,2000)

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani menurut (Brunner and Suddarth.2002) :

1.Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.

2.Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3.Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.

4.Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

2.1.3 Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Mansjoer, A.2002), antara lain:

1.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

2.Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.

3.Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

4.Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.

5.Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelainan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital.

2.1.4 Patofisiologi

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur, Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan,Berkaitan dengan sindrom down, Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

Terdapat tiga macam letak atresia ani (Prince A Sylvia.2006):

1.Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm.Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.

2.Intermediate rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya.

3.Rendah rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

4.Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum.

5.Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.

2.1.5 Pathway

2.1.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani (Betz. Ed 7. 2002) seperti :

1.Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2.Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3.Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya

4.Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5.Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6.Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran anal.

7.Perut kembung.

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani (Sjamsu HR, 2005) antara lain:

1.Asidosis hiperkioremia.

2.Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

3.Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

4.Komplikasi jangka panjang.

a.Eversi mukosa anal

b.Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

5.Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

6.Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

7.Prolaps mukosa anorektal.

8.Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

1.Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.

2.Pengobatan

a.Aksisi membran anal (membuat anus buatan).

b.Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen).

3.Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.

4.Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.

5.Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus.

6.Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:

a.Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)

b.Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan)

c.Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)

7.Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi adalah antara lain:

a.Mengatasi obstruksi usus

b.Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih

c.Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.

Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air liur yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang, dan gangguan sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan intravena.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

1.Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.

2.Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

3.Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.

4.Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

5.Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6.Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan:

a.Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

b.Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

c.Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

2.1.10 Pencegahan

Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:

1.Tidak merokok dan menghindari asap rokok

2.Menghindari alkohol

3.Menghindari obat terlarang

4.Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal

5.Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup

6.Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin

7.Mengkonsumsi suplemen asam folat

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

2.2.1 Pengkajian

1.Biodata Klien

Terjadi pada bayi baru lahir. Perbandingan laki-laki dan perempuan 1:1 seimbang.

2.Riwayat Keperawatan

a.Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam, perut membesar (distensi), muntah.

b.Riwayat kesehatan masa lalu

Tidak ditemukan adanya lubang dubur atau adanya lubang kecil pada dubur pasien. Sering disertai anomali lain: atresia oesophagus atau kelainan traktus urinarius (sering terjadi pada kehamilan hidramnion)

c.Riwayat tumbuh kembang

BB lahir abnormal

Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit

Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal

Sakit kehamilan tidak keluar mekonium

d. Riwayat hospitalisasai

Kaji apakah pasien merasa takut/menangis dan menolak ketika petugas kesehatan (orang asing) akan merawat pasien.

3. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

a.Pola nutrisi Metabolik

Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.

b.Pola Eliminasi

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi

c.Pola Aktivitas dan Latihan

d.Pola latihan dan aktivitas

Dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

e.Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

f.Pola Tidur dan Istirahat

Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.

g.Konsep Diri dan Persepsi Diri

Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi.

h.Peran dan Pola Hubungan

Pasien dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan baik dan ramah

i.Pola Reproduktif dan Sexual

Jumlah saudara pasien dan pasien anak ke berapa.

j.Pola Keyakinan dan Nilai

Kepercayaan dan agama yang dianut oleh orang tua pasien.

4. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Doengoes Merillyn, E. 2000)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1.Dx Pre Operasi

a.Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

b.Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

c.Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

2.Dx Post Operasi

a.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

b.Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

NO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN / KRITERIA HASIL

INTERVENSI

RASIONAL

1

Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan:

Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.

Kriteria Hasil :

--Penurunan distensi abdomen.

-Meningkatnya kenyamanan

1.Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order

2.Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

3.Ukur lingkar abdomen

4. Berikan posisi yang nyaman pada pasien

1.Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak

.

2.Meyakinkan berfungsinya usus

3.Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi

4.Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri karna konstipasi.

2

Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan: Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

-- Output urin 1-2 ml/kg/jam

-- Capillary refill 3-5 detik

- - Turgor kulit baik

--Membrane mukosa lembab

1. Monitor intake output cairan

2.Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV

3. Pantau TTV

4.Ukur dan catat BB klien

5.Berikan cairan sedikit tapi sering

6.Berikan perawatan mulut dan bibir dengan sering

7.Observasi membrane mukosa dan turgor kulit

8.Jelaskan agar menghindar makanan yang berbau dan merangsang mual.

1.1. Dapat mengidentifikasi status cairan klien

2.2. Mencegah dehidrasi

3.3. Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

4.4. Peningkatan BB indicator adanya kelebihan cairan dalam tubuh

5. Untuk meminimalkan kehilangan cairan

6.6. Meminimalkan terjadinya luka pada mukosa mulut da bibir

7.

7. Perubahan dari normal tanda tersebut indikasi tidak adekuatnya sirkulasi perifer dan dehidrasi seluler

8. Menghindari adanya pengeluaran cairan peroral atau muntah

3

Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan: Kecemasan orang tua dapat berkurang

Kriteria Hasil :

-Klien tidak lemas

1.Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal.Gunakan alay, media dan gambar

2.Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

3.Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

4.Jelaskan prosedur yang akan dilakukan, berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.

1.1. Agar orang tua mengerti kondisi klien

2.

2. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

3. Membantu mengurangi kecemasan klien

4. Informasi akurat dapat menurunkan ansietas dan rasa takut karena ketidaktahuan.

4

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan: Kerusakan integritas kulit teratasi / hilang.

Kriteria Hasil:

-- Keadaan umum klien baik

-- Kulit kembali normal

1.Kaji kulit tiap hari, catat warna,turgor,sirkulasi dan sensasi.

2.Pertahankaninstruksikan dalam hygiene kulit, misalnya membasuh kulit da mengeringkan nya dengan hati-hati.

3.Dorong klien untuk ambulasi / turun dari tempat tidur jika memungkinkan.

4.Ubah posisi secara teratur dang anti sprei sesuai kebutuhan.

5.Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut steril.

6.Berikan matras atau tempat tidur busa .

1. Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi.

2.Mempertahankan kebersihan karena kulit yang rapuh dapat menjadi barier infeksi.

3. Menurunkan tekanan pada kulit dari istirahat lama ditempat tidur.

4. Mengurangi stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah kejaringan dan meningkatkan proses penyembuhan.

5. Dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.

6. Menurunkan iskemia jaringan, mengurangi tekanan pada kulit, jaringan dan lesi.

5

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan: Nutrisi kurang dari kebutuha tubuh dapat teratasi/berkurang.

Kriteria hasil:

-Nafsu makan meningkat

-Mual muntah (-)

-Klien tidak lemah

1.Kaji/catat pemasukan diet.

2.Berikan makanan sedikit tapi sering.

3.Timbang BB tiap haribila memungkinkan.

Kolaborasi:

4.Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin, serum, transferin, natrium dan kalium.

5.Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi.

6.Berikan kalori tinggi, diet rendah/sedang protein.

1.1. Membantu dalam mengidentifikasi defisiensidari kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multipel mempengaruhi pemasukan makanan.

2.Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunkan peristaltik.

3.3. Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukan perpindahan keseimbangan cairan.

4.

4. 4. Menurunkan distensi dan iritasi gaster

5.

5. Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang, hiperalimentasi.

6.6. Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan kurang dari normal kecuali pada pasien dialisis. Karbohidrat memnuhi kebutuhan energi dan memenuhi jaringan katabolisme, mencegah pembentukan asam keton dari oksidasi protein dan lemak..

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Komponen tahap implementasi :

1.Tindakan keperawatan mandiri

2.Tndakan keperawatan kolaboratif

3.Dokumentasikan tindakan keperawatan

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah perbandingan hasil hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Komponen tahap evaluasi

Dx Pre Operasi

a.Tidak terjadi Konstipasi

b.Tidak terjadi kekurangan volume cairan

c.Cemas pada orang tua berkurang atau hilang

2.Dx Post Operasi

a.Tidak terjadi Kerusakan integritas kulit

b.Tidak terjadi kekurangan nutrisi dan masukan oral adekuat

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002.Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1997.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. 2003.Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Monica Ester (Alih Bahasa). Sri Kurnianianingsih (ed),. edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. (1997).Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

2


Recommended