+ All Categories
Home > Documents > ISBN 978-602-1328-19-4

ISBN 978-602-1328-19-4

Date post: 14-Mar-2022
Category:
Upload: others
View: 12 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
134
Transcript

ISBN 978-602-1328-19-4

OUTLOOK TEKNOLOGI KESEHATAN 2021Inisiatif Industrialisasi Bahan Baku Obat Amoksisilin

Editor:

AdiarsoBambang MarwotoNetty WidyastutiPriyambodo D.Manifas ZubairSocia Prihawantoro

Publikasi ini bisa didownload di web :

www.bppt.go.idwww.ppipe.bppt.go.id

PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI PROSES DAN ENERGI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

i

`

ii

ISBN 978-602-1328-19-4

© Hak cipta dilindungi oleh undang-undangBoleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Diterbitkan olehPusat Pengkajian Industri Proses dan Energi (PPIPE)Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)Gedung BPPT II, Lantai 11Jl. M.H. Thamrin 8, Jakarta 10340Telp. : (021) 7579-1391Fax : (021) 7579-1391email : [email protected]

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)Outlook Teknologi Kesehatan 2021 : inisiatif industrialisasi bahan baku obat amoksisilin/tim penyusun, Socia Prihawantoro … [et al.]; Adiarso … [et al.]. –Tangerang : Pusat PengkajianIndustri Proses dan Energi, 2021.xix, 111 hal : 29cmISBN 978-602-1328-19-41. Obat Industri. 2. Indonesia—PolitikI farmasi. I. Socia Prihawantoro. II. Adiarso338.476 151338.476 151

OUTLOOK TEKNOLOGI KESEHATAN 2021

Inisiatif Industrialisasi Bahan Baku Obat Amoksisilin

iii

OUTLOOK TEKNOLOGI KESEHATAN 2021Inisiatif Industrialisasi Bahan Baku Obat Amoksisilin

PENGARAHKepala BPPTDr. Ir. Hammam Riza, M.Sc., IPU

Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan TeknologiDr. Ir. Gatot Dwianto, M.Eng.

PENANGGUNGJAWABDirektur Pusat Pengkajian Industri Proses dan EnergiDr. Ir. Adiarso, MSc.

Koordinator Program dan AnggaranDr. Edi Hilmawan, B.Eng., M.Eng.

Kepala Program Kajian Rantai Pasok dan Dampak Ekonomi Industri BBODr. Socia Prihawantoro, SE, ME

TIM PENYUSUN

Socia Prihawantoro Kristiana Alfian Yudha P. Afri DwijatmikoPriyambodo D. Nurjaman G.P. Nurus Sahari Laili Rizki FirmansyahNetty Widyastuti Anindhita Anwar Tri Anafi Lambok H. SilalahiManifas Zubair Ermawan Muhammad Ilham W. SupratiknoJoko Santosa Ati Widiati Sunengsih Siti ZunuraenDharmawan Karnadi Rudy Surya SitorusDadang Rosadi Nini Gustriani Armita WidyasuriAflakhur Ridlo Kusrestuwardhani Nadia Dwi Kartika

Desain Sampul : AnindhitaPerwajahan : Manifas Zubair & Afri Dwijatmiko

INFORMASISekretariat Tim Penyusun Outlook Teknologi Kesehatan – BPPTPusat Pengkajian Industri Proses dan EnergiGedung 720 Pusat Inovasi Bisnis dan TeknologiLt. 2 Kawasan Puspiptek - Serpong, Tanggerang Selatan, Banten 15314Telp /Fax : (021) 75791391; E-mail : [email protected]

iv

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmatdan hidayah-Nya sehingga penyusunan Outlook Teknologi Kesehatan 2021 ini dapatterselesaikan dengan baik. Outlook Teknologi Kesehatan 2021 ini disusun dalam rangkamemberikan informasi kondisi teknologi dan produksi dalam rantai pasok bahan baku obat(BBO) amoksisilin saat ini dan proyeksi tentang kebutuhannya pada masa yang akan datang.Bahan baku obat amoksisilin menjadi tema yang menarik dan strategis untuk dikedepankan,karena Indonesia masih belum mandiri dalam bidang ini.

Skenario membangun industri amoksisilin dapat dilakukan secara bertahap denganmempertimbangkan ketersediaan bahan baku dan kemampuan teknologi di dalam negeridengan konsep “berawal dari akhir”. Industri amoksisilin dibangun mulai dari industri hilirdan berlanjut secara bertahap membangun industri hulunya. Di samping itu peningkatantingkat komponen dalam negeri (TKDN) melalui program peningkatan penggunaan produkdalam negeri (P3DN) menjadi salah satu daya tarik bagi investor untuk hadir membangunindustri BBO amoksisilin di dalam negeri.

Karenanya, Outlook Teknologi Kesehatan 2021 ini mengangkat tema “Inisiatif IndustrialisasiBahan Baku Obat (BBO) Amoksisilin”. Buku ini berisi gambaran umum kebutuhan dan imporBBO amoksisilin, para pelaku dan daya saing industri BBO amoksisilin yang dipetakan denganpendekatan klaster industri, perkembangan riset dan kebijakan untuk mendorong industriBBO amoksisilin, kemampuan teknologi dan potensi TKDN industri BBO amoksisilin, sertaproyeksi kebutuhan BBO amoksisilin dan analisis dampak ekonominya.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama mitra risetnya telah memilikikemampuan teknologi untuk memproduksi BBO amoksisilin dan terus melakukanpengembangan untuk siap transfer teknologi kepada mitra industri. Dorongan pemerintahdan kemitraan strategis triple-helix sangat diperlukan, sehingga transfer teknologi dapatberjalan sesuai dengan harapan.

Buku Outlook Teknologi Kesehatan 2021 ini diharapkan dapat memberikan informasi yangbermanfaat bagi seluruh pihak yang berkeinginan mewujudkan industri bahan baku obatnasional yang mandiri dan berdaya saing.

Penghargaan dan terima kasih disampaikan kepada Pusat Teknologi Farmasi dan Medika(PTFM-BPPT), Pusat Teknologi Bioindustri (PTB-BPPT), Balai Bioteknologi BPPT dan pihak lainyang telah berkontribusi terhadap penyusunan Outlook Teknologi Kesehatan 2021 ini. Bukuini tentunya belum sempurna sehingga sekiranya ada kesalahan atau kekurangan didalamnya dengan segala kerendahan hati kami bersedia menerima masukan perbaikan.

Jakarta, Agustus 2021

Penyusun

v

SAMBUTANKEPALA BPPT

Puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa buku OutlookTeknologi Kesehatan 2021 dengan tema InisiatifIndustrialisasi Bahan Baku Obat Amoksisilin ini dapatdiselesaikan. Buku ini memberikan gambaran mengenaiberbagai hal yang terkait dengan inisiatif industrialisasi BBOamoksisilin di Indonesia. Industri farmasi Indonesia sudahdapat memenuhi kebutuhan obat antibiotik amoksisilinmelalui industri formulasi yang ada. Namun, hampir seluruhkebutuhan bahan baku obat (BBO) amoksisilin masihdiimpor dari luar negeri. Tingginya impor BBO amoksisilin inimenjadikan rentannya ketahanan obat nasional, apalagi jikaterjadi gangguan pasokan dari luar negeri.

Buku ini diawali dengan memberikan gambaran umum mengenai industri farmasi di Indonesia,antara lain data-data historis tentang impor BBO amoksisilin, baik dalam volume maupun nilaimoneternya. Selanjutnya, buku ini membahas tentang peta klaster industri jika BBO amoksisilindiproduksi di Indonesia. Diskripsi tentang kapabilitas teknologi dan perkembangan riset BBOamoksisilin disampaikan pada bagian selanjutnya. Hal lain yang penting untuk dibahas di dalambuku ini adalah potensi TKDN BBO amoksisilin dan eksplorasi tentang kebijakan nasional yangdapat mendukung industrialisasi BBO amoksisilin. Untuk memperluas informasi, dalam buku inijuga dilakukan proyeksi kebutuhan BBO amoksisilin dan analisis pengaruh pengembanganindustrinya terhadap perekonomian nasional. Selanjutnya, pada bagian akhir dari buku inidisampaikan beberapa rekomendasi untuk pengembangan industri BBO amoksisilin di Indonesia.

Buku Outlook Teknologi Kesehatan 2021 ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi danacuan bagi instansi pemerintah, lembaga legislatif, swasta, industri, akademisi serta masyarakatpada umumnya dalam pengembangan teknologi kesehatan untuk mendukung kemandirianindustri farmasi nasional, khususnya industri BBO amoksisilin.

Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Tim Penyusun dari Pusat PengkajianIndustri Proses dan Energi (PPIPE), serta semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuansehingga buku ini bisa diterbitkan.

Terima kasih

vi

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pada saat ini Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan obat antibiotikamoksisilin melalui industri formulasi yang ada. Namun, hampir seluruh

bahan baku obat (BBO) amoksisilin masih diimpor dari luar negeri, terutama dari China danIndia. Untuk mengurangi ketergantungan impor dan sekaligus menjaga ketahananpelayanan kesehatan, maka direncanakan pada tahun 2024 Indonesia dapat mulaimemproduksi BBO amoksisilin di dalam negeri.

Tujuan penyusunan outlook ini adalah memberikan gambaran tentang faktor-faktor yangsedang dan akan terjadi yang harus dipertimbangkan dalam rencana industrialisasi BBOamoksisilin. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan tersebut antara lain perkembangankebutuhan nasional, perkembangan impor, perkembangan riset, kapabilitas teknologi,kebijakan yang ada, peta klaster industri dan dampak ekonomi BBO amoksisilin. Berdasarkangambaran tersebut, di dalam outlook ini juga diberikan rekomendasi berkenaan denganinisiatif industrialisasi BBO amoksisilin.

Selama sepuluh tahun terakhir, volume impor bahan baku obat amoksisilin Indonesiameningkat rata-rata sekitar 10,3% per tahun, atau naik dari sekitar 400 ton di tahun 2010menjadi hampir 1.100 ton di tahun 2020. Sedangkan jika berdasarkan besaran nilainya,impor bahan baku obat amoksisilin hanya meningkat sekitar 5,5% per tahun. Hal inidisebabkan oleh turunnya harga impor bahan baku amoksisilin dari sekitar US$ 33/kg padatahun 2010 menjadi sekitar US$ 20/kg pada tahun 2020.

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, Indonesia mengimpor bahan baku obatamoksisilin terbanyak dari China dan India. Selama 10 tahun terakhir industri bahan bakuobat amoksisilin China berkembang sangat cepat. Pabrik bahan baku obat mereka mampumemproduksi dalam kapasitas besar dan menjualnya dengan harga yang murah. Chinamenjadi negara sumber pemasok terbesar kebutuhan bahan baku obat amoksisilinIndonesia yang pangsanya naik menjadi dua kali lipat dari 45% di tahun 2010 menjadi 90%di tahun 2020.

Hasil analisis menunjukkan bahwa industri BBO amoksisilin dapat dilakukan secaraterintegrasi dengan industri obat (formulasi) amoksisilin. Identifikasi melalui pemetaanklaster industri menunjukkan terdapat beberapa produsen formulasi yang berpotensimenjadi produsen BBO amoksisilin. Beberapa industri pendukung dan industri terkait,industri pengguna serta lembaga pendukung juga sudah teridentifikasi. Namun demikian,industri BBO amoksisilin dihadapkan permasalahan tentang daya saing. Hal ini karena belumada sama sekali industri pemasok bahan baku di Indonesia, termasuk juga industri yangmemberikan dukungan peralatan pabrik seandainya BBO amoksisilin diproduksi di dalamnegeri.

vii

Rekomendasi yang diusulkan untuk memperkuat daya saing ini antara lainadalah pembangunan industri amoksisilin dilakukan secara bertahapdengan konsep berawal dari akhir, yaitu industri yang paling awal dibangunadalah industri BBO Amoksisilin, dilanjutkan membangun industriintermediate yaitu 6-APA, HPGME serta enzim penisilin G asilase (PGA),dan terakhir adalah industri penisilin G.

Pada saat ini teknologi pembuatan BBO amoksisilin sudah dikuasai. Prototipe BBOamoksisilin melalui proses enzimatis sudah dihasilkan oleh BPPT. Prototipe ini segeradikembangkan pada skala pilot dan kemudian digulirkan kepada industri untukkomersialisasi. Namun, perlu diantisipasi bahwa upaya komersialisasinya akan menghadapipersaingan harga dengan BBO amoksisilin impor. Karena itu, inisiatif kebijakan yangdiusulkan untuk mengatasinya antara lain dengan mengembangkan strategi non-tariffbarrier agar produk industri BBO domestik (amoksisilin) bisa digunakan. Sebagai contohadalah diterapkannya batasan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), bobot manfaatperusahaan (BMP) dan standarisasi mutu.

Setelah industri BBO amoksisilin berjalan, maka dilanjutkan dengan industrialisasi bahanbakunya. Teknologi untuk memproduksi bahan baku BBO amoksisilin, yaitu 6-aminopenicillanic acid (6-APA), juga sudah dikuasai oleh BPPT. Sedangkan 4-Hydroxy-d-(-)-phenylglycine methyl ester (HPGME) yang diperlukan dalam proses enzimatis sedangdikembangkan oleh BPPT dan ITB. Bahan baku 6-APA, yaitu penisilin G asilase (PGA) jugasedang dikembangkan oleh BPPT dan UGM.

Industrialisasi BBO amoksisilin akan memberi dukungan pada struktur industri obat(formulasi) amoksisilin. Hal ini akan memberikan efek penggandaan (multiplier effect) padaperekonomian nasional. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode input-output, diketahui bahwa efek penggandaan industri obat amoksisilin terhadapperekonomian cukup tinggi, baik terhadap output nasional, penyerapan tenaga kerja,pendapatan masyarakat maupun produk domestik bruto (PDB).

Industrialisasi BBO amoksisilin, sebagai bagian dari pengembangan industri farmasi diIndonesia, perlu memperhatikan kebijakan pemerintah yang mendukung; baik kebijakanfiskal, kebijakan riset farmasi, kebijakan industri, dan kebijakan non fiskal lainnya.Beberapa kebijakan pemerintah yang perlu dimanfaatkan antara lain super deduction taxuntuk kegiatan penelitian dan pengembangan farmasi, fasilitas pajak bagi industri pionirdan pengembangan kawasan industri khusus farmasi.

Untuk membangun industri BBO amoksisilin secara menyeluruh pada akhirnya diperlukandukungan (kesiapan) industri hulu, sehingga ketergantungan impor intermediate dan rawmaterial dari luar negeri bisa diminimumkan. Oleh karena itu perlu mendorong tumbuhnyaindustri kimia dasar (petrokimia) di tanah air. Integrasi vertikal antara industri hulu(upstream) yakni industri kimia dasar (petrokimia), industri intermediate, industri BBOserta industri hilirnya (downstream), yakni industri farmasi, tentu sangat diharapkan dalammemperkuat industrialisasi BBO amoksisilin.

viii

KATA PENGANTAR iv

SAMBUTAN KEPALA BPPT v

RINGKASAN EKSEKUTIF vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xii

BAB 1 PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 21.2 Tujuan 41.3 Kerangka Pikir 41.4 Tahapan Kegiatan 51.5 Ruang Lingkup 51.6 Metodologi 6

BAB 2 GAMBARAN UMUM INDUSTRI BBO AMOKSISILIN 92.1 Industri Farmasi di Indonesia 102.2 Industri BBO Amoksisilin 12

BAB 3 KLASTER INDUSTRI BBO AMOKSISILIN 173.1 Pohon Industri BBO Amoksisilin 183.2 Pelaku dan Inisiasi Pengembangan Klaster Industri BBO

Amoksisilin 23

3.3 Daya Saing Industri BBO Amoksisilin 27

BAB 4 KAPABILITAS RISET DAN TEKNOLOGI BBO AMOKSISILIN4.1 Perkembangan Riset BBO Amoksisilin 324.2 Kemampuan Teknologi Produksi BBO Amoksisilin 44

BAB 5 TKDN AMOKSISILIN 535.1 Potensi Nilai TKDN BBO Amoksisilin 545.2 Potensi Nilai TKDN Obat Amoksisilin 57

BAB 6 KEBIJAKAN INDUSTRI BBO AMOKSISILIN 636.1 Kebijakan Industri 646.2 Kebijakan Fiskal dan Non Fiskal 76

DAFTAR ISI

ix

6.3 Dampak dan Tantangan Implementasi KebijakanIndustrialisasi Bahan Baku Obat 85

BAB 7 DAMPAK EKONOMI INDUSTRI BBO AMOKSISILIN 867.1 Analisis Kebutuhan BBO Amoksisilin 907.2 Rantai Nilai Produksi BBO Amoksisilin 927.3 Analisis Dampak Ekonomi 96

BAB 8 REKOMENDASI 97

DAFTAR PUSTAKA xv

x

Tabel 1.1 Sumber Data dan Informasi 6Tabel 2.1 Volume Impor Amoksisilin (ton) 13Tabel 2.2 Nilai Impor Amoksisilin (juta USD) 14Tabel 3.1 Perusahaan Dalam Negeri yang Memproduksi Fenol 19Tabel 3.2 Produsen NaOH Dalam Negeri 19Tabel 4.1 Daftar Bahan untuk Produksi dan Purifikasi 6-APA 42Tabel 4.2 Indikator Tingkat Kesiapterapan Teknologi Bidang Farmasi 44Tabel 4.3 Rekap Kemampuan Teknologi Riset BBO Amoksisilin 49

Tabel 5.1 Perhitungan Nilai TKDN BBO Amoksisilin Sebagai Bahan Aktif(API) 55

Tabel 5.2 Potensi Nilai TKDN Bahan Baku Produksi BBO Amoksisilin 55Tabel 5.3 Potensi Nilai TKDN Proses R&D Produksi BBO Amoksisilin 56Tabel 5.4 Perhitungan Nilai TKDN Proses Produksi BBO Amoksisilin 56Tabel 5.5 Perhitungan Nilai TKDN Proses Pengemasan BBO Amoksisilin 57Tabel 5.6 Perhitungan Potensi Nilai TKDN Amoksisilin (sebagai Obat)

dengan Formula Tablet 57

Tabel 5.7 Perhitungan Potensi Nilai TKDN Amoksisilin (sebagai Obat)dengan Formula Non Tablet 58

Tabel 5.8 Perhitungan Nilai TKDN Bahan Baku Produksi Amoksisilin(sebagai Obat) dengan Formula Tablet dan Non Tablet 58

Tabel 5.9 Perhitungan Nilai TKDN Proses R&D Produksi Amoksisilin(sebagai Obat) dengan Formula Tablet 59

Tabel 5.10 Perhitungan Nilai TKDN Proses R&D Produksi Amoksisilin(sebagai Obat) dengan Formula Non Tablet 59

Tabel 5.11 Perhitungan Nilai TKDN Proses Produski Amoksisilin (sebagaiObat) dengan Formula Tablet dan Non Tablet 60

Tabel 5.12 Perhitungan Nilai TKDN Proses Pengemasan Amoksisilin(sebagai Obat) dengan Formula Tablet dan Non Tablet 60

Tabel 5.13 Nilai TKDN Amoksisilin Produk Industri Sesuai DokumenP3DN Kemenperin 61

Tabel 6.1 Peta Jalan Kemandirian Bahan Baku Obat 65

Tabel 6.2 Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 67

Tabel 6.3 Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016 68

Tabel 6.4 Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan AlatKesehatan 69

DAFTAR TABEL

xi

Tabel 6.5 Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2015-2045 72

Tabel 6.6Pokok-pokok Kebijakan Jaminan Ketersediaan Bahan Bakudan Penolong Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 28Tahun 2021

73

Tabel 6.7 Fasilitas Super Deduction Tax Penelitian dan Pengembangan 78Tabel 6.8 Fasilitas Super Deduction Tax Kegiatan Vokasi 79Tabel 6.9 Pajak Bagi Industri Pionir 79

Tabel 6.10 Fasilitas Pajak Pada Investasi Prioritas Tinggi 80Tabel 6.11 Fasilitas Pajak Bagi Investasi Usaha Padat Karya 80

Tabel 6.12 Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Impor Barang UntukKepentingan Umum 81

Tabel 6.13 Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Impor Vaksin Covid-19 81Tabel 6.14 Kebijakan Pembangunan Kawasan Industri 82Tabel 6.15 Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 82Tabel 6.16 Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan TKDN 83Tabel 6.17 Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan TKDN 84Tabel 6.18 Jumlah Industri Binaan Kemenkes, Tahun 2016-2019 85Tabel 6.19 Manfaat Insentif Pajak dan Non-Pajak 87Tabel 7.1 Kebutuhan Bahan Baku Produk Amoksisilin 93Tabel 7.2 Kebutuhan Bahan Baku Produk 6-APA 93Tabel 7.3 Disagregasi Tabel Input Output BPS 2016 96Tabel 7.4 Struktur Input (Juta Rupiah) 97

Tabel 7.5 Distribusi Input Primer untuk Sektor Industri Farmasi (JutaRupiah) 97

Tabel 7.6 Struktur Output Sektor Farmasi (Juta Rupiah) 98Tabel 7.7 Pengganda Output Sektor Farmasi 99Tabel 7.8 Pengganda Tenaga Kerja Sektor Farmasi 100Tabel 7.9 Pengganda Pendapatan 101

Tabel 7.10 Pengganda Pertambahan Nilai 101Tabel 7.11 Nilai Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor Farmasi 102Tabel 7.12 Nilai Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor Farmasi 103

xii

Gambar 1.1 Peta Jalan BBO Amoksisilin 3

Gambar 1.2 Kerangka Pikir Penyusunan Buku Outlook TeknologiKesehatan 2021 4

Gambar 1.3 Tahapan Kegiatan Penyusunan Buku Outlook TeknologiKesehatan 2021 5

Gambar 1.4 Rantai Pasok Bahan Baku Obat 5Gambar 2.1 Jenis Industri Farmasi Indonesia Tahun 2020 10Gambar 2.2 Sepuluh Besar Impor BBO Indonesia Tahun 2020 12Gambar 2.3 Perbandingan Pangsa Volume Impor Amoksisilin 13Gambar 2.4 Harga CIF Impor Amoksisilin Indonesia 14Gambar 3.1 Pohon Industri BBO Amoksisilin 18

Gambar 3.2 Proses produksi BBO Amoksisilin dengan intermediatematerial Dane Salt dan 6-APA 21

Gambar 3.3 Proses produksi BBO Amoksisilin dengan intermediatematerial 6-APA dan HPGME 21

Gambar 3.4 Sintesis Produksi BBO Amoksisilin Secara Enzimatis 22

Gambar 3.5 Produsen Intermediate Material BBO dan BBO Amoksisilin diDunia 24

Gambar 3.6 Beberapa Importir Intermediate Material BBO dan BBOAmoksisilin di Indonesia 24

Gambar 3.7 Peta Pelaku Klaster Industri BBO Amoksisilin 26Gambar 3.8 Analisis Daya Saing BBO Amoksisilin 29Gambar 4.1 Roadmap Litbang Amoksisilin 33Gambar 4.2 Peran Lembaga dalam Roadmap Amoksisilin 34

Gambar 4.3 Peran Lembaga dalam Proses Produksi BBO Amoksisilin(Metode Kimiawi) 35

Gambar 4.4 Peran Lembaga dalam Proses Produksi BBO Amoksisilin(Metode Enzimatis) 36

Gambar 4.5 Penicillium Chrysogenum 36

Gambar 4.6 Capaian Riset Balai Bioteknologi BPPT (Penisilin G, Penisilin GAsilase, 6-APA) 40

Gambar 4.7 SDM dan Fasilitas Pendukung Riset 6-APA di BalaiBioteknologi BPPT 41

Gambar 4.8 Mini Pilot Plant 6-APA 41

Gambar 5.1 Nilai Komponen pada Perhitungan TKDN BerdasarkanPermenperin No. 16 Tahun 2020 54

Gambar 6.1 Tantangan Bahan Baku Obat (BBO) Nasional dan KebijakanPemerintah 64

DAFTAR GAMBAR

xiii

Gambar 6.2 Dukungan Regulasi Pengembangan Industri Farmasi Nasional 75

Gambar 6.3 Keterkaitan Kebijakan Kesehatan, Perindustrian dan RisetNasional 76

Gambar 6.4 Kebijakan Fiskal dan Non-Fiskal 76Gambar 6.5 Super Deduction Tax 78

Gambar 7.1 Regresi PDB per Kapita Dibandingkan dengan Konsumsi BBOAmoksisilin 90

Gambar 7.2 Proyeksi Penduduk Indonesia 91Gambar 7.3 Proyeksi PDB Indonesia 91Gambar 7.4 Proyeksi Kebutuhan BBO Amoksisilin 92Gambar 7.5 Struktur Input Industri Farmasi 94Gambar 7.6 Rantai Nilai BBO Amoksisilin 95

Gambar 7.7 Indeks Keterkaitan ke Depan dan Indeks Keterkaitan keBelakang Industri Farmasi dalam Kuadran 104

Gambar 7.8 Efek Riak Industri Amoksisilin 105

xiv

1

2

Pada saat ini Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan obat antibiotik amoksisilinmelalui industri formulasi yang ada. Namun demikian, hampir seluruh bahan baku obat(BBO) amoksisilin masih diimpor, terutama dari China dan India. Tingginya impor BBOamoksisilin ini menjadikan rentannya ketahanan obat nasional, terutama jika terjadifluktuasi nilai tukar rupiah dan ganggunan pasokan dari luar negeri seperti yang terjadi saatini akibat pandemi Covid-19 (Santosa dkk., 2021).

Obat antibiotik amoksisilin termasuk obat generik esensial yang menempati 5 teratas dari25 jenis obat dalam Rencana Kebutuhan Obat (RKO) di JKN. Amoksisilin pernah diproduksidi Indonesia pada tahun 1987, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk membentuk bekerjasamadengan PT. Sandoz, PT. Biochemie dan PT. Anugerah Daya membentuk joint venture (PT.Sandoz Biochemie Farma Indonesia) untuk memproduksi amoksisilin dan ampisilin.Kapasitas produksinya 100 MT per tahun. Joint venture ini akhirnya mengalami kegagalankarena tingginya biaya produksi dan tidak mampu bersaing dengan kompetitor dari Cinadan India yang produknya lebih murah. Penyebabnya adalah bahan intermediate 6-APA (6-aminopenicillanic acid) dan Dane Salt (D-p-Hidroksifenilglisin) masih bergantung padaimpor (Priyambodo dkk., 2021 dan Widiati dkk.,2021)

Pada saat ini volume impor BBO amoksisilin Indonesia meningkat rata-rata sekitar 7% pertahun. Tahun 2020 Indonesia mengimpor sekitar 1,1 ribu ton BBO amoksisilin. Sedangkannilai impornya hanya meningkat sedikit akibat dari turunnya harga impor BBO amoksisilindari sekitar US$ 60/kg pada tahun 1996 menjadi sekitar US$ 21/kg pada tahun 2020 (PPIPE-BPPT, Kajian Penguatan Rantai Pasok dan Dampak Ekonomi Industri BBO, 2021).

Perkembangan industri kesehatan Indonesia saat ini sebenarnya sudah cukupmenggembirakan. Downstream industri kesehatan Indonesia, termasuk industri farmasi didalamnya, telah berkembang pesat. Pertumbuhan pasar farmasi Indonesia rata-rata 9% pertahun dengan nilai pasar tahun 2019 sebesar 88,4 triliun rupiah. Sekitar 90% kebutuhanobat Indonesia sudah bisa dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri. Bahkan Indonesiatelah mengekspor produk farmasi ke beberapa negara ASEAN. Hanya saja, sebagian besarindustri farmasi masih merupakan industri formulasi yang masih menggantungkan bahanbakunya dari sumber impor. Selain itu terkait dengan obat amoksisilin, dari 11 industri BBOyang ada saat ini tidak satupun yang merencanakan untuk memproduksi BBO amoksisilin(Santoso dkk., 2021). Menurut data dari Kementerian Kesehatan, hingga tahun 2021, ada241 industri pembuatan obat-obatan, 17 industri bahan baku obat-obatan, 132 industriobat-obatan tradisional, dan 18 industri ekstraksi produk alami (bkpm.go.id,2021).

Pemerintah telah melakukan upaya untuk mengurangi ketergantungan impor BBOamoksisilin ini. Skenario pengembangan industri BBO telah dituangkan pada regulasi dandokumen perencanaan, yaitu: Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 17 tahun 2017tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, PeraturanPemerintah RI Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan IndustriNasional (RIPIN) Tahun 2015-2035, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017-2045Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta Prioritas Riset Nasional (PRN)Tahun 2020-2024 (Priyambodo dkk., 2021)

Latar Belakang1.1

3

Gambar 1.1. Peta Jalan BBO Amoksisilin

Data dari Kementerian Perindustrian sampai dengan tahun 2020, telah menunjukkanterjadinya penurunan 2,72% impor BBO sehingga total impor menjadi 92%. Pada tahun2024, impor ditargetkan turun 20,52% menjadi 74%. Beberapa BBO telah diproduksi olehPT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia. Meskipun impor BBO menunjukkankecenderungan yang menurun, namun total impor BBO masih cukup besar, tahun 2020masih pada kisaran 90% dengan nilai impor sebesar Rp. 73,41 trilyun (Setiadi dkk., 2021)

Sejalan dengan kebijakan pemerintah tersebut, saat ini BPPT bersama mitra (UGM, ITB, PT.Mersi Farma) sedang melakukan riset untuk mengembangkan teknologi produksi BBOamoksisilin. Dalam kerjasama ini peran BBPT. dan mitra adalah sebagai berikut: BPPTmelakukan penelitian tentang 6-APA, ITB melakukan penelitian terkait dengan Dane Salt,UGM dan BPPT melakukan pengembangan Penisilin G Asilase. PT. Mesifarma sebagai mitraindustri farmasi yang akan memanfaatkan hasil riset BPPT, UGM, ITB untuk memproduksiBBO amoksisilin.

Kemajuan yang dicapai oleh kemitraan riset tersebut pada tahun 2020 adalah telahtercapainya produksi pada skala laboratorium bahan baku 6-APA dengan yield 80% dankemurnian >97%. Pada riset ini juga telah dilakukan kajian keekonomian, hasil kajiannyamenunjukkan pembangunan pabrik amoksisilin secara sintesis dengan kapasitas 1.200 tonper tahun baru mencapai kelayakan bisnis pada harga jual 50 USD/kg. Hasil analisisindikator bisnis lainnya menunjukkan: return on investment (ROI) 25,14%, payback period(PP) 7,86 tahun, internal rate of return (IRR) 19,10% pada harga jual tersebut (Marwoto,2020).

Nampaknya upaya untuk menghilirkan hasil riset BPPT dan mitra ini tidak mudah.Tantangan yang dihadapi adalah rendahnya harga produk dari para pesaing luar negeri.Pada tahun 2017 harga Amoksisilin Na dari Cina adalah 18,67 USD/kg, India 20,98 USD/kg,Spanyol 45,06 USD/kg, Korea 60 USD/kg, Austria 53.32 USD/kg (Setiadi dkk., 2021).

4

Dalam peta jalan yang telah disampaikan bahwa BBO amoksisilin akan segera diproduksipada tahun 2024. Tujuan penyusunan outlook ini adalah :

1) Memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang sedang dan akan terjadi yangharus dipertimbangkan dalam rencana industrialisasi BBO amoksisilin. Faktor-faktoryang perlu dipertimbangkan tersebut antara lain perkembangan kebutuhannasional, perkembangan impor, perkembangan riset, kapabilitas teknologi,kebijakan yang ada, peta klaster industri dan dampak ekonomi BBO amoksisilin.

2) Memberikan rekomendasi berkenaan dengan inisiatif industrialisasi BBOamoksisilin.

Berawal dari keinginan mewujudkan industri BBO amoksisilin sebagaimana peta jalandalam Gambar 1.1, maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah melakukanidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya industri BBO amoksisilintersebut. Dalam hal ini identifikasi yang dilakukan difokuskan pada aliran pasokan bahanbaku dan intermediate untuk industri BBO amoksisilin. Selanjutnya adalah analisisperkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi industri BBO amoksisilin yang meliputianalisis diskriptif kualitatif maupun kuantitatif, untuk memperkirakan keadaan faktor-faktor tersebut di masa yang akan datang, pada saat industri BBO amoksisilin harus berdiri.

Dengan adanya perkiraan tersebut, maka dapat diketahui kesenjangan antara keadaanfaktor-faktor yang akan datang dengan kebutuhan yang diperlukan dalam mewujudkanindustri BBO amoksisilin. Berdasarkan hasil analisis kesenjangan tersebut, akan disusunrekomendasi pada bagian akhir Buku Outlook Teknologi Kesehatan 2021 ini.

Secara singkat, kerangka pikir yang diuraikan di atas dapat dilihat dalam Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Kerangka Pikir Penyusunan Buku Outlook Teknologi Kesehatan 2021

Rencana IndustrialisasiBBO Amoksisilin

Identifikasi Faktor-faktoryang Mempengaruhi:

Fokus pada Rantai PasokAnalisis Perkembangan

Faktor-faktor yangMempengaruhi dan

Proyeksi

RekomendasiIndustrialisasi BBO

Amoksisilin

Tujuan1.2

Kerangka Pikir1.3

5

Penyusunan buku Outlook Teknologi Kesehatan 2021 dilakukan sejak Bulan Januari sampaidengan Agustus 2021. Tahapan kegiatan penyusunan outlook adalah sebagai tabel berikut.

Gambar 1.3. Tahapan Kegiatan Penyusunan Buku Outlook Teknologi Kesehatan 2021

Ruang lingkup Outlook Teknologi Kesehatan ini mengikuti alur rantai pasok industri denganlebih memfokuskan pada mata rantai bahan intermediate, bahan baku obat dan produksiobat (sering disebut juga produk farmasi).

Keterangan:

PBBBF : Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi

PBF : Pedagang Besar Farmasi

Gambar 1.4. Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Secara substansial tinjauan pada outlook ini meliputi: peta klaster industri, kapabilitas risetdan teknologi, tingkat komponen dalam negeri (TKDN), analisis pasar dan nilai tambah;serta analisis kebijakan terkait industri BBO amoksisilin di Indonesia. Tinjauan berikutnyaadalah proyeksi kebutuhan BBO amoksisilin beberapa tahun mendatang serta analisisdampak ekonominya. Pada akhir tinjauan disampaikan rekomendasi yang merupakanmasukan atas kesenjangan (gap) yang terjadi antara kondisi industri BBO amoksisilin saatini dengan kondisi yang diharapkan.

Tahapan Kegiatan1.4

Ruang Lingkup1.5

6

Outlook teknologi kesehatan ini mencakup tinjauan/review terhadap kemampuanteknologi dan kondisi industri BBO amoksisilin di dalam negeri saat ini. Tinjauan ini sesuailingkup rantai pasok industri yang mengalir dari hulu industri hingga hilirnya. Buku Outlookteknologi kesehatan ini disusun berdasarkan hasil kajian data dan informasi yang diperolehdari berbagai sumber, baik dari data primer maupun data sekunder.

Sumber DataData primer diperoleh dari narasumber baik melalui hasil survei lapangan maupun denganmengadakan FGD. Sumber data dan informasi tersebut berasal dari berbagai pihak yangterkait, seperti tercantum dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.1. Sumber Data dan Informasi

No Institusi Data Keterangan

1 Institusi Pemerintah

KementerianPerindustrian

Kebijakan industrifarmasi

Diperoleh secara online

KementerianKeuangan

Kebijakan fiskal Diperoleh secara online

KementerianPerdagangan

Impor BBO Amoksisilin Diperoleh secara online

KementerianKesehatan

Kebijakan kesehatan Diperoleh secara online

Badan PusatStatistik

Jumlah penduduk, PDB,perdaganganinternasional

Diperoleh secara online

Badan POM Peraturan tentangpembuatan obat

Diperoleh secara online

2 Lembaga Riset

BRIN Perkembangan risetfarmasi secara umum

Diperoleh melaluipenelusuran online dandiskusi

BPPT Perkembangan riset BBOAmoksisilin, 6-APA,Pen.G, PGA, HPGME

Melalui diskusi dengan parapeneliti

3 Pelaku Industri Pengalaman melakukanindustri farmasi

Diskusi online

Metodologi1.6

7

Metode Pengumpulan DataData yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primerdidapat dengan melakukan survei lapangan melalui wawancara langsung maupun diskusiterfokus atau FGD. Wawancara dilakukan melalui in-depth interview terhadap parapembuat kebijakan, pelaku industri, akademisi, maupun asosiasi industri farmasi nasional.Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi yang berhubungan denganpokok bahasan kegiatan penelitian.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data kualitatif maupun kuantitatif yangdiperoleh dari berbagai sumber antara lain; Kementerian, Lembaga serta berbagai instansiterkait lainnya yang telah disebutkan di atas, dan juga diperoleh melalui studi pustaka darimedia offline maupun online yang berkaitan dengan industri BBO maupun farmasi.

Metode Analisis Data Analisis nilai tambah industri, untuk mengetahui nilai tambah yang terjadi pada setiap

mata rantai dalam aliran pasokan BBO amoksisilin dari hulu sampai hilir. Analisis Input-Output (I-O), untuk mengetahui besarnya keterkaitan antara industri

bahan baku obat dengan industri lain dalam perekonomian nasional, sehingga dapatdiketahui dampak ekonomi dari BBO amoksisilin.

Analisis klaster industri, untuk memetakan rantai bisnis BBO amoksisilin dan aliranpasokannya dari hulu sampai ke hilir, serta keadaan lingkungan bisnis (industri terkaitdan pendukung)

Analisis daya saing industri, untuk mengetahui seberapa besar kemampuan dayasaing industri BBO amoksisilin dalam negeri dalam dinamika industri farmasi globalditinjau dari kondisi faktor, kondisi iklim usaha dan persaingan, serta kondisipermintaan.

Analisis regresi, untuk memproyeksikan kebutuhan BBO amoksisilin Regulatory impact assessment (RIA), untuk mengetahui efektifitas dan dampak

kebijakan yang ada terhadap kekuatan rantai pasok BBO, khususnya Amoksisilin. Analisis SWOT, untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dari

industri BBO amoksisilin sebagai dasar perumusan rekomendasi Analisis tingkat kesiapan teknologi, untuk mengetahui tingkat kesiapan teknologi . Analisis perhitungan TKDN, untuk penghitungan TKDN industri BBO amoksisilin,

dengan metode process base.

88

9

10

Industri farmasi memiliki pangsa terbesar kedua dalam industri pengolahan non-migasnasional. Terlebih di masa pandemi, industri farmasi tumbuh positif lebih dari 9%dibandingkan dengan industri non-migas lainnya yang mayoritas menurun. Secarakeseluruhan, pada tahun 2020 industri farmasi memberikan kontribusi sebesar 2%terhadap perekonomian Indonesia (BPS, 2021b). Dengan potensinya yang kuat danmenjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi, industri farmasi memainkan peranpenting dalam ranah industri di Indonesia.

Saat ini pasar produk farmasi Indonesia adalah yang paling besar untuk wilayah ASEAN yangdiperkirakan akan mencapai 141,6 triliun rupiah atau lebih dari 10 miliar USD pada tahun2021 (BKPM, 2021). Jumlah perusahaan farmasi di Indonesia berdasarkan data yang dirilisoleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengalami pertumbuhan sekitar 8%atau meningkat dari 210 perusahaan pada 2015 menjadi 227 perusahaan pada 2020. Darijumlah tersebut, sebanyak 209 (92,07%) perusahaan khusus memproduksi produk jadikimia dan tujuh perusahaan (3,08%) memproduksi bahan baku obat. Sisanya (4,85%)bergerak pada berbagai jenis produk lainnya (Gambar 2.1.). Berdasarkan kepemilikannya,167 industri farmasi berasal dari dalam negeri (PMDN), 48 industri farmasi berasal dari luarnegeri (PMA), 8 industri farmasi BUMN dan 4 industri farmasi Nasional (BPOM,2021).

Sumber: BPOM 2021, diolah

Gambar 2.1. Jenis Industri Farmasi Indonesia Tahun 2020

Meskipun tumbuh positif, perusahaan farmasi di Indonesia masih terkonsentrasi padasektor hilir (downstream) dalam produksi obat-obatan. Sektor hulu atau perusahaan yangmemproduksi BBO masih di bawah 4%. Konsekuensinya adalah kebutuhan bahan bakuobat sangat tergantung pada impor.

Industri Farmasi di Indonesia2.1

11

Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Perindustrian, sektor farmasi memilikikontribusi yang signifikan terhadap impor Indonesia. Impor BBO Indonesia mencapai 95%,berasal dari China (70%), kemudian India (20%) dan negara-negara kawasan Eropa sertaAmerika Serikat (10%) (Kemenperin, 2021a). Ketergantungan pada BBO impor inimenjadikan posisi industri farmasi Indonesia sangat rentan. Apalagi dengan menurunnyakurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing akan berdampak pada peningkatan biayaproduksi. Di samping itu, impor BBO yang tinggi juga akan membebani neraca perdaganganIndonesia.

Pemerintah terus mengupayakan pengurangan impor sebesar 35% hingga akhir tahun 2022(Kemenperin, 2021b). Pemerintah telah menyiapkan peta jalan untuk mempercepatpembangunan industri farmasi, termasuk prosedur serta sasaran pengembangan produkdan jangka waktunya agar mampu memproduksi bahan baku berteknologi tinggi. Fokusjangka panjangnya adalah untuk membantu industri farmasi menjadi industri mandiri dandapat memenuhi kebutuhan penduduk, sehingga dapat menurunkan ketergantungan padaproduk impor.

Berdasarkan data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), investasi asing masihmendominasi industri farmasi dengan pangsa 62% atau mencapai hampir 30 triliun rupiahdari total investasi 48,1 triliun rupiah selama periode 2015-2020. Jika dilihat dari sisi rata-rata pertumbuhan per tahun, investasi pada sektor farmasi relatif lebih lambat, hanyatumbuh 3,8% per tahun atau masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.Dibandingkan dengan investasi asing, PMDN tumbuh paling rendah hanya 1,7 % per tahun(BKPM, 2021b).

Investasi asing yang memiliki pangsa signifikan di sektor farmasi dapat menciptakanpositive spillover dengan meningkatkan daya saing dalam negeri serta mendorongpenggunaan sumber daya yang secara efisien sehingga meningkatkan produktivitas. Secaraumum, perlambatan investasi pada sektor farmasi akan berdampak pada semakin besarnyaimpor BBO. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mendorong agar peningkatan investasisektor farmasi diarahkan pada pemenuhan ketersediaan BBO dalam negeri (Martawardayadan Nugorho, 2020).

12

Antibiotik merupakan golongan obat anti infeksi yang paling dibutuhkan oleh masyarakatIndonesia, khususnya amoksisilin. Namun, seperti industri farmasi Indonesia yangmayoritas berada di hilir, industri amoksisilin baru sebatas formulasi dan seluruh bahanbakunya dipenuhi dari impor. Hal ini menunjukkan bahwa industri amoksisilin dalam negerisangat bergantung pada impor dan rentan terhadap fluktuasi harga serta pelemahan nilairupiah. Data perdagangan luar negeri Indonesia menunjukkan pasar antibiotik amoksisilinmenduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar impor BBO di tahun 2020 dengan pangsasebesar 8,4% (Gambar 2.2).

Sumber: BPS 2021, diolah

Gambar 2.2. Sepuluh Besar Impor BBO Indonesia Tahun 2020

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, Indonesia mengimpor BBO amoksisilinterbanyak dari China dan India. Selama 10 tahun terakhir industri bahan baku obatamoksisilin China berkembang sangat cepat. Pabrik BBO mereka mampu memproduksidalam kapasitas besar dan menjualnya dengan harga yang murah. Oleh karena itu, wajarjika China menjadi negara sumber pemasok terbesar kebutuhan BBO amoksisilin Indonesiayang pangsanya naik menjadi dua kali lipat dari 45% di tahun 2010 menjadi 90% di tahun2020 seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Industri BBO Amoksisilin2.2

13

Gambar 2.3. Perbandingan Pangsa Volume Impor Amoksisilin

Volume impor BBO amoksisilin dari China tahun 2020 mencapai 963 ton atau sekitar 19,9juta USD. India dan Spanyol yang pada tahun 2010 mempunya pangsa masing-masingsebesar 33% dan 18%, tidak mampu bersaing dengan produk China. Pangsa impor keduanegara ini turun drastis menjadi 9% (India) dan kurang dari 1% (Spanyol). Nilai impor bahanbaku obat amoksisilin dari India pada tahun 2020 mencapai 2,35 juta USD dengan volumesekitar 95 ton. Sementara, di tahun yang sama, impor dari Spanyol hanya sebesar 270 ribuUSD dengan volume kurang dari lima ton (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Volume Impor Amoksisilin (ton)

Negara 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

CHINA 181,3 528,7 661,6 883,3 1336,5 964,2 1240,6 1115,3 1175,9 1043,8 963,0

INDIA 132,1 188,7 177,2 221,5 354,7 68,7 174,5 83,9 83,6 132,9 95,4

SPANYOL 71,8 26,5 23,7 15,9 11,9 10,4 25,4 13,7 13,8 10,8 4,6

AUSTRIA 2,8 1,2 16,7 20,6 27,3 22,6 24,1 17,1 6,1 2,0 2,0

ITALIA 1,1 0,6 0,6 1,1 4,1 7,3 7,0 1,1 4,4 2,1 1,6

JERMAN - - - - 2,4 - - - - - 0,2

SINGAPURA 7,8 7,8 8,8 2,2 0,1 0,9 0,0 - - 0,8 0,0

USA 0,0 0,0 0,0 - - 0,0 - 0,0 0,0 0,0 0,0

JEPANG 2,0 3,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

PERANCIS - 1,9 - 1,2 1,1 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

TOTAL 399,0 759,1 888,5 1.145,8 1.738,1 1.074,7 1.471,6 1.231,1 1.283,9 1.192,4 1.066,8

Sumber: PDSI, Kemendag 2021 dan https://wits.worldbank.org

14

Tabel 2.2. Nilai Impor Amoksisilin (juta USD)

Negara 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

CHINA 5,37 14,48 17,08 24,22 37,04 23,96 23,90 21,85 30,01 24,58 19,87

INDIA 3,90 5,59 4,96 6,35 10,98 1,94 3,51 1,76 2,42 3,22 2,35

SPANYOL 2,70 1,41 1,18 0,89 0,55 0,44 1,14 0,62 0,65 0,52 0,27

AUSTRIA 0,16 0,06 1,01 1,34 1,53 1,12 1,34 0,87 0,36 0,12 0,12

ITALIA 0,19 0,10 0,10 0,17 0,28 0,62 0,44 0,08 0,28 0,09 0,01

JERMAN - - - - 0,32 - - - - - 0,01

SINGAPURA 0,83 0,47 0,23 0,10 0,01 0,04 0,00 - - 0,00 0,00

USA 0,00 0,00 0,00 - - 0,00 - 0,00 0,00 0,00 0,00

JEPANG 0,11 0,25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

PERANCIS - 0,16 - 0,06 0,06 0,04 0,00 0,01 0,01 0,00 0,00

TOTAL 13,27 22,51 24,56 33,12 50,78 28,15 30,34 25,18 33,72 28,53 22,62

Sumber: PDSI, Kemendag 2021 dan https://wits.worldbank.org

Selama sepuluh tahun terakhir, volume total impor BBO amoksisilin Indonesia meningkatrata-rata sekitar 10,3% per tahun, atau naik dari sekitar 400 ton di tahun 2010 menjadihampir 1.100 ton di tahun 2020. Sedangkan jika berdasarkan besaran nilainya, impor BBOamoksisilin hanya meningkat sekitar 5,5% per tahun. Hal ini diakibatkan turunnya hargaimpor BBO amoksisilin dari sekitar US$ 33/kg pada tahun 2010 menjadi sekitar US$ 20/kgpada tahun 2020. Pergerakan harga impor (CIF: cost, insurance, and freight) BBOamoksisilin dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Sumber: PDSI, Kemendag 2021 dan https://wits.worldbank.org

Gambar 2.4. Harga CIF Impor Amoksisilin Indonesia

0

10

20

30

40

50

60

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Harg

aCI

F (U

SD/k

g)

15

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga impor rata-rata BBO amoksisilin padatahun 1996 mencapai lebih dari 60 USD/kg. Namun pada tahun 1998 harga ini turun drastismenjadi kurang dari 40 USD/kg. Hal ini disebabkan dua negara asal impor BBO amoksisilinyang mendominasi saat itu, yaitu Austria (47% dari total volume impor) dan Mesir (29%dari total volume impor) berhasil memangkas ongkos produksi mereka lebih dari sepertiga.Austria yang pada tahun 1996 menjual BBO amoksisilin dengan harga 90 USD/kg, padatahun 1998 turun menjadi 47 USD/kg. Sedangkan harga BBO amoksisilin Mesir turun darisekitar 63 USD/kg menjadi 42 USD/kg. Di tahun yang sama, China bahkan sudah mampumenjual produk BBO amoksisilin mereka dengan harga dibawah 30 USD/kg. Oleh karenaitu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seiring dengan bertambahnya kapasitasproduksi, China mulai mendominasi impor BBO amoksisilin Indonesia sehingga harga imporrata-rata terus turun hingga mendekati angka 20 USD/kg di tahun 2020.

1616

17

18

Peta yang dapat menggambarkan kondisi struktur industri secara lengkap dapat berupaPohon Industri dan Bill of Materials. Pohon industri menggambarkan turunan produk daribahan mentah yang mencerminkan nilai tambah yang dihasilkan dari proses produksidengan teknologi tertentu. Sedangkan Bill of Materials menggambarkan komponen-komponen yang dibutuhkan untuk memproduksi barang jadi. Dengan kata lain, pohonindustri menggambarkan hilirisasi dari suatu bahan mentah/bahan baku, sedangkan Bill ofMaterials menggambarkan hulunisasi dari produk/barang jadi (Kemenperin, 2019).

Saat ini belum ada industri BBO amoksisilin yang beroperasi di Indonesia. Produksi BBOamoksisilin di Indonesia masih dilakukan dalam skala pilot plant/skala riset. Meskipunbegitu, teknologi pembuatan BBO amoksisilin sudah dikenalkan cukup lama. Pada tahun1972 para ilmuwan di Beecham Research Laboratories menemukan amoksisilin danmemproduksinya dalam skala industri, yang kemudian menjadi bahan pokok antibiotik(www.gsk.com). Pada awal tahun 90-an amoksisilin masuk dalam daftar WHO untuk obatesensial (Bruggink & Roy, 2001). Produksi BBO amoksisilin menjadi salah satu topik risetdalam Kebijakan Riset dan Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024 dan BPPT. menjadisalah satu lembaga pelaksananya. Informasi yang didapat dari pilot plant BPPT. tersebutsudah cukup untuk menggambarkan komponen-komponen penyusun BBO amoksisilin.Berikut ini disajikan pohon industri dari BBO amoksisilin.

Sumber : diolah dari berbagai sumber

Gambar 3.1. Pohon Industri BBO Amoksisilin

Pohon Industri BBO Amoksisilin3.1

19

Berdasarkan komponen-komponen dari gambar di atas, maka dikelompokkan menjadibeberapa bagian sebagai berikut:

1. Bahan awal/ raw materials berupa Penisilin G yang diperoleh dari jamur Penicilliumchrysogenum

2. Bahan antara/ intermediate yang terdiri dari HPGME, 6-APA, dan Dane Salt.

3. Enzim, yaitu Penisilin G Asilase dan Amoksisilin Asilase

4. Bahan tambahan

5. Barang jadi, berupa obat amoksisilin untuk manusia dan antibiotik ikan dan udang

Industri bahan-bahan 1-3 belum ada di Indonesia, sehingga kebutuhan dalam negeridipenuhi dari impor. Akan tetapi, beberapa bahan yang digunakan untuk membuat Danesalt sudah diproduksi dalam negeri, seperti Fenol. Di Indonesia terdapat 4 pabrik Fenol yangsaat ini beroperasi (lihat Tabel 3.1.).

Tabel 3.1. Perusahaan Dalam Negeri yang Memproduksi Fenol

Nama LokasiKapasitas

(Ton/ Tahun)

PT. Metropolitan Phenol Pratama Serang, Banten 40.000

PT. Lambang Tri Usaha Cibitung Bekasi, Jawa Barat 45.000

PT. Batu Penggal Chemical Industri Samarinda, Kalimantan Timur 35.000

PT. Bumi Banjar Utama Sakti Barito Kuala, Kalimantan Selatan 5.250

Sumber: Istiqomah dan Hayuningtias, 2019

Bahan tambahan lain yang sudah bisa diproduksi oleh industri kimia di Indonesia, meliputi:metanol, natrium hidroksida, asam klorida, etanol, asam fosfat, etilen glikol dan amoniak.

Indonesia memiliki satu pabrik metanol yaitu PT. Kaltim Methanol Industri di Bontang,Kalimantan Timur dengan kapasitas 660 ribu ton/tahun. Kebutuhan metanol di Indonesiasendiri pada tahun 2021 diprediksi mencapai 871 ribu ton, sedangkan saat ini pasokanhanya dari produksi PT. Kaltim Methanol Indonesia sebesar 330 ribu ton per tahun yangsemuanya untuk memenuhi kebutuhan domestik (Kemenperin, 2021).

Permintaan Natrium Hidroksida (NaOH) di Indonesia sangat tinggi dan terus meningkat daritahun ke tahun, namun produksi NaOH dalam negeri belum mencukupi. NaOH sebagianbesar digunakan untuk industri kimia. Produsen NaOH di Indonesia dapat dilihat pada Tabel3.2.

Tabel 3.2. Produsen NaOH Dalam Negeri

Nama Perusahaan LokasiKapasitas

(ton/ tahun)

PT. Asahimas Subentra Chemicals Cilegon, Banten 700.000

PT. Sulfindo Adiusaha Serang, Banten 215.000

Sumber: Azhaar, 2018

20

Asam klorida di dalam negeri diproduksi antara lain oleh PT. Asahimas Chemical, PT.Sulfindo Adiusaha, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, dan PT. Petrokimia Gresik.

Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat 5perusahaan dalam negeri yang memproduksi etanol yaitu PT. Energi Agro Nusantara diMojokerto, PT. Indo Acidatama di Solo, PT. Indolampung Distillery di Lampung Tengah, PT.Molindo Raya Industrial di Malang, dan PG Rajawali II PSA Palimanan di Cirebon.

Konsumsi asam fosfat dalam negeri mencapai 862.272 ton/tahun. Angka ini lebih tinggisedikit dari kapasitas produksi nasional sebesar 800.000 ton/tahun. Ada tiga perusahaanyang memproduksi asam fosfat yaitu PT. Petrokimia Gresik berkapasitas 400.000ton/tahun, PT. Pupuk Kaltim berkapasitas 200.000 ton/tahun, dan PT. Pupuk Sriwijayaberkapasitas 200.000 ton/ tahun (Suswanto, 2020).

Pabrik amoniak di Indonesia adalah PT. Kaltim Pasifik Amoniak, Fa. Bahagia, PT. PupukKujang (Persero), PT. Kaltim Parna Industri, dan PT. Petrokimia Gresik (Persero).

PT. Polychem Indonesia,Tbk hingga saat ini merupakan satu-satunya perusahaan yangmemproduksi etilen glikol di Indonesia. Perusahaan ini menghasilkan etilen glikol sebanyak216.000 ton per tahun, dengan penjualan 81% untuk konsumsi domestik dan 19% untukekspor ke Asia dan Amerika Utara. Impor masih diperlukan untuk memenuhi permintaanetilen glikol di Indonesia (Wulanndari & Ardiani, 2017).

BBO amoksisilin menjadi input produksi bagi industri formulasi obat, baik untuk manusiamaupun hewan. Salah satu obat hewan yang memakai amoksisilin yaitu Amoxcell yangmerupakan antibiotik ikan yang diproduksi oleh Nutricell. Industri formulasi obat untukmanusia akan dibahas pada subbab selanjutnya.

Pada tahun 2014, Balai Bioteknologi BPPT. menerbitkan buku Kajian Tekno EkonomiProduksi 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA). Hasil kajian dalam buku tersebut menyimpulkanhal berikut.

Dengan asumsi harga bahan baku Penisilin G sebesar 18 USD/kg, harga jual 6-APAsebesar 30 USD/kg dan kapasitas produksi 6-APA sebesar 360 ton/tahun, pendirianindustri 6-APA di Indonesia pada saat ini belum layak secara ekonomi.

Agar menjadi layak maka harga Penisilin G perlu diturunkan dari 18 USD/kg menjadi10 USD/kg melalui subsidi pemerintah dengan harga jual produk 6-APA sebesar 30USD/kg.

Dalam proses produksi 6-APA masih menyisakan sekitar 15% penisilin G yang belumterkonversi (sekitar 0,29 kg Penisilin G/kg 6-APA) serta dihasilkan produk samping PhenylAcetic Acid (PAA) sebesar 0,63 kg PAA/kg 6-APA. Sehingga dalam satu tahun terdapat 104,7ton penisilin G dan 226,6 ton PAA yang belum dimanfaatkan. Oleh karena itu pemanfaatanbahan baku Penisilin G sisa reaksi dan produk samping akan memberikan nilai tambah bagiindustri 6-APA. PAA biasa digunakan untuk industri tembakau, fragrance, essence danparfum.

21

Pendekatan klaster industri ini dimaksudkan untuk mengembangkan industri yangterintegrasi, dimana terdapat kumpulan industri yang saling berkaitan seperti industripemasok (raw material, intermediate material), industri inti (BBO Amoksisilin). Selain ituterdapat pula industri pendukung, industri terkait dan konsumen/pengguna yang masukdalam pengembangan klaster industri.

Industri-industri pemasok material (komponen bahan baku untuk diproses menjadi BBO).Bahan baku dari BBO Amoksisilin dibagi menjadi 2 jenis yaitu bahan baku awal/rawmaterial dan bahan baku antara/intermediate material.

Bahan baku awal/raw material untuk BBO Amoksisilin adalah Penicilium crysogenum yangdiproses bersama Penicilin G Asilase menjadi Penicilin G, sedangkan Jenis bahan farmasiintermediate untuk BBO Amoksisilin antara lain adalah dane salt, HPGME dan 6 – APA.Hingga saat ini, penelitian mengenai dane salt telah dilakukan oleh Sekolah Farmasi,Institut Teknologi Bandung (ITB), sedangkan untuk 6 – APA dilakukan oleh BadanPengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Berdasarkan penelusuran data sekunder,belum ada industri di Indonesia yang menghasilkan kedua bahan dari BBO amoksisilintersebut.

Metode konvensional untuk memperoleh amoksisilin secara kimiawi (menggunakan danesalt) biasanya melibatkan lebih dari 10 langkah, memerlukan suhu reaksi rendah (-30° C),dan menggunakan pelarut beracun seperti metilen klorida dan reagen sililasi. Dilaporkanbahwa produksi satu kilogram amoksisilin menghasilkan hingga sekitar 70 kg limbah yangtidak dapat didaur ulang.

Gambar 3.2. Proses produksi BBO Amoksisilin dengan intermediate material Dane Saltdan 6-APA

Akan tetapi, selain proses penggabungan dane salt dengan 6-APA, ada teknik lain yaitu 6-APA diproses dengan metode enzimatis. Metode enzimatis (HPGME) membutuhkanlangkah yang jauh lebih sedikit, menggunakan kondisi reaksi yang lebih ringan, danmenghasilkan lebih sedikit limbah.

Gambar 3.3. Proses produksi BBO Amoksisilin dengan intermediate material 6-APA danHPGME

Dane Salt 6-APA Amoksisilin

6-APA HPGME Amoksisilin

Pelaku dan Inisiasi Pengembangan Klaster Industri BBOAmoksisilin3.2

22

Secara rinci, proses sintesis BBO Amoksisilin dengan metode enzimatis dapat dilihat padaGambar 3.4.

Gambar 3.4. Sintesis Produksi BBO Amoksisilin Secara Enzimatis

Industri IntiIndustri BBO di Indonesia hingga saat ini masih belum menjadi industri yang dominan disektor farmasi. Hal ini dikarenakan banyak industri farmasi di Indonesia lebih memilih fokusdi bagian formulasi obat, yang merupakan lanjutan dari produksi BBO.

Pada tanggal 20 Februari 2020, telah dilaksanakan penandatangan MoU antara BadanPengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung(ITB) dan PT. Mersifarma Tirmaku Mercusana terkait pengembangan BBO Amoksisilin.

PT. Mersifarma Tirmaku Mercusana merupakan perusahaan farmasi yang berdiri sejaktahun 1997, PT. Mersifarma berkomitmen untuk melakukan manufakturisasi berbagaiproduk farmasi khususnya obat untuk segmen pasar yang luas. Reputasi yang diharapkanoleh PT. Mersifarma menggunakan slogan “Membuat obat ekivalen riset standarinternasional”. Hingga Tahun 2005, PT. Mersifarma sudah memproduksi 75 produk farmasi,hal ini disesuaikan dengan tujuan pemerintah Indonesia dalam mewujudkan IndonesiaSehat 2010.

Untuk mendukung aktivitas industri, PT. Mersifarma terus melengkapi fasilitas mesinmanufaktur guna meningkatkan potensi pasar baik domestik maupun ekspor. Seluruhaktivitas manufakturisasi PT. Mersifarma dilakukan di daerah Cikembar, Sukabumi, JawaBarat (https://www.mersifarma.com/?page_id=44).

Pembeli/PenggunaPara pembeli BBO amoksisilin antara lain terdiri dari distributor, pengecer, pemakailangsung (industri obat). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor245/Men.kes/SKV/1990 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izinusaha industri farmasi, dinyatakan bahwa industri farmasi adalah industri obat jadi danindustri BBO. Industri Farmasi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

23

1. Industri farmasi manufaktur yang meliputi:a. Proses fermentasi;b. Sintesa kimia;c. Proses biologi dan ekstraksi

2. Industri farmasi formulasi mencakup proses pencampuran dan pembuatan senyawa.Berdasarkan kelompok di atas, maka industri yang masuk dalam kategoripembeli/pengguna dalam klaster industri BBO ini adalah industri formulasi/industri obat.Akan tetapi jika dilihat secara lebih menyeluruh, maka terdapat kategoripembeli/pengguna dalam klaster BBO, diantaranya:

a. Pabrik Formulasi ObatBeberapa industri yang melakukan formulasi obat berbahan baku amoksisilin diantaranya:1. PT. Sanbe Farma (Amoxsan®/Amoksisilin Tabelt 250 mg)2. PT. Hexpharm Jaya (Amoksisilin 500 generic dan Ampicillin Branded)3. PT. Graha Farma (Moxigra 500 mg)4. PT. Holi Farma (Holimox)5. PT. Ifars Pharmaceutical Lab (Yusimox, Amoksisilin)6. PT. Mersifarma Tirmaku Mercusana (Produk: Amoksisilin 500)7. PT. Lapi Laboratories (Produk: Aclam/Aclam Forte)8. PT. Gracia Pharmindo (Produk: Amiclav)9. PT. Caprifarmindo Laboratories, (Produk: Amoxsan/Amoxsan Forte)10. PT. Armoxindo Farma (Produk: Arcamox)11. PT. Dexa Medica (Produk: Dexyclav 500/Ds/Fds)12. PT. Kalbe Farma (produk: Kalmoxillin)

b. Pedagang Besar Farmasic. Instalasi Kesehatan (Rumah Sakit/ Klinik, Apotek)d. BPJS (Badan Pengelola Jaminan Sosial) – JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)e. Pasienf. Perikanan/Tambak ikan

Industri terkaitAda beberapa industri yang masuk dalam kategori industri terkait dalam klaster industriBBO kimia aktif, mencakup industri pesaing/kompetitior, industri yang melengkapi(komplementer) serta industri yang dapat mensubstitusi BBO kimia aktif, di antaranyaadalah:

a. Industri bahan baku kosmetikb. Industri suplemen makanan/minumanc. Industri Farmasi Herbal/ Biofarmaka/obat tradisionald. Industri BBO kimia aktif Impore. Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi (PBBBF)/Importir BBO amoksisilin

Saat ini PT. Mersifarma sedang melakukan penjajagan dengan Sinopharm WeiqidaPharmaceutical Co.,Ltd (China) dalam hal pasokan intermediate material untuk produksiBBO amoksisilin. Hal ini merupakan bagian dari proses alih teknologi yang dilakukan

24

Sinopharm Weiqida kepada PT. Mersifarma dalam pengembangan BBO amoksisilin.Sinopharm Weiqida Pharmaceutical Co.,Ltd merupakan salah satu produsen besar 6-APAdi dunia (Gambar 3.5)

Gambar 3.5. Produsen Intermediate Material BBO dan BBO Amoksisilin di Dunia

Perusahaan pengimpor intermediate material BBO dan BBO amoksisilin di Indonesia dapatdilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Beberapa Importir Intermediate Material BBO dan BBO Amoksisilin diIndonesia

25

Industri PendukungIndustri pendukung dalam pengembangan klaster BBO adalah industri-industri yangberperan mendukung aktivitas industri BBO. Berbeda dengan industri pemasok yangmemang fokus memasok material-material yang menjadi bahan baku dari BBO, industripendukung lebih luas cakupannya, seperti pihak yang memberikan pembiayaan untukmenjalankan industri BBO. Dalam klaster industri BBO ini, terdapat beberapa kategoriIndustri pendukung, antara lain:

Peralatan (Permesinan, Alat Bantu); Peralatan manufaktur/ formulasi BBO

Industri eksipien (bahan tambahan dari BBO untuk menjadi Obat)

Lembaga PendukungLembaga pendukung pada klaster industri adalah lembaga pemerintah atau swasta yangmendukung aktivitas klaster industri dalam beberapa hal seperti regulasi/kebijakan, risetyang terkait klaster industri maupun standarisasi produk. Dalam klaster industri BBOamoksisilin, terdapat beberapa lembaga pendukung antara lain:

1. Lembaga Pemerintah

Kementerian Kesehatan Kementerian Perindustrian Kementerian Perdagangan Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Kementerian BUMN Badan Pengawas Obat dan Makanan

2. Lembaga Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan (Litbangjirap)

Perguruan Tinggi: ITB, UGM Lembaga Riset (LPNK): BPPT

Pada pengembangan BBO amoksisilin, terdapat lembaga Penelitian, Pengembangan,Pengkajian dan Penerapan (litbangjirap) baik itu lembaga pemerintah non kementerian(LPNK) maupun perguruan tinggi yang memiliki fokus riset terkait BBO amoksisilin.

Kelompok Keahlian (KK) Farmakokimia, Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB),melakukan riset dan pengembangan produksi amoksisilin secara mandiri di Indonesia.

26

Gam

bar 3

.7.P

eta

Pela

ku K

last

er In

dust

ri BB

O Am

oksis

ilin

27

Berdasarkan pemetaan pelaku dalam pengembangan Klaster Industri BBO amoksisilin,maka tahapan berikutnya adalah menyusun analisis daya saing industri BBO amoksisilin.

Terdapat beberapa komponen dalam analisis daya saing industri antara lain (Porter, 1990):

1. Kondisi faktor input/ bahan baku

2. Peluang

3. Iklim usaha dan kompetisi

4. Kondisi industri terkait dan pendukung

5. Kondisi permintaan

6. Kebijakan dan Regulasi

Masing-masing komponen analisis di atas dijelaskan kondisi kekuatan dan kelemahannya.

Dikarenakan belum adanya produksi BBO amoksisilin dalam negeri, maka analisis dayasaing industri BBO amoksisilin yang di susun merupakan suatu konsep yang didasari olehkumpulan data dan informasi yang bersumber dari hasil diskusi maupun studi literaturtelah diolah tim kajian. Analisis daya saing BBO amoksisilin dijelaskan dalam Gambar 3.8.

Kondisi Faktor InputHingga saat ini belum ada industri bahan baku BBO amoksisilin (raw material maupunintermediate material) di dalam negeri. Disamping itu, teknologi produksi BBO amoksisilinsecara enzimastis yang menjadi pilihan terbaik dalam pengembangan produksi BBO jugabelum dikuasai. Namun demikian pada tahun 2020 telah ada upaya penjajagan kerja samaantara industri dalam negeri dengan industri dari China terkait alih teknologi produksi BBOamoksisilin. Ini merupakan langkah awal mengatasi ketergantungan impor bahan baku BBOamoksisilin.

Kebijakan pemerintah terkait perkuatan kondisi faktor input yang dapat diupayakan adalahdalam bentuk dorongan pengembangan industri bahan baku untuk industri BBOamoksisilin yang disertai dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yangkompeten. Upaya peningkatan kompetensi SDM dapat dilakukan oleh lembagapendidikan/ perguruan tinggi maupun melalui upaya mengundang diaspora yang memilikikompetensi terkait teknologi produksi BBO Amoksisilin.

Iklim Usaha dan KompetisiPada gambar 3.7 Peta Pelaku Klaster Industri BBO Amoksisilin, terlihat adanya beberapaimportir BBO amoksisilin dan belum ada industri BBO amoksisilin di Indonesia dalampemenuhan kebutuhan pasar nasional. Kondisi iklim usaha seperti ini dapat menimbulkankerentanan dalam ketahanan obat nasional, khususnya amoksisilin.

Kebijakan pemerintah yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi iklim usaha dankompetisi ini berfokus pada pengembangan ekosistem industri yang mampu mendorong

Daya Saing Industri BBO Amoksisilin3.2

28

tumbuhnya industri start up berbasis teknologi. Sebagai contoh, berdasarkan literatur dinegara China banyak industri start up yang bergerak di sektor kesehatan dan farmasi.Kemudian kebijakan lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisiiklim usaha adalah menerapkan kebijakan non-tariff barrier, seperti: kebijakan TKDN, e-Katalog, standarisasi mutu.

Industri Terkait dan PendukungBerkembangnya industri BBO amoksisilin ditentukan pula oleh keberadaan industripendukung dan terkait. Industri pendukung yang telah tumbuh di dalam negeri adalahindustri eksipien, bahan yang berfungsi sebagai bahan pendukung/ tambahan obatamoksisilin. Industri pendukung yang masih perlu ditumbuhkan adalah industri peralatan-mesin produksi untuk memenuhi kebutuhan industri BBO amoksisilin. Peralatan penelitandan pengembangan BBO amoksisilin pada lembaga riset/ perguruan tinggi juga perluditingkatkan agar hasil risetnya dapat mengimbangi kebutuhan industri.

Kebijakan industri untuk meningkatkan kemampuan industri dan lembaga pendukung inidapat diupayakan dalam bentuk dukungan insentif bagi kegiatan litbangjirap teknologiproduksi BBO amoksisilin yang sedang dilakukan oleh lembaga penelitian/ perguruan tinggisehingga aktivitas litbangjirap pada lembaga riset ini dapat berlangsung optimal.

Kondisi PermintaanPermintaan obat amoksisilin di pasar domestik cukup besar, dimana obat ini menempatiurutan 5 teratas dari 25 jenis obat dalam Rencana Kebutuhan Obat (RKO) di JKN. Karenanyaobat amoksisilin termasuk kedalam kategori Obat Esensial Nasional dan FormulariumNasional yang mengharuskan ketersediaannya terjamin pada program Jaminan KesehatanNasional (JKN). Kebutuhan pada pasar regional/ ASEAN juga menjadi peluang bagi industriBBO amoksisilin.

Potensi permintaan obat amoksisilin yang besar pada pasar nasional dan regional perludiantisipasi oleh pemerintah melalui kebijakan yang mampu menarik hadirnya investoragar mau menanamkan modalnya pada sektor farmasi di Indonesia.

29

Gam

bar 3

.8.A

nalis

is Da

ya S

aing

BBO

Amok

sisili

n

3030

31

32

4.1.1. Gambaran Riset Secara Umum

Amoksisilin merupakan salah satu penisilin semisintetis yang ditemukan oleh ilmuwanBeecham pada tahun 1958. Kemudian melalui serangkaian riset, tahun 1972 mulai digunakansecara medis dan dipasarkan (Roy, Jiben, 2012). Amoksisilin pernah diproduksi di Indonesiapada 1987, namun tidak bisa bersaing karena biaya produksi yang tinggi akibat bahanintermediate 6-APA (6-aminopenicillanic acid) dan Dane Salt (D-p-Hidroksifenilglisin) masihimpor.

Industri farmasi memiliki karakteristik padat teknologi dan padat modal dengan regulasi yangketat. Teknologi dan kapabilitas R&D merupakan determinan yang sangat esensial dalampersaingan farmasi di pasar global. Oleh karena itu, aktivitas R&D dan inovasi produk menjadisuatu keharusan.

Anggaran riset di Indonesia termasuk sangat rendah. Persentase anggaran riset nasionalterhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sekitar 0,09%, masih jauh di bawahMalaysia (1,00%), Singapura (2,60%), USA (2,80%), Jerman (2,90%) dan Jepang (3,40%)(Kompas, 2016). Anggaran penelitian dan pengembangan Indonesia paling rendah diantara negara-negara di ASEAN. Pada 2019 dan 2020, proporsi dana riset naik menjadi0,31 persen dari PDB. Namun, jumlah tesebut masih jauh di bawah Singapura yangmencapai 2,64% atau Malaysia 1,29% (Yenglis Dongche, 2021).

Alokasi anggaran pemerintah yang diinvestasikan untuk riset bidang farmasi dan kesehatanoleh perusahaan farmasi BUMN, swasta nasional, dan swasta asing di Indonesia sampai saatini belum ada data yang valid. Data yang valid diperoleh dari pendanaan riset dari APBN yangberasal dari Kemenristekdikti, LPNK di bawah koordinasi Kemenristekdikti (BPPT, LIPI danBATAN), Kemenkes, Kementan, Kemenkeu melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan(LPDP) maupun yang berasal dari perusahaan besar farmasi melalui kerjasama kemitraan.

Industri farmasi nasional sendiri pada umumnya belum melakukan riset secara intensif danmandiri. Kegiatan riset di industri masih terbatas pada peningkatan efisiensi proses produksidari formulasi sediaan obat jadi. Obat baru (new molecular entities, NMEs) yang ditemukandan dipasarkan oleh industri farmasi nasional sampai saat ini belum pernah ada. Rendahnyaaktivitas riset oleh industri farmasi nasional disebabkan oleh banyak faktor, antara lainrendahnya dukungan finansial, minimnya ketersediaan SDM ahli, dan iklim riset yang belumkondusif.

Industri jasa uji klinik di Indonesia juga belum berkembang secara optimal. Namun demikian,beberapa industri farmasi swasta nasional mulai tertarik untuk mengembangkan riset produkfarmasi, baik yang dikembangkan melalui kerjasama dengan universitas dan lembaga litbangnasional maupun melalui kerjasama dengan luar negeri.

Perkembangan Riset BBO Amoksisilin4.1

33

4.1.2. Telaah Penelitian dan Pengembangan Amoksisilin Nasional

Upaya mewujudkan kemandirian dalam memproduksi antibiotik amoksisilin adalah denganmemproduksi sendiri bahan baku untuk bahan baku aktif obat (BBAO) amoksisilin. DirektoratJenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti telah menyusun roadmaplitbang amoksisilin. Di dalam roadmap tersebut sudah dipikirkan berbagai riset yang akandilakukan dari mulai litbang, teknologi, produk, hingga komersialisasi.Di dalam kegiatan litbang, riset yang dirancang dalam roadmap ini dimulai dari raw materialuntuk bahan baku aktif obat (BBAO) amoksisilin, yaitu berupa pemuliaan galur industriPenicillium chrysogenum, optimasi produksi penisilin G skala lab dan pilot plant, danseterusnya, demikian juga halnya untuk teknologi dan produk (Gambar 4.1).Dari roadmap litbang amoksisilin ini, dirancang untuk komersialisasi produk amoksisilin (darimulai raw material, intermediate, dan BBAO). Untuk memenuhi kebutuhan pasar industriBBAO amoksisilin yang memiliki karakteristik berbeda dengan industri farmasi, akan lebihstrategis jika direncanakan pengembangan pasar bagi produk-produk raw material danintermediate. Sebagai contoh, Penisilin G tidak selalu diproduksi hanya untuk 6-APA, tetapibisa juga untuk 7-ACA untuk produk cefalosporin. Dengan demikian maka lingkup pasarnyamenjadi lebih luas, sehingga secara ekonomis bisa lebih menarik bagi investor industri BBO.

Sumber: Diolah dari Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti

Gambar 4.1. Roadmap Litbang Amoksisilin

34

Produksi Dane-Salt skala pilot plant, produksi amoksisilin skala pilot plant, produksi PenisilinG skala lab dan pilot plant, teknologi produksi enzim Penisilin G Asilase, dan produksi 6-APAskala pilot plant akan direncanakan sebagai produk BBO amoksisilin. Fokus penelitian adalahuntuk :

1.Mengetahui spesifikasi dane-salt yang bisa direaksikan dengan 6-APA untukmenghasilkan BBAO amoksisilin.

2.Mengetahui teknologi produksi enzim Penisilin G Asilase,3.Mengoptimalkan rendemen dari enzim Penisilin G Asilase,4.Memprediksi kebutuhan bahan aktif yang digunakan dalam proses produksi 6-APA.

Teknologi produksi amoksisilin akan memiliki kandungan lokal tinggi apabila dilakukan mulaidari hulu (fermentasi penisilin G) untuk menghasilkan 6-APA secara enzimatis sehingga dapatmemutus rantai impor intermediate material. Dengan demikian pembangunan industriamoksisilin nantinya akan mampu memberikan nilai tambah terhadap kandungan lokal danmemiliki daya saing serta akan mendorong industri terkait lainnya.

Penelitian dan Pengembangan untuk menghasilkan amoksisilin, dari mulai raw material,intermediate material hingga bahan aktif obat dikerjakan bersama sama dengan beberapalembaga litbang (Gambar 4.2). Pada skala laboratorium, BBO amoksisilin diproduksi melaluikombinasi 6-APA yang dikembangkan BPPT dengan Dane Salt yang dikembangkan olehFarmasi ITB. Selanjutnya dilakukan upscaling sintesa amoksisilin dari kedua intermediatematerial tersebut. Produksi BBO amoksisilin pada skala industri akan dilakukan oleh PT.Mersifarma Tirmaku Mercusana.

Sumber: Diolah dari Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti

Gambar 4.2. Peran Lembaga dalam Roadmap Amoksisilin

35

Ada dua metode untuk memperoleh amoksisilin, yaitu :

1) Metode konvensional secara kimiawi dengan menggunakan 6-APA yang direaksikandengan Dane Salt (seperti pada gambar 4.3), yang biasanya melibatkan lebih dari 10langkah, dan menggunakan pelarut beracun seperti metilen klorida dan reagen sililasi.Dilaporkan bahwa produksi 1 kilogram amoksisilin menghasilkan hingga sekitar 70 kglimbah yang tidak dapat didaur ulang.

Di samping fakta di atas, berdasarkan United State Pharmacopeia (USP), pembuatanamoksisilin tidak digunakan 4 parahidroksifenil glisin (D-(-)-4-hidroksifenil-glisin) tetapimenggunakan D-(-)-2-p-hydroxiphenyl glisine chloride. Jika menggunakan dane-salt,rendemen yang diperoleh sekitar 50%, tetapi jika menggunakan selain dane-salt bisadiperoleh rendemen sekitar 80%. Di sini terlihat pentingnya suatu formula awal, sehinggadari formula tersebut dapat ditentukan mana yang paling efisien.

Sumber: Diolah dari Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti

Gambar 4.3. Peran Lembaga dalam Proses Produksi BBO Amoksisilin (Metode Kimiawi)

2) Metode enzimatis, hanya membutuhkan langkah yang jauh lebih sedikit, menggunakankondisi reaksi yang lebih ringan, dan menghasilkan relatif lebih sedikit limbah. Langkahperkembangan riset terkait amoksisilin kemudian beralih ke metode enzimatis, denganpembagian peran seperti pada gambar 4.4 berikut ini.

36

Sumber: Bambang Marwoto. 2021.Gambar 4.4. Peran Lembaga dalam Proses Produksi BBO Amoksisilin (Metode Enzimatis)

4.1.3. Perkembangan Riset Penicillium chrysogenum

Penisilin pertama kali diterapkan untuk aplikasi klinik tahun 1942. Beberapa kelebihanpenisilin yaitu mempunyai spektrum yang luas, aktif terhadap bakteri gram positif danmempunyai toksisitas yang rendah sehingga penggunaan penisilin G dengan dosis tinggi tidakmenyebabkan alergi (Crueger & Crueger 1984). Salah satu jamur yang dikenal luas dapatmenghasilkan penisilin adalah Penicillium chrysogenum (Houbraken et al. 2012; Kardos &Demain 2011).

Penisilin diproduksi oleh galur Penicillium notatum atau Penicillium chrysogenum yangdiinokulasikan pada medium dengan nutrien yang sesuai. Taskin dkk. (2010) menyatakanbahwa penisilin yang dihasilkan oleh Penicillium chrysogenum merupakan penisilin G yanglabil terhadap kondisi asam. Menurut Volk dan Wheeler (1993), mekanisme kerja penisilinadalah dengan mengganggu sintesis dinding sel, khususnya ketika proses transpeptidasi padasintesis peptidoglikan dinding sel.

Sumber: Laksmi, B.J. dan Rahayu, W.P. 1995

Gambar 4.5. Penicillium Chrysogenum

37

Menurut Madigan dan Martinko (2006), pertumbuhan mikroorganisme di dalam kultur sekaliunduh (batch culture) dapat digambarkan sebagai kurva pertumbuhan yang menjelaskansiklus pertumbuhan suatu mikroorganisme seutuhnya, yang umumnya terbagi menjadi 4 fase,yaitu:

1. Fase lag, merupakan fase awal yang muncul ketika mikroorganisme menyesuaikan diridengan lingkungan baru (medium baru). Fase tersebut dapat muncul karenaperbedaan nutrisi medium pada kultur awal dan baru atau bisa juga karena umurinokulum yang sudah cukup tua.

2. Fase eksponensial, merupakan suatu fase ketika sel mulai aktif membelah diri denganwaktu generasi yang panjang. Fase tersebut akan berhenti sesuai dengan ketersediaannutrisi di dalam medium dan beberapa faktor lain.

3. Fase stasioner, merupakan suatu fase ketika jumlah sel mikroorganisme di dalamkultur tidak mengalami pertambahan maupun pengurangan, sehingga membentukkeseimbangan. Fase tersebut muncul karena dua faktor umum, yaitu karena nutrientpenting di dalam medium sebagian besar telah habis digunakan dan karena adanyabeberapa produk buangan dari metabolisme sel yang terakumulasi di dalam mediumdan menghambat pertumbuhan.

4. Fase kematian, merupakan suatu fase ketika sebagian besar sel di dalam kulturmengalami kematian dan lisis sel karena kehabisan nutrisi.

Produksi penisilin oleh jamur Penicillium chrysogenum terjadi selama fase stasioner sehinggadikenal sebagai metabolit sekunder. Oleh karena itu, di dalam proses produksi metabolitsekunder ini, dikenal juga istilah fase pertumbuhan (tropofase) dan fase pembentukan produk(idiofase).

Produksi penisilin menggunakan Penicillium chrysogenum berlangsung dari 0-140 jam (sekitar5-6 hari). Fase pertumbuhan penisilin mempunyai jangka waktu sekitar 40 jam. Selama waktutersebut, massa sel dibentuk. Setelah fase pertumbuhan (logaritma) berlangsung, tahapproduksi penisilin yang sebenarnya baru dimulai. Pemberian nutrien, seperti glukosa dannitrogen di dalam berbagai komponen medium kultur dapat memperlama tahap produksipenisilin, dari 120-180 jam.

Laju produksi antibiotik merupakan hasil dari sintesis selama proses fermentasi. Pemilihanmedium yang murah dan berkualitas bagi industri antibiotik sangat penting. Penggunaanmolase dan air lindi (leachate) dapat menjadi alternatif digunakan sebagai medium untukpertumbuhan Penicillium chrysogenum. Air lindi dapat digunakan sebagai sumber nitrogen(Laksmi dan Rahayu 1995) dan molase dapat digunakan sebagai sumber karbon karenamengandung konsentrasi karbohidrat sebesar 45-60% (Farooq et al. 2012). Keterbatasannutrisi dan penurunan kecepatan pertumbuhan akan menghasilkan sinyal yang mempunyaiefek regulasi sehingga menyebabkan diferensiasi kimia (metabolit sekunder) dan diferensiasimorfologi (morfogenesis) (Demain 1998). Pada saat tersebut, metabolisme sekunder danproduksi mikroorganisme berlangsung lebih lambat daripada mikroorganisme primer.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi fermentasi Penicillin, yaitu:

a. Temperatur: Fermentasi untuk pembuatan Penicillin akan menghasilkan produk yangmaksimum apabila temperatur operasi dijaga pada 24 C. Temperatur berkaitan eratdengan pertumbuhan mikroorganisme, karena kenaikan temperatur dapat

38

meningkatkan jumlah sel mikroorganisme baru. Apabila temperatur sistem meningkatmelebihi temperatur optimumnya, maka produk yang dihasilkan akan berkurang,karena sebagian dari media fermentasi akan digunakan oleh mikroorganisme untukmempertahankan hidupnya.

b. pH: Pengaturan pH dilakukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH sistem.Menurut Moyet dan Coghill kehilangan Penicillin dapat terjadi pada pH dibawah 5 ataupH diatas 7,5. PH medium dipengaruhi oleh jenis dan jumlah karbohidrat (glukosa ataulaktosa) dan buffer. Karbohidrat akan difermentasi menjadi asam-asam organik.Fermentasi glukosa yang berlangsung cepat akan menurunkan pH, sedangkan laktosaterfermentasi dengan sangat lambat sehingga perubahan pH berlangsung lambatpula. Konsentrasi gula hasil fermentasi ini berfungsi mempertahankan kenaikan pHagar tetap lambat. Larutan buffer dapat digunakan untuk mempertahankan pH sistem.Kalsium karbonat merupakan senyawa yang sering digunakan untuk tujuan ini.Kalsium karbonat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pH sistem saatditambahkan media fermentasi.

c. Aerasi: Aerasi yang cukup merupakan hal penting untuk memaksimalkan Penicillin,sebab aerasi dapat menghasilkan oksigen yang dihasilkan oleh Penicillumchrysogenum untuk metabolismenya.

d. Pengadukan: Pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengadukan yang sesuai akanmemperbaiki hasil Penicillin ketika laju aerasi konstan. Kecepatan pengadukan prosesfermentasi umumnya berkisar pada range 250 – 500 cm/detik. Pembentukan busayang berlebihan selama proses fermentasi dapat dieliminasi dengan penambahantributinit sutrat. Secara umum, busa akan menurunkan pH apabila konsentrasinyaterus bertambah.

e. Sterilisasi: Kontaminasi dapat dihindarkan dengan cara sterilisasi sistem perpipaan,fermentol, dan peralatan lain yang kontak langsung dengan Penicillin. Uap panasumumnya digunakan untuk sterilisasi media fermentasi dan peralatan tersebut. Zatanti busa dan udara untuk aerasi juga hasus disterilkan terlebih dahulu sebelumdiumpankan kedalam media fermentasi (Sarah 2002).

4.1.4. Perkembangan Riset Dane Salt

Pengembangan Dane Salt dilakukan oleh Sekolah Farmasi (Kelompok KeilmuanFarmakokimia) ITB, dengan metode sintesis secara organik. Pengembangan Dane Saltmeliputi: optimasi produksi Dane Salt (tahun 2020), pilot produksi Dane Salt (tahun 2021),dan penyusunan FS dan DED Dane Salt skala industri (tahun 2022).

Penelitian ini pada pelaksanaannya melibatkan beberapa sintesis, yaitu 4-hidroksifenilglisindari fenol dan glioxylic acid, yang kemudian dilanjutkan sintesis β-ketoamide-p-acetoacetanilide dari p-nitroanilin dan ethyl acetoacetate. Kedua jenis sintesis inilah yangkemudian turut berkontribusi dalam produksi Dane Salt dalam penelitian ini.

39

4.1.5. Perkembangan Riset Penisilin G Asilase (PGA)

Dalam rangkaian proses menuju BBO amoksisilin, selain bahan-bahan berupa raw materialdan intermediate material, juga dibutuhkan katalis berupa enzim, diantaranya Penisilin Gasilase (PGA). Penicillin G Acylase (PGA) adalah enzim kunci yang digunakan dalam produksiantibiotik β-laktam. PGA menghidrolisis rantai samping Penisillin G dan melepaskan 6-aminopenicillanic acid (6-APA), yang merupakan bahan baku pembuatan Penisilin semisintetik.Produksi antibiotik β-Laktam semi-sintetik membutuhkan PGA dalam jumlah besar, dimanakonsumsi tahunan enzim ini diperkirakan berkisar antara 10-30 juta ton. Oleh karena itu,diperlukan PGA dengan harga yang dapat diterima yang bisa dicapai dengan optimasiproduksi PGA agar didapat antibiotik β-Laktam dengan harga terjangkau (PTB, 2021).

Penelitian tentang Penisilin G Asilase (PGA, EC 3.5.1.11; penicilin amidohydrolase, penisilinacylase) dimulai pada tahun 1950 ketika enzim ini mulai dideskripsikan oleh Sakaguchi danMurao (1950). Struktur enzim, karakterisasi fisikokimia, sintesis, dan pematangan dalam galur(strain) yang memproduksinya dapat ditemukan pada beberapa publikasi ilmiah (Rajendhrandan Gunasekaran,2004; Sio et al., 2003; Chandel et al., 2008; Srirangan et al., 2013).

PGA dari Escherichia coli (PGAEc) adalah enzim yang kuat yang diketemukan pada tahun 1960dan telah diakui oleh beberapa perusahaan farmasi sebagai enzim dengan potensi industriyang tinggi: dengan aktivitas optimal hingga 60 °C (Erarslan et al., 2007), suhu denaturasi Tmpada 64,5 °C (Grinberg et al. 2008), dan mempunyai stabilitas yang tahan lama setelahdilakukan imobilisasi (Ospina et al., 1996). Pada 1980-an, enzim ini digunakan sebagai katalisindustri untuk produksi skala besar asam nukleat β-laktam 6-amino penicilanic acid (6-APA)dan asam 7aminodeacetoxy cephalosporanat (7-ADCA) yang digunakan untuk produksi kimiaSSBAs. Langkah pertama adalah menggantikan produksi secara kimia SSBAs denganbiokatalisis menggunakan PGA hidrolitik.

Permintaan penisilin yang meningkat memicu permintaan untuk penisilin G asilase karenaaktivitas katalitiknya selama produksi penisilin G pada skala industri, di mana ia digunakandalam produksi antibiotik β-laktam. Meningkatnya resistensi obat telah memicu pasarantibiotik semisintetik, di mana penisilin G asilase digunakan untuk menghasilkan zat antarayang membantu dalam produksi β-laktam.

Di pasar global, permintaan penisilin G asilase meningkat karena hidrolisis katalitik penisilinG menjadi asam fenil asetat dan 6-APA (asam penicillanic 6-amino) dan sintesis antibiotik semisintetik. Penisilin G Asilase juga menghidrolisis sefalosporin G menjadi asam 7-Amino-3-metil-3-cephem-4-karboksilat (7ADCA). Asam 6-aminopenicillanic dan asam 7-Amino-3-metil-3-cephem-4-karboksilat adalah perantara utama dalam produksi antibiotik semi sintetik β-laktam.

Berdasarkan aplikasi, pasar global penisilin G asilase disegmentasi sebagai:

Produksi penisilin semi-sintetis

Produksi sefalosporin

Perlindungan dalam sintesis peptida

Produksi Amoksisilin

Peningkatan resistensi obat patogen telah menciptakan permintaan pengembangan obatbaru untuk menangkal patogenesis patogen. Dalam rangka meelawan patogenisitas ini,

40

industri farmasi berfokus menghasilkan antibodi semi-sintetik atau modifikasi di manapenisilin G asilase menjadi sangat penting untuk menghasilkan antibiotik β-laktam.

Secara proses, perusahaan BBO di Indonesia belum menggunakan enzim (biokatalis)melainkan menggunakan katalis kimia. Oleh karena itu potensi perkembangan teknologi diindustri enzim pada bidang kesehatan dan farmasi sangat terbuka lebar. Guna memenuhikebutuhan pasar domestik di Indonesia diperlukan pengembangan teknologi enzim di industrifarmasi.

4.1.6. Perkembangan Riset 6-APA

Capaian R&D Antibiotik yang dilakukan di Balai Bioteknologi BPPT meliputi:

1. Galur Mikroba :

a. Galur mikroba penghasil Eritromisin, Tetrasiklin, Penisilin G dan Sefalosporin C

b. Galur mikroba penghasil enzim Penisilin G asilase

c. Mikroba rekombinan penghasil 7-ACA asilase

2. Teknologi Fermentasi dan Recovery pada Skala Pilot Plant

a. Teknologi fermentasi untuk produksi Eritromisin, Tetrasiklin, Penisilin G danSefalosporin C

b.Teknologi recovery untuk produksi Eritromisin, Tetrasiklin, Penisilin G & Sefalosporin C

3. Teknologi Biokonversi

Teknologi biokonversi Penisilin G menjadi 6-APA telah dilakukan secara enzimatis padaskala 25 L

Sumber: Anis H Mahsunah, Agung Eru Wibowo, Tim BBO Antibiotik Balai Bioteknologi BPPT, 2019.

Gambar 4.6. Capaian Riset Balai Bioteknologi BPPT (Penisilin G, Penisilin G Asilase, 6-APA)

Di samping riset terkait amoksisilin (penisilin, 6-APA), Balai Bioteknologi BPPT juga telahmenyusun Kajian Tekno Ekonomi Produksi 6-APA.

Biokonversi Penisilin G menjadi 6-APAKonversi : 94,3%Yield Recovery : 79,2%Kemurnian : 98%

41

Sumber: Anis H Mahsunah, Agung Eru Wibowo, Tim BBO Antibiotik Balai Bioteknologi BPPT, 2019.

Gambar 4.7. SDM dan Fasilitas Pendukung Riset 6-APA di Balai Bioteknologi BPPT

Targetnya, dari proses dihasilkan powder 6-APA hasil skala mini pilot plant (1 kg 6-APA)/batch) dengan rendemen di atas 75%. Di samping 6-APA, proses yang dilakukan juga akanmenghasilkan by product berupa PAA, hasil purifikasi skala lab. PAA ini dibutuhkan olehindustri parfum dan flavour.

Sumber: Sasmito Wulyoadi, 27 Mei 2021

Gambar 4.8. Mini Pilot Plant 6-APA

42

Tabel 4.1. Daftar Bahan untuk Produksi dan Purifikasi 6-APA

No Bahan Merek Spesifikasi Sumber

Biokonversi 6-APA

1 Penisilin G Na Salt -

2 Enzim penisilin GAsilase (PGA) amobil

-

3 K2HPO4 Merck for analysis EMSURE

4 KH2PO4 Merck for analysis EMSURE

5 NaOH Merck for analysis EMSURE

6 HCl Merck for analysis EMSURE

Purifikasi 6-APA

1 NaOH Merck for analysis EMSURE

2 HCl Merck for analysis EMSURE

3 Etanol Merck for analysis EMSURE

Analisa Produk

1 Standar 6-APA Wako Analytical standart FUJIFILM WakoChemical Corporation

2 Standar PAA Sigma Analytical standart Merck Kga, Darmstadt,Gemany

3 Standar Penisilin G TCI Pharmaceutical grade TCI Europe NV

4 H3PO4 Merck for analysis EMSURE

5 Asetinitril Merck Hypergrade for LC-MS

Bahan Lainnya

1 Etilen Glikol - TechnicalSumber: Diolah dari Sasmito Wulyoadi, 27 Mei 2021

43

4.1.7. Perkembangan Riset HPGME

Beberapa peneliti telah mensintesis beberapa penisilin dengan menggunakan penisilinamidase. Sintesis enzimatik benzilpenisilin dari asam 6-aminopenisilanat (6-APA) dan asamfenilasetat oleh bakteri penisilin amidase pertama kali dilaporkan pada tahun 1960 (Rolinsonet al, Claridge et aJ dan Kaufmann et al., 1960). Para peneliti tersebut menemukan bahwaEscherichia coli mentransfer gugus asil dari berbagai turunan asam fenilasetat ke 6-APA.Penelitian oleh (Kato, 1980) menunjukkan sintesis enzimatik p-hydroxybenzylpenicillin danampisilin dengan menggunakan Escherichia coli penisilin amidase.

Pada tahun 1972 beberapa bakteri yang termasuk dalam famili Pseudomonadaceaemengkatalisasi N-asilasi senyawa 7-aminocephem dengan ester asam a-amino. Kato (1980)menyampaikan bahwa penggunaan strain bakteri Pseudomonadaceae dapat mensintesisberbagai sefalosporin semi-sintetis yang memiliki rantai samping asam amino, termasuksefaleksin dan sefaloglisin. Bakteri ini juga mengasilasi 6-APA dengan ester asam a-aminountuk menghasilkan berbagai penisilin semi-sintetik. Substrat dari enzim yang mengkatalisisreaksi sintetik ini berbeda dari penisilin amidase. Enzim α-asam amino ester hidrolase,mengkatalisis hidrolisis ester asam amino dan transfer gugus asil dari ester asam amino keakseptor asil seperti senyawa 7-aminocephe dan 6-APA.

Kato (1980) menggunakan strain bakteri yang memproduksi asam amino ester hidrolase,kemudian mencoba mensintesis amoksisilin dari D-a-(p-hidroksifenil) glisin metil ester(HPOME) dan 6-APA. Dijelaskan pula bahwa sintesis amoksisilin melalui strain mutandefisiensi penisilinase, X. citri K24. Seluruh sel Xanthomonas citri K24, secara efektifdigunakan untuk sintesis amoksisilin dari Da-{p-hydroxyphenyl)glycine methyl ester (HPGME)dan asam 6-aminopenicillanic (6-APA). Bahan kimia yang digunakan yaitu HPGMEhidroklorida, [al~-126° (c = 1,0, H20), dibuat dari Da-(p-hidroksifenil) glisin (HPG) denganmetode von Brenner dan Huber Y, sedangkan 6-APA adalah produk yang dibeli dari BioRadLaboratories Inc., California.

Kato (1980) telah menunjukkan bahwa X. citri K24, mensintesis amoksisilin dari HPGME dan6-APA. Akumulasi amoksisilin mencapai puncaknya ketika 23% dari 6-APA yang ditambahkandiubah menjadi amoksisilin. Pengurangan kekuatan ionik dari campuran reaksi mempercepatlaju sintesis amoksisilin dan akibatnya meningkatkan hasil amoksisilin menjadi sekitar 60%pada basis molar. Hal ini dapat dijelaskan dengan temuan bahwa konsentrasi tinggi garamanorganik menginduksi disosiasi molekul enzim yang mengakibatkan penurunan drastisaktivitas enzim.

Penambahan alkohol ke dalam campuran reaksi lebih lanjut meningkatkan hasil amoksisilin.Dari alkohol yang diuji, 2-butanol adalah yang paling efektif. Hal ini menekan hidrolisis HPGMEoleh hidrolase ester asam amino dan meningkatkan transfer gugus asil dari HPGME ke 6-APA(sintesis amoksisilin). Namun penambahan 2-butanol tidak berpengaruh nyata terhadappenjumlahan laju reaksi hidrolisis dan transfer.

Saat ini, Pusat Teknologi Farmasi dan Medika (PTFM) BPPT sedang mengembangkan inovasiteknologi produksi amoksisilin secara enzimatik. Teknologi ini memerlukan bahanintermediate 6-APA dan HPGME serta enzim Immobilized amoxicillin acylase, pelarut air sertakondisi proses yang lebih ramah lingkungan. Produk amoksisilin yang dihasilkan pada skalalaboratorium telah memenuhi standar Farmakope Indonesia atau Farmakope Internasionalseperti United States Pharmacopeia (USP).

44

Status kemampuan teknologi produksi BBO amoksisilin dapat diukur menggunakan TRL(Technology Readiness Level) atau TKT (Tingkat Kesiapan Teknologi). Melalui TRL dapatdiberikan informasi dan manfaat sebagai berikut:

Teknologi dapat diadopsi oleh pengguna, baik oleh pemerintah, industri maupunmasyarakat

Mengetahui status kesiapterapan teknologi

Membantu pemetaan kesiapterapan teknologi

Mengevaluasi pelaksanaan program atau kegiatan riset dan pengembangan

Mengurangi risiko kegagalan dalam pemanfaatan teknologi

Meningkatkan pemanfaatan hasil riset dan pengembangan

(Elmatsani HM, 2018)

TKT sebagai alat pengukur status riset terbagi kedalam 9 level, dimana pada masing-masinglevel terdapat beberapa indikator. Level 1-3 dapat dikategorikan sebagai riset dasar, level 4-6 sebagai riset terapan, dan level 7-9 adalah riset pengembangan. Khusus untuk TKT bidangfarmasi, indikator dari tiap level yang disusun oleh Ristek/BRIN `dapat dilihat pada tabelberikut.

Tabel 4.2. Indikator Tingkat Kesiapterapan Teknologi Bidang FarmasiLevelTRL

Tahapan/ Kriteria Indikator Penilaian

1Prinsip dasar dariteknologi diteliti dandilaporkan

Review dan penilaian penemuan ilmiah sebagai pondasi untukpenggolongan teknologi baru.

Telah dilakukan survei awal tentang market dan penilaiannya

Telah ada penjelasan tentang penerapan ilmiah yang potensial untukmasalah-masalah yang telah ditentukan

2 Formulasi konsep dan/atau aplikasi formulasi.

Telah dihasilkannya hipotesa

Telah dikembangkan, diulas dan disetujuinya research plan dan atauresearch protocol

3

Pembuktian konsepfungsi dan/ ataukarakteristik pentingsecara analitis daneksperimental

Telah dilakukan dan dibuktikannya proof of concept awal sebagaiobat kandidat dalam model riset in vitro dan in vivo dalam jumlahterbatas

Telah dimulainya riset dasar, pengumpulan data dan analisa untukmenguji hipotesa, mengeksplorasi konsep alternatif danmengidentifikasi serta mengevaluasi teknologi yang mendukungpengembangan obat.

4Validasi komponen/subsistem dalamlingkungan laboratorium

Riset dilakukan di laboratorium non GLP (Good laboratory Practice)dalam suatu desain percobaan yang ketat (kondisi terburuk).

Telah dilakukan riset eksplorasi obat kandidat (yaitu formulasi, carapemberian obat, metode sintesa, sifat fisik dan kimiawi, jalur

Kemampuan Teknologi Produksi Bahan Baku ObatAmoksisilin

4.2

45

LevelTRL

Tahapan/ Kriteria Indikator Penilaian

metabolisme dan eksresi atau pengeluaran dari tubuh, danpengukuran dosis pemakaian).

Telah dilakukan pengujian obat kandidat pada hewan model untukmengidentifikasi dan menilai potensi keamanan dan toksisitasnya,ketidakcocokan, dan efek samping

Telah dilakukan dan dibuktikannya proof of concept (bukti konsep)dan keamanan formulasi kandidat obat pada skala laboratorium ataupada hewan model yang ditetapkan

5Validasi komponen/subsistem dalam suatulingkungan yang relevan

Tercapainya poin keputusan dimana dipastikan adanya kecukupandata terkait obat kandidat dalam draft technical data package untukmendukung kelanjutan proses dengan persiapan permohonanInvestigational New Drug (IND)

Telah dilakukan riset non-klinis dan klinis secara ketat meliputipengumpulan data parameter dan analisis dalam metode yangdirumuskan dengan baik dengan pilot lot (prototipe yang tervalidasi)obat kandidat.

Hasil riset menggunakan pilot lot memberikan landasan untuk prosesproduksi yang memenuhi cGMP (current Good ManufacturingPractice)-compliant pilot lot production.

Telah dilakukannya kajian keamanan dan toksisitas secara GLPmenggunakan hewan model

Telah dilakukan identifikasi endpoint khasiat klinis (clinical efficacy)atau surrogate nya

Telah dilakukan kajian untuk mengevaluasi farmakokinetik danfarmakodinamik obat kandidat.

Telah dimulai riset stabilitas.

6

Demonstrasi model atauprototipe sistem/subsistem dalam suatulingkungan yangrelevan.

Aplikasi IND disiapkan dan diajukan (submit).

Teknologi produksi dibuktikan melalui kualifikasi fasilitas cGMP.

Hasil dari uji Fase 1 telah dilakukan dan memenuhi persyaratankeamanan klinis dan mendukung proses ke uji klinis Fase 2.

7Demonstrasi prototipedalam lingkungan yangsebenarnya

Uji klinis Fase 2 telah dilakukan untuk membuktikan khasiat awal danuntuk mendapatkan data keamanan dan toksisitas lebih lanjut.

Rencana riset klinis Fase 3 atau rencana surrogate test telah disetujui

Aktivitas produk (yaitu bukti awal khasiat) telah ditentukan.

Telah ditentukan dosis produk akhir, range dosis, jadwal, carapemberian, terbukti (mapan) dari data farmakokinetik danfarmakodinamik secara klinis.

Telah dilakukan scaling up proses untuk skala komersial yangmemenuhi syarat GMP

8

Sistem telah lengkapdan handal melaluipengujian dandemonstrasi dalamlingkungan sebenarnya.

Validasi proses telah selesai dilaksanakan dan diikuti dengan uji lotconsistency (konsistensi produk akhir).

Telah dilakukan uji klinis Fase 3 yang diperluas atau surrogate testuntuk mengumpulkan informasi terkait keamanan dan efektifitasobat kandidat. Pengujian dilakukan untuk menilai keseluruhan risk

46

LevelTRL

Tahapan/ Kriteria Indikator Penilaian

benefit dari pemberian obat kandidat dan untuk memberikanlandasan yang cukup untuk pemberian label obat (drug labeling).

DOSSIER dipersiapkan dan diajukan ke BPOM.

Persetujuan DOSSIER untuk obat olehBPOM.

Fasilitas skala produksi komersial telah ada dan telah diinspeksiBPOM.

9Sistem benar-benarteruji/ terbukti melaluikeberhasilanpengoperasian.

Farmasetikal (obat) atau alat medis telah didistribusikan/dipasarkan.

Telah dilakukan riset dan pengawasan postmarketing (non-klinismaupun klinis).

Keterangan:

Warna arsir hijau menandakan bahwa indikator ini tidak berlaku untuk BBO (raw material,intermediate, bahan aktif obat), tidak berlaku bagi yang tergolong bukan obat baru. Sebagai gantinya,cukup dengan mengacu pada ketentuan yang ada dalam Farmakope.

DOSSIER = berkas atau dokumen

4.2.1 Kemampuan Teknologi Penisilin G Hasil Riset Balai Bioteknologi BPPT

Riset tentang Penisilin G sudah dilakukan di Balai Bioteknologi BPPT sejak lama (sejak tahun1990 an). Balai Bioteknologi BPPT sudah bisa menghasilkan Penisilin G dalam skala pilot.Target tahun 2020 untuk riset terkait Penisilin G ini adalah dihasilkannya prototipe Penisilin Gpada skala laboratorium. Capaian di tahun 2020, sudah dapat diperoleh Penisilin G dengantiter 5,360 mg/liter pada skala kultur kocok hasil seleksi galur unggul Penicilliumchrysogenum.

Ditinjau dari sisi tingkat kesiapterapan teknologinya (TKT), riset Penisilin G dalam rangkakemandirian BBO Amoksisilin ini telah mencapai level 3, berupa pembuktian konsep fungsidan/ atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental, karena adanya beberapakendala teknis, peningkatan level TKT menjadi terhambat.

Dalam kaitannya dengan kemungkinan hilirisasi ke industri, untuk kasus di Indonesia PenisilinG ini masih sulit diaplikasikan menjadi industri mandiri, kecuali ada kepastian pasar dariindustri pengguna.

4.2.2 Kemampuan Teknologi Penisilin G Asilase (PGA) Hasil Riset PTB BPPT

Sejak tahun 2014 Pusat Teknologi Bioindustri (PTB) BPPT merintis penelitian berbagai enzimuntuk aplikasi industri, yang selama ini bahan bakunya 100% impor. Riset yang dilakukan olehPTB BPPT dalam rangka kemandirian BBO Amoksisilin adalah untuk menghasilkan enzimPenisilin G Asilase (PGA). Potensi aplikasi PGA bisa lebih luas, tidak hanya sebatas hidrolisisdan sintesa untuk menghasilkan 6-APA (untuk menghasilkan bahan aktif amoksisilin padatahap selanjutnya), tetapi pada tahap berikutnya juga bisa digunakan dengan 7-ACA untukmenghasilkan cefalosporin.

47

Penelitian yang dilakukan PTB BPPT ini adalah untuk membuat prototipe enzim Penisillin GAsilase (PGA) yang terkarakterisasi dan terimobilisasi dari strain lokal maupun Improved strainuntuk sintesis Penicillin G menjadi 6-APA maupun langsung menjadi amoksisilin. Penelitiantersebut untuk mendukung kemandirian industri BBO nasional melalui Prioritas Riset Nasional(PRN) kesehatan, juga untuk melakukan inovasi teknologi produksi BBO amoksisilin secaraenzimatis.

Target yang dituju dari penelitian ini adalah:

Diperolehnya enzim PGA untuk sintesis 6-APA

Diperolehnya kondisi optimal produksi enzim PGA dari isolat PTB maupun isolat Vland.

Prototipe enzim PGA yang terimobilisasi

Didapatkan metode produksi enzim PGA yang optimal

Dalam penelitian ini tidak menghasilkan senyawa aktif baru, sehingga tidak perlu dilakukanuji klinis dan uji praklinis, tetapi dengan mengacu pada ketentuan senyawa obat yang adadalam Farmakope, dalam hal ini terkait fisikokimia dan potensi biotik untuk amoksisilin.

Proses produksi enzim Penisillin G Asilase (PGA) untuk sintesis 6-APA sebagai bahan bakuantibiotik β-Laktam merupakan hal yang baru di Indonesia dimana industri bahan bakuantibiotik dan teknologi untuk produksi antibiotik semi sintetik di Indonesia masih belum ada.Di kancah global, India, China, Eropa dan Amerika Serikat merupakan beberapa produsen BBOdengan teknologi enzim menggunakan PGA yang kebanyakan berasal dari bakteri Escheriacoli. Penelitian oleh PTB-BPPT salah satunya akan menggunakan isolat Bacillus thuringiensissebagai produsen PGA nya, yang nantinya akan di-imobilisasi guna meningkatkan kualitasketahanan terhadap thermal dan pelarutnya. Oleh karena itu PGA dari mikroba hasil isolasiPTB-BPPT untuk sintesis bahan baku antibiotik semi sintetik 6-APA tergolong sebagaipenelitian yang baru dan merupakan terobosan teknologi dalam meningkatkan nilai BBOserta mendukung PRN di bidang kesehatan.

Riset PGA oleh PTB-BPPT ini masih pada tahap awal, dengan posisi TKT di level 3. Kegiatan iniberupa pengembangan galur mikroba untuk menghasilkan PGA, melalui rekayasa genetikuntuk menghasilkan enzim.

Dalam upaya pengembangan teknologi, BPPT bekerja sama dengan industri di Cina yaituQingdao Vland Biotech Group, yang merupakan salah satu industri enzim terbesar di Cina.Kerjasama ini bersifat in-official (diskusi, permintaan sampel enzim) dengan MoU, belumditindaklanjuti perjanjian kerja sama (PKS). Perusahaan Qingdao Vland Biotech membanturiset yang dilakukan PTB-BPPT dalam hal menggali informasi teknis kajian enzim PGA. QingdaoVland Biotech bersedia melakukan transfer teknologi dengan royalti. Tim PTB-BPPT akanmenjalani pelatihan di China dalam rangka untuk downstream processing riset PGA.

Hasil riset dari PTB-BPPT ini (enzim PGA) nantinya akan digunakan oleh Balai BioteknologiBPPT sebagai salah satu bahan untuk menghasilkan 6-APA.

Seperti terlihat pada gambar 4.2, dalam riset PGA ini dilakukan kerjasama antara PTB-BPPTdengan Univesitas Gajah Mada (UGM). UGM mengembangkan enzim PGA untuk hidrolisis.UGM mengembangkan PGA dari dua sumber yaitu Escheria coli dan Bacillus megaterium, dansaat ini masih dalam verifikasi skala laboratorium.

48

Tahun 2021 ini PTB-BPPT melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan PGA ke arahsintesanya. Dengan TKT yang berada pada level 3 (proof of concept), saat ini dalam tahapverifikasi gen yang sedang disintesa. Pekerjaan sifatnya masih dalam skala laboratorium.Semua bahan menggunakan bahan impor, baik bahan baku untuk media produksi maupununtuk keperluan pengembangan rekayasa genetika. Potensi untuk menggunakan bahan lokalbelum dieksplore karena masih dalam skala laboratorium.

Jika hasil riset ini akan dihilirisasi ke industri, diperlukan analisis lebih lanjut terkait potensipasarnya. Sebagai gambaran, industri penghasil enzim di China memproduksi multi enzimagar aktivitasnya ekonomis.

4.2.3 Kemampuan Teknologi 6-APA Hasil Riset Balai Bioteknologi BPPT

Target di tahun 2020 yang ditetapkan untuk riset 6-APA adalah dihasilkannya satu prototipe6-Aminopenicillanic acid (6-APA) pada skala laboratorium. Tahun 2020 telah diperolehpowder 6-APA hasil biosintesis dan purifikasi skala laboratorium dengan rendemenbiokonversi 95%, rendemen purifiasi 77% dan derajat kemurnian mencapai 98%.

Riset 6-APA yang dilakukan Balai Bioteknologi BPPT telah mencapai TKT level 4, yaitu validasikode, komponen dan/ atau bread board validation dalam lingkungan laboratorium.

Balai Bioteknologi BPPT sudah mampu menghasilkan amoksisilin dengan 6-APA hasil konversisendiri dengan hasil yang bagus, dengan bahan baku enzim PGA impor dari Korea dan China.

Hilirisasi raw material maupun intermediate ke industri dapat dilakukan secara individual atauterintegrasi dengan industri amoksisilin. Hilirisasi secara terintegrasi lebih feasible untukditerapkan.

4.2.4 Kemampuan Teknologi HPGME Hasil Riset PTFM BPPT

Penelitian HPGME di Pusat Teknologi Farmasi dan Medika (PTFM) BPPT saat ini mencapai TKTlevel 4. Walaupun demikian, ada indikator untuk di level 6 yang sudah dicapai yaitu teknologiproduksi yang sudah dibuktikan melalui uji mutu.

Penelitian HPGME yang dilakukan PTFM-BPPT paralel waktunya dengan riset di PTB-BPPT danBalai Bioteknologi BPPT. PTFM-BPPT belum menggunakan 6-APA hasil riset Balai BioteknologiBPPT, masih menggunakan dari sumber impor. Penggunaan bahan-baku dalam negeri,berupa amoniak, HCL, bahan kimia pembantu lainnya.

Tahun ini peralatan di PTFM-BPPT akan ditingkatkan skala batch (dalam skala kilogram) untukmemenuhi produksi amoksisilin yang akan selesai pada Oktober 2021.

Riset HPGME oleh PTFM-BPPT dilakukan bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung(ITB) dan mitra industri PT. Mersifarma Tirmaku Mercusana. ITB berkontribusi dalam sintesa

49

HPGME, dengan dukungan insentif pendanaan PRN. PT. Mersifarma berkontribusi dalamhilirisasi produk amoksisilin dan informasi data pasar amoksisilin (bulk standar industri).

Dalam proses untuk menghasilkan HPGME, terdapat side product yang bisa digunakan untukveteriner. Sedapat mungkin dilakukan recovery sehingga bermanfaat dan memberikan nilaitambah bagi industri.

Hal yang perlu diperhatikan dalam hilirisasi hasil riset kepada industri adalah skala produksiamoksisilin yang belum feasible jika target pasarnya adalah kebutuhan dalam negeri yang saatini hanya 4,9% pasar dunia. Oleh karena itu pengukuran kesiapan hilirisasi hasil riset tidakhanya melihat TKT atau TRL, namun juga pengukuran DRL (Demand Readiness Level).

Tabel 4.3. Rekap Kemampuan Teknologi Riset BBO Amoksisilin

TKT Tahapan/Kriteria Indikator Penilaian Penisi

lin G PGA 6-APA

HPGME

1 Prinsip dasardari teknologiditeliti dandilaporkan

Review dan penilaian penemuan ilmiahsebagai pondasi untuk penggolonganteknologi baru.

√ √ √

Telah dilakukan survei awal tentang marketdan penilaiannya

√ √ √ √

Telah ada penjelasan tentang penerapanilmiah yg potensial untuk masalah yg telahditentukan

2 Formulasikonsep dan/atau aplikasiformulasi.

Telah dihasilkannya hipotesa, berupa:

Sudah ada makalah yg terfokus danmenghasilkan research plan

Sudah ada hasil analisa pendukungproposal riset

√ √ √ √

Telah dikembangkan, diulas dan disetujuinyaresearch plan dan atau research protocol

√ √ √ √

3 Pembuktiankonsep fungsidan/ ataukarakteristikpenting secaraanalitis daneksperimental

Telah dilakukan dan dibuktikan proof ofconcept awal sebagai obat kandidat dalammodel riset in vitro dan in vivo dalam jumlahterbatas

√ √* √ √

Telah dimulai riset dasar, pengumpulan datadan analisa untuk menguji hipotesa,mengeksplorasi konsep alternatif danmengidentifikasi serta mengevaluasiteknologi yang mendukung pengembanganobat, berupa:

Hasil uji in vitro dan in vivo

Sudah dihasilkan formula terkait produkriset

√*

4 Validasikomponen/subsistemdalam

Riset dilakukan di laboratorium non GLPdalam suatu desain percobaan yang ketat.

√ √ √

Telah dilakukan riset eksplorasi obat kandidat(formulasi, cara pemberian obat, metode

√ √ √

50

TKT Tahapan/Kriteria Indikator Penilaian Penisi

lin G PGA 6-APA

HPGME

lingkunganlaboratorium

sintesa, sifat fisik dan kimiawi, jalurmetabolisme dan eksresi/ pengeluaran daritubuh, dan pengukuran dosis pemakaian).

Telah dilakukan pengujian obat kandidat padahewan model untuk mengidentifikasi danmenilai potensi keamanan dan toksisitasnya,ketidakcocokan, dan efek samping

√ √

Telah dilakukan dan dibuktikannya proof ofconcept (bukti konsep) dan keamananformulasi kandidat obat pada skalalaboratorium atau pada hewan model yangditetapkan

√ √

5 Validasikomponen/subsistemdalam suatulingkungan yangrelevan

Tercapainya poin keputusan dimanadipastikan adanya kecukupan data terkaitobat kandidat dalam draft technical datapackage untuk mendukung kelanjutan prosesdengan persiapan permohonan IND

Telah dilakukan riset non-klinis dan klinissecara ketat meliputi pengumpulan dataparameter dan analisis dalam metode yangdirumuskan dengan baik dengan pilot lot(prototipe yang tervalidasi) obat kandidat.

Hasil riset menggunakan pilot lot memberikanlandasan untuk proses produksi yangmemenuhi cGMP-compliant pilot lotproduction.

Telah dilakukan kajian keamanan dantoksisitas secara GLP menggunakan hewanmodel

Telah dilakukan identifikasi endpoint khasiatklinis (clinical efficacy) atau surrogate nya

Telah dilakukan kajian untuk mengevaluasifarmakokinetik & farmakodinamik obatkandidat.

Telah dimulai riset stabilitas.

6 Demonstrasimodel atauprototipesistem/subsistemdalamlingkungan yangrelevan.

Aplikasi IND disiapkan dan diajukan (submit).

Teknologi produksi dibuktikan melalui ujimutu.

Hasil dari uji Fase 1 telah dilakukan danmemenuhi persyaratan keamanan klinis danmendukung proses ke uji klinis Fase 2.

7 Demonstrasiprototipe dalam

Uji klinis Fase 2 telah dilakukan untukmembuktikan khasiat awal untuk

51

TKT Tahapan/Kriteria Indikator Penilaian Penisi

lin G PGA 6-APA

HPGME

lingkungan yangsebenarnya

mendapatkan data keamanan dan toksisitaslebih lanjut.

Rencana riset klinis Fase 3 atau rencanasurrogate test telah disetujui

Aktivitas produk (yaitu bukti awal khasiat)telah ditentukan.

Telah ditentukan dosis produk akhir, rangedosis, jadwal, cara pemberian, terbukti daridata farmakokinetik & farmakodinamiksecara klinis.

Telah dilakukan scalling up proses untuk skalakomersial yang memenuhi syarat GMP

8 Sistem telahlengkap danhandal melaluipengujian dandemonstrasidalamlingkungansebenarnya.

Validasi proses telah selesai dilaksanakan dandiikuti dengan uji lot consistency (konsistensiproduk akhir).

Telah dilakukan uji klinis Fase 3 yangdiperluas/ surrogate test untukmengumpulkan informasi terkait keamanandan efektifitas obat kandidat. Pengujiandilakukan untuk menilai keseluruhan riskbenefit dari pemberian obat kandidat danuntuk memberikan landasan yang cukupuntuk pemberian label obat (drug labelling).

DOSSIER dipersiapkan dan diajukan ke BPOM.

Persetujuan DOSSIER untuk obat olehBPOM.

Fasilitas skala produksi komersial telah adadan telah diinspeksi BPOM.

9 Sistem benar-benar teruji/terbukti melaluikeberhasil-anpengoperasian.

Farmasetikal (obat) atau alat medis telahdidistribusikan/ dipasarkan.

Telah dilakukan riset dan pengawasanpostmarketing (non-klinis maupun klinis).

Keterangan:

Warna arsir hijau menandakan bahwa indikator ini tidak berlaku untuk BBO (raw material,intermediate, bahan aktif obat), tidak berlaku bagi yang tergolong bukan obat baru. Sebagai gantinya,cukup dengan mengacu pada ketentuan yang ada dalam Farmakope.

√* pada kolom 3a untuk PGA, terkait indikator, bukan sebagai obat tapi enzim PGA, tidak ada uji in vivo/in vitro

5252

53

54

Metode perhitungan nilai TKDN produk farmasi, termasuk BBO amoksisilin menggunakanmetode processed based, berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 16 Tahun 2020,.Pada perhitungan tersebut komponen produksi dihitung nilai TKDN berdasarkan kelompokbahan baku, research & development, proses produksi dan pengemasan. Masing-masingkelompok ini ditetapkan nilai maskimalnya sebagaimana pada Gambar 5.1 berikut :

Gambar 5.1. Nilai Komponen pada Perhitungan TKDN Berdasarkan Permenperin No. 16Tahun 2020

Perhitungan nilai TKDN dengan menggunakan Permenperin No. 16 Tahun 2020 diharapkanakan mendorong kegiatan R&D obat/farmasi, karena kegiatan R&D diberikan nilai yang besaryakni 30%.

Saat ini belum ada industri dalam negeri yang memproduksi BBO amoksisilin, sehinggaperhitungan TKDN dilakukan dengan beberapa asumsi, dan hasilnya disebut sebagaiperhitungan potensi. Karena bahan baku (baik raw material maupun bahan antara) sebagaianbesar diimpor, maka komponen yang memberikan kontribusi dalam perhitungan nilai TKDNadalah komponen R&D, proses produksi dan pengemasan.

Perhitungan nilai TKDN BBO amoksisilin berikut ini menggunakan perhitungan dengan prosesenzimatis.

Bahan baku produksi BBO amoksisilin terdiri atas bahan baku aktif yang meliputi 6-APA (6-Aminopenicillanic acid), HPGME (p-Hydroxyphenylglycine methyl ester) dan enzim amoksisilinasilase. Ketiga bahan ini adalah bahan intermediate dalam produksi BBO amoksisilin. Karenabahan ini masih diperoleh secara impor, maka nilai TKDN masing-masing 0%. Sedangkan

Potensi Nilai TKDN BBO Amoksisilin5.1

Perhitungan Nilai TKDN Prosessed Based, Permenperin No.16/2020

Research &Development

BahanTambahan/

Excipient

BatchRelease

55

bahan tambahan terdapat 5 bahan, terdiri atas 2 bahan produk impor dan 3 bahan produkdalam negeri. Nilai maksimum komponen bahan baku adalah 50%. Dengan data tersebutperhitungan nilai TKDN bahan baku sebesar 5%. Hasil perhitungan Total Nilai TKDN adalah 56%. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1. Perhitungan Nilai TKDN BBO Amoksisilin Sebagai Bahan Aktif (API)

No FAKTOR PENENTUAN BOBOTPERUSAHAAN KRITERIA

NILAIBOBOTAKHIR

BOBOTMAKSIMUM

SUBTOTALNILAI

TKDN (%)

I Kandungan Bahan Baku - Tidak Ada 30% 50% 15%- Ada

II Proses Penelitian dan Pengembangan - Tidak Ada 70% 30% 21%- Ada

III Proses Produksi - Tidak Ada 100% 15% 15%- Ada

IV Proses Pengemasan - Tidak Ada 100% 5% 5%- Ada

Total Nilai TKDN 56%

Hasil perhitungan tersebut diperoleh dengan asumsi nilai TKDN bahan baku, R&D, prosesproduksi dan proses pengemasan sebagai berikut :

Asumsi Perhitungan TKDN Bahan-Baku

Asumsi nilai TKDN bahan baku adalah 15% sebagaimana pada Tabel 5. 2 berikut ini.

Tabel 5.2. Potensi Nilai TKDN Bahan Baku Produksi BBO Amoksisilin

I. KANDUNGAN BAHAN BAKU

No URAIAN

KRITERIA

ALOKASIPENILAIAN KATEGORI

NILAIBOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)

ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I Bahan Baku Aktif Spesifikasi 70% 0 X 0% 0% 0%

6-APA X 0%HPGME X 0%Enzim Amoksisilin Asilase X 0%

II Bahan BakuTambahan

Spesifikasi

30% 30 100% 100% 30%

Ammonia 2,5% X 100%Asam klorida 3M X 100%Aqua DM X

Total Nilai TKDN 30% 15%

56

Bahan baku aktif ada tiga yakni 6-APA, HPGME dan enzim amoksisilin asilase yangmasing-masing adalah komponen impor (KLN) sehingga nilai TKDN nya adalah 0%.Adapun komponen bahan tambahan ada tiga, yakni Ammonia, asam klorida dan aquaDM yang masing-masing merupakan komponen dalam negeri (KDN) dengan alokasidan kategori 100% sehingga nilai TKDN bahan baku 15%.

Asumsi Perhitungan TKDN Proses Penelitian dan Pengembangan (R&D)

Untuk perhitungan penelitian dan pengembangan (R&D) komponen yang dihitungmeliputi: (1) aspek pengembangan obat baru; (2) uji klinis; (3) formulasi; dan (4) BA(bioabilitas)/BE (bioekivalensi). Nilai maksimum TKDN penelitian dan pengembanganadalah 30% dengan asumsi memiliki komponen pengembangan obat baru, formulasidan BA/BE. Hasil perhitungan nilai TKDN penelitian dan pengembangan adalah 21%sesuai Tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3. Potensi Nilai TKDN Proses R&D Produksi BBO Amoksisilin

No URAIANKRITERIA

ALOKASIPENILAIAN KATEGORI

NILAIBOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)I Pengembangan Obat Baru 25% X 100% 100% 25%II Uji Klinis 30% X 0% 0% 0%III Formulasi 35% X 100% 100% 35%

IV BA (Bioavabilitas)/BE(Bioekivalensi) 10% X 100% 100% 10%

Sub Total 70% 21%

Asumsi Perhitungan TKDN Proses Produksi

Perhitungan nilai TKDN proses produksi proses produksi BBO amoksisilin meliputikomponen proses pencampuran dan dosage forming. Nilai maksimum TKDN prosesproduksi adalah 15%. Hasil perhitungan nilai TKDN proses produksi BBO amoksisilinsebesar 15% dengan asumsi alokasi penilaian dan kategori masing-masig komponenproses produksi 100%. Hasil perhitungan niai TKDN sebagaimana pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Perhitungan Nilai TKDN Proses Produksi BBO Amoksisilin

No URAIANKRITERIA

ALOKASIPENILAIAN KATEGORI

NILAIBOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)I Proses Pencampuran 60% X 100% 100% 60%II Dosage Forming 40% X 100% 100% 40%

Sub Total 100% 15%

57

Asumsi Perhitungan TKDN Proses Pengemasan

Adapun nilai TKDN proses pengemasan meliputi batch release, pengemasan primerdan pengemasan sekunder. Nilai maksimum TKDN proses pengemasan adalah 5%.Hasil perhitungan nilai TKDN proses pengemasan diperoleh 5% sebagaimana padaTabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5. Perhitungan Nilai TKDN Proses Pengemasan BBO Amoksisilin

No URAIANKRITERIA

ALOKASIPENILAIAN KATEGORI

NILAIBOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)I Batch Release 50% X 100% 100% 50%II Pengemasan Primer 40% X 100% 100% 40%III Pengemasan Sekunder 10% X 100% 100% 10%

Sub Total 100% 5%

Nilai TKDN Obat amoksisilin sangat ditentukan oleh nilai TKDN BBO amoksisilin (API)mencakup: bahan baku, proses R&D, proses produksi dan proses pengemasan (potensi NilaiTKDN BBO Amoksisilin telah dihitung pada sub-bab 5.1).

Dengan formula tablet amoksisilin potensi nilai TKDN bisa dicapai sebesar 49% sesuai Tabel5.6, sedangkan jika formula non tablet potensi nilai TKDN amoksisilin sebesar 46% sesuaiTabel 5.7.

Tabel 5.6. Perhitungan Potensi Nilai TKDN Amoksisilin (sebagai Obat) dengan Formula Tablet

No FAKTOR PENENTUAN BOBOTPERUSAHAAN KRITERIA

NILAIBOBOTAKHIR

BOBOTMAKSIMUM

SUBTOTALNILAI

TKDN (%)

I Kandungan Bahan Baku - Tidak Ada 30% 50% 15%- Ada

II Proses Penelitian dan Pengembangan - Tidak Ada 45% 30% 14%- Ada

III Proses Produksi - Tidak Ada 100% 15% 15%- Ada

IV Proses Pengemasan - Tidak Ada 100% 5% 5%- AdaTotal Nilai TKDN 49%

Format Tabel : Permenperin No.16 Tahun 2020.

Potensi Nilai TKDN Obat Amoksisilin5.2

58

Tabel 5.7. Perhitungan Potensi Nilai TKDN Amoksisilin (sebagai Obat) dengan Formula NonTablet

No FAKTOR PENENTUAN BOBOTPERUSAHAAN KRITERIA

NILAIBOBOTAKHIR

BOBOTMAKSIMUM

SUBTOTALNILAI

TKDN (%)

I Kandungan Bahan Baku- Tidak Ada

30% 50% 15%- Ada

II Proses Penelitian dan Pengembangan- Tidak Ada

35% 30% 11%- Ada

III Proses Produksi- Tidak Ada

100% 15% 15%- Ada

IV Proses Pengemasan- Tidak Ada

100% 5% 5%- Ada

Total Nilai TKDN 46%Format Tabel : Permenperin No.16 Tahun 2020.

Asumsi yang digunakan pada perhitungan tersebut adalah dengan nilai TKDN 15%sebagaimana pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Perhitungan Nilai TKDN Bahan Baku Produksi Amoksisilin (sebagai Obat) denganFormula Tablet dan Non Tablet

No URAIAN

KRITERIA

ALOKASIPENILAIAN KATEGORI

NILAIBOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I Bahan Baku Aktif Spesifikasi 70% 0 X 0% 0% 0%

BBO (API) Amoksisilin X 0%

II Bahan BakuTambahan

Spesifikasi 30% 30 100% 100% 30%

PVP Industri X 100%CMC Na Industri X 100%Sukrosa Industri X 100%Vanilin Industri X 100%Na Benzoat Industri X 100%

Total Nilai TKDN 30% 15%

Format Tabel : Permenperin No.16 Tahun 2020.

Adapun perhitungan nilai proses R&D produksi amoksisilin dengan formula tablet adalah 14%sebagaimana Tabel 5.9 dan formula non tablet sebesar 11% sebagaimana pada Tabel 5.10.

59

Tabel 5.9. Perhitungan Nilai TKDN Proses R&D Produksi Amoksisilin (sebagai Obat) denganFormula Tablet

No URAIAN

KRITERIAALOKASI

PENILAIAN KATEGORINILAI

BOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I Pengembangan Obat Baru 25% X 0% 0% 0%

II Uji Klinis 30% X 0% 0% 0%

III Formulasi 35% X 100% 100% 35%

IV BA (Bioavabilitas)/BE(Bioekivalensi) 10% X 100% 100% 10%

Sub Total 45% 14%Format Tabel : Permenperin No.16 Tahun 2020.

Tabel 5.10. Perhitungan Nilai TKDN Proses R&D Produksi Amoksisilin (sebagai Obat) denganFormula Non Tablet

No URAIAN

KRITERIAALOKASI

PENILAIAN KATEGORINILAI

BOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I Pengembangan Obat Baru 25% X 0% 0% 0%

II Uji Klinis 30% X 0% 0% 0%

III Formulasi 35% X 100% 100% 35%

IV BA (Bioavabilitas)/BE(Bioekivalensi) 10% X 0% 0% 0%

Sub Total 35% 11%Format Tabel : Permenperin No.16 Tahun 2020.

60

Adapun perhitungan nilai proses produksi amoksisilin adalah 15% baik untuk formula tabletmaupun non tablet sebagaimana pada Tablet 5.11.

Tabel 5.11. Perhitungan Nilai TKDN Proses Produski Amoksisilin (sebagai Obat) denganFormula Tablet dan Non Tablet

No URAIANKRITERIA

ALOKASIPENILAIAN KATEGORI

NILAIBOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)I Proses Pencampuran 60% X 100% 100% 60%II Dosage Forming 40% X 100% 100% 40%

Sub Total 100% 15%Format Tabel : Permenperin No.16 Tahun 2020.

Adapun perhitungan nilai proses pengemasan amoksisilin adalah 5% baik untuk formulatablet maupun non tablet sebagaimana pada Tablet 5.12.

Tabel 5.12. Perhitungan Nilai TKDN Proses Pengemasan Amoksisilin (sebagai Obat) denganFormula Tablet dan Non Tablet

No URAIANKRITERIA

ALOKASIPENILAIAN KATEGORI

NILAIBOBOTAKHIR

SUBTOTALNILAITKDN

(%)ADA TIDAK

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)I Batch Release 50% X 100% 100% 50%II Pengemasan Primer 40% X 100% 100% 40%III Pengemasan Sekunder 10% X 100% 100% 10%

Sub Total 100% 5%

Format Tabel : Permenperin No.16 Tahun 2020.

Produk obat amoksisilin dipasarkan dalam bentuk sediaan amoksisilin, yang paling umumadalah sediaan per oral berupa tablet 500 mg, sirup kering 125 mg/5ml. Selain itu ada pulabentuk sediaan kapsul 250 mg yang mengandung amoksisilin trihidrat setara denganamoksisilin anhidrat 250 mg. Tersedia pula sediaan parenteral dengan kekuatan 500 mgdalam vial 10 ml (Riawati, 2021). Adapun niai TKDN produk obat amoksisilin yang dihasilkanindustri dalam negeri sebagaimana dipublikasikan oleh Kemenperin/P3DN berkisar padaangka sekitar 30,50-35,91% sebagaimana terdapat pada Tabel 5.13.

61

Tabel 5.13. Nilai TKDN Amoksisilin Produk Industri Sesuai Dokumen P3DN Kemenperin

Perusahaan JenisProduk,Tahun

Merek dan Tipe Spesifikasi NilaiTKDN

PT. Sejahtera LestariFarma

Generik,16/12/2020

AMOXICILLINTRIHYDRATEKaplet

Dus, 10 strip@ 10 Kaplet 30,50%

PT. Pharma Laboratories Generik,8/10/2020

AMOXICILLINTRIHYDRATEKaplet

Dus, 10 strip@ 10 kaplet 30.50%

PT. Pharma Laboratories Generik,8/10/2020

AMOXICILLINTRIHYDRATESirup Kering

Dus, botol @15 mL 31.05%

PT. Ifars PharmaceuticalLaboratories

Generik,6/8/2020

AMOXICILLINTRIHYDRATEKaplet

Dus, 10 strip@ 10 kaplet 34.88%

PT. Ifars PharmaceuticalLaboratories

Generik,6/8/2020

AMOXICILLINTRIHYDRATESirup kering

Dus, 1 botol @60 mL 35.91%

Sumber: Kemenperin, 2021

6262

63

64

Sebagai upaya membangun industri BBO di dalam negeri, Pemerintah telah menerbitkanberbagai kebijakan dalam dekade terakhir. Namun demikian kebijakan-kebijakan tersebutbelum mampu menumbuhkan industri BBO Nasional yang mampu mengurangiketergantungan impor BBO. Kebijakan-kebijakan yang telah digulirkan meliputi:

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 87 Tahun 2013 TentangPeta Jalan Pengembangan Bahan Baku Obat

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 Tentang RencanaInduk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (RIPIN)

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan PengembanganIndustri Farmasi

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 TentangRencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi Dan Alat Kesehatan

Perpres 38 tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2015-2045 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang

Penyelenggaraan Bidang Perindustrian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021 tentang

Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

Sumber : Siregar, Pamian. 2020.

Gambar 6.1. Tantangan Bahan Baku Obat (BBO) Nasional dan Kebijakan Pemerintah

Kebijakan Industri6.1

65

6.1.1 Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku ObatPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 87 Tahun 2013 TentangPeta Jalan Pengembangan Bahan Baku Obat

Sebagai upaya mengurangi ketergantungan BBO pada sumber impor, pada tahun 2013pemerintah telah membuat rencana strategis berupa peta jalan (roadmap) pengembanganBBO di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2013-2020. Rencana strategis tersebutditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 87 Tahun 2013Tentang Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku Obat. Berikut ini adalah peta jalan tersebut.

Tabel 6.1. Peta Jalan Kemandirian Bahan Baku ObatTujuan Peta Jalan Meningkatkan pengembangan dan produksi BBO dalam negeri yang bermutu tinggi

dan mengurangi angka impor

Program Peta Jalan 1) Mengembangkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan BBO

2) Meningkatkan sinergitas ABG (Academy, Business, Government)

3) Meningkatkan riset BBO yang berorientasi pada kebutuhan

4) Meningkatkan kemampuan Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)

5) Meningkatkan produksi bahan kimia sederhana, pemanfaatan SDA (SumberDaya Alam) dan Bioteknologi

Stake holder utama 1) Industri farmasi; 2) Peneliti dan akademisi; 3) Pemerintah

Pengembangan BBO Produk Kimia Produk Biologik

Jangka Pendek

(1-3 tahun)

Parasetamol, DFA III, Penisilin, CitricAcid, Garam Farmasi, Artemisinin,Radiofarmasi

Sabin IPV, Rotavirus (Oral), Pentavalent

Jangka Menengah

(3-5 tahun)

Derivat Sefalosporin, Amilum TB Recombinant, Pneumococcal,Erithropoietin, Albumin

Jangka Panjang

(6-10 tahun)

Antibiotik generasi terkini Dengeu, Malaria, DNA Vaccine, HIV/AIDS

No Langkah langkah 2013 2014 2016 2018 2020 Output PenanggungJawab

Followup

InstansiTerkait

1 Mengembangkankebijakan yangberpihak padapengembangan BBO

V V V V V Hasil reviewdanrekomendasikebijakan,

Kebijakan(PP, UU,Perpres,Kepmen atauPermen)

Juklak danjuknis, SOP

Insentif

Kemkes 2013-2020 -Kemkes

BPOM

Kemenkeu

Kemenperin

66

No Langkah langkah 2013 2014 2016 2018 2020 Output PenanggungJawab

Followup

InstansiTerkait

2 Meningkatkansinergitas ABG(jejaring, pokja,pemetaan &peningkatankemampuan industriBBO

V V V V V Aliansi yangmemilikipayunghukum

Kemkes 2013-2020olehKemkes

Perg Tinggi

IndustriKemenkokesra,Kemenkoekuin,Kemenperin,LIPI, BPPT,Kemenristek

3 Menguatkan riset dibidang BBO yangberorientasi padakebutuhan (Herbal,Kimia & Bioteknologi)

V V V V V Kemenristek Kemkes, LIPI,BPPT,PerguruanTinggi

4. Meningkatkankemampuan Iptek

V V Kemenristek Kemkes, LIPI,BPPT,PerguruanTinggi,Kemenperin

5. Meningkatkanproduksi bahan kimiasederhana,pemanfaatan SDAdan bioteknologi

Kemenristek Kemkes, LIPI,BPPT,PerguruanTinggi

1) Produksi scaling-up (Herbal, Kimia& Bioteknologi)

V V V V

2) Produksi olehindustri (Herbal,Kimia &Bioteknologi)

V

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 87 Tahun 2013

6.1.2 Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 Tentang RencanaInduk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (RIPIN)

Untuk memperkuat dan memperjelas peran pemerintah dalam pembangunan industrinasional, disusun perencanaan pembangunan industri nasional yang sistematis,komprehensif, dan futuristik dalam wujud Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional2015-2035 yang selanjutnya disebut RIPIN 2015-2035.

Di dalam RIPIN 2015-2035, industri obat-obatan menjadi salah satu dari 8 pilar industriandalan, yaitu pilar industri farmasi, kosmetik dan alat kesehatan. Berikut ini adalah RIPIN2015-2035, khususnya rencana pembangunan industri farmasi nasional.

67

Tabel 6.2 Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035Visi RIPIN Menjadi negara industri tangguh, bercirikan:

1) Strutkur industri nasional yang kuat, dalam, sehat, dan berkeadilan2) Industri yang berdaya saing tinggi di tigkat global dan3) Industri yang berbasis inovasi teknologi,

Misi RIPIN 1) Mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;2) Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri;3) Mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;4) Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan

atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikanmasyarakat;

5) Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;6) Mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna

memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan7) Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.

TahapanPembangunanIndustri

Tahap I (2015-2019): meningkatkan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu,diikuti pembangunan industri pendukung dan andalan melalui penyiapan SDM sertapenguasaan teknologi.

Tahap II (2020-2024): mencapai keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkunganmelalui penguatan struktur industri, penguasaan teknologi, dan SDM berkualitas.

Tahap III (2025-2035): menjadi negara Industri Tangguh yang bercirikan struktur industrikuat, berdaya saing tinggi di tingkat global, serta berbasis inovasi dan teknologi.

Tahapan Pembangunan Industri Prioritas Farmasi dan Kosmetik

2015-2019 2020-2024 2025-2035

1. Sediaan herbal2. Garam farmasi3. Golongan Cefalosporin4. Amlodipin5. Glucose Pharmaceutial

Grade (for infusion)6. Amoxicillin7. Glimepiride/ Metformine8. Parasetamol9. Produk Biologik10. Vaksin11. Produk Herbal/ Natural12. Produk Kosmetik13. Bahan baku tambahan

pembuatan obat (exipient)

1. Lanzoprazole2. Vitamin C3. Atorvastatin4. Beta-caroten5. Stevioside6. Simvastatine7. Produk Biologik8. Vaksin9. Produk Herbal/ Natural10. Produk Kosmetik11. Bahan baku tambahan

pembuatan obat (exipient)

Peningkatan kapasitasbeorientasi ekspor:1. Sediaan herbal2. Garam farmasi3. Golongan Cefalosporin4. Amlodipin5. Glucose Pharmaceutial

Grade (for infusion)6. Amoxicillin7. Glimepiride/ Metformine8. Parasetamol9. Lanzoprazole10. Vitamin C11. Atorvastatin12. Beta-caroten13. Stevioside14. Produk Biologik15. Vaksin16. Produk Herbal/ Natural17. Talk Osmanthus18. Produk Kosmetik19. Bahan baku tambahan

pembuatan obat (exipient)Sumber : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015

68

6.1.3 Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat KesehatanInstruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan IndustriFarmasi

Sebagai upaya mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri farmasidan alat kesehatan dalam negeri, Presiden Republik Indonesia telah memberikan instruksikepada 9 Menteri dan 3 Kepala Lembaga terkait untuk melakukan langkah-langkahpercepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan sesuai tugas, fungsi dankewenangan masing-masing lembaganya. Amanat Presiden RI tersebut dituangkan dalamInstruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016.

Tabel 6.3. Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016Menteri danKepala Lembagapenerimainstruksi

1) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2) Menteri Koordinator BidangPembangunan Manusia dan Kebudayaan; 3) Menteri Kesehatan; 4) MenteriKeuangan; 5) Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; 6) MenteriPerindustrian; 7) Menteri Perdagangan; 8) Menteri Pertanian; 9) Menteri BadanUsaha Milik Negara; 10) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; 11) KepalaBadan Pengawas Obat dan Makanan; 12) Kepala Lembaga Kebijakan PengadaanBarang/ Jasa Pemerintah

Instruksi Umum 1) menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai upayapeningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional;

2) meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di dalam negeridan ekspor;

3) mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dalam bidang farmasi dan alatkesehatan;

4) mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat, obat,dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor sertamemulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/ utilisasi kapasitas industri.

Instruksi KepadaMenteri Riset,Teknologi, danPendidikan Tinggi

1) mengkoordinasikan dan mengarahkan penelitian dan pengembangan sediaanfarmasi dan alat kesehatan yang berorientasi terhadap kebutuhan danpemanfaatan;

2) melakukan dan mendorong pengembangan tenaga riset dan mendirikan fasilitasriset terutama studi klinik dan studi non-klinik dalam rangka memenuhikebutuhan tenaga ahli, industri farmasi dan alat kesehatan.

Sumber: Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016

69

6.1.4 Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat KesehatanPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 TentangRencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi Dan Alat Kesehatan

Agar kebijakan pengembangan industri farmasi dan instruksi percepatannya oleh PresidenRI dapat terimplementasi sesuai yang diharapkan, maka Menteri Kesehatan menyusunRencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan melalui PeraturanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Rencana AksiPengembangan Industri Farmasi Dan Alat Kesehatan.

Tabel 6.4. Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat KesehatanTujuan Rencana Aksi Untuk meningkatkan koordinasi dan sinergisme antar pemangku kepentingan

dalam pengembangan industri farmasi Indonesia

Pihak-pihak Terkait 1) Kementerian Kesehatan; 2) Kementerian/ Lembaga Terkait; 3) Industri

Skenario Pengembangan Industri Farmasi Produk Bahan Baku Kimia

2016-2018 2019-2021 2022-2025

1. Statin derivates (menurunkan kadarkolesterol: Simvastatin, Atorvastatin,rosuvastatin)

2. Pantoprazole3. Clopidogrel4. ARV (Entecavir, Tenofovir)5. Beta-Lactam (Amoxycillin)6. Pharma Salt (NaCl pharma-grade)7. Dextrose pharma-grade8. Lyophilisation9. Pen-G10. Magnesiumstearate11. Paracetamol12. Amoxicillin13. Rifampicin14. Neomycin15. Phenylpropanola mine16. Guaifenesin17. Stevioside18. Glucose

1. Ascorbic Acid (vit. C)2. Cephalosporin (7 – ACA)3. 7-AVCA4. 7-ACCA5. 7-ADCA6. ARV (Entecavir, Tenofovir)7. Vitamin B58. Vitamin C9. Vitamin E10. Folic Acid11. Picolinic Acid12. Bioflavonoids13. Beta-caroten14. Ergocalciferol15. Colecalciferol16. Biotin17. Beta-caroten18. Anthocyanoside19. Potassium20. Copper21. Eksipien

1. Metformin2. Amlodipine3. Glimepiride4. Lanzoprazole5. Atorvastatin6. Hydrotalcite7. Retinol

70

Rencana Aksi Pengembangan Industri FarmasiAmanat Inpres No.6 Th.2016 Tujuan Pengembangan

Industri FarmasiRencana Aksi Program Target Kinerja Instansi Terkait

1.Menyusun dan menetapkanrencana aksi pengembanganindustri farmasi;

Meningkatkankemampuan industrifarmasi kearahresearch anddevelopment (R&D)(transformasi industrifarmasi)

a) pembentukkan TIM POKJA Pengembangan IndustriFarmasi

b) mereview pedoman penelitian dan pengembangan yangimplementatif;

c) menetapkan skema dan mekanisme fasilitasi terkaitproses manufacturing sehingga inisiasi produksiintermediate, API dapat dimulai dan dapat menginisiasisiklus produksi yang kontinyu;

d) menyusun skema dan aturan baik dipusat dan daerahdalam rangka peningkatan dan optimalisasi infrastrukturdistribusi intermediate, API, sediaan jadi farmasidiseluruh daerah Indonesia dan untuk ekspor;

e) menginventarisasi data kapasitas dan kapabilitas R&DFarmasi Nasional di dindustri farmasi dan juga di instansidan lembaga riset (termasuk perguruan tinggi)

SK Tim Pokja PengembanganIndustri Farmasi dirilismaksimal akhir tahunpertama RAP, dan mencakupketerwakilan seluruh stakeholder industri farmasi diIndonesia.

Rancangan Permenkestentang Rencana aksiPengembangan IndustriFarmasi

Database Nasional fasilitasR&D, kapasitas dan potensiriset instansi terkait

Kemenkes,Badan POM,Kemenristekdikti, Kemenperin,Lembagapenelitian

2.Memfasilitasi pengembanganindustri farmasi terutama kearah biopharmaceutical,vaksin, Natural dan API

Mampu melakukanR&D dibidang farmasidengan berupayamengembangkanbahan baku obat didalam negeri

Pembentukan FGD yang melibatkan unsur peneliti darilembaga riset, perguruan tinggi dan industri farmasi untukdilaksanakan bertahap dalam pengembangan bahan bakuobat terdiri dari biopharmaceutical, vaksin, Natural dan API

Daftar bahan yang akandikembangkan secara berkalaKesepahaman antar lembagariset, perguruan tinggi denganindustri farmasi mengenairoadmap pengembangan bahanbaku dan produk farmasi

Kemenkes,Badan POM,Kemenristekdikti,Kemenperin,Lembagapenelitian

3.Mendorong danmengembangkanpenyelenggaraan R&Dsediaan farmasi dalam rangkakemandirian industri farmasi

Meningkatkankemampuan industrifarmasi kearah R&D

a) merumuskan kebijakan yang mendorong transferteknologi atau lisensi, terutama atas produk impordengan kebutuhan tinggi atau penyakit menular,maksimal 5-10 tahun setelah perolehan izin edar;

b) bersinergi untuk menyusun data dan menetapkandatabase yang dapat memperlihatkan kebutuhan API,intermediate, raw material, solvent, katalis dan bahanpendukung dalam negeri regional maupun internasionalbeserta trendnya sehingga industri memiliki acuan dalampenyusunan feasilibity study implementasi investasi,

Kebijakan kearah transferteknologi

Bahan obat yang prioritasuntuk dikembangkan

Kemenkes,Badan POM,Kemenristek-dikti,Kemenperin,Kemenkumham,BKPM, Lembagapenelitian

70

71

Rencana Aksi Pengembangan Industri FarmasiAmanat Inpres No.6 Th.2016 Tujuan Pengembangan

Industri FarmasiRencana Aksi Program Target Kinerja Instansi Terkait

produksi dan perdagangan intermediate;c) menyusun suatu sistem surveilans terkait masa paten

obat dan menyusun skema perlindungan hukum terkaithal tersebut;

4.Memprioritaskanpenggunaan produk sediaanfarmasi dalam negeri melaluie-tendering dan e-purchasingberbasis e-catalogue

Meningkatkanpenggunaan bahanbaku dalam negeriuntuk kebutuhanproduksi obat dalamnegeri

a) peningkatan kemampuan produksi bahan baku sediaanfarmasi agar digunakan oleh industri dalam negeri;

b) menetapkan sistem promosi dan focal point atas eksporintermediate dan API.

c) peningkatan kapasitas produksi obat generik Indonesiad) mengkaitkan dengan pajak atau bea masuk yang

dikenakan pada industri farmasie) memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri

melalui e-procurement berbasis e-catalogue5.Mengembangkan sistem data

dan informasi secaraterintegrasi yang berkaitandengan kebutuhan produksidan distribusi sediaanfarmasi, pelayanan kesehatan

Meningkatkan PangsaPasar Produk farmasi

Sistem data dan informasi terkait kebutuhan produksi dandistribusi

Kebutuhan industri farmasi Kemenkes,Badan POM,Kemenristekdikti,Kemenperin

6.Menyederhanakan sistemdan proses perizinan dalampengembangan industrifarmasi

Meningkatkan InvestorIndustri Farmasi

Layanan perizinan dalam pengembangan industri farmasi Industri yang kearahtransformasi

Kemenkes,Badan POM,Kemenperin,Kemendagri,BKPM

7. Melakukan koordinasidengan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)kesehatan untukmeningkatkan kapasitas BPJSsebagai payer danmemperluas kontrak

Meningkatkan PangsaPasar Produk farmasi

a) koordinasi dengan LKPP (Lembaga Kebijakan PengadaanBarang/Jasa Pemerintah) dan Faskes untukmeningkatkan penggunaan produk dalam negeri baikjenis maupun volume;

b) Pembinaan kepada industri farmasi untuk meningkatkankemampuan dan kapasitas produksi dalam negeri

Kemampuan produksi industrifarmasi dalam negeri

Kemenkes,LKPP,Kemenperin,KemenBUMN

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017

71

72

6.1.4 Rencana Induk Riset Nasional 2015-2045Perpres 38 tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2015-2045

Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017-2045 sebagai rencana jangka panjangsektor riset, disusun untuk mendukung strategi pembangunan sektor industri yang telahdirumuskan pada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 (RIPIN), sektorenergi melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN), serta sektor Ekonomi Kreatif melaluiRencana Induk Ekonomi Kreatif Nasional (RIEKN). Hal ini untuk mewujudkan penguatanekonomi nasional berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermuara pada industriberbasis teknologi, kedaulatan energi serta ekonomi kreatif berbasis ilmu pengetahuan danteknologi inovatif. Tujuan tersebut dituangkan kedalam visi Riset Nasional Tahun 2017-2045 yaitu Indonesia Berdaya Saing dan Berdaulat Berbasis Ilmu Pengetahuan danTeknologi.

Kesehatan dan Obat menjadi salah satu dari 10 fokus riset dalam RIRN 2017-2045. Topikdalam bidang fokus riset Kesehatan dan Obat ini meliputi: 1) Teknologi ProdukBiofarmasetika; 2) Teknologi Alat Kesehatan dan Diagnostik; 3) Teknologi KemandirianBahan Baku Obat (BBO).

Tabel 6.5. Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2015-2045Visi Indonesia Berdaya Saing dan Berdaulat Berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Misi 1) mencitakan masyarakat Indonesia yang inovatif berbasis ilmu pengetahuan danteknologi

2) menciptakan keunggulan kompetitif bangsa secara global

Tujuan 1) meningkatkan literasi ilmu pengetahuan dan teknologi2) meningkatkan kapasitas, kompetensi dan sinergi Riset Nasional3) memajukan perekonomian nasional berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi

Fokus Riset 1) Pangan - Pertanian; 2) Energi - Energi Baru dan Terbarukan; 3) Kesehatan - Obat; 4)Transportasi; 5) Teknologi Informasi dan Komunikasi; 6) Pertahanan dan Keamanan; 7)Material Maju; 8) Kemaritiman; 9) Kebencanaan; dan 10) Sosial Humaniora - Seni Budaya -Pendidikan.

Tema dan Topik Fokus Riset Kesehatan ObatTEKNOLOGI PRODUK

BIOFARMASETIKATEKNOLOGI ALAT KESEHATAN

DAN DIAGNOSTIKTEKNOLOGI KEMANDIRIAN

BAHAN BAKU OBAT

[1] Penguasaan produksivaksin utama (hepatitis,dengue)

[2] Penguasaan sel punca(stem cell)

[3] Penguasaan produkbiosimilar dan produkdarah

[1] Pengembangan in vivodiagnostic (IVD) untukdeteksi penyakit infeksi

[2] Pengembangan in vivodiagnostic (IVD) untukdeteksi penyakit degeneratif

[3] Pengembangan alatelektronik

[1] Pengembangan fitofarmakaberbasis sumber daya lokal

[2] Bahan baku obat kimia

[3] Saintifikasi jamu dan herbal,teknologipigman alami

73

Integrasi Fokus Riset Kesehatan-Obat

Tema Riset Topik Riset DukunganAnggaran

InstitusiTerkait

Target LinkRIPIN

TeknologiKemandirianBahan BakuObat (BBO)

Pengembanganfitofarmakaberbasis sumberdaya lokal

Kemenkes,LIPI, BPPT

Kemenkes,Kemenperin,LIPI, BPOM,BPPT

Pemanfaatan biodiversitassebagai fitofarmaka

Farmasidankosmetik

Bahan bakuimpor

Kemenkes,LIPI, BPPT

Kemenkes,Kemenperin,LIPI, BPOM,BPPT

Vitamin A berbasis pigmenSefalosporin dan antibiotiklain Dextrose MonoHydrate

Farmasidankosmetik

Saintifikasi jamudan herbal,teknologiproduksipigmen alami

Kemenkes,LIPI, BPPT

Kemenkes,LHK, KKP,Kemenperin,LIPI, BPOM,BPPT

Bahan baku ekstraktumbuhan obat

Obat herbal terstandar

Farmasidankosmetik

Sumber: Perpres 38 tahun 2018

6.1.5 Jaminan Kemudahan Ketersediaan Bahan Baku IndustriPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentangPenyelenggaraan Bidang Perindustrian

Ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri menjadi hambatan utamaberkembangnya industri BBO dalam negeri. Menyikapi kondisi ini, Pemerintah telahberkomitmen memberikan kemudahan dalam mendapatkan bahan baku dan bahanpenolong industri untuk menjamin keberlangsungan proses produksi di industry, dimanakebijakan penjaminan ketersediaannya baik dari dalam negeri maupun luar negeri telahdituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian. Berikut ini pokok-pokok kebijakantersebut.

Tabel 6.6. Pokok-pokok Kebijakan Jaminan Ketersediaan Bahan Baku dan Penolong DalamPeraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2021

Pokok Kebijakan Uraian

PenggunaanBahan

dan BahanPenolong oleh

Industri

Industri harus menggunakan Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam prosesproduksi secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan

Industri harus mengutamakan penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penolong yangberasal dari dalam negeri

Kemudahan

MendapatkanBahan Baku danBahan Penolong

Pemerintah Pusat dan Daerah menjamin ketersediaan dan penyaluran Bahan Bakudan Bahan Penolong dari dalam negeri luar negeri bagi Industri

Pemerintah Pusat dapat melakukan pelarangan/ pembatasan ekspor Bahan Bakudan Bahan Penolong

Pemerintah Pusat dapat memberikan kemudahan impor Bahan Baku dan BahanPenolong

Jaminan ketersediaan Bahan Baku dan Bahan Penolong dilakukan melalui:

74

Pokok Kebijakan Uraian

o Pemetaan dan penetapan wilayah penyediaano Pengenalan penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penolong alternatifo Pembangunan industri hulu dan industri antara berbasis sumber daya alam

Pembatasan ekspor dilakukan atas dasar pertimbangan Bahan Baku dan BahanPenolong:o Sudah dapat diolah di dalam negeri, namun pasokannya belum mencukupi

kebutuhan industri dalam negerio Memiliki nilai tambah tinggio Menjaga kestabilan hargao Kepentingan nasional lainnya

Kemudahan impor dilakukan atas dasar pertimbangan Bahan Baku dan BahanPenolong:o Tidak ada ketersediaan pasokano Ketersediaan belum mencukupi dari sisi volume atau kualitas

Kemudahan impor Bahan Baku dan Bahan Penolong dapat berupa: fasilitas fiskal,fasilitas non-fiskal atau pemenuhan jumlah impor sesuai kebutuhan

NeracaKomoditas

Dalam rangka menjamin ketersediaan Bahan Baku dan Bahan Penolong, PemerintahPusat menetapkan Neraca Komoditas yang didalamnya memuat data yang akurattentang kebutuhan dan pasokan Bahan Baku dan Bahan Penolong untuk industri

Usulan pembatasan ekspor maupun kemudahan impor Bahan Baku dan BahanPenolong didasarkan pada Neraca Komoditas

Sumber: Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2021

6.1.6 Kawasan Ekonomi KhususPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021 tentangPenyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

Dalam upaya mempercepat pengembangan industri, pemerintah mendorong dibangunnyakawasan-kawasan industri yang mampu memberikan daya tarik bagi hadirnya investormelalui pemberian insentif berupa fasilitas dan kemudahan. Model kawasan industri yangtelah dikembangkan adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diatur dalam PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan KawasanEkonomi Khusus. Pembentukan KEK dapat diusulkan oleh Badan Usaha atau PemerintahDaerah kepada Dewan Nasional, yaitu dewan yang dibentuk di tingkat nasional untukmenyelenggarakan KEK.

KEK dibangun melalui penyiapan kawasan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor,impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEKditujukan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosanpengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata,dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan kerja. Disamping untuk tujuanpengembangan wilayah daerah, pembangunan KEK juga diarahkan bagi kepentingannasional yang lebih luas, seperti: pengembangan sektor jasa, penghematan devisa sertamemperbaiki neraca perdagangan.

Melalui pengembangan KEK diharapkan banyak investor tertarik menanamkan modalnyauntuk membangun industri BBO di kawasan ini karena insentif yang didapatkan. Insentifyang diperoleh industri di KEK berupa fasilitas dan kemudahan, meliputi :

75

a. Fasislitasi dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai, mencakup:

o Pajak Penghasilan

o Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualanatas Barang Mewah

o Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor;o Cukai

b. Fasislitasi dan kemudahan lalu lintas barang

c. Fasislitasi dan kemudahan ketenagakerjaan

d. Fasislitasi dan kemudahan keimigrasian;

e. Fasislitasi dan kemudahan pertanahan dan tata ruang;

f. Fasislitasi dan kemudahan Perizinan Berusaha

g. Fasilitas dan kemudahan lainnya

Sumber : Muhammad Khayam, 2021.

Gambar 6.2. Dukungan Regulasi Pengembangan Industri Farmasi Nasional

76

Gambar 6.3. Keterkaitan Kebijakan Kesehatan, Perindustrian dan Riset Nasional

Sumber : dari berbagai sumber diolah

Gambar 6.4. Kebijakan Fiskal dan Non-Fiskal

Kebijakan Fiskal dan Non Fiskal6.2

KebijakanFiskaldan

Non-Fiskal

Super DeductionTax Litbang

Super DeductionTax Vokasi

Tax HolidayTax AllowanceTax Investment

Bea Masuk

KawasanIndustri

TKDN Farmasi

77

6.2.1 Kebijakan FiskalUnited Nations Conferrence on Trade and Development (UNCTAD) mendefinisikan insentifpajak sebagai segala bentuk insentif yang mengurangi beban pajak perusahaan dengantujuan untuk mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk berinventasi di proyekatau sektor tertentu (Prasetyo, 2008). Menurut Nigel A. Chalk dalam Santoso dan Rahayu(2013), alasan pemberian insentif pajak di antaranya:

1) Industrial policy, khususnya mendorong gerak majunya industri tertentu;

2) The transfer of proprietary knowledge or technology, secara khusus ditujukan padainvestor dengan skala industri makro untuk dapat mentransfer pengetahuan danalih teknologi;

3) Employment objectives, berupa penciptaan lapangan kerja baru;

4) Training and human capital development, berguna untuk meningkatkan kualitassumber daya manusia;

5) Economic diversification, dalam hal ekspektasi tumbuhnya sektor industri baru;

6) Access to overseas market, menstimulasi perdagangan internasional untukmendorong kegiatan ekspor;

7) Regional or locational objectives, untuk mempercepat pertumbuhan wilayah yangmenjadi target pemberian insentif pajak.

Insentif pajak dapat didefinisikan sebagai ketentuan pajak khusus yang diberikan kepadaproyek investasi yang memenuhi syarat (Kristian; 2018). Di dalam buku Tax Incentives forForeign Direct Investment (Easson, 2004) dijelaskan bawa faktor paling penting dari insentifpajak yang efektif adalah spesial atau khusus dan tidak umum, jadi jika diberikan kepadasemua investor maka bukanlah termasuk ke dalam insentif pajak, walaupun perlakuantersebut mungkin hanya dapat memberikan keuntungan kepada beberapa investor saja.Karenanya harus dibuat perbedaan antara ketentuan yang merupakan insentif atau yangdiberikan secara umum, walaupun hal ini sangat sulit untuk dilakukan.

Super Deduction Tax adalah jenis insentif pajak berbasis biaya (cost-based tax incentive).Insentif akan diperoleh ketika wajib pajak melakukan suatu kegiatan tertentu yangumumnya enggan dilakukan karena memberikan beban tambahan bagi wajib pajak.Kebijakan fiskal yang telah dikeluarkan antara lain:

Fasilitas Super Deduction Bagi Kegiatan Penelitian dan PengembanganPeraturan Menteri Keuangan nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian PenguranganPenghasilan Bruto Atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia

78

Tabel 6.7 Fasilitas Super Deduction Tax Penelitian dan PengembanganTujuanKebijakan

Meningkatkan peran industri dalam menumbuhkan inovasi serta pemanfaatan teknologiterkini dalam proses produksi

Mendorong transfer of knowledge melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yangdilakukan di Indonesia

Fasilitas Pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari biaya penelitian dan pengembangan,meliputi:

1) Pengurangan penghasilan bruto 100% dari jumlah biaya litbang

2) Tambahan pengurangan penghasilan bruto dari jumlah biaya yang dikeluarkan dalamjangka waktu tertentu:

50% jika litbang menghasilkan Paten dan hak PVT di dalam negeri

25% jika litbang juga menghasilkan Paten dan hak PVT di luar negeri

100% jika mencapai tahap komersialisasi

25% jika litbang yang menghasilkan Paten atau Hak PVT dan/ atau mencapai tahapkomersialisasi yang dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga litbangpemerintah dan/ atau lembaga pendidikan di Indonesia

KegiatanLitbang YangMendapatFasilitas

1) Pangan;

2) Farmasi, kosmetik dan alat kesehatan;

3) Tekstil, kulit, alas kaki dan aneka;

4) Alat transportasi;

5) Elektronika dan telematika (ICT);6) Energi;7) Barang modal, komponen dan bahan penolong;

8) Agro industri;

9) Logam dasar dan bahan galian bukan logam;10) Kimia dasar berbasis migas dan batubara;

11) Pertahanan dan keamanan

Sumber : Peraturan Menteri Keuangan nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian PenguranganPenghasilan Bruto Atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia

Sumber: diolah dari Peraturan Menteri Keuangan nomor 153/PMK.010/2020

Gambar 6.5. Super Deduction Tax

100% > PenguranganPenghasilan Bruto dari jumlah

Biaya Litbang)

50% > jika melakukan Litbang yangmenghasilkan paten di dalam negeri25% > jika melakukan Litbang yangmenghasilkan paten diluar negeri

25% > jika melakukan litbangmenghasilkan paten mencapai tahap

komersial dilakukan bekerjasamadengan lembaga penelitian

pemerintah dan/ atau lembagapendidikan tinggi di Indonesia.

100% > jika hasil litbang dapatmencapai tahap komersialisasi

300% PotonganPajak Penghasilan

bruto

79

Fasilitas Super Deduction Bagi Kegiatan VokasiPeraturan Menteri Keuangan nomor 128/PMK.010/2019 tentang Pemberian PenguranganPenghasilan Bruto Atas Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan dan/ atau PembelajaranDalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia BerbasisKompetensi Tertentu

Tabel 6.8. Fasilitas Super Deduction Tax Kegiatan VokasiTujuanKebijakan

Mendorong keterlibatan industri dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasiuntuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja dan mengurangi gap/ kesenjangan demand-supply tenaga-kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing industri

Fasilitas Pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari jumlah yang dikeluarkan, meliputi:

Pengurangan penghasilan bruto sebesar 100% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untukkegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/ atau pembelajaran; dan

Tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar paling tinggi 100% dari jumlah biayayang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/ atau pembelajaran.

PenerimaFasilitas

Industri atau pelaku usaha yang mengeluarkan biaya untuk penyelenggaraan:

1) Kegiatan praktik kerja

2) Pemagangan

3) pembelajaran

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan nomor 128/PMK.010/2019 tentang Pemberian PenguranganPenghasilan Bruto Atas Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan dan/ atau Pembelajaran DalamRangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu

Fasilitas Pajak Bagi Investasi Industri PionirPeraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian FasilitasPengurangan Pajak Penghasilan Badan

Tabel 6.9. Fasilitas Pajak Bagi Industri PionirTujuanKebijakan

Memberikan kepastian hukum dan membantu pengembangan usaha pada industri pionir

Mendorong kemudahan berusaha bagi industri pionir

Fasilitas Industri atau pelaku usaha yang melakukan penanaman modal baru pada Industri Pionirmendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagai berikut:

100 % jika penanaman modal baru paling sedikit Rp.500 miliar

50 % jika penanaman modal baru paling sedikit Rp.100 miliar sampai < Rp.500 miliar

PenerimaFasilitas

Industri atau pelaku usaha Pionir yang memiliki:

keterkaitan yang luas

memberi nilai tambah

eksternalitas yang tinggi

memperkenalkan teknologi baru

memiliki nilai stategis bagi perekonomian nasional

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian FasilitasPengurangan Pajak Penghasilan Badan

80

Fasilitas Pajak Bagi Investasi Pada Usaha Sektor Prioritas TinggiPeraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.010/2020 tentang fasilitas pajak penghasilanuntuk penanaman modal di bidang bidang usaha tertentu dan atau didaerah tertentu

Tabel 6.10. Fasilitas Pajak Pada Investasi Prioritas TinggiTujuanKebijakan

peningkatan penanaman modal langsung

percepatan dan pemerataan pembangunan di bidang-bidang usaha tertentu dan didaerah-daerah tertentu

mendorong kemudahan berusaha guna peningkatan penanaman modal

Fasilitas Investor dalam negeri maupun asing yang melakukan penanaman di sektor kegiatanekonomi atau daerah yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional dapat diberikanfasilitas perpajakan berupa :

a) pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dalam 6 tahun

b) tingkat penyusutan dan amortisasi 2 kali lebih cepat

c) pajak dividen yang diterima investor asing paling tinggi 10%

d) tambahan periode kompensasi kerugian paling lama 10 tahun

PenerimaFasilitas

166 bidang usaha tertentu (mulai dari pertanian jagung hingga Kawasan Pariwissata)

17 bidang usaha tertentu di daerah tertentu (mulai dari pembesaran ikan air tawar hinggaaktivitas taman bertema)

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.010/2020 tentang fasilitas pajak penghasilanuntuk penanaman modal di bidang bidang usaha tertentu dan atau didaerah tertentu

Fasilitas Pajak Bagi Investasi Usaha Padat KaryaPeraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.010/2020 tentang Pemberian fasilitaspengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha padabidang tertentu yang merupakan industri padat karya

Tabel 6.11. Fasilitas Pajak Bagi Investasi Usaha Padat KaryaTujuanKebijakan

mendorong penanaman modal pada industri pada karya

Fasilitas Industri atau pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada industri padat karyadapat diberikan fasilitas pajak penghasilan berupa pengurangan penghasilan neto terhadap:

Pengurangan penghasilan neto sebear 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktivatetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utamasejak

Dibebankan selama 6 tahun sejak tahun pajak saat mulai berproduksi komersial masing-masing sebesar 10% per tahun

PenerimaFasilitas

Industri padat karya yang memenuhi kriteria:

Wajib pajak dalam negeri

Melakukan kegiatan usaha utama sesuai dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha)Indonesia tahun 2017 dan tercantum dalam Lampiran PMK No.16/2020

Mempekerjakan tenaga kerja Indonesia hingga paling sedikit 300 orang pada 1 tahun pajak

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.010/2020 tentang Pemberian fasilitas penguranganpenghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang tertentu yangmerupakan industri padat karya

81

Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Impor Barang Untuk Kepentingan UmumPeraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK 04/2019 tentang Pembebasan Bea Masukatas Impor Barang Oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Yang Ditujukan UntukKepentingan Umum

Tabel 6.12. Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Impor Barang Untuk Kepentingan UmumTujuanKebijakan

Penyederhanaan prosedur kepabeanan untuk meningkatkan pengawasan dan pelayanandalam pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk Kepentingan Umum.

Dalam hal ini adalah barang-barang yang digunakan untuk kepentingan bangsa dan negaraatau kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidan keuangan

Fasilitas Bebas Bea Masuk

Tidak dipungut PPN dan PPnBM

Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22

PenerimaFasilitas

Pemerintah Pusat

Pemerintah Daerah (Provinsi, Kota, Kabupaten)

Badan Layanan Umum (BLU), misal: Rumah Sakit Umum (RSU), Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD)

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK 04/2019 tentang Pembebasan Bea Masuk atasImpor Barang Oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Yang Ditujukan UntukKepentingan Umum

Fasilitas Bea-Cukai dan Perpajakan Atas Impor Pengadaan Vaksin Covid-19Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK.04/2020 tentang Pemberian FasilitasKepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan Atas Impor Pengadaan Vaksin DalamRangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Tabel 6.13. Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Impor Vaksin Covid-19TujuanKebijakan

Untuk percepatan pelayanan dalam pemberian fasilitas fiskal atas impor barang yangdiperlukan dalam pengadaan vaksin Covid-19

Fasilitas Impor Vaksin Covid-19 diberikan fasilitas

a) Bebas Bea Masuk

b) Tidak dipungut PPN dan PPnBM

c) Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22

Impor vaksin dengan fasilitas Bea-cukai dan Perpajakan ini dapat dilakukan melalui PusatLogistik Berikat, Kawasan Berikat atau Gudang Berikat, Kawasan Bebas atau KawasanEkonomi Khusus, Perusahaan penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor

PenerimaFasilitas

Pemerintah Pusat

Pemerintah Daaerah

Badan Hukum atau Badan Non-Hukum yang mendapat penugasan atau penunjukan dariKementerian Kesehatan

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK.04/2020 tentang Pemberian FasilitasKepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan Atas Impor Pengadaan Vaksin Dalam RangkaPenanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

82

6.2.2 Kebijakan Non FiskalPembangunan Kawasan IndustriPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 142 Tahun 2015 tentang KawasanIndustri

Tabel 6.14. Kebijakan Pembangunan Kawasan IndustriTujuanKebijakan

Percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah RImelalui pembangunan Kawasan Industri

Mengembangkan industri yang berwawasan lingkungan, memberikan kemudahan dan dayatarik dengan pendekatan efisiensi, tata ruang dan lingkungan hidup

PokokKebijakan

Menteri, Gubernur, Bupati/ Walikota sesuai kewenangannya bertanggungjawab ataspencapaian tujuan pembangunan Kawasan Industri

Pembangunan Kawasan Industri dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum(BUMN, BUMD, Koperasi atau Perseroan Terbatas) dan berkedudukan di Indonesia

Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing-masingmenyediakan infrastrukstur industri dan infrastruktur penunjang

Perusahaan Kawasan Industri wajib menyediakan infrastruktur dasar di dalam KawasanIndustri

Setiap kegiatan usaha Kawasan Industri wajib memiliki IUKI (Ijin Usaha Kawasan Industri)

Setiap perusahaan Kawasan Industri yang melakukan perluasan kawasan wajib memiliki ijinPerluasan Kawasan Industri

Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh IIUKI dapat diberikan Hak GunaBangunan atas tanah yang akan diusahakan dan dikembangkan

Pengelolaan Kawasan Industri dilakukan oleh Perusahaan Kawasan Industri

Fasilitas Kawasan Industri:

o Insentif perpajakan

oFasilitas kemudahan pembangunan dan pengelolaan tenaga listrik

o Insentif daerah

Perusahaan Kawasan Industri wajib memenuhi standar Kawasan Industri

Untuk mendukung pencapaian pembangunan Kawasan Industri dibentuk Komite KawasanIndustri

Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri

Pengadaan Barang/Jasa PemerintahPeraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang PengadaanBarang/Jasa Pemerintah

Tabel 6.15. Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa PemerintahTujuanKebijakan

Pengadaan Barang/Jasa perlu pengaturan agar memberikan nilai manfaat yang sebesarbesarnya (value for money) dan berkontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalamnegeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah sertapembangunan berkelanjutan

83

PokokKebijakan

1) Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah wajib menggunakan produk dalam negeri,termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.

2) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri dilakukan jika terdapat peserta yangmenawarkan barang/jasa dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambahnilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling rendah 40%.

3) Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal:

a. barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau

b. volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.

4) Preferensi harga :

a. Preferensi harga merupakan insentif bagi produk dalam negeri pada pemilihanPenyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima.

b. Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai palingsedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

c. Preferensi harga diberikan terhadap barang/ jasa yang memiliki TKDN paling rendah25% (dua puluh lima persen).

Sumber: Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/JasaPemerintah

Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2020 TentangKetentuan Dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri ProdukFarmasi

Tabel 6.16. Ketentuan Dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam NegeriTujuanKebijakan

Memberi pedoman untuk ketentuan dan tata cara penghitungan tingkat komponen dalamnegeri

MetodaPenghitunganTKDN

TKDN barang dihitung berdasarkan perbandingan antara harga barang jadi dikurangi hargakomponen luar negeri terhadap harga barang jadi

Harga barang jadi merupakan biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi barang,meliputi:

a) Biaya untuk bahan (material) langsung

b) Biaya tenaga-kerja langsung

c) Biaya tidak langsung pabrik (factory overhead)

Penentuan komponen dalam negeri berdasarkan kriteria :

a) Bahan (material) langsung berdasarkan negara asal (country origin)

b) Alat/ fasilitas kerja berdasarkan kepemilikan dan negara asal

c) Tenaga kerja berdasarkan kewarganegaraan

Penentuan komponen dalam negeri untuk alat kerja/fasilitas kerja:

a) 100% > jika alat kerja diproduksi di dalam negeri dan dimiliki oleh penyediabarang/jasa dalam negeri

84

b) 75% > jika alat kerja diproduksi di dalam negeri dan dimilki oleh penyediabarang/jasa luar negeri

c) 75% +% > jika alat kerja diproduksi di dalam negeri dan dimilki oleh penyediabarang/jasa kerjasama antara perusahaan dalam negeri dan perusahaan luarnegeri, dinilai komponen dalam negeri 75% ditambah dengan 25%proporsional terhadap komposisi sahan perusahaan dalam negeri

d) 75% > alat kerja yang diproduksi di luar negeri dan dimiliki oleh penyediabarang/jasa dalam negeri

e) 0% > alat kerja yang diproduksi di luar negeri dan dimiliki oleh penyediabarang/jasa luar negeri

f) +% > alat kerja yang diproduksi luar negeri dan dimiliki oleh penyedia barang/jasakerjasama antara perusahaan dalam negeri dan perusahaan luar negeri,dinilai komponen dalam negerinya secara proporsional terhadap komposisisaham perusahaan dalam negeri

Sumber: Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2020 Tentang KetentuanDan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Farmasi

Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Produk FarmasiPeraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2020 tentang tatacara perhitungan TKDN Farmasi berbasis proses

Tabel 6.17. Ketentuan Dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam NegeriProduk Farmasi

TujuanKebijakan

Memberi pedoman untuk ketentuan dan tata cara penghitungan tingkat komponen dalamnegeri Produk Farmasi

MetodaPenghitunganTKDN

Penghitungan nilai TKDN Produk Farmasi dilakukan dengan menggunakan pembobotanterdiri atas:

a. Kandungan Bahan Baku bobot 50%;

b. Proses Penelitian dan Pengembangan bobot 30%;

c. Proses Produksi bobot 15%

d. Proses Pengemasan bobot 5%.

Sumber: Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2020 tentang tata caraperhitungan TKDN Farmasi berbasis proses

85

Sejak tahun 2009 pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan terkait dengan industrikesehatan dan layanan kesehatan nasional. Kebijakan tersebut pada intinya merupakanupaya pemerintah meningkatkan layanan kesehatan masyarakat dan mendorongtumbuhnya industri bahan baku obat (BBO) dan industri obat. Kebijakan ini juga bertujuanuntuk menggerakkan kegiatan riset di dalam negeri sehingga berujung pada pemanfaatanhasil riset oleh industri. Melalui kebijakan ini diharapkan ketergantungan kebutuhan BBOdan produk obat nasional dari sumber impor dapat ditekan.

Kebijakan yang sudah digulirkan pemerintah terkait dengan obat dan BBO sudah cukupbanyak namun dampaknya belum terasa signifikan. Impor BBO pada tahun 2020 masihtinggi yaitu sebesar Rp. 73,41 trilyun (asumsi kurs 1 USD = Rp.15.000) (tirto.id, 2020).Kemandirian dalam penyediaan BBO antara lain ditempuh melalui kolaborasi risetpengembangan teknologi produksi BBO amoxicillin antara lembaga litbang, perguruantinggi dan industri, masih terkendala pada output hasil risetnya yang hargakeekonomiannya tidak kompetitif.

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 mengamanatkan kepada Kementerian danLembaga Pemerintah Non-Kementerian untuk melakukan pengembangan danpenumbuhan produk susbtitusi impor pada industri farmasi dan alat kesehatan sesuaitugas dan fungsinya. Kementerian dan lembaga tersebut meliputi: Kementerian Kesehatan,Kementerian Perindustrian, Kementerian Ristek, Kementerian Perdagangan, KementerianPertanian, LKPP.

Inisiatif kebijakan insentif fiskal dan non-fiskal perlu dioptimalkan agar produksi BBO dalamnegeri mendapatkan harga yang sesuai dengan harga produk BBO impor. Kebijakan yangcukup penting terkait ini adalah Super deduction tax untuk kegiatan litbang dan kebijakanTKDN. Stimulus kebijakan fiskal juga telah digulirkan Pemerintah sebagai upaya menarikinvestor pada industri farmasi dengan memberikan insentif pajak berupa: Super DeductionTax untuk Vokasi, Investment Allowance, Tax Allowance, Tax holiday, Super Deduction Taxuntuk Litbang, Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus.

Dampak dari implementasi kebijakan pemerintah selama kurun waktu 2016-2019 sudahmulai terasakan. Terlihat dari peningkatan jumlah industri yang dibina oleh Kemenkes,seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 6.18. Jumlah Industri Binaan Kemenkes, Tahun 2016-2019

No. Jenis Industri 2016 2019 % Peningkatan

1 Produk Farmasi 209 230 10,05 %

2 Bahan Baku Obat 8 14 75,00 %

3 Obat Tradisional 88 120 36,36 %

4 Ekstrak Bahan Alam 8 17 112,50 %

5 Industri Alat Kesehatan 215 313 45,58 %Sumber: Kemenkes, 2020 diolah.

Dampak dan Tantangan Implementasi KebijakanIndustrialisasi Bahan Baku Obat6.3

86

Sampai tahun 2019 BBO yang sudah dikembangkan sebanyak 21 yang terdiri dari 1 itemproduk bioteknologi, 1 item produk vaksin, 7 item produk natural, dan 12 item produkbahan baku obat kimia (sumber : Kemenkes, 2020).

Data dari Kementerian Perindustrian sampai dengan tahun 2020 telah menunjukkanterjadinya penurunan 2,72% impor bahan baku obat sehingga total impor menjadi 92%.Ditargetkan pada tahun 2024 akan dapat turun 20,52% sehingga total impor menjadi 74%.Beberapa bahan baku obat telah diproduksi oleh PT Kimia Farma Sungwoon Pharmacopia(KFSP) seperti Simvastatin (4,2 metrik ton), Atrovastatin (0,7 metrik ton), Clopidogrel (7,6metrik ton), dan Entecavir (371 gram). (ekonomi.bisnis.com, 2020).

Pada aktifitas riset juga telah dilakukan kajian keekonomian oleh BPPT, hasilnyamenunjukkan bahwa pembangunan pabrik amoksisilin secara sintesis dengan kapasitas1.200 ton per tahun baru mencapai kelayakan bisnis pada harga jual 50 USD/ Kg.Nampaknya upaya untuk menghilirkan hasil riset BPPT dan mitra ini tidak mudah.Tantangan yang dihadapi adalah rendahnya harga produk dari para pesaing luar negeri.Pada tahun 2017 harga Amoxicillin dari Cina adalah 18,67 USD/ Kg, India 20,98 USD/ Kg,Spanyol 45,06 USD/ Kg, Korea 60 USD/ Kg, Austria 53.32 USD/ Kg. Harga produk hasil risetBPPT dan mitra belum mampu menyaingi harga produk China dan India, namun masih bisabersaing harga dengan produk Spanyol, Korea dan Austria (STKP BBO, 2020).

Saat ini belanja litbang di Indonesia masih didominasi oleh belanja pemerintah, yaitusebesar 85,83%. Kontribusi oleh Litbang lainnya: Industri Manufaktur 6,26%, PerguruanTinggi 5,49%, Pemerintah Daerah 2,27% dan Litbang swasta non-profit 0,15% (MuhammadDimyati, 2021). Tampak disini keterlibatan industri sebagai pengguna akhir hasil riset masihsangat kecil. Peran litbang oleh industri yang masih rendah dapat membawa konsekuensipada output kegiatan litbang pemerintah yang tidak sesuai dengan kebutuhan industrisehingga industri akan cenderung mengimpor teknologi dari negara lain. Dari beberapakasus, masih ada keengganan pada industri untuk melakukan kegiatan litbang sendirimaupun bekerjasama dengan lembaga penelitian atau perguruan tinggi mengingat biayayag harus dikeluarkan cukup besar serta belum tentu berhasil. Ketiadaan fasilitas litbangdan keterbatasan SDM litbang menjadi kendala utama bagi industri untuk dapat melakukankegiatan riset sendiri. Namun demikian beberapa industri farmasi dalam negeri telahberupaya mengeluarkan dananya untuk kegiatan litbang, meskipun jumlahnya masih relatifkecil dibanding omzet penjualannya. Sebagai contoh PT Kimia Farma Tbk sebesar 5,3 jutaUSD (0,84% sales), PT Kalbe Farma 17,42 juta USD (1,1% sales) dan PT Tempo Scan Pasific0,15 juta USD (0,04% sales) (Pamian Siregar, 2020).

Dari inovator dikatakan bahwa industri yang akan terlibat adalah PT Mesifarma dalamkaitan hilirisasi hasil riset. Dengan adanya hasil kajian keekonomian yang menyatakanbahwa secara produk BBO amoxicilin tidak masuk skala ekonomi, perlu adanya kebijakanlain terkait dengan kemandirian industri, sementara dari pihak Kemenperin menyatakanpemerintah berkomitmen memberikan fasilitas kepada para penanam modal di Indonesia,antara lain melalui pemberian berbagai insentif fiskal maupun nonfiskal dan akanmemberikan dukungan fiskal terhadap pertumbuhan industri farmasi melalui taxallowance, tax holiday, serta Super Deduction Tax, yang diberikan bagi industri yang terlibatdalam program vokasi serta inovasi melalui kegiatan riset. Sementara itu, untuk pemberianinsentif non-fiskal, di antaranya adalah program pelatihan dan sertifikasi SDM, penerapanObjek Vital Nasional Sektor Industri (OVNI), sertifikasi standar dan kegiatan litbang bagiindustri kecil menengah (IKM), pembangunan infrastruktur industri, dukungan promosi,

87

serta konsultasi bantuan hukum dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Secara spesifikKementerian Perindustrian memiliki 6 strategi kemandirian industri farmasi :

1. Membangun ekosistem industri yang kondusif

2. Menarik investasi

3. Penerapan industri 4.0

4. Kolaborasi swasta

5. Memacu TKDN

6. Pengembangan industri terkait

(Kementerian Perindustrian, 2020)

Sebagai upaya untuk mendukung industrialisasi BBO amoxicilin, perlu skenario kebijakanyang memanfaatkan berbagai insentif serta mendorong kemandirian sebagai salah satuaspek yang harus mendapat insentif sebagai berikut :

Tabel 6.19. Manfaat Insentif Pajak dan Non-Pajak

Insentif Pajak dan non-Pajak Manfaat

Tax Holiday PMK 130/PMK.010/2020 Pengurangan PPH terutang 50-100%

Tax Allowance PMK 96/PMK.010/2020 Pengurangan pajak sesuai denganpenanaman modal yang dilakukandidaerah

Investment Allowance PMK16/PMK.010/2020

Pengurangan penghasilan netto, fasilitaspajak penghasilan diberikan atas aktivatetap berujud termasuk tanah

Permenperin 16 tahun 2020 untukperhitungan TKDN farmasi

Preferensi harga hingga 25% untukproduk dengan nilai TKDN diatas 25%

Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 40 Tahun 2021Tentang Penyelenggaraan KawasanEkonomi Khusus

Kawasan industri sebagai Pengolahanindustri bahan baku Luas 200-300 hauntuk BBO untuk 10 – 15 pabrik BBO,disediakan failitas pengolahan air limbahuntuk sintesa kimia volume limbah besar

Catatan : Peraturan tentang insentifsedang disusun

Inisiatif kebijakan Kemandirian

Super deduction Tax Potongan pajak 300%

8888

89

90

Pengeluaran kesehatan dan dampaknya terhadap kinerja ekonomi merupakanpertimbangan penting dalam perekonomian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwapeningkatan kesehatan dapat menyebabkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB)dan sebaliknya (Bloom et.al 2004, Öztürk dan Topcu 2014). Hasil studi Raghupathi danRaghupathi pada tahun 2020 juga menemukan korelasi positif antara pengeluarankesehatan dan indikator ekonomi seperti pendapatan, PDB, dan produktivitas tenaga kerja.Kebutuhan BBO amoksisilin diproyeksikan berdasarkan pergerakan ekonomi pendudukIndonesia yaitu PDB per kapita.

Dengan menggunakan metode regresi terhadap data historis selama 20 tahun terakhir,ditemukan bahwa terdapat korelasi linier yang cukup kuat antara PDB per kapita dankonsumsi BBO amoksisilin (Gambar 7.1.) Setiap kenaikan PDB per kapita akan berbandinglurus dengan kenaikan kebutuhan BBO amoksisilin, hal tersebut sudah diuji secara hipotesisdan hasilnya signifikan.

Sumber: Diolah dari BPS dan Kemendag, 2021

Gambar 7.1. Regresi PDB per Kapita Dibandingkan dengan Konsumsi BBO Amoksisilin

Dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh, proyeksi kebutuhan BBOamoksisilin dapat dihitung. Dalam perhitungannya, diperlukan asumsi proyeksi PDB danpopulasi penduduk Indonesia. Untuk proyeksi penduduk bisa diperoleh dari BPS.Sedangkan untuk asumsi pertumbuhan ekonomi atau PDB menggunakan dasar historicaldata. Sejak tahun 1978 hingga 2019, pertumbuhan rata-rata ekonomi Indonesia adalahsekitar 5% per tahun (harga konstan 2010). Nilai ini digunakan sebagai asumsipertumbuhan ekonomi atau PDB Indonesia hingga tahun 2040 (Gambar 7.2).

Analisis Kebutuhan BBO Amoksisilin7.1

91

Sumber: BPS, 2018

Gambar 7.2. Proyeksi Penduduk Indonesia

Sumber: Hasil olahan

Gambar 7.3. Proyeksi PDB Indonesia

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2040 diperkirakan akan mencapai 313 juta jiwa. Sedangkanproyeksi PDB pada tahun yang sama akan mencapai 29 ribu triliun rupiah (harga konstan 2010)(Gambar 7.3).

Dari kedua grafik proyeksi penduduk dan ekonomi, PDB per kapita masyarakat Indonesia padatahun 2040 diperkirakan akan mencapai Rp.92 juta (harga konstan 2010). Dengan peningkatan PDBper kapita tersebut, kebutuhan BBO amoksisilin akan tumbuh sekitar 5,8% per tahun atau akanmencapai sekitar USD 70 Juta pada tahun 2040. Jika diasumsikan harga BBO amoksisilin stabil padaangka USD 20/kg maka permintaan BBO amoksisilin pada tahun 2040 akan mencapai 3,5 ribu ton.

0

50

100

150

200

250

300

350

Juta

Jiw

a

Populasi

- 5.000

10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 50.000

PDB

(Tril

iun

Rupi

ah)

92

Sumber: Hasil olahan

Gambar 7.4. Proyeksi Kebutuhan BBO Amoksisilin

Produksi BBO amoksisilin memerlukan suatu rangkaian proses yang panjang yaitu daripembuatan Penicillin G lalu dilanjutkan ke produksi 6-APA dan terakhir adalah pembuatanBBO amoksisilin. Ada dua metode dalam membuat BBO amoksisilin, pertama dengan reaksikimia yang memerlukan senyawa Dane Salt dan yang kedua melalui proses enzimatisdengan eksipien HPGME. Saat ini pembuatan BBO amoksisilin secara kimia sudah mulaiditinggalkan karena menghasilkan limbah beracun yang cukup besar. Selain memberikantahapan proses yang lebih sedikit dan hasil yang lebih baik, proses enzimatis tidakmenimbulkan limbah yang berbahaya.

Skema pembuatan BBO amoksisilin baik secara kimiawi maupun enzimatis sudahdigambarkan dalam Bab 4. Bahan utama pembuatan BBO amoksisilin adalah 6-APA, danbahan utama pembuatan 6-APA adalah penisilin G. Pembuatan BBO amoksisilin denganmetode enzimatis dapat mengikuti standar produksi sebagaimana tabel berikut.

27

20

79 11

8

20

2924

1613

2325

3436

293025

3429

23

35

43

54

70

-

10

20

30

40

50

60

70

80

2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040

Kebu

tuha

n (Ju

ta U

S$)

Rantai Nilai Produksi BBO Amoksisilin7.2

93

Tabel 7.1. Kebutuhan Bahan Baku Produk Amoksisilin

Kebutuhan Jumlah ton/hari Keterangan

Produk

Amoksisilin Trihidrat 7,2

Bahan Baku

6-APA 11,40

HPGME 10,07

Enzim Amoksisilin Asilase 0,038 Digunakan 300 cycle

Bahan Penunjang

Ammonia 2,5% 51,43

Asam Klorida 3 M 5,48

Karbon Aktif 0,44 6%@produk

Resin Kation 0,007 0,1%@produk

Resin Anion 0,007 0,1%@produkSumber: Marwoto, 2021

Proses produksi 6-APA dapat mengikuti standar produksi sebagaimana tabel berikut.

Tabel 7.2. Kebutuhan Bahan Baku Produk 6-APA

Kebutuhan Jumlah per batch Keterangan

Produk

6-APA 100 Kg

Bahan Biokonversi

Penisilin G 200 Kg

Penisilin G Asilase 1620 Kg

Lainnya Jumlah relatif kecil K2HPO4, H3PO4, AnhydrousSodium sulpahate, NaOH, HCl

Bahan Recovery NaOH, HCl

Bahan Analisis

Penisilin G Standard 5 Gr

PAA Standard 5 Gr

6-APA Standard 5 Gr

Lainnya KH2PO4, H3PO4, KOH,Asetonitril

Sumber: Wibisana, dkk, 2021

94

Kedua tabel produksi di atas menunjukkan struktur input secara riil. Berapa nilai inputdalam nilai uang? Wibisana, dkk (2014) menyebutkan bahwa harga per kg 6-APA adalahUSD 30 dan harga per kg penisilin G USD 18. Selanjutnya dari hasil analisis ekonomi yangdilakukan, produksi baru layak jika harga penisilin G adalah USD 10.

Dalam penjelasan pada bab-bab sebelumnya disebutkan bahwa pasar BBO amoksisilinIndonesia saat ini hampir 100% dikuasai produk impor dari China dan India. Biaya produksiBBO amoksisilin di kedua negara tersebut cukup rendah. Dalam Bab 2 telah disampaikandata historis harga impor BBO amoksisilin ketika sampai ke Indonesia yang cenderung turundari tahun ke tahun. Pada saat ini harga BBO amoksisilin impor berkisar antara USD 21 –25 per kg. Pertanyaan yang muncul adalah jika harga BBO amoksisilin yang layak dijualadalah 25 USD /kg maka berapa harga produk:

6-APA

Penicillin G dan

Penicillium chrysogenum

yang layak agar bisa bersaing dengan produk impor dari China dan India?

Untuk mengetahui rantai nilai BBO amoksisilin tersebut, perlu diketahui terlebih dahulustruktur input produksi BBO amoksisilin. Dengan menggunakan Tabel Input-Output (I-O)Indonesia 2016 yang diterbitkan BPS pada tahun 2021, maka dapat dihitung proporsi inputantara dalam pembuatan obat amoksisilin. Dalam hal ini proporsi input antara BBOamoksisilin (juga 6-APA dan penisilin G) diasumsikan sama dengan proporsi input obatamoksisilin. Proporsi input antara tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut. Penguraiansektor obat amoksisilin dalan Tabel I-O dijelaskan dalam subbab 7.3.

Sumber: BPS (2021), diolah

Gambar 7.5. Struktur Input Industri Farmasi

Dari gambar terlihat bahwa input antara obat amoksisilin adalah 78% dari nilai input total,terdiri dari input antara domestik 30% dan input antara impor 48%. Dalam industri obatamoksisilin, bagian yang diimpor tersebut adalah BBO amoksisilin.

Jika diasumsikan produksi BBO amoksisilin mengikuti struktur input yang sama, denganporsi impor lebih tinggi, misal impor 6-APA sebagai bahan utama sebesar 60%; selanjutnya

53%

30%

47%

9%

48%

10%

38%

22%

44%

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Industri Obat Farmasi lainnya

Industri Obat Amoksisilin

Industri Obat Tradisional

Struktur Input

Input Antara Input Impor Input Primer

95

6-APA memiliki porsi impor penisilin G sebagai bahan utama 70%, maka harga satuan setiapbahan tersebut dalam sebuah rantai nilai dapat diperkirakan.

Untuk menghasilkan BBO amoksisilin dengan harga bersaing, yaitu USD 25 per kg, makaharga 6-APA yang diperlukan adalah USD 15 per kg dan harga penisilin G adalah USD 10,5per kg. Hubungan tersebut terlihat dalam gambar rantai nilai di bawah (Gambar 7.6.).

Gambar tersebut bisa dijadikan pedoman dalam kebijakan industrialisasi BBO amoksisilin.Sebagai industri yang bersaing harus mampu menjual dengan harga pasar dunia, yaitu USD25 per kg. Namun sebagai industri bayi (infant industri), kemungkinan biaya produksinyarata-rata lebih dari USD 25 per kg. Karena itu kebijakan pemerintah diperlukan, agarprodusen tidak mengalami kerugian. Kebijakan yang diambil bisa dipilih sesuai jeniskebijakan yang telah diuraikan dalam Bab 6.

Gambar 7.6. Rantai Nilai BBO Amoksisilin

Ketika industri BBO amoksisilin sudah mampu berdiri sendiri, tanpa bantuan pemerintah,maka saatnya industrialisasi 6-APA sesuai pedoman rantai nilai tersebut. Jika di awalindustrialisasi harga produksi lebih mahal dibanding dari harga pasar yang layak, makaperlu didukung oleh kebijakan pemerintah. Demikian seterusnya untuk industrialisasipenisilin G.

Penisilin GUS$ 10,5

6-APAUS$ 15

BBO AmoksisilinUS$ 25

Harga per kg

96

Kebijakan pengembangan industri BBO dapat memberikan dampak bagi perekonomiannasional. Dampak ekonomi yang akan dianalisis meliputi dampak terhadap output industri,lapangan kerja, pendapatan tenaga kerja dan nilai tambah (kontribusi terhadap PDB).Analisis dampak ekonomi dikembangkan dengan pendekatan metode I-O. Metode iniadalah metode yang paling tepat untuk mengkaji dampak ekonomi dari suatu kebijakanyang diterapkan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan Tabel I-O secara berkala. Tabel I-O Indonesiaterbaru dari BPS adalah Tabel I-O Indonesia Tahun 2016 yang dipublikasikan tahun 2021.Tabel I-O tersebut menggambarkan transaksi ekonomi tahun 2016 untuk 185 sektor.Kegiatan farmasi dalam tabel I-O 2016 diwakili oleh dua sektor, yaitu industri produkfarmasi dan industri obat jamu.

Untuk kajian BBO tahun 2021, sektor Produk Farmasi Tabel I-O 2016 akan dibagi lagimenjadi dua sektor (disagregasi Tabel I-O):

Industri Amoksisilin

Industri Farmasi Lainnya (gabungan dari industri farmasi non amoksisilin)

Tabel 7.3. Disagregasi Tabel Input Output BPS 2016

No Sektor/Komoditas I-O BPS 2016 No Sektor/ Komoditas I-O Kajian BBO 2021

1 Padi 1

2 Jagung 2 Sama seperti kolom sebelah kiri⋮ ⋮ ⋮105 Produk farmasi 105a Industri Farmasi Lainnya

105b Industri Amoksisilin

106 Obat Tradisional 106 Obat Tradisional

107 Ban 107 Sama seperti kolom sebelah kiri⋮ ⋮ ⋮185 Jasa Lainnya 185

Pengembangan industri BBO amoksisilin akan memberikan dampak terhadapperekonomian nasional. Industri obat amoksisilin yang ada saat ini masih merupakanindustri hilir atau formulasi dimana seluruh kebutuhan pasokan BBO amoksisilin diimpor.Beberapa industri farmasi telah memproduksi obat amoksisilin dengan merk dagangtertentu, misal Kalbe dengan Kalmoxillin, Kimia Farma denga Kimoxil, Sanbe denganAmoxsan dan masih banyak lainnya. Keberadaan industri formulasi obat amoksisilin telah

Analisis Dampak Ekonomi7.3

97

memberikan dampak terhadap perekonomian. Dari keseluruhan proses pembuatan obatamoksisilin hingga siap dikonsumsi, pangsa biaya impor BBO amoksisilin dari harga obatsekitar 30%, sisanya 70% dibelanjakan di dalam negeri. Dampak ekonomi dari industriamoksisilin bisa dianalisis dengan metode I-O. Dampak ekonomi yang dianalisis mencakupdampak terhadap output industri, income, lapangan kerja dan pertambahan nilai/PDB.

A. Struktur Input Output Tabel I-O 2016A.1. Struktur Input Sektor Farmasi lainnya, Amoksisilin dan Obat TradisionalHasil perhitungan struktur input sektor farmasi yang sudah di disagregasi berdasarkanTabel I-O BPS 2016 (185 x 185) ditunjukkan oleh Tabel 7.4 berikut.

Tabel 7.4. Struktur Input (Juta Rupiah)

KodeIO

Nama Sektor Input Antara Input Impor Input Primer

105a Industri Obat Farmasilainnya

22.088.949 3.628.241 16.002.372

105b Industri Obat Amoksisilin 257.357 407.621 186.442

106 Industri Obat Tradisional 5.763.004 1.184.361 5.365.810

Dari Tabel 7.4 tersebut dapat diketahui bahwa sektor industri farmasi lainnya memiliki nilaiinput antara terbesar. Artinya, sektor industri farmasi lainnya lebih banyak menggunakankomponen input (pasokan bahan baku) yang berasal dari dalam negeri dalam prosesproduksinya. Sementara itu, sektor industri amoksisilin memiliki input antara terkecil,sebaliknya memiliki porsi impor terbesar. Dengan struktur input seperti itu, makapengembangan industri obat amoksisilin akan memberikan dampak ekonomi ke luar negerilebih besar dibanding ke dalam negeri. Untuk mengurangi kebocoran aliran manfaatekonomi ke luar negeri, maka BBO amoksisilin harus diproduksi di dalam negeri.

Pada Tabel I-O, balas jasa produksi (input primer) terdistribusi dalam bentuk upah dan gaji,surplus usaha, pajak dikurang subsidi lainnya atas produksi. Besarnya distribusi nilai inputprimer untuk sektor farmasi ditunjukkan oleh Tabel 7.5.

Tabel 7.5. Distribusi Input Primer Untuk Sektor Industri Farmasi (Juta Rupiah)

Kode IO Distribusi Input primer KompensasiTenaga Kerja

SurplusUsaha Bruto

Pajak dikurangiSubsidi Lainnya Atas

Produksi

105a Industri Obat Farmasilainnya

9.783.904 5.054.532 1.163.935

105b Industri Obat Amoksisilin 113.992 58.890 13.561

106 Industri Obat Tradisional 1.853.467 2.299.233 1.213.110

98

Dari Tabel 7.5, sebagian terbesar dari nilai input primer untuk sektor industri farmasilainnya dan amoksisilin adalah kompensasi tenaga kerja. Sedangkan industri obattradisional, yang terbesar adalah untuk surplus usaha bruto. Komponen surplus usahatersebut mencakup sewa properti (tanah, bangunan, dan sebagainya), bunga yang dibayardan keuntungan perusahaan. Sedangkan komponen upah dan gaji merupakan balas jasayang diberikan kepada buruh dan karyawan/pegawai, baik dalam bentuk uang maupunbarang. Termasuk dalam komponen upah dan gaji, semua tunjangan (perumahan,kendaraan dan kesehatan) dan bonus, serta uang lembur yang diberikan perusahaankepada buruh dan pegawainya. Semua komponen upah dan gaji tersebut adalah dalambentuk bruto, yakni belum dipotong pajak penghasilan.

Komponen distribusi nilai input primer terkecil adalah dalam bentuk pajak tidak langsung.Komponen ini merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah untuk setiap transaksipenjualan yang dilakukan terhadap produk olahan yang dihasilkan perusahaan. Contoh daripajak tidak langsung ini adalah pajak pertambahan nilai. Apabila besarnya pajak tidaklangsung dikurangi dengan subsidi, maka akan diperoleh nilai pajak tidak langsung netto(bersih).

A.2. Struktur Output Sektor FarmasiHasil perhitungan struktur output sektor farmasi berdasarkan disagregasi Tabel I-O BPS2016 ditunjukkan oleh Tabel 7.6.

Tabel 7.6. Struktur Output Sektor Farmasi (Juta Rupiah)

Kode I-O Nama Sektor Permintaan Antara Permintaan Akhir

105a Industri Obat Farmasi lainnya 21.147.931 20.571.632

105b Industri Obat Amoksisilin 431.590 419.829

106 Industri Obat Tradisional 115.554 12.197.621

Dari Tabel 7.6, sektor industri obat farmasi lainnya mempunyai nilai permintaan antara danpermintaan akhir yang paling besar. Hanya saja pada sektor industri obat farmasi lainnyadan amoksisilin, nilai permintaan antaranya hampir sama besar dengan permintaan akhir.Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar output digunakan untuk memenuhi permintaanantara dan akhir dengan seimbang. Untuk sektor industri obat tradisional, nilai permintaanantara lebih kecil dibandingkan nilai permintaan akhir. Hal ini menunjukkan bahwasebagian besar atau hampir 100% output industri obat tradisional digunakan untukmemenuhi permintaan akhir. Rantai pasok industri obat tradisional lebih sedikitdibandingkan dengan obat farmasi lainnya dan amoksisilin. Hal ini bisa dipahami karenaindustri obat tradisional lebih sederhana dibandingkan obat amoksisilin atau farmasilainnya.

99

B. Hasil Analisis Dampak Ekonomi Industri BBO AmoksisilinBerdasarkan Tabel I-O 2016, dapat dihitung besarnya pengganda sektor-sektor farmasiterhadap perekonomian nasional. Pengganda yang dihitung meliputi pengganda output,pengganda tenaga kerja, pengganda pendapatan dan pengganda pertambahan nilai.

Pada analisis dampak terhadap perekonomian nasional, Tipe I menunjukkan besarnyadampak langsung dan tidak langsung yang terjadi. Adapun Tipe II menunjukkan bahwadampak yang terjadi tidak hanya berupa dampak langsung dan tidak langsung, tetapi jugakarena adanya perubahan pola konsumsi dan pendapatan rumah tangga (induced effect)(BPS, 2021).

B.1. Pengganda OutputBesarnya pengganda output menunjukkan bahwa setiap rupiah kenaikan permintaan akhirdi subsektor farmasi berpengaruh pada output nasional. Hasil perhitungan penggandaoutput dapat dilihat dalam Tabel 7.7. Sektor farmasi dibagi menjadi tiga yaitu: industri obatfarmasi lainnya, industri obat amoksisilin dan industri obat tradisional.

Dari ketiga sektor di atas, sektor obat farmasi lainnya memiliki nilai pengganda terbesar,dikuti oleh obat tradisional dan obat amoksisilin. Pengaruh (dampak) total I sektor obatamoksisilin menunjukkan kenaikan output nasional sebesar 1,50572 rupiah akibat kenaikanpermintaan akhir obat amoksisilin sebesar satu rupiah. Pengaruh ini merupakan akumulasidari pengaruh langsung dan industrial. Proses transmisi yang terjadi adalah, kenaikanpermintaan akhir pengadaan sektor farmasi secara langsung akan meningkatkan outputdari sektor-sektor pemasoknya. Secara industrial, kenaikan output sektor-sektor pemasoktersebut akan menaikkan output sektor-sektor pemasoknya lagi, demikian seterusnyasehingga output nasional secara total akan mengalami peningkatan.

Tabel 7.7. Pengganda Output Sektor Farmasi

No.Sektor Nama Sektor Inisial

Pengaruh Pengganda

Total I Total II Tipe I Tipe II

105a Obat Farmasi Lainnya 1 1,88584 2,88736 1,88584 2,88736

105b Obat Amoksisilin 1 1,50572 2,07749 1,50572 2,07749

106 Obat Tradisional 1 1,71325 2,47817 1,71325 2,47817Sumber: diolah dari Tabel I-O BPS 2016

Pengaruh total II merupakan akumulasi dari pengaruh langsung, industrial dan konsumsi,atau merupakan penjumlahan pengaruh total I dengan pengaruh konsumsi. Denganmeningkatnya output nasional seperti digambarkan pada pengaruh total I di atas, makaotomatis pembayaran upah pekerja juga mengalami kenaikan, yang berakibat padakenaikan konsumsi (belanja) masyarakat, sehingga akan menaikkan lagi besarnya outputnasional. Dari Tabel 7.7 dapat dilihat bahwa setiap kenaikan permintaan akhir subsektor

100

obat amoksisilin sebesar satu rupiah akan menyebabkan kenaikan output nasional sebesar2,07749 rupiah yang merupakan akumulasi pengaruh langsung, industrial dan konsumsi.

Pengganda Tipe I adalah besarnya perbandingan antara pengaruh total I dengan inisial.Sedangkan pengganda Tipe II adalah besarnya perbandingan antara pengaruh total IIdengan inisial. Untuk pengganda output, besarnya Pengaruh Total sama denganPengganda, namun tidak untuk pengganda tenaga kerja, pengganda pendapatan danpengganda pertambahan nilai yang akan dijelaskan kemudian.

B.2. Pengganda Tenaga KerjaJumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 138,22 juta orang, naik 2,36 juta orangdibanding Agustus 2019. Besarnya pengganda tenaga kerja menunjukan jumlah tenagakerja nasional yang terserap akibat kenaikan permintaan akhir sektor farmasi. Hasilperhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 7.8. Secara langsung, penyerapan tenaga kerjapada subsektor obat amoksisilin adalah yang terkecil. Setiap satu unit rupiah (Tabel I-O2016 dalam satuan juta rupiah) kenaikan produksi (karena naiknya permintaan akhir)sektor obat amoksisilin secara langsung akan menyerap tenaga kerja sebanyak 0,00176orang.

Pada tahap industrial, pengaruh penyerapan tenaga kerja yang terjadi pada subsektor obatamoksisilin adalah yang terkecil, demikian pula pada tahap konsumsi. Secara berturut-turutakumulasi pengaruh kenaikan tenaga kerja nasional akibat naiknya satu unit rupiahpermintaan akhir subsektor industri obat amoksisilin adalah 0,00406 orang pada tahapindustrial dan 0,00780 orang pada tahap konsumsi.

Sebaliknya, jumlah akumulasi kenaikan tenaga kerja nasional terbesar terjadi padasubsector industri obat tradisional. Akan tetapi, jika dibandingkan antara pengaruh totaldengan inisial, maka pengganda tenaga kerja terbesar terjadi pada subsector industri obatfarmasi lainnya, sebesar 3,29069 (Tipe I) dan 7,02385 (Tipe II). Sedangkan pengganda obatamoksisilin adalah 2,30775 (Tipe I) dan 4,43899 (Tipe II). Hal ini bisa dilihat pada PenggandaTipe I dan II dalam Tabel 7.8.

Tabel 7.8. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Farmasi

No.Sektor Nama Sektor Inisial

Pengaruh Pengganda

Total I Total II Tipe I Tipe II

105a Obat FarmasiLainnya 0,00176 0,00578 0,01234 3,29069 7,02385

105b Obat Amoksisilin 0,00176 0,00406 0,00780 2,30775 4,43899

106 Obat Tradisional 0,00356 0,01093 0,01594 3,07118 4,47892Sumber: diolah dari Tabel I-O BPS 2016

101

B.3. Pengganda PendapatanBesarnya pengganda pendapatan setiap subsektor farmasi dapat dilihat pada Tabel 7.9.Pengaruh awal (inisial) terhadap kenaikan upah, akibat adanya peningkatan permintaanakhir, yang terjadi pada subsektor industri obat amoksisilin adalah yang terkecil. Setiappeningkatan satu unit rupiah permintaan akhir pada sektor industri amoksisilin akanmeningkatkan pendapatan total pekerja sebesar 0,13388. Sedangkan Pengaruh Total Iterhadap pendapatan nasional adalah 0,23296 dan Pengaruh Total II sebesar 0,34932.

Pengaruh awal terbesar terjadi pada subsektor industri obat farmasi lainnya, disusulsubsektor industri obat tradisional. Angka pengganda pendapatan tertinggi justru terjadipada subsektor industri obat tradisional. Hal ini bisa dipahami karena industri obattradisional lebih padat karya dibandingkan industri farmasi lainnya dan amoksisilin. Angkapengganda sektor industri obat amoksisilin dan farmasi lainnya adalah yang terkecil. Setiapsatu rupiah peningkatan pendapatan di subsektor industri obat amoksisilin akanmeningkatkan pendapatan nasional sebesar Rp. 1,74003 (Tipe I) atau Rp. 2,60909 (Tipe II).

Tabel 7.9. Pengganda Pendapatan

No.Sektor Nama Sektor Inisial

Pengaruh Pengganda

Total I Total II Tipe I Tipe II

105aObat FarmasiLainnya 0,23452 0,40806 0,61187 1,74003 2,60909

105b Obat Amoksisilin 0,13388 0,23296 0,34932 1,74003 2,60909

106 Obat Tradisional 0,15053 0,31166 0,46732 2,07048 3,10459Sumber: diolah dari Tabel I-O BPS 2016

B.4. Pengganda Pertambahan NilaiBesarnya pertambahan nilai menggambarkan besarnya Produk Domestik Bruto (PDB),karena PDB nasional merupakan penjumlahan dari pertambahan nilai semua sektorekonomi yang ada. Dari Tabel 7.10. dapat dilihat besarnya pengaruh kenaikan permintaanakhir pada setiap subsektor industri farmasi terhadap pembentukan PDB nasional.

Tabel 7.10. Pengganda Pertambahan Nilai

No.Sektor Nama Sektor Inisial

Pengaruh Pengganda

Total I Total II Tipe I Tipe II

105aObat FarmasiLainnya 0,35873 0,82596 1,37471 2,30246 3,83215

105b Obat Amoksisilin 0,20480 0,47154 0,78482 2,30246 3,83215

106 Obat Tradisional 0,33973 0,76543 1,18454 2,25304 3,48669Sumber: diolah dari Tabel I-O 2016

102

C. Analisis Keterkaitan Antar Sektor IndustriC.1. Analisis Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage)

Analisis keterkaitan ke depan menjelaskan bagaimana hubungan ke depan tercipta ketikainvestasi dalam suatu sektor tertentu mendorong investasi pada tahap produksiberikutnya. Ukuran untuk mengetahui keterkaitan ke depan suatu sektor adalah indeksketerkaitan ke depan (forward linkage) dinotasikan dengan FL. Hasil perhitungan dariindeks keterkaitan ke depan sektor-sektor pendukung farmasi pada kajian ini ditunjukkanoleh Tabel 7.11.

Hasil perhitungan pada Tabel 7.11 dapat diinterpretasikan dengan menggunakanketentuan bahwa:

jika FL > 1 maka keterkaitan ke depan sektor farmasi lebih tinggi dari rata-rataketerkaitan ke depan seluruh sektor;

jika FL < 1 maka keterkaitan ke depan sektor farmasi lebih rendah dari rata-rataketerkaitan ke depan seluruh sektor;

Tabel 7.11. Nilai Indeks Keterkaitan ke Depan Sektor Farmasi

No. Sektor Nama Sektor FL

105a Obat Farmasi Lainnya 0,77485

105b Obat Amoksisilin 0,61765

106 Obat Tradisional 0,61782Sumber: diolah dari Tabel I-O 2016

Dari Tabel 7.11 diketahui bahwa seluruh Industri farmasi mempunyai nilai FL kurang dari 1.Bisa dijelaskan bahwa sebagian besar penggunaan produk-produk farmasi hanya terbatasuntuk memenuhi kebutuhan sekunder dari suatu sektor, bukan sebagai bahan bakuutama/primer dari proses produksi. Kondisi ini menyebabkan produk farmasi tidakmempunyai keterkaitan ke depan yang kuat. Keterkaitan ke depan industri obat amoksisilinyang terkecil dibandingkan industri obat farmasi lainnya dan obat tradisional.

C.2. Analisis Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage)Analisis keterkaitan ke belakang menjelaskan bagaimana keterkaitan ke belakang terciptaketika sebuah proyek mendorong investasi terhadap fasilitas yang memungkinkan proyektersebut berhasil. Indeks keterkaitan ke belakang (backward linkage) pada analisis I-Odinotasikan dengan BL. Hasil perhitungan indeks dketerkaitan ke belakang sektor-sektorfarmasi pada kajian ini ditunjukkan oleh Tabel 7.12.

Hasil perhitungan pada Tabel 7.12 dapat diinterpretasikan dengan menggunakanketentuan bahwa:

jika BL > 1 maka keterkaitan ke belakang sektor farmasi berada di atas rata-rataketerkaitan ke belakang seluruh sektor;

jika BL < 1 maka keterkaitan ke belakang sektor farmasi berada di bawah rata-rataketerkaitan ke belakang seluruh sektor;

103

Tabel 7.12. Nilai Indeks Keterkaitan ke Belakang Sektor Farmasi

Kode I-O Nama Sektor BL

105a Obat Farmasi Lainnya 1,15861

105b Obat Amoksisilin 0,92508

106 Obat Tradisional 1,05257Sumber: diolah dari Tabel I-O 2016

Dari Tabel 7.11 dan 7.12 tersebut terlihat bahwa kedua nilai FL dan BL industri amoksisilinkurang dari 1. Artinya, industri amoksisilin Indonesia mempunyai tingkat keterkaitan kedepan dan belakang yang lemah. Hal ini bisa dipahami karena hampir 100% BBO amoksisilinmasih diimpor sehingga keterkaitan ke belakang industri formulasi amoksisilin denganindustri pendukungnya cukup lemah

C.3. Analisis Kuadran Keterkaitan Antar Sektor FarmasiSetelah mengetahui keterkaitan ke depan dan ke belakang antar sektor farmasi, halselanjutnya yang perlu diketahui adalah bagaimana posisi sektor-sektor farmasi tersebut.Untuk dapat mengetahuinya, perlu dibuat sebuah bagan/grafik yang dapat memberikangambaran secara jelas (Rasmussen, 1956). Berdasarkan nilai indeks keterkaitan ke belakangdan indeks keterkaitan ke depan, sektor-sektor ekonomi di Indonesia dapat dikelompokkanke dalam 4 (empat) kelompok, yakni (BPS, 2021):

Kuadran I yakni sektor-sektor yang memiliki nilai indeks keterkaitan ke belakangdan indeks keterkaitan ke depan relatif tinggi (di atas rata-rata) atau (BL> 1 dan FL > 1);

Kuadran II adalah sektor-sektor yang mempunyai nilai indeks keterkaitan kebelakang tinggi (di atas rata-rata) tetapi indeks keterkaitan ke depannyarendah (di bawah rata-rata) atau (BL > 1 dan FL < 1);

Kuadran III merupakan sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke depanrendah (di bawah rata-rata) dan indeks keterkaitan ke belakangnya jugarendah (di bawah rata-rata) atau (BL < 1 dan FL < 1);

Kuadran IV adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke depantinggi (di atas rata-rata) tetapi indeks keterkaitan ke belakangnyarendah (di bawah rata-rata) atau (BL < 1 dan FL > 1)

Dengan memperhatikan ketentuan pengelompokan dari BPS tersebut, Gambar 7.7 akanmemberi gambaran pengelompokan sektor-sektor Farmasi.

104

Sumber: Diolah dari Tabel I-O BPS 2016

Gambar 7.7. Indeks Keterkaitan ke Depan dan Indeks Keterkaitan ke Belakang IndustriFarmasi dalam Kuadran

Terlihat bahwa kedua nilai FL dan BL industri amoksisilin kurang dari 1. Artinya, industriamoksisilin Indonesia mempunyai tingkat keterkaitan ke depan yang lemah dan tidakbanyak menyerap sektor industri pendukungnya.

Hal ini bisa dipahami karena industri amoksisilin di Indonesia masih merupakan industriformulasi dan 100% bahan baku aktif industri obat amoksisilin masih diimpor dari Cina danIndia

Seluruh Industri farmasi mempunyai nilai FL kurang dari 1. Bisa dijelaskan bahwa sebagianbesar penggunaan produk-produk farmasi hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhansekunder dari suatu sektor, bukan sebagai bahan baku utama/primer dari proses produksi.

Dari grafik efek riak berikut (Gambar 7.8) terlihat bahwa dari setiap 1 rupiah investasiindustri amoksisilin pada putaran 0 (awal), sekitar 0,698 rupiah atau 70% dibelanjakanproduk impor pada putaran 1.

Pada putaran ke 2, dari 0,302 rupiah yang diinvestasikan industri pendukung amoksisilin diIndonesia, sekitar 0,183 rupiah atau 61% untuk belanja impor. Dan begitu seterusnyahingga putaran terakhir.

Kondisi ini menghasilkan dampak industri amoksisilin terhadap perekonomian Indonesiayang tidak terlalu besar karena belanja impor masih sangat mendominasi.

105

Sumber: Diolah dari Tabel I-O BPS 2016

Gambar 7.8. Efek Riak Industri Amoksisilin

1

0,302

0,1190,049 0,020 0,009 0,004

0

0,698

0,183

0,070 0,029 0,012 0,0050

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

Putaran 0 Putaran 1 Putaran 2 Putaran 3 Putaran 4 Putaran 5 Putaran 6

Investasi Domestik Impor

106106

107

108

REKOMENDASI

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI BBO AMOKSISILIN

Dengan melihat data historis pada saat ini dan proyeksi kebutuhan bahan baku obat (BBO)amoksisilin ke depan serta dilandasi oleh keprihatinan: (1) hampir 95% BBO yangdiperlukan masih harus diimpor, (2) setiap tahunnya Indonesia harus memproduksiamoksisilin rata-rata 1.200 ton/tahun, (3) produk amoksisilin ini banyak digunakan diIndonesia untuk pengobatan lini utama pada infeksi bakteri gram positif dan gram negatif,yang hingga saat ini masih tinggi jumlahnya di Indonesia, (4) tingginya impor BBOamoksisilin ini menjadikan rentannya ketahanan obat nasional, apalagi jika terjadigangguan pasokan dari luar negeri; maka di dalam buku Outlook Teknologi Kesehatan 2021ini disampaikan rekomendasi sebagai berikut.

A. Perkuatan Litbang

1. Peningkatan kemandirian dalam penyediaan BBO amoksisilin sudah semestinyamenjadi prioritas. Upaya ini dapat ditempuh melalui kolaborasi riset pengembanganteknologi produksi antara Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang), LembagaPengkajian dan Penerapan (Jirap), Perguruan Tinggi dan Industri, yang saat ini masihterkendala pada output hasil risetnya yang harga keekonomiannya belum kompetitif.

Riset teknologi produksi BBO amoksisilin yang berjalan saat ini oleh konsorsium riset(BPPT, ITB, UGM) perlu melibatkan mitra industri sejak awal tahapan riset, mulaitingkat kesiapan teknologi (TKT) Level 3 atau 4. Dengan demikian sinergi antar pelakuriset dapat berlangsung sehingga proses hilirisasi hasil riset dapat berjalan efektif danmampu menjawab kebutuhan pasar BBO amoksisilin.

B. Indikator TKT yang ada saat ini diperuntukkan mengukur TKT produk farmasi,sehingga diperlukan penyesuaian beberapa indikator untuk dapat mengukur TKT rawmaterial, intermediate dan BBO amoksisilin.

2. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan teknologi adalah dengan strategireverse product life cycle, melalui pengembangan senyawa aktif. Strategi ini sudahmulai dilakukan di Indonesia, dimana untuk proses R&D terkait pengembangan BBOamoksisilin telah dilakukan oleh ITB, UGM, BPPT dan LIPI.

3. Ekosistem inovasi yang kondusif bagi aktivitas riset BBO amoksisilin perlu diwujudkandengan memperoleh dukungan infrakstruktur riset oleh pemerintah misalnya dalambentuk pengadaan peralatan laboratorium yang tervalidasi dan tersertifikasi padaskala pilot, serta ketersediaan bahan baku bagi keperluan riset.

Dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kualitas SDM perluditingkatkan untuk melakukan penelitian terkait dengan pengembangan BBOamoksisilin, termasuk pengembangan inovasi dan komersialisasinya.

1

2

3

4

5

6

109

B. Pengembangan Industri

Hasil proyeksi menunjukkan bahwa kebutuhan BBO amoksisilin di Indonesia akanterus meningkat. Sementara itu dari hasil perhitungan dampak ekonomi, tambahanproduksi obat amoksisilin di dalam negeri akan lebih besar dampak impornya (salahsatunya impor BBO amoksisilin) dibanding dampak domestiknya. Setiap tambahanpembelian satu rupiah produk amoksisilin di dalam negeri akan memberi dampakkepada impor sebesar Rp. 0,698 dan kepada ekonomi domestik sebesar Rp. 0,302.Oleh karena itu industrialisasi BBO amoksisilin di dalam negeri perlu disegerakan.

C. Untuk percepatan kemandirian obat amoksisilin, disamping mewujudkankemandirian dalam produski BBO amoksisilin, juga perlu mendorong produksibahan intermediate (bahan antara) berupa 6-APA, HPGME maupun enzim PGA. Jikasaat ini ditargetkan produksi bahan antara ini tercapai pada tahun 2026, denganmelakukan percepatan produksi bahan antara ini maka produksi obatnya dapatdilakukan sebelum tahun 2026. Disamping itu nilai TKDN BBO amoksisilin dapatditingkatkan pula. Pengembangan ini diharapkan menjadi menjadi titik awal darikemandirian BBO di Indonesia.

D. Transformasi industri farmasi dari yang semula mengandalkan bahan baku imporbaik bahan aktif (Active Pharmaceutical Ingredients/ API) maupun bahan tambahan(eksipien), menjadi industri farmasi berbasis riset, perlu diperkuat untukmeningkatkan daya saing.

E. Membangun industri BBO amoksisilin melibatkan banyak pelaku, sehinggadiperlukan kemitraan bisnis yang kuat antar pelaku industri untuk terbangunnyarantai pasok industri yang efektif dan efisien. Pendekatan klaster industri yangmengintegrasikan seluruh pelaku industri terkait industri BBO amoksisilin dapatmenjadi konsep dasar pengembangan industri BBO amoksisilin.

F. Kebijakan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus dapat menjadi insentif bagiberdirinya kawasan industri BBO. Tersedianya kawasan industri khusus BBOamoksisilin, menjadi peluang berdirinya industri BBO yang terintegrasi, efisien danberkelanjutan

G. Untuk membangun industri BBO secara menyeluruh diperlukan dukungan(kesiapan) industri hulu, sehingga ketergantungan impor intermediate dan rawmaterial bisa diminimumkan. Oleh karena itu perlu mendorong tumbuhnya industrikimia dasar (petrokimia) di tanah air. Integrasi vertikal antara industri hulu(upstream) yakni industri kimia dasar (petrokimia), industri intermediate, industriBBO serta industri hilirnya (downstream), yakni industri farmasi, tentu sangatdiharapkan dalam memperkuat industrialisasi BBO amoksisilin.

1

2

3

4

5

6

110

C. Regulasi

Dari kebijakan fiskal super deduction tax terdapat daya tarik pengurangan pajakpenghasilan bruto hingga 300% dan dari TKDN bila mencapai lebih dari 25%, akanmendapat preferensi harga 25% untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah.Oleh karena itu perlu dibuat skenario/simulasi dengan memasukan pengaruhinsentif terutama kebijakan fiskal dan TKDN terhadap harga keekonomian.Memberikan insentif fiskal untuk menarik investasi melalui tax allowance, taxholiday maupun pengurangan bea masuk, serta mendorong industri melakukanprogram vokasi dan inovasi melalui research and development (R&D) superdeduction tax yang diberikan bagi industri yang terlibat.Agar produk BBO amoksisilin dalam negeri mampu bersaing dengan BBO impor,maka perlu diimplementasikan kebijakan ‘non-tariff barrier’. Sebagai contoh:kebijakan TKDN, Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) dan standarisasi mutu.

D. Komersialisasi

Produksi obat dalam negeri khususnya amoksisilin perlu ditingkatkan denganmemprioritaskan penggunaan produk sediaan farmasi dalam negeri melalui e-tendering dan e-purchasing berbasis e-catalogue.

Dalam perhitungan TKDN produk BBO amoksisilin, komponen bahan bakumemberikan kontribusi terbesar, yaitu 50%, karena itu pengembangan industri BBOamoksisilin dalam negeri perlu menjadi prioritas nasional.

Saat ini pelaku industri Amoksisilin eksisting lebih banyak pada sektor hilir (industriformulasi).

H. Nilai TKDN produk obat amoksisilin saat ini sesuai sertifikat yang telah dikeluarkanoleh Kementerian Perindustrian berkisar antara 30,50% - 35,91%. Jika dilakukanoptimalisasi pada proses produksi dan pengemasan serta penggunaan komponenbahan baku dalam negeri maka nilai TKDN berpotensi meningkat menjadi sekitar46% sehingga dapat ditetapkan sebagai produk wajib dalam pengadaan barang/jasa oleh pemerintah.

I. Kepastian jaminan pasar bagi industri BBO amoksisilin dalam negeri perludiwujudkan agar skala ekonomis produksi dapat tercapai, yaitu denganmemasukkan produk amoksisilin dalam negeri kedalam daftar obat JKN/BPJS.

1

2

3

4

1

2

3

110

111

xv

Azhaar, D. H. 2018. Pabrik Natrium Hidroksida dari Garam NaCl dengan Proses Elektrolisis SelMembran .Disertasi. Surabaya : Institute Technologi Sepuluh Nopember.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 2016. Peluang Investasi Industri Bahan Baku Obat diIndonesia.Direktorat Perencanaan Industri Manufaktur Tahun Anggaran 2016. Jakarta. 25hal.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 2021b. Realisasi Penanaman Modal PMDN-PMA:Triwulan IV dan Januari-Desember Tahun 2020. Jakarta, 25 Januari 2021.35 hal.

Badan Koordinasi Penanaman Modal(BKPM). 2021a. Potensi Menjanjikan di Industri Farmasi danKesehatan Indonesia. (Diakses melaluihttps://www.bkpm.go.id/id/publikasi/detail/berita/potensi-menjanjikan-di-industri-farmasi-dan-kesehatan-indonesia pada tanggal 12 Juli 2021)

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2021. Data Industri Farmasi dan Sarana Khusus diIndonesia yang Memiliki Sertifikat CPOB Terkini (Per 31 Maret 2021). Jakarta. 31 hal.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2021a. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Impor 2020 Jilid I.Nomor Katalog : 8202027; Nomor Publikasi : 06100.2128; ISSN / ISBN : 2745-6757; TanggalRilis : 2021-06-10; Ukuran File : 11.45 MB

Badan Pusat Statistik (BPS). 2021b. Produk Domestik Bruto Lapangan Usaha (Seri 2010).

Bloom DE, Canning D, Sevilla J. 2004. The effect of health on economic growth: a production functionapproach. World Dev. 32: pp 1–13. doi: 10.1016/j.worlddev.2003.07.002

Bruggink, A., and Roy, P. D. 2001. Industrial synthesis of semisynthetic antibiotics. In Synthesis of β-lactam antibiotics .Springer, Dordrecht. pp 12-54.

Christianingrum, R., dan Mujiburrahman. 2021. Dinamika Industri Farmasi: Setengah Dekade PascaRencana Induk Pengembangan Industri Nasional. Buletin APBN Vol. VI. Ed. 7.Jakarta. 16 hal.

Crueger W and Crueger A. 1985. Biotechnology: A Textbook of Industrial Microbiology. SinauerAssociates Inc. Sunderland Vol16: No.1. 308 p.

Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti, Prioritas Riset Nasional2020-2024 Fokus Riset Kesehatan

Dongche, Yenglis. 2021. Anggaran Riset Indonesia Terendah di ASEAN. 04 Mei 2021.(https://infoanggaran.com/detail/anggaran-riset-indonesia-terendah-di-asean diakses06 Juli 2021).

Elmatsani, HM. 2018. Pengantar Pengukuran Tingkat Kesiapterapan Teknologi. Direktorat SistemRiset dan Pengembangan Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan.Ristekdikti.16 hal.

xvi

Houbraken J., Frisvad JC., Seifert KA., Overy DP and Tuthill DM. 2012. New Penicillin-ProducingPenicillium Species and An Overview of Section Chrysogena. Persoonia. Vol 29: pp. 78–100.

https://kemenperin.go.id/artikel/19715/Genjot-Produksi-Metanol,-Pembangunan-Kawasan-Industri-Teluk-Bintuni-Dipacu diakses 2 Juli 2021

Istiqomah, N Q A., dan Hayuningtias, D. 2019. Pra Rancangan Pabrik Fenol Dari Klorobenzene danNaOH Dengan Katalis Zeolit Kapasitas 35.000 Ton/ Tahun. Disertasi . Malang : UniversitasIslam Indonesia.

Kardos N. and Demain AL. 2011. Penicillin: The Medicine with The Greatest Impact on TherapeuticOutcomes. Applied Microbiology and Biotechnology. Vol 92: pp. 677-687.

Kato, K., K Kawahara, T Takahashi and S Igarasi. 1980. Enzymatic Synthesis of Amoxicillin by the Cell-Bound α-Amino Acid Ester Hydrolase of Xanthomonas citri. Agricultural and BiologicalChemistry, 44:4, pp 821-825.

Kementerian Perindustrian. 2018. Genjot Produksi Metanol, Pembangunan Kawasan Industri TelukBintuni Dipacu. 14 September 2018.

Kementerian Perindustrian. 2019. Pohon Industri dan Bill of Materials.https://kemenperin.go.id/pohon-industri

Kementerian Perindustrian. 2021a. Buku Analisis Pembangunan Industri - Edisi II 2021: MembangunKemandirian Industri Farmasi Nasional.

Kementerian Perindustrian. 2021b. Tiga Langkah Strategis Pacu Substitusi Impor 35 Persen SektorIKFT. Diakses melalui https://www.kemenperin.go.id/artikel/22515/Tiga-Langkah-Strategis-Pacu-Substitusi-Impor-35-Persen-Sektor-IKFT pada tanggal 12 Juli 2021

Khayam, M. 2021. Strategi Kementerian Perindustrian Dalam Mendorong Pengembangan IndustriBahan Baku Obat dan Pengembangan Obat Baru. Kuliah Tamu Fakultas Farmasi MiliterUniversitas Pertahanan, 25 Februari 2021.

Laksmi, B.J. dan Rahayu, W.P. 1995. Penanganan Limbah Industri Pangan. Edisi Kedua. Kanisius.Yogyakarta. ISBN 9794137693. p 173-176.

Mahsunah, AH., Agung E W., dan Tim BBO Antibiotik Balai Bioteknolog –BPPT. 2019. MenujuHilirisasi Produk Antibiotik. The 3rd Bioeconomic Innovations on Agroindustrial Technologyand Biotechnology 2019, Business Gathering 6 Februari 2019.

Martawardaya, B., dan Nugroho, A.S. 2020. Mendorong Investasi Asing Langsung di Sektor Farmasi.INDEF Policy Brief Vol 1. No. 1/II/2020

Marwoto, Bambang. 2021. STKP BBO API – PTFM, BPPT. Disampaikan pada Focus Group DiscussionKegiatan Kajian Penguatan Rantai Pasok dan Dampak Ekonomi Industri Bahan Baku Obat(BBO), Tangerang Selatan 20 Mei 2021.

Öztürk, S and Topcu, E. 2014. Health Expenditures and Economic Growth: Evıdence from G8Countries. International Journal of Economics and Empirical Research. 2: p 256-261.

Porter, ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Boston: Harvard Business School Press.

Priyambodo. 2021. Inisiatif Membangun Industri Bahan Baku Obat Amoksisilin. Policy Brief No. 09Bidang Industri Proses dan Energi 2021.

Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi. 2021. Kajian Penguatan Rantai Pasok danDampak Ekonomi Industri BBO. Laporan Akhir PIPE-BPPT 2021

xvii

Pusat Teknologi Bioindustri BPPT.2021. Optimasi Produksi dan Imobilisasi Penisilin G Asilase untukMendukung Produksi BBO Amoksisilin. Proposal Riset 2021.

Pusat Teknologi Farmasi dan Medika -BPPT. 2016. Outlook Teknologi Kesehatan: Teknologi untukIndustri Farmasi dan Alat Kesehatan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ,Jakarta. 138 hal.

Raghupathi V and Raghupathi W. 2020. Healthcare Expenditure and Economic Performance:Insights from the United States Data. Front. Public Health 8:156. doi:10.3389/fpubh.2020.00156.

Republik Indonesia. 2015.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 142 Tahun 2015tentang Kawasan Industri.

Republik Indonesia .2018. Peraturan Presiden 38 tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional(RIRN) 2015-2045.

Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK.04/2020 tentangPemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan Atas Impor PengadaanVaksin Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.010/2020 tentangPemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atauperluasan usaha pada bidang tertentu yang merupakan industri padat karya.

Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 16 tahun2020 tentang tata cara perhitungan TKDN Farmasi berbasis proses.

Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017Tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi Dan Alat Kesehatan.

Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Keuangan nomor 128/PMK.010/2019 tentangPemberian Pengurangan Penghasilan Bruto Atas Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan dan/atau Pembelajaran Dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya ManusiaBerbasis Kompetensi Tertentu.

Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK 04/2019 tentangPembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Oleh Pemerintah Pusat atau PemerintahDaerah Yang Ditujukan Untuk Kepentingan Umum.

Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun2020 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen DalamNegeri Produk Farmasi.

Republik Indonesia.2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 87 Tahun 2013Tentang Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku Obat.

Republik Indonesia. 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 TentangRencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (RIPIN).

Republik Indonesia. 2016. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang PercepatanPengembangan Industri Farmasi

Republik Indonesia. 2018. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 TentangPengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Republik Indonesia.2019. Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/813/2019 terkait FormulariumNasional (Fornas). Kementerian Kesehatan, Jakarta.

xviii

Republik Indonesia.2020. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentangPemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

Republik Indonesia.2020. Peraturan Menteri Keuangan nomor 153/PMK.010/2020 tentangPemberian Pengurangan Penghasilan Bruto Atas Kegiatan Penelitian dan PengembanganTertentu di Indonesia.

Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.010/2020 tentang fasilitaspajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang bidang usaha tertentu dan ataudidaerah tertentu.

Republik Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentangPenyelenggaraan Bidang Perindustrian.

Republik Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021 tentangPenyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

Riawati. 2021. Obat Antiinfeksi Antibakteri Amoksisilin Formulasi dan Penggunaan.(https://www.alomedika.com/obat/antiinfeksi/antibakteri/amoksisilin/formulasi-dan-penggunaan; diakses 22 Juli 2021).

Roy, Jiben.2012. An introduction to pharmaceutical sciences production, chemistry, techniques andtechnology. Cambridge: Woodhead Pub. p. 239. ISBN 978-1-908818-04-1. Archived fromthe original on 2017-09-08.

Santosa, dkk. 2021. Tantangan dan Peluang Industri Bahan Baku Obat Amoksisilin di Indonesia.Policy Brief No. 08 Bidang Industri Proses dan Energi 2021.

Setiadi, dkk. Inisiatif Kebijakan dalam Hilirisasi Hasil Riset Bahan Baku Obat. Policy Brief No. 13Bidang Industri Proses dan Energi 2021.

Siregar, Pamian.2020. Tantangan dan Peluang Industri Farmasi Menuju Kemandirian Bahan BakuObat (BBO). Webinar Unhan, 25 Februari 2020.

Suswanto, I. F.2020. Pra Rencana Pabrik Asam Fosfat Dari Batuan Fosfat dan Asam Sulfat DenganProses Basah Kapasitas 70.000 Ton/ Tahun, Alat Utama. Disertasi. Malang : InstitutTeknologi Nasional Malang.

Thomas, VF.2020. Dikeluhkan Jokowi, Impor Bahan Baku Obat 2020 Capai USD 4,89 Miliar.https://tirto.id/f6NU.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). 2020. Kajian Kebijakan PengadaanObat Untuk Program Jaminan Kesehatan Nasional 2014-2018, Tim Nasional PercepatanPenanggukangan Kemiskinan, Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, Jakarta. 134hal.

WHO. 2019. World Health Organization Model List of Essential Medicines, 21st List, 2019. Geneva:World Health Organization. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO.

Wibisana, A dan Gany H. 2014. Kajian Tekno Ekonomi Produksi 6-Aminopenicillanic Acid (6-APA).Serpong: BPPT - Balai Pengkajian Bioteknologi.

Widiati. 2021. Upaya Peningkatan Kemampuan Riset Bahan Baku Obat Amoksisilin. Policy Brief No.11 Bidang Industri Proses dan Energi 2021.

World Bank. 2020. Doing Business 2020: Comparing Business Regulation in 190 Economies. WorldBank Group.149 p.

xix

Wulanndari, T. G., dan Ardiani, F. 2017. Pabrik Etilen Glikol dari Etilen dengan Proses OksidasiLangsung dengan Udara Dilanjutkan Hidrolisis Etilen Oksida . Tugas Akhir. Surabaya:Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Tautan lain yang diakses:

https://daftar-nomor.blogspot.com/2018/02/daftar-alamat-pabrik-amoniak-di.html)

https://kemenperin.go.id/artikel/21720/Kemenperin-Dorong-Pengembangan-Gasifikasi-Batubara-di-Tanah-Air

https://panjiva.com/Sinopharm-Weiqida-Pharmaceutical-Co/34256279

https://sinopharmweiqida.en.alibaba.com/company_profile.html

http://tkdn.kemenperin.go.id/sertifikat.php?id=GwMxHNkH14hRJTRj9QZpdYe0dYGSHStk9D8yUOP2zPY

http://tkdn.kemenperin.go.id/sertifikat.php?id=n7XV683p3PY_CUl6-B0Cq1DqE-H_OrL24Gi_cS9MOOg

http://tkdn.kemenperin.go.id/sertifikat.php?id=vAGI514wQPDwAeP_RmDVFyqHH6sKpFfzk6MBeeTMT3k

http://tkdn.kemenperin.go.id/sertifikat.php?id=fKJai97Qhj6pi4sE3UUly89OVRSPKK2bhhLFpUggYng

https://www.aurobindo.com/

https://www.bahanbakufarmasi.com/supplier-amoxicillin-di-indonesia/

https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/11/05/1673/agustus-2020--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-7-07-persen.html

https://www.centrient.com/

https://www.cphi-online.com/sinopharm-weiqida-pharmaceutical-co-ltd-comp244373.html

https://www.fk-antiinfectives.com/

https://www.itb.ac.id/berita/detail/2787/drrernat-rahmana-emran-kartasasmita-msiapt-produksi-dane-salt-sebagai-upaya-mendukung-kemandirian-produksi-antibiotikum-amoksisilin-di-indonesia

https://www.sandoz.at/

http://www.tul.com.cn/en/about/zhuhaigongsi

www.weiqida.com


Recommended