1
BUKU PANDUAN Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek
Untuk Mengembangkan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
Mahasiswa Calon Guru Oleh: Intan Indiati Sarwi Ani Rusilowati Hartono
PROGRAM STUDI S3 IPA PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, inayah dan kekuatan, sehingga penulisan Buku Panduan Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek dapat diselesaikan dengan baik. Guru harus memiliki kemampuan dalam melibatkan materi atau content, cara pengajaran, dan pemanfaatan informasi teknologi secara sinergis demi kesuksesan pembelajaran abad 21. Guru juga harus mampu menangkap unsur-unsur budaya untuk diakomodasi dalam pembelajaran. Aktivitas dalam pembelajaran berbasis budaya tidak dirancang hanya sekedar untuk mengaktifkan mahasiswa tetapi dibuat untuk memfasilitasi terjadinya interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadi penciptaan makna. Pengintegrasian budaya dalam pembelajaran sains akan menjadi penentu kebermaknaan pelayanan profesional. Konsekuensinya, perlu dikembangkan kemampuan guru melalui Program Perkuliahan Berorientasi Etnosainstek. Penulisan panduan ini mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, motivasi, dan masukan yang sangat berharga. Pada akhirnya, penulis mengharapkan saran dan kritik kontruktif dari berbagai pihak demi penyempurnaan selanjutnya.
Semarang, Januari 2020
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1. Pendahuluan A. Rasional B. Tujuan BAB 2. Pelaksanaan Program Perkuliahan A. Komponen Program Perkuliahan B. Pelaksanaan Program Perkuliahan BAB 3. Penilaian Program Perkuliahan A. Teknik dan Instrumen Penilaian B. Indikator dalam menentukan tingkatan pada komponen
TPACK C. Kategori TPACK DAFTAR PUSTAKA
4
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Rasional Program Perkuliahan
Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2017
tentang Standar Pendidikan Guru, salah satu kompetensi
yang harus dimiliki mahasiswa lulusan program sarjana
pendidikan adalah menguasai integrasi teknologi, pedagogi,
muatan keilmuan dan/atau keahlian. Guru membutuhkan
pemahaman tentang representasi konsep menggunakan
teknologi; teknik pedagogis yang menggunakan teknologi
dengan cara yang konstruktif untuk mengajar konten;
pengetahuan tentang apa yang membuat konsep sulit atau
mudah dipelajari dan bagaimana teknologi dapat membantu
beberapa masalah yang dihadapi siswa; pengetahuan awal
siswa dan teori epistemologi, dan pengetahuan tentang
bagaimana teknologi dapat digunakan untuk membangun
pengetahuan yang ada dan untuk mengembangkan
epistemologi baru atau memperkuat yang lama (Kocoglu,
2009). Konsekuensinya, pengetahuan tentang teknologi,
pedagogik, dan konten harus menjadi bagian integral dari
program pendidikan guru dalam rangka menyiapkan calon-
calon guru agar dapat mengajar menggunakan teknologi. Hal
ini sebagai konsekuensi logis guru juga harus memiliki
keterampilan abad 21 agar dapat memfasilitasi peserta didik
memiliki keterampilan abad 21, yang menekankan pada
5
keterampilan kerjasama, kreativitas, berpikir kritis,
pemecahan masalah dan terutama keterampilan teknologi
(Voogt dan Roblin, 2012). Pengembangan pembelajaran
dengan mengintegrasikan teknologi memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap level praktek pedagogis terhadap
peserta didik (Brun & Hinostroza, 2014).
Penelitian terbaru menjelaskan bahwa kesuksesan
pembelajaran abad 21 melibatkan pemahaman materi atau
content, cara pengajaran, dan pemanfaatan informasi teknologi
secara sinergis (Young dkk, 2012; Chua & Jamil, 2012; Chai
dkk, 2013; Bratley-Dias & Ertmer, 2013; Baya & Daher, 2015;
Bektas, 2015; Foulger dkk, 2015; Rossenberg & Koehler, 2015;
Mourlam, 2016; Lyublinskaya & Tournaki, 2016). Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK) muncul sebagai
kerangka lengkap dan berguna bagi guru untuk memahami
integrasi teknologi dalam proses belajar mengajar. Mishra dan
Koehler (2009) menyatakan TPACK bukanlah konsep
teknologi, pedagogi, dan materi konten yang diterapkan secara
terpisah, tetapi TPACK adalah dasar dari belajar
menggunakan teknologi secara efektif. Kerangka TPACK ini
juga sesuai kompetensi dasar guru yang terdapat pada
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen, yakni kompetensi pedagogi dan
kompetensi profesional.
Mahasiswa calon guru juga perlu memiliki
pengetahuan bahwa Kurikulum 2013 merupakan kurikulum
6
nasional yang terus menerus diperbaharui agar selaras dengan
tuntutan pendidikan global dan tidak menyimpang dari nilai-
nilai luhur budaya bangsa Indonesia sebagaimana tercantum
dalam Pancasila dan UUD RI Tahun 1945. Salah satu
karakteristik utama Kurikulum 2013 yang saat ini
diimplementasikan oleh pemerintah adalah memanfaatkan
masyarakat/lingkungan sebagai sumber belajar
(Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013). Konsekuensinya,
sebagai mahasiswa calon guru sains/fisika perlu belajar untuk
memiliki sikap responsif terhadap perkembangan budaya dan
kearifan lokal, teknologi dan seni yang ada di sekitarnya untuk
membangun rasa ingin tahu dan kemampuan peserta didik
dalam pelajaran sains mereka. Sains yang memanfaatkan
budaya dan kearifan lokal disebut etnosains. Etnosains
merupakan kegiatan mentransformasikan antara sains asli
yang terdiri atas seluruh pengetahuan tentang fakta
masyarakat yang berasal dari kepercayaan turun-temurun dan
masih mengandung mitos. Penerapan pembelajaran sains
dengan pendekatan etnosains memerlukan kemampuan guru
dalam menggabungkan antara pengetahuan asli dengan
pengetahuan ilmiah (Sudarmin, Febu, Nuswowati, & Sumarni,
2017).
Berdasarkan kerangka TPACK dan
mempertimbangkan pembelajaran sains/fisika berorientasi
etnosains, maka calon guru tidak hanya dituntut untuk
mengembangkan pengetahuannya terkait pengetahuan
7
konten (materi yang diajarkan/etnosains), tetapi calon guru
juga dapat mengetahui cara menyajikan materi pelajaran
dengan pengajaran yang tepat (pengetahuan pedagogi) dan
mampu memanfaatkan teknologi sehingga pengajaran dan
pembelajaran tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Peningkatan TPACK merupakan proses untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
membentuk guru yang profesional (Sukaesih, Ridlo, &
Saptono, 2017).
Mengajar yang baik dengan teknologi setidaknya
memerlukan tiga komponen pengetahuan yaitu Technological
Knowledge (TK), Content Knowledge (CK), dan Pedagogical
Knowledge (PK) serta hubungan antar komponen tersebut
(Koehler, Mishra, Ackaoglu,&Rosenberg, 2013). Ketiganya
saling berhubungan membentuk Technological Content
Knowledge (TCK), Pedagogical Content Knowledge (PCK),
Tecnological Pedagogical Knowledge (TPK), dan Technological
Pedagogical and Content Knowledge (TPACK). Lebih lanjut
Koehler menjelaskan bahwa TPACK merepresentasikan
kumpulan pengetahuan yang diperlukan guru untuk
mengajar secara efektif dengan teknologi.
Mempertimbangkan uraian di atas, maka perlu
diimplementasikan Program Perkuliahan Berorientasi
Etnosainstek yaitu pembelajaran sains/fisika terintegrasi
budaya/kearifan lokal dengan memanfaatkan teknologi.
Program perkuliahan ini dikembangkan dengan mengikuti
8
karakteristik model pembelajaran yang berlaku secara umum,
meliputi: rasional teori, sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi,
sistem pendukung dan dampak (Joyce and Weil, 1981).
Pelaksanaan pembelajaran pada program perkuliahan
berorientasi etnosainstek menggunakan pendekatan flipped
classroom berbantuan webquest untuk memfasilitasi mahasiswa
belajar bukan hanya memiliki komponen pengetahuan konten
(etnosains) dan pedagogik saja, melainkan harus juga
ditunjang dengan kemampuan dalam mengintegrasikan
kedua komponen tersebut dengan teknologi. Program
perkuliahan ini memfasilitasi mahasiswa untuk membangun
sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam
proses belajar dan mengajar. Pembelajaran dalam program
perkuliahan ini dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’
bukan ’menerima’ pengetahuan. Konstruktivisme
beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi
manusia (Komalasari, 2011). Manusia mengkonstruksi
pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek,
fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Dalam
pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih
diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan. Pendekatan
konstruktivis mengarahkan siswa untuk memiliki pengalaman
baru menghadapi tantangan, melalui tantangan siswa dapat
memahami kegelisahannya dan memiliki informasi baru dari
pengalaman baru tersebut (Linschinsky, 2015).
9
Pembelajaran berorientasi etnosains merupakan salah
satu cara yang dipersepsikan dapat menjadikan pembelajaran
bermakna dan kontekstual . Hal ini sesuai dengan pendapat
(Ogunniyi, Jegede, Ogwan, Yandila, & Oladele, 1995) dan
(Baker & Taylor, 1995) menyatakan bahwa latar belakang
budaya yang dibawa oleh guru dan siswa ke dalam kelas
(terutama pada saat pembelajaran sains) sangat menentukan di
dalam penciptaan atau pengkondisian suasana belajar dan
mengajar yang bermakna dan berkonteks. Kondisi belajar yang
memungkinkan terjadinya penciptaan makna secara
kontekstual merupakan salah satu prinsip dasar dari teori
konstruktivisme. Teori Konstruktivisme dalam pendidikan
terutama berkembang dari hasil pemikiran Vygotsky (Social
and Emancipator' Constructivism), yang menyimpulkan bahwa
siswa mengonstruksikan pengetahuan atau menciptakan
makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam
suatu konteks sosial. Dalam teorinya, Vygotsky menyatakan
bahwa pengetahuan tidak terpisahkan dari aktivitas di mana
pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna
diciptakan, serta dari komunitas budaya, di mana
pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui
aktivitas, interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.
Teori ini juga dikembangkan oleh Piaget (Piagetian
Psychological Constructivism), yang menyatakan bahwa setiap
individu menciptakan makna dan pengertian baru,
berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki,
10
diketahui, dan dipercayai, dengan fenomena, ide atau
informasi baru yang dipelajari. Piaget (O'Loughlin, 1995)
menyatakan bahwa setiap siswa membawa pengertian dan
pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap
proses belajar, yang harus ditambahkan, dimodifikasi,
diperbarui, direvisi, dan diubah oleh informasi baru yang
dijumpai dalam proses belajar. Aktivitas dalam pembelajaran
berbasis budaya tidak dirancang hanya sekedar untuk
mengaktifkan mahasiswa tetapi dibuat untuk memfasilitasi
terjadinya interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadi
penciptaan makna. Kebermaknaan, dalam hal ini, diperoleh
dari hasil interaksi sosial dan negosiasi antara pengetahuan
dan pengalaman awal mahasiswa dengan informasi baru yang
diperolehnya dalam pembelajaran, antara mahasiswa dengan
mahasiswa lain, antara mahasiswa dengan dosen dalam
konteks etnosains. Proses penciptaan makna melalui proses
pembelajaran berbasis budaya memiliki beberapa komponen,
yaitu tugas yang bermakna, interaksi aktif, penjelasan dan
penerapan ilmu secara kontekstual, dan pemanfaatan beragam
sumber belajar (diadaptasi dari Brooks & Brooks, 1993, dan
Krajcik, Czerniak Berger, 1999).
Program perkuliahan yang dikembangkan juga
dilandasi oleh teori Ausubel yang menyatakan mahasiswa
akan belajar dengan baik/bermakna jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan
tepat kepada mahasiswa (advanced organizer) sehingga akan
11
mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar mahasiswa
(Suyono, 2012:100). Artinya, agar dapat belajar dengan baik,
mahasiswa memerlukan konsep-konsep awal yang sudah
dimiliki yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
B. Tujuan Program Perkuliahan
Program perkuliahan berorientasi etnosainstek
bertujuan untuk membelajarkan mahasiswa agar mampu
mengembangkan Tecnological Pedagogical Content Knowledge
(TPACK) melalui pembelajaran sains/fisika yang
memanfaatkan budaya dan kearifan lokal serta disajikan
dalam media teknologi. Secara spesifik, tujuan program
perkuliahan ini adalah mahasiswa akan mampu menyusun
dan mengimplementasikan perangkat pembelajaran
berorientasi etnosainstek dalam kerangka TPACK.
12
BAB 2 PELAKSANAAN PROGRAM PERKULIAHAN
BERORIENTASI ETNOSAINSTEK Program perkuliahan berorientasi etnosainstek memiliki
karakteristik, yaitu:
1. Pembelajaran melibatkan mahasiswa secara aktif dengan
berbagai jenis aktivitas pembelajaran untuk
mengembangkan TPACK.
2. Materi pembelajaran disajikan agar mahasiswa belajar
tentang etnosains, teknologi, TPACK, dan menyusun
perangkat pembelajaran berorientasi etnosainstek dalam
kerangka kerja TPACK.
3. Pembelajaran menyediakan aktivitas peer teaching untuk
mengimplementasikan perangkat pembelajaran
berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK
yang telah disusun.
A. Komponen Program Perkuliahan
1. Sintaks dan dukungan teori
Program perkuliahan berorientasi etnosainstek memiliki
sintaks (langkah-langkah pembelajaran) sebagai berikut:
Fase 1 Eksplorasi Konsep
Pada fase ini, mahasiswa melakukan eksplorasi konsep dengan
mempelajari bahan ajar yang dapat diunduh di website
etnosainstek. Bahan ajar memuat TPACK, etnosains, konsep
pengembangan perangkat pembelajaran berorientasi
13
etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK. Mahasiswa dapat
melakukan diskusi dengan teman secara daring, atau
membaca sumber-sumber yang dibutuhkan melalui
penelusuran di internet. Mahasiswa juga membuat
rangkuman, mencatat poin-poin penting, ataupun membuat
pertanyaan. Selain itu, mahasiswa juga melakukan aktivitas
penggalian budaya atau pengetahuan lokal terkait etnosains.
Aktivitas pada fase 1 didukung teori Ausubel. Mahasiswa
akan belajar dengan baik/bermakna jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan
tepat kepada mahasiswa (advanced organizer) sehingga akan
mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar mahasiswa
(Suyono, 2012:100). Artinya, agar dapat belajar dengan baik,
mahasiswa memerlukan konsep-konsep awal yang sudah
dimiliki yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
Eksplorasi konsep yang dilakukan pada fase 1 juga mengacu
pada teori konstruktivisme, yaitu teori yang menjadi dasar
bahwa mahasiswa memperoleh pengetahuan karena keaktifan
mahasiswa itu sendiri. Mereka menyusun dan membangun
pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang
memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
Fase 2 Presentasi Konsep
Mahasiswa datang ke kelas untuk mempresentasikan hasil
aktivitas yang sudah dilakukan pada fase 1. Pada fase ini juga
dilakukan pengukuran TPACK beserta komponen
pendukungnya.
14
Fase 3 Perancangan Perangkat Pembelajaran
Pada fase 3 mahasiswa mengerjakan tugas untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran sebagai produk,
yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa,
Media Pembelajaran, dan Instrumen Penilaian. Perangkat
pembelajaran yang disusun mengacu pada konsep
pengembangan perangkat pembelajaran berorientasi
etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK yang telah
dipelajari pada fase 1. Media pembelajaran yang
dikembangkan berbasis TIK agar peserta didik dapat
mencerna materi dengan mudah dan menarik. Rencana
pelaksanaan pembelajaran yang ditulis disertai rasionalnya.
Perangkat pembelajaran yang telah disusun disimpan di google
drive dan linknya diunggah ke website etnosainstek untuk
memperoleh balikan.
Fase 3 didukung teori belajar konstruktivistik, yaitu individu
membangun pengetahuan dalam pikirannya (konstruktivis
kognitif), dan individu berinteraksi dengan individu lainnya
untuk membangun pengetahuan (konstruktivis sosial)
(Moreno, 2010).
Fase 4 Presentasi Perangkat Pembelajaran
Mahasiswa datang ke kelas untuk mempresentasikan hasil
menyusun perangkat pembelajaran yang sudah dilakukan
pada fase 3. Pada fase ini dilakukan pengukuran TPACK
mahasiswa melalui perangkat pembelajaran yang disusun.
15
Fase 5 Persiapan Peer Teaching
Mahasiswa melakukan latihan mengajar untuk
mengimplementasikan perangkat pembelajaran yang telah
disusun pada fase 4. Setiap mahasiswa diberi alokasi waktu
sekurang-kurangnya 30 menit untuk tampil. Mahasiswa
melakukan perekaman latihan mengajar yang hasilnya
disajikan dalam bentuk video praktik pembelajaran.
Selanjutnya, video tersebut diunggah ke youtube dan linknya
dikirim ke website etnosainstek untuk memperoleh balikan
dari dosen dan sejawat. Balikan yang diperoleh digunakan
sebagai acuan untuk melakukan praktik pembelajaran yang
lebih baik saat peer teaching. Fase 5 didukung oleh teori
cognitive apprenticeship yang menyatakan
seseorang/mahasiswa dapat memperoleh keahlian secara
bertahap melalui interaksi dengan seorang ahli (mahasiswa
yang lebih ahli atau dosen), baik orang dewasa atau teman
sebaya yang lebih tua atau lebih maju (Slavin, 2006).
Fase 6 Peer Teaching dan Refeksi
Pada fase ini, mahasiswa melaksanakan praktik pembelajaran
dalam bentuk peer teaching untuk memberikan kesempatan
belajar lebih mendalam melakukan latihan membelajarkan
siswa, latihan mengelola siswa, latihan mengelola waktu,
latihan menilai, latihan menindaklanjuti hasil penilaian, dan
keterampilan mengajar lainnya. Peer teaching dilakukan
sebagai implementasi perangkat pembelajaran yang telah
disusun dan tindak lanjut dari latihan mengajar pada fase 5.
16
Setiap mahasiswa diberi alokasi waktu sekurang-kurangnya
30 menit untuk tampil, dan sekurang-kurangnya 15 menit
untuk refleksi serta pemberian umpan balik. Perekaman
terhadap mahasiswa yang praktik pembelajaran dapat
dilakukan untuk memudahkan proses refleksi. Pada fase ini
juga dilakukan pengukuran TPACK mahasiswa. Fase 5
didukung teori self regulated learning, bahwa pencapaian
prestasi manakala mahasiswa memiliki kemampuan untuk
mengontrol semua aspek pembelajarannya sendiri, dari
perencanaan awal sampai mengevaluasi kinerjanya yang
dicapainya (Moreno, 2010). Setelah praktik pembelajaran
selesai, mahasiswa melakukan refleksi dengan berpedoman
pada lembar refleksi. Pada tahap ini juga diadakan diskusi
dengan dosen pembimbing terhadap mahasiswa. Melalui
diskusi, dosen pembimbing melakukan balikan berdasarkan
hasil pengamatan dan refleksi. Menurut Moreno (2010) melalui
kegiatan refleksi, mahasiswa akan terlibat dalam proses
berpikir kritis, belajar dari proses, dan menerapkan yang
dipelajari untuk meningkatkan tindakan masa depan.
Selanjutnya sintaks Program Perkuliahan Berorientasi
Etnosainstek disajikan pada Gambar 2.1.
1
SINTAKS DESKRIPSI
Eksplorasi Konsep: Etnosains, teknologi, TPACK, Pengembangan Perangkat Pembelajaran.
Mempresentasikan konsep yang telah dipelajari.
Mengembangkan perangkat pembelajaran dalam kerangka TPACK: RPP Etnosainstek
Mempresentasikan hasil menyusun perangkat pembelajaran
Melakukan latihan mengajar untuk mengimplementasikan perangkat pembelajaran yang telah disusun
Melakukan praktik pembelajaran dalam bentuk peer teaching, dan melakukan refleksi terhadap perangkat serta pelaksanaan pembelajaran
Gambar 2.1. Sintaks Program Perkuliahan Berorientasi
Etnosainstek
2. Sistem Sosial
Sistem sosial mendeskripsikan peranan dosen dan mahasiswa,
interaksi antar mahasiswa, interaksi antara dosen dengan
mahasiswa, dan target yang diharapkan. Dosen berperan
memotivasi, memfasilitasi, dan membimbing mahasiswa
Fase 1: Eksplorasi Konsep
Fase 2: Presentasi Konsep
Fase 3: Perancangan Perangkat Pembelajaran
Fase 4: Presentasi Perangkat Pembelajaran
Fase 5: Persiapan Peer Teaching
Fase 6: Peer Teaching dan Refleksi
2
dalam menyusun perangkat pembelajaran berorientasi
etnosainstek, melakukan praktik pembelajaran, dan
meningkatkan TPACK. Dosen juga melakukan evaluasi
ketercapaian pembelajaran, yaitu terhadap TPACK
mahasiswa, dan perangkat pembelajaran yang disusun.
Mahasiswa aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dan juga
melakukan interaksi dengan dosen maupun antar mahasiswa.
Interaksi antara dosen dengan mahasiswa, mahasiswa dengan
mahasiswa dilakukan secara daring melalui forum.
3. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi merupakan acuan dosen dalam merespon hasil
kinerja mahasiswa. Dosen menghargai dan merespon hasil
kinerja mahasiswa selama proses pembelajaran. Semua saran-
saran, pendapat, atau pertanyaan mahasiswa ditampung oleh
dosen dan segera diberikan umpan balik secara adil dan
terbuka. Dosen memberikan dukungan dan bantuan kepada
para mahasiswa pada setiap aktivitas belajar mereka.
4. Sistem Pendukung
Sistem pendukung merupakan segala sarana, bahan dan alat
yang diperlukan untuk melaksanakan program perkuliahan
ini yang meliputi Rencana Pembelajaran Semester (RPS),
Bahan Ajar, Lembar Penilaian, website etnosainstek.
3
5. Dampak Instruksional
Dampak instruksional merupakan dampak langsung yang
sengaja dirancang sebagai akibat dari aktivitas pembelajaran,
yang dalam hal ini adalah berkembangnya TPACK
mahasiswa.
B. Pelaksanaan Program Perkuliahan
Program perkuliahan dilaksanakan agar Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dapat dimiiliki mahasiswa,
yaitu: Mampu melakukan praktik pembelajaran untuk
mengimplementasikan perangkat pembelajaran Fisika/IPA
berorientasi etnosainstek dalam kerangka TPACK yang telah
dikembangkan melalui kinerja mandiri, bermutu, dan terukur
disertai sikap bertanggung jawab. Program perkuliahan
dilaksanakan secara daring; tiga (3) kali sinkron kelas virtual
untuk fase 2, 4, 6 sedangkan aktivitas asinkron dilaksanakan
tiga (3) kali untuk fase 1, 3, 5.
Aktivitas pembelajaran dalam pelaksanaan program
perkuliahan tersaji pada tabel 1.
Tabel 1. Aktivitas Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran
Aktivitas Pembelajaran
Dosen Mahasiswa
Aktivitas di luar kelas/asinkron: Eksplorasi Konsep
1) Membuat profil etnosains untuk menunjukkan
Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan eksplorasi konsep
Melakukan eksplorasi konsep: 1) Etnosains
4
keterkaitan unsur budaya, sains asli masyarakat, dan konsep Fisika/IPA
2) Mengidentifikasi komponen RPP yang dapat terintegrasi dengan etnosains dan teknologi
2) Konsep pengembangan perangkat pembelajaran berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK.
Aktivitas di dalam kelas/sinkron: Presentasi Konsep
1) Membimbing mahasiswa yang belum memahami materi yang sudah dipelajari.
2) Mengevaluasi mahasiswa untuk mengetahui ketercapaian tujuan dan melakukan pengukuran TPACK.
1) Mempresentasikan konsep yang telah dipelajari.
2) Menyampaikan ulasan atau tanggapan atau mengajukan pertanyaan pada mahasiwa yang sudah melakukan presentasi
3) Mengembangkan perangkat pembelajaran yang berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK, mencakup: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, Media Pembelajaran, dan Instrumen Penilaian
Aktivitas di luar kelas/asinkron: Perancangan Perangkat Pembelajaran
Membimbing mahasiswa
Mengembangkan perangkat pembelajaran yang berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK
Aktivitas di dalam kelas/sinkron: Presentasi Perangkat Pembelajaran
1) Membimbing mahasiswa yang belum memahami materi yang sudah dipelajari.
2) Mengevaluasi dan melakukan pengukuran TPACK.
Mahasiswa mempresentasikan hasil mengembangkan perangkat pembelajaran
5
Tujuan Pembelajaran
Aktivitas Pembelajaran
Dosen Mahasiswa
4) Melakukan latihan praktik pembelajaran berdasarkan perangkat pembelajaran yang telah disusun 5) Membuat video praktik pembelajaran
Aktivitas di luar kelas: Persiapan Peer Teaching
1) Membimbing mahasiswa
2) Memberikan balikan
Melakukan latihan praktik pembelajaran untuk mengimplementasikan perangkat pembelajaran yang telah disusun dan direkam dalam bentuk video praktik pembelajaran
5) Melakukan praktik pembelajaran dalam bentuk peer teaching 6) Melakukan refleksi terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK
Aktivitas di dalam kelas/sinkron: Peer Teaching dan Refleksi
1) Mengevaluasi mahasiswa untuk mengetahui ketercapaian tujuan dan melakukan pengukuran TPACK.
2) Memutar video rekaman praktik pembelajaran
3) Memberi balikan terhadap refleksi diri mahasiswa
1) Melakukan praktik pembelajaran dalam bentuk peer teaching
2) Mahasiswa melakukan refleksi untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran berorientasi etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK.
Aktivitas belajar eksplorasi konsep terjadi di luar
kelas/asinkron yang diawali dengan aktivitas mahasiswa
mempelajari bahan ajar yang dapat diunduh di website
6
etnosainstek. Bahan ajar memuat TPACK, etnosains, dan
konsep pengembangan perangkat pembelajaran berorientasi
etnosainstek dalam kerangka kerja TPACK. Mahasiswa juga
dapat mempelajari TPACK melalui video pembelajaran.
Mahasiswa dapat melakukan diskusi dengan teman secara
daring melalui forum, atau membaca sumber-sumber yang
dibutuhkan melalui penelusuran di internet yang berkaitan
dengan TPACK, etnosainstek. Mahasiswa juga membuat
rangkuman, mencatat poin-poin penting, ataupun membuat
pertanyaan. Pertanyaan dapat diajukan sebelum pembelajaran
di kelas melalui forum. Selain itu, mahasiswa juga melakukan
aktivitas penggalian budaya atau pengetahuan lokal terkait
etnosains. Aktivitas mahasiswa ini dialokasikan dalam waktu
dua minggu sebelum jadwal tatap muka di kelas. Melalui
aktivitas belajar yang dilakukan, mahasiswa diharapkan dapat
menguasai konsep – konsep fisika berorientasi etnosainstek
sebagai sumber belajar fisika, menguasai integrasi teknologi,
pedagogi, muatan keilmuan dan/atau keahlian, serta
komunikasi.
Pertemuan berikutnya, mahasiswa datang ke
kelas/sinkron untuk mempresentasikan hasil aktivitas yang
sudah dilakukan pada aktivitas eksplorasi konsep. Pada saat
seorang mahasiswa melakukan presentasi, mahasiswa yang
lain diberi kesempatan untuk menyampaikan ulasan atau umpan
balik pada mahasiwa yang sudah melakukan presentasi. Dosen
juga melakukan pembimbingan bagi mahasiswa yang belum
7
memahami materi yang sudah dipelajari. Dosen melakukan
evaluasi kepada mahasiswa untuk mengetahui ketercapaian
kemampuan akhir yang diharapkan dan melakukan
pengukuran TPACK.
Selanjutnya, mahasiswa melakukan lagi aktivitas belajar
di rumah/di luar kelas/asinkron yaitu mengerjakan tugas
untuk mengembangkan perangkat pembelajaran sebagai
produk, yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar
Kerja Siswa, Media Pembelajaran, dan Instrumen Penilaian.
Perangkat pembelajaran disusun untuk satu (1) KD. Media
pembelajaran yang dikembangkan berbasis TIK agar peserta
didik dapat mencerna materi dengan mudah dan menarik.
Mahasiswa datang ke kelas/sinkron untuk mempresentasikan
hasil pengembangan perangkat pembelajaran. Pada saat
presentasi dilakukan pengukuran TPACK mahasiswa melalui
perangkat pembelajaran yang disusun. Aktivitas belajar
berikutnya dilakukan di luar kelas yaitu mahasiswa berlatih
melakukan praktik pembelajaran sebagai implementasi
perangkat pembelajaran yang telah disusun dan disetujui
dosen. Setiap mahasiswa diberi alokasi waktu 10 - 20 menit
untuk tampil. Latihan praktik pembelajaran direkam dan
hasilnya berupa video praktik pembelajaran diunggah ke
website etnosainstek untuk memperoleh balikan dari dosen
dan sejawat. Balikan yang diperoleh digunakan sebagai acuan
untuk melakukan praktik pembelajaran yang lebih baik.
Mahasiswa melaksanakan peer teaching di kelas/sinkron untuk
8
memberikan kesempatan belajar lebih mendalam melakukan
latihan membelajarkan siswa, latihan mengelola siswa, latihan
mengelola waktu, latihan menilai, latihan menindaklanjuti
hasil penilaian, dan keterampilan mengajar lainnya. Setiap
mahasiswa diberi alokasi waktu sekurang-kurangnya 30 menit
untuk tampil, dan sekurang-kurangnya 15 menit untuk refleksi
dan pemberian umpan balik. Pada fase ini dilakukan
pengukuran TPACK mahasiswa. Selanjutnya, mahasiswa
melakukan refleksi terhadap perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dan praktik pembelajaran yang dilakukan.
9
BAB 3 PENILAIAN PROGRAM PERKULIAHAN
BERORIENTASI ETNOSAINSTEK
A. Indikator dan Kategori dalam Menentukan Tingkatan pada Komponen TPACK
Kategorisasi kemampuan TPACK mahasiswa dilakukan
setelah 6 komponen TPACK lainnya dikategorikan
terlebih dahulu. Kategori untuk keenam komponen
TPACK (CK, PK, TK, PCK, TPK, DAN TCK) adalah
Persepsi (PN) dan Konsepsi (CN). TPACK mahasiswa
dideskripsikan berdasarkan indikator dalam
menentukan tingkatan pada komponen TPACK adaptasi
dari Srisawasdi (2012) yang dikategorikan dalam 4
tingkatan yaitu:
1) Nn (Non-Perception Level): tidak memiliki persepsi tentang
TPACK.
2) Pn (Perception Level): memiliki persepsi menuju keselarasan
TPACK.
3) Cn (Conception Level): dapat mengungkapkan hubungan
antara aspek konten, pedagogik, dan teknologi.
4) An (Action Level): dapat mengungkapkan hubungan dan
tujuan konten, pedagogik, dan teknologi yang
dilaksanakan dalam bentuk praktik pembelajaran di kelas.
Indikator dalam menentukan tingkatan pada komponen
TPACK disajikan pada Tabel 5.1. (Srisawasdi, 2012).
10
Tabel 5.1. Indikator dalam menentukan tingkatan pada komponen TPACK
Komponen
Kategori
Indikator
Pedagogical Knowledge (PK)
Perception Level (Pn)
Menggunakan model dan metode pembelajaran tertentu dalam pengajarannya.
Conception Level (Cn)
Menggunakan model dan metode pembelajaran tertentu dalam pengajarannya yang ditunjang oleh media multimedia, seperti video atau animasi serta menerapkan pembelajaran berorientasi etnosainstek
Content Knowledge (CK)
Perception Level (Pn)
Mengidentifikasi sifat pengetahuan konten (isi materi).
Conception Level (Cn)
Mengidentifikasi sifat pengetahuan konten (isi materi ajar etnosains) dan mengubah konten tersebut menjadi bentuk representatif yang lebih mudah dipahami siswa
Technological Knowledge (TK)
Perception Level (Pn)
Menggunakan aplikasi perangkat lunak dalam pembelajarannya. Namun, hubungan antara CK, PK, dan TK tidak dijelaskan dalam rancangan pembelajaran (RPP)
Conception Level (Cn)
Menggunakan gabungan aplikasi perangkat lunak dalam pembelajarannya dan hubungan antara CK, PK, dan TK sudah dijelaskan dalam rancangan pembelajaran (RPP)
Technological Content Knowledge (TCK)
Perception Level (Pn)
Menggunakan teknologi tertentu untuk memperkenalkan fenomena dan membantu untuk merealisasikan kesulitan siswa.
11
Conception Level (Cn)
Menggunakan teknologi tertentu yang dapat mengeksplorasi disiplin konten (termasuk etnosains) yang diberikan
Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Perception Level (Pn)
Membangun aktivitas interaktif antar siswa dalam kelas dengan menggunakan model dan metode pembelajaran tertentu
Conception Level (Cn)
Membangun aktivitas interaktif antar siswa dalam kelas dengan menggunakan model dan metode pembelajaran tertentu sesuai konten yang diberikan termasuk menggunakan pembelajaran berorientasi etnosainstek
Technological Pedagogical Knowledge (TPK)
Perception Level (Pn)
Menggunakan teknologi tertentu untuk menjelaskan fenomena konten tertentu.
Conception Level (Cn)
Menggunakan beberapa teknologi dalam menjelaskan beberapa konten (termasuk etnosains) dalam metode pengajaran terstruktur.
Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
No Perception Level (Nn)
Tidak memiliki persepsi pengetahuan yang dinamis dalam rangka mengembangkan kesesuaian konteks, yaitu konteks yang spesifik, strategi, dan representasi pengetahuan konten yang disebut pengetahuan pedagogik, konten, teknologi.
Perception Level (Pn)
Memiliki persepsi menuju keselarasan komponen TPACK karena mampu mengidentifikasi kesulitan konten, merasakan kebutuhan untuk adanya
12
transformasi konten dan mampu mengidentifikasi metode mengajar yang sesuai dengan penggunaan teknologi. Namun, mahasiswa tidak dapat menjelaskan bagaimana menggunakan teknologi untuk mengubah isi dan mendukung proses belajar siswa.
Conception Level (Cn)
Mengungkapkan hubungan konseptual antara CK (etnosains), PK (pedagogi), dan TK. Konten dapat diubah dengan ditunjang teknologi yang tepat dan representasi yang tepat untuk memberikan perubahan pengetahuan konten dalam proses pengajaran interaktif dengan berbasis teknologi tertentu.
Action Level (An)
Mengungkapkan hubungan konseptual dan tujuan antara CK, PK, dan TK yang ditindaklanjuti di kelas.
Technological Content Knowledge (TCK)
Perception Level (Pn)
Menggunakan teknologi tertentu untuk memperkenalkan fenomena dan membantu untuk merealisasikan kesulitan siswa.
Conception Level (Cn)
Menggunakan teknologi tertentu yang dapat mengeksplorasi disiplin konten (termasuk etnosains) yang diberikan
Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Perception Level (Pn)
Membangun aktivitas interaktif antar siswa dalam kelas dengan menggunakan model dan metode pembelajaran tertentu
Conception Level (Cn)
Membangun aktivitas interaktif antar siswa dalam kelas dengan menggunakan model dan metode pembelajaran tertentu sesuai
13
konten yang diberikan termasuk menggunakan pembelajaran berorientasi etnosainstek
Technological Pedagogical Knowledge (TPK)
Perception Level (Pn)
Menggunakan teknologi tertentu untuk menjelaskan fenomena konten tertentu.
Conception Level (Cn)
Menggunakan beberapa teknologi dalam menjelaskan beberapa konten (termasuk etnosains) dalam metode pengajaran terstruktur.
Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
No Perception Level (Nn)
Tidak memiliki persepsi pengetahuan yang dinamis dalam rangka mengembangkan kesesuaian konteks, yaitu konteks yang spesifik, strategi, dan representasi pengetahuan konten yang disebut pengetahuan pedagogik, konten, teknologi.
Perception Level (Pn)
Memiliki persepsi menuju keselarasan komponen TPACK karena mampu mengidentifikasi kesulitan konten, merasakan kebutuhan untuk adanya transformasi konten dan mampu mengidentifikasi metode mengajar yang sesuai dengan penggunaan teknologi. Namun, mahasiswa tidak dapat menjelaskan bagaimana menggunakan teknologi untuk mengubah isi dan mendukung proses belajar siswa.
Conception Level (Cn)
Mengungkapkan hubungan konseptual antara CK (etnosains), PK, dan TK. Konten dapat diubah
14
dengan ditunjang teknologi yang tepat dan representasi yang tepat untuk memberikan perubahan pengetahuan konten dalam proses pengajaran interaktif dengan berbasis teknologi tertentu.
Action Level (An)
Mengungkapkan hubungan konseptual dan tujuan antara CK, PK, dan TK yang ditindaklanjuti di kelas.
Kategori TPACK dapat ditentukan berdasarkan kriteria yang
tercantum pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Kategori Kemampuan TPACK
Jumlah Kategori Kategori Kemampuan TPACK Pn < 3 & Cn < 3 tidak memiliki persepsi (No
Perception/Nn) Pn > 3 & Cn < 3 persepsi (Perception Level/Pn) Pn < 3 & Cn > 3 konsepsi (Conception Level/Cn). Cn = Pn = 3 aksi (Action Level/An).
B. Teknik dan Instrumen Penilaian
Program perkuliahan berorientasi etnosainstek bertujuan
untuk mengembangkan TPACK mahasiswa. Berdasarkan hal
ini, TPACK mahasiswa diukur menggunakan teknik angket,
observasi dan unjuk kerja. Instrumen penilaian proses dan
hasil dalam bentuk angket terbuka, lembar telaah RPP, lembar
refleksi, dan lembar penilaian praktik pembelajaran.
15
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. (2009). Etnopedagogi: Landasan Praktek Pendidikan dan Pendidikan Guru. Bandung: PT Kiblat Buku Utama .
Atmojo, S. (2012). Profil Keterampilan Proses Sains dan Apresiasi Siswa terhadap Profesi Pengrajin Tempe dalam Pembelajaran IPA Berpendekatan Etnosains. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 1(2), 115-122. Diambil kembali dari http://journal.unnes.ac.id/index.php/jpii
Ching, S. C., Koh, J. H. L., Chin, C. T., dan Tan, L. L. W. 2011. Modelling Primary School Pre-Service Teachers’Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) for Meaningful Learning with Information and Communication Technology (ICT). Elsevier Journal Computers & Educations (2011) (Online), 1184—1193.
Darmawan, I Putu Ayub. 2016. Pandangan dan Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Conference Paper https://www.researchgate.net/publication/320322205
Koehler M. J., Mishra P., Bouck E. C., de Schrvyer M., Kereluik
K., & Shin, S. B. 2011. Deep-play: Developong TPACK for 21st Century Teachers. International Journal for Learning Technology, 6 (2), 146-163
Miarso,. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta. Pustekom Dinas
Mishra, et al. 2016. Handbook of Technological Pedagogical Content Knowledge for EducatorSecond Edition. California: Routledge
https://bsnp-indonesia.org/wp content/uploads/2009/06/Permendikbud_Tahun2016_Nomor022_Lampiran.pdf
16
Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Sudarmin, Febu, R., Nuswowati, M., & Sumarni, W. (2017). Development of Ethnoscience Approach in The Module Theme Substance Additives to Improve the Cognitive Learning Outcome and Student's Entrepreneurship. Journal of Physics: Conferebce Series, 824(1). doi:10.1088/1742-6596/824/1/012024
Rahayu, W. E., & Sudarmin. (2015). Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Etnosains Tema Energii dalam Kehidupan untuk Menanamkan Jiwa Konservasi Siswa. Unnes Science Education Journal, 4(2). (https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/usej)