Date post: | 31-Jan-2018 |
Category: |
Documents |
Upload: | trannguyet |
View: | 227 times |
Download: | 1 times |
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
KARAKTERISTIK
PERMUKIMAN PROTO-URBAN
”KAMPUNG TUA LUAR
BATANG”*)
(CHARACTERISTIC OF
PROTO-URBAN SETTLEMENT
“THE OLD KAMPONG LUAR
BATANG”)
Popi Puspitasari,
Abstrak
Kampung Tua Luar Batang adalah permukiman
awal di Batavia (Kota Lama Sekarang).
Sebagai permukiman bahari yang terletak
dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, pada
Kampung tersebut secara intensif terjadi
fenomena hibridisasi etnis, akulturasi budaya,
ekletisisme secara fisik arsitektural dan struktur
spasial yang kompleks dan dinamis dari waktu
ke waktu. Beberapa penelitian yang sudah
dilakukan dan terkait dengan Kota Lama lebih
terfokus pada Struktur Kota Lama dengan
aspek-aspek Arsitekturalnya. Persoalan telaah
kampung terbatas pada kampung-kampung
tertentu yang khas secara identitas etnisitas
yang sifatnya terbentuk secara cluster di sekitar
Kota Lama. Sementara Karakteristik secara
terinci tentang Kampung Tua yang bersentuhan
langsung dengan muara terjadinya kota awal
belum banyak diungkap. Pada tulisan ini
diungkapkan secara deskriptif tentang
Kampung Tua Luar Batang dalam hal: latar
belakang penghunian, proses perluasan hunian,
fenomena hibridisasi etnis, tipologi rumah
menurut evolusi dan statusnya serta struktur
spasial Kampung. Hasil penelitian adalah
sebuah pemodelan sebagai teori awal tentang
karakteristik Kampung Tua Luar Batang.
Abstract
The Old Kampong Luar Batang is Proto Urban
Settlement in Batavia (today is Old City
Jakarta). Geographically, it is close to Sunda
Kelapa Harbor (the first Harbor in Indonesia)
and blend to the mouth of Old City, therefore
ethnic hybridization, cultural acculturation, an
eclectic architecture, and dynamic also complex
spatial structure were intensively happen. The
Old City studies were already done and more of
them focused on it’s Structure and Urban
aspects. The limited studies also focused
especially on the certain kampongs around Old
City which sited as clustered pattern kampong.
While, it is rarely study about old kampong that
close to and blend to the mouth of Proto Urban.
This study is descriptive study about
characteristic of Old Kampong Luar Batang -as
the oldest Kampong, in case of: the background
of the site occupation, the intervention of
occupation process, the phenomena of ethnics
hybridization, House Typology according to it’s
evolution and status, and spatial structure of
the Kampong. The result of the study is
modeling of the initial theory about
characteristic of Old Kampong Luar Batang.
Kata Kunci : Karakteristik, Proto-Urban,
Permukiman
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
A. LATAR BELAKANG
Jalur transportasi air seperti sungai dan laut
adalah alat utama manusia untuk mengenali
daratan-daratan lainnya. Sepanjang sejarah
manusia menggunakan jalur perairan sebagai
lintasan transportasi untuk kegiatan
perdagangan. Melalui kegiatan ini kemudian
manusia berlabuh di beberapa tempat/pulau dan
menghuni baik itu secara sementara maupun
menetap. akulturasi budaya terjadi ketika
beberapa etnis datang dan pergi dari suatu
tempat ke tempat lainnya dengan membawa
budaya masing-masing. Hibridisasi etnis
menyebabkan munculnya bentuk kota awal
sebagai representasi Collective Memory1
sekelompok komunitas, oleh karena itu
keragaman bentuk arsitektur serta dinamika
struktur spasial nampak secara spesifik
menunjukan identitas tersendiri.
Berdasarkan sejarah perkembangan arsitektur,
Indonesia secara umum melewati masa
Hindu/Budha, Islam, Kolonialisme dan masa
Kemerdekaan. Masing-masing masa memiliki
konsep berbeda dan teraplikasikan secara fisik.
1 Kota adalah produk “collective memory” dan
materialisasi budaya penghuninya sepanjang
sejarah. Kota adalah gudang sejarah, sejarah adalah
locus dari ”collective memory”. Proses transformasi
kota dapat ditelaah menurut kerangka waktu, setiap
perbedaan waktu memiliki lapisan yang berbeda
yang menunjukan perubahan. Transformasi itu
sendiri didefinisikan sebagai: “the overlaying of
various conditions. Lapisan-lapisan tersebut
meliputi lapisan morfologi, sosiologi dan filosofi.
Selama proses transformasi terdapat elemen-elemen
yang sifatnya permanen. Elemen-elemen permanen
ini menyimpan memori, identitas tentang Tempat
(Place) dan kejadian-kejadian tertentu. (J.Widodo;
2004)
Kampung Tua Luar Batang, tumbuh dan
berkembang sejak berlabuhnya para pelaut yang
melintas antar pulau dan singgah di Sunda
Kelapa. Dinyatakan Kampung Luar Batang
lebih intensif dihuni seiring dengan tumbuh dan
berkembangnya Pelabuhan Sunda Kelapa.
Beberapa dokumen peta memperlihatkan bahwa
penghunian Kampung Tua Luar Batang
berkembang pesat semenjak masa penjajahan
Belanda.
Kampung Tua Luar Batang adalah kampung
dimana para nelayan dan pedagang yang
berlayar melalui lautan pantai utara Jawa
singgah dan menghuni sementara menunggu
musim angin berganti arah. Oleh karena itu
penghunian tumbuh secara sporadis bahkan
tidak terkendali di masa sekarang.
Secara fisik bangunan arsitektural, tidak banyak
artefak yang bisa menunjukan identitas etnis di
masa sekarang. Namun pembelajaran yang bisa
dipetik diantaranya adalah bahwa
perkampungan tersebut menunjukan fenomena
bagaimana proses penghunian awal itu terjadi di
perkotaan.
Kampung-kampung kota diistilahkan untuk
kampung yang tumbuh di tengah perkotaan.
Kampung-kampung awal dan teridentifikasi
identitasnya secara khas pada umumnya adalah
kampung-kampung yang membentuk cluster-
cluster di sekitar pusat kota lama misalnya :
Kampung Melayu, Kampung Bugis, Kampung
Arab, Kampung China dsb. Sementara
Kampung awal dimana pertama kali para pelaut
singgah tidak banyak ditelaah. Kampung yang
dimaksud adalah kampung tua yang
bersentuhan langsung pada muara terbentuknya
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
kota. Secara morfologi kampung ini tidak
membentuk cluster-cluster tetapi merupakan
permukiman yang dihuni oleh berbagai etnis
(blended etchnic). Pada batasan tertentu Over
blended ethnic menyebabkan munculnya
karakter yang berbeda. Pada tulisan ini akan
dikupas mengenadi aspek-aspek dari karakter
tersebut dengan kasus Kampung Tua Luar
Batang.
B. KONSEP
Penelitian ini berlandaskan pada beberapa
pengertian yang terkait dengan proto-urban dan
sifat-sifat tumbuh berkembangnya kota.
V.Gordon Childe (pg.49) menjelaskan bahwa
pengertian The Early cities: (1) More extensive
and densely populated than previous
settlement. (2) Inhabited by full time specialist
craftmen, transport workers, merchants,
officials and priests. (3) Supported by tithes or
taxes of primary producers…
The term proto-urban refers to the global parts
of a city exceeding local conditions (Urban
Flotsam, Bunschoten, 2001, p 27). Proto- or
prot- (pref) is (1) First in time; earliest:
protolithic, (2) First formed; primitive;
original: protohuman.
Berdasar telaah historis, Kevin Lynch (1987)
”Normative models” sebuah kota tipologinya
adalah sbb :
(1) The organic model, or biological city,
non-geometric urban patterns , yaitu
model yang menganalogikan kota seperti
halnya organ makhluk hidup, memiliki
jantung (pusat), nadi (jaringan jalan) dan
sel-sel (fungsi-fungsi elemen kota).
(2) The cosmic model, or holy city yaitu
model urban yang diinterpretasikan
sebagai ekspresi religi atau ketuhanan,
dicirikan dengan tatanan yang bersifat
aksis, hirarkis atau adanya unsur
pelindung dan pintu gerbang atau elemen
landmark.
(3) The practical model, or city as machine,
model kota mengandung ekspresi fungsi
yang pola umumnya berbentuk Grid.
C. KARAKTERISTIK KAMPUNG TUA
LUAR BATANG
Kampung Luar Batang adalah Kampung tertua
yang terletak di kawasan kota tua di Jakarta
Utara, tepatnya di belakang Gedung Museum
Bahari di jalan Pasar Ikan, Kelurahan
Penjaringan. Menurut kronologis waktu
beberapa hal penting mengenai Kampung ini
adalah :
Sejak tahun 1630-an : diperkirakan Kampung
Luar Batang tumbuh dan berkembang.
Sekitar tahun 1739 dibangun mushola oleh
Habib Husein bin Abubakar Alaydrus (imigran
dari Hadramaut), berdekatan dengan benteng
(kastil) VOC. Sampai saat masjid ini dijadikan
tempat berjiarah.
Pada abad ke-17 perkampungan Luar Batang,
sebagai tempat persinggahan sementara para
awak (tukang perahu) pribumi yang ingin
masuk ke pelabuhan Batavia (Sunda Kelapa).
Seluruh perahu yang keluar masuk harus
melalui pos pemeriksaan. Pos ini terletak di
mulut alur pelabuhan dan di sini diletakkan
batang (kayu) yang merintangi sungai. Setiap
perahu pribumi yang akan masuk diperiksa
barang muatannya dan senjata-senjata yang
dibawa harus dititipkan di pos penjagaan.
Sedangkan perahu-perahu pribumi yang tidak
bisa masuk pelabuhan, di luar batang (pos
pemeriksaan) harus menunggu pagi hari. Ada
kalanya mereka menunggu beberapa hari
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
sampai ada izin masuk pelabuhan. Selama
menunggu, sebagian awak perahu turun ke
darat. Kemudian mereka membangun pondok-
pondok sementara. Lambat laun tempat ini
dinamakan Kampung Luar Batang, yakni
pemukiman yang berada di luar pos
pemeriksaan. 2
Sekitar 1660-an, VOC mendatangkan para
nelayan dari Jawa Timur dan ditempatkan di
lokasi pemukiman Luar Batang.
Pada saat sekarang, Kampung Luar Batang
adalah permukiman yang dihuni oleh para
pendatang nelayan dan pedagang atau buruh
yang bekerja di pergudangan dan pelabuhan.
C.1. Penghunian Kampung Tua Luar
Batang Sebagai Permukiman Proto
Urban Di Muara Sungai Ciliwung.
Secara historis, Kampung Tua Luar Batang
dinyatakan permukiman tua sesuai dengan
2 Asal mula nama Luar Batang memiliki 2 versi :
Versi pertama menyatakan bahwa nama ini
berkaitan dengan salah satu tokoh bernama Sayyid
Abdullah Bin Abubakar Alaydrus, yaitu tokoh
penyebar agama Islam dari Hadramaut. Dalam
perjalanan penyebaran agama Islam, kota Batavia
(abad 17) adalah persinggahan terakhirnya.
Kemudian Habib Alaydrus membangun Masjid
sebagai pusat pengembangan agam Islam. Tanah
yang digunakan untuk mendirikan masjid adalah
pemberian dari salah satu Gubernur Belanda
sebagai balas budi. Tanah tersebut pada mulanya
dinamakan Kampung Baru. Ketika Habib tersebut
meninggal, direncanakan akan dimakamkan di
Tanah Abang, namun ketika akan dikuburkan
mayat Habib menghilang dari Kurung Batang
(Keranda) dan kembali ke Kampung Baru. Oleh
Karena itu Kampung Baru kemudian dikenal
sebagai Kampung Laur Batang.
Versi Kedua : nama Kampung Luar Batang
berasal dari adanya sebatang pohon melintang di
mulut sungai Ciliwung. Maksud diletakannya
Batang Pohon adalah untuk mengatur masuk-
keluarnya perahu ke dalam Kota Lama.
terjadinya awal mula kota di lokasi yang
berdekatan dengan kampung itu sendiri. Pada
awal pertumbuhannya, Kampung Tua Luar
Batang disebut sebagai ”Kampung Baroe Loear
Batang”. Penyebutan Kampung Baru merujuk
pada fenomena bahwasanya ketika itu
Kampung Luar Batang adalah kampung yang
baru terbentuk. Istilah tersebut sampai saat ini
berlaku bagi kampung-kampung yang muncul
kemudian, setelah beberapa waktu berlalu
istilah kampung baru terlepas dengan
sendirinya dan istilah kampung baru ditujukan
bagi kampung-kampung yang baru terbentuk
lainnya.
Kampung-kampung baru, tumbuh dan meluas
seiring degan meningkatnya jumlah migran
dari waktu ke waktu. Salah satu penyebab
perluasan penghunian (yang akhirnya jadi
sebuah kampung baru) adalah disebabkan oleh
adanya lahan ilegal/tidak bertuan. Para migran
mendirikan tempat berlindung (shelter) pada
lahan-lahan kosong tanpa ada surat
kepemilikian, dalam jangka waktu lama,
kemudian hunian menjadi permanen.
Proses penghunian lahan kosong menjadi
sebuah kampung adalah melalui tahapan
berikut (lihat foto 1):
(1) Migran Baru menduduki lahan kosong,
menempel pada elemen tertentu yang
berdekatan dengan kegiatan yang
menguntungkan artinya tempat tinggal
berjarak relatif dekat dengan tempat
pekerjaan dan sumber air. Seiring
berjalannya waktu, penghunian semakin
luas dan akhirnya membentuk kampung
baru.
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
(2) Dalam waktu yang relatif lama, kemudian
penghuni kampung baru mengembangkan
kegiatan berdagang, atau menyewakan
ruangan bagi para pendatang. Ketika
lahan semakin dipadati bangunan,
masing-masing bangunan dikembangkan
secara vertikal. Sejumlah bangunan
dengan berlantai dua dengan kepadatan
tinggi menyebabkan terjadinya lorong-
lorong diantara bangunan.
(3) Pada saat kapasitas tidak terkendali, para
penduduk mengembangkan lahan baru di
sekitarnya yang tidak berstatus dan
kemudian terjadilah Kampung Baru yang
lain.
C.2 Hibridisasi Etnis
Muara sungai adalah tempat strategis dimana
perahu berlabuh. Dikatakan bahwa perahu
seperti halnya sebuah kota. Para penumpang
dengan etnis dan budaya yang beragam saling
bertukar gagasan dan cara hidup. Oleh karena
itu ketika penumpang bersama-sama berlabuh,
secara fisik mereka kemudian membentuk
lingkungan dengan budayanya masing-masing
Gambar 1 : Perluasan hunian dan pembentukan kampung baru
Pada awal penghunian, para urban
menempatkan tempat berlindung pada
lahan kosong tidak bersatus dan menempel
pada dinding permanen yang sudah ada
serta dekat dengan sumber air.
Bertambahnya jumlah ”bangunan” tempat
berlindung seiring dengan bertambahnya
anggota keluarga/kerabat yang dibawa
serta dari kampung halamannya.
Kapasitas rumah yang semakin bertambah
menyebabkan terbentuknya kampung baru
pada lahan kosong yang masih tersisa.
Lahan kosong ini kemudian terisi dalam
waktu yang relatif singkat bahkan
merambah ke atas permukaan air sungai.
Di beberapa tempat permukaan air sungai
tertutup oleh bangunan panggung.
Kampung-kampung baru yang terbentuk,
salah satunya berbatasan dengan lahan
yang sudah berstatus legal dan akan di
fungsikan sebagai pergudangan. Pada
dinding dibuat akses pintu atau para
migran mendobrak dinding yang sudah
berdiri kemudian mendirikan kampung
baru ( mereka menyebutnya sebagai
Kampung Bolong)
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
dimana pasar, masjid dan alun-alun adalah
pusat kegiatan bersama. Elemen-elemen
tersebut adalah elemen-elemen penting yang
pada umumnya ditemukan pada daerah cikal
bakal kota di Indonesia.
Pada fenomena tertentu hibridisasi etnis terjadi
pada satu tempat dalam bentuk Compound
Housing, sementara pada fenomena lain
menunjukan bahwa masing-masing etnis
membentuk kampung-kampung dalam bentuk
cluster-cluster yang terpusat pada satu titik
kegiatan ekonomi kota. Terindikasikan bahwa
pada bentuk Compound Housing, hibridisasi
etnis berbaur tanpa batasan yang jelas (blurring
boundary) dan pada batas maksimum menjadi
blended ethnic. Hal ini terjadi diakibatkan oleh
kepadatan bangunan dengan jumlah migran
yang bertambah dari waktu ke waktu.
Sementara pada bentuk cluster housing,
identitas masing-masing etnis dapat
diidentifikasi dengan utuh dan seringkali masih
terpelihara dengan baik.
Kampung Tua Luar Batang secara geografis
berada di pusat kegiatan perdagangan,
pergudangan (pada jaman penjajahan VOC)
dan berdekatan dengan pelabuhan Sunda
Kelapa. Kegiatan perdagangan dan
pergudangan menyebabkan kegiatan singgah,
berlabuh dan bongkar muat barang menjadi
produktif sejak abad 16. Kaitannya dengan
Kota Lama Batavia (Kota Lama Jakarta
sekarang), Kampung Luar Batang adalah
permukiman strategis bagi para nelayan dan
para pendatang dari arah laut (etnis Makasar,
Bugis, Jawa, Sunda, Arab, China). Sepanjang
sejarahnya Kampung tersebut adalah sebuah
permukiman padat, walaupun kegiatan
pergudangan sudah tidak se-produktif pada
masa kejayaan Beland, namun kegiatan
perdagangan masih tetap berlangsung sampai
sekarang, misalnya Pasar Ikan, pasar
tradisional, pasar tempat jual beli peralatan
bahari, pasar hasil kerajinan hasil laut.
Tingkat penghunian yang padat menyebabkan
hilangnya identitas kesukuan secara fisik
bangunan (blended ethnic). Perwujudan
bangunan rumah lebih diorientasikan pada
fungsi dan keuntungan secara finansial dengan
cara menyewakan ruang-ruang baik secara
vertikal maupun horisontal.
Rumah tinggal
beridentitas sebagai
rumah bugis
Rumah tinggal
beridentitas Melayu
Rumah tinggal
beridentitas sebagai
rumah nelayan
Gambar 2 : Beberapa rumah tinggal yang masih memiliki identitas yang khas
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
C.3 Tipologi Rumah Berdasarkan Evolusi
dan Status Penghunian
Sebagai daerah permukiman ditemukan ada 3
tipologi hunian menurut jenisnya :
(1) Boat Houses3 adalah perahu-perahu yang
berfungsi sebagai tempat tinggal
sementara para nelayan yang singgah ke
pelabuhan atau daerah sekitar Kampung
Luar Batang. Nelayan yang tinggal dalam
perahu adalah mereka yang singgah
sementara waktu menunggu sampai
barang yang dibawanya habis terjual, dan
menunggu barang-barang yang akan
dibawa ke daerah asalnya.
(2) Temporary Houses adalah rumah-rumah
tinggal sementara yang difungsikan
sebagai tempat tinggal para urban yang
datang hanya untuk bekerja, sementara
keluarganya ditinggal di kampung
halaman atau di bawa dan meninggali
rumah ”boro”. Fenomena ini
menyebabkan terjadinya kekumuhan di
sepanjang bantaran sungai dekat muara.
3 Boat Houses adalah istilah penulis untuk
menggambarkan adanya kegiatan menghuni pada
perahu secara intensif.
(3) Permanent Houses adalah rumah-rumah
permanen yang secara ekonomi pada level
menengah ke atas. Rumah-rumah
permanen ini dimiliki oleh para pedagang
atau nelayan yang sukses, yang kemudian
membawa anggota keluarga yang lain
untuk tinggal dan bekerja di kota.
Tipologi Rumah menurut status penghunian:
(1) Migran Rental Houses adalah rumah-
rumah tinggal yang selain dihuni oleh
pemiliknya juga disewakan untuk para
perantau. Para penghuni adalah penduduk
yang bermata pencaharian berdagang,
buruh pergudagang, nelayan, pegawai
kelautan di sekitar daerah Kampung Luar
Batang dengan atau tanpa keluarganya.
Pada daerah dengan kepadatan yang
tinggi, rumah-rumah sewa berupa
bangunan berlantai dua dalam kondisi
permanen atau tidak permanen. Harga
sewa bervariasi tergantung pada luas
ruang, letak ruang (lantai 1 atau 2),
kondisi rumah permanen atau tidak
permanen atau menurut kelengkapan
fasilitasnya. Fenomena ini terjadi hampir
75% dari seluruh jumlah rumah di
Boat Houses Temporary Houses Permanent Houses
Gambar 3 : Tipologi rumah berdasarkan evolusi penghunian
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
permukiman tersebut.
(2) The Sacred Mosque Dormitory adalah
rumah singgah bagi para pejiarah masjid
kampung luar batang dari berbagai daerah
ketika ada perayaan tertentu. Rumah
tinggal sejenis ini berada di sekitar Masjid
Luar Batang.
(3) Rental Houses for the Moslem School
Students adalah rumah-rumah yang
disewakan untuk para santri disekitar
pesantren.
(4) Apartement adalah bangunan tinggi yang
disewakan untuk golongan ekonomi
menengah atas, berlokasi di daerah
transisi Hunian penduduk Kampung Luar
Batang dengan Pusat Bisnis.
C.4 Struktur Spasial Kampung
Sebagai permukiman awal yang bersentuhan
dengan Kota Lama, Kampung Tua Luar Batang
memiliki pola spasial yang kompleks. Dapat
dikatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam
teori Kevin Lynch (1981) tentang model
normatif sebuah kota terpolakan di Kampung
tersebut. Penulis mencoba menginterpretasikan
fenomena-fenomena yang ditemukan di
Kampung Tua Luar Batang dari sudut pandang
teori Kevin Linch, kemudian direflrksikan
dalam kategori
Pada daerah yang bersentuhan dengan lautan
dan badan sungai, kampung-kampung baru
secara sporadis membentuk pola organik.
Penghunian berubah setiap saat mengikuti
kondisi dan lokasi lahan kosong ilegal atau
tergantung pada perubahan status lahan ilegal
menjadi legal diakibatkan perubahan status
lahan dari lahan penghunian ilegal menjadi
status komersil. Fenomena menunjukan
semakin terdesaknya hunian ilegal oleh lahan
komersil baru, mendorong perluasan
permukiman kampung baru (ilegal) ke arah
badan sungai dan menutupi badan aliran air
sungai. Semakin ke arah daratan
kecenderungan perubahan luasan permukiman
semakin berkurang, hunian semakin permanen
dan semakin terencana dengan baik walaupun
sistem jaringan jalan masih dalam bentuk
lorong-lorong dan kepadatan bangunan yang
tetap tinggi.
Bersisian dengan kampung-kampung Baru
Migran Rental Houses
The Sacred Mosque
Dormitory
Rental Houses for the
Moslem School Students Apartement
Gambar 4 : Tipologi rumah menurut status penghunian
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
adalah Museum Bahari. Pada masa
penjajajahan Belanda Museum tersebut
merupakan pergudangan. Kegiatan wisata
museum Bahari mendorong intensifnya
kegiatan perdagangan dimuka bangunan
museum, tepatnya bersatu dengan area pasar
tradisional heksagon dan pasar ikan. Area
perdagangan meluas dari depan Museum
Bahari ke arah jembatan (dulu merupakan
sebatang pohon pembatas sebagai pengontrol
keluar masuknya perahu dari arah lautan
menuju dalam Kota Lama), dan hampir
River
Temporary
Houses with
blended
ethnic
Temporary Houses as Slums Area
Historical-Vernacular Area
5
9
1
8
3
7
12
11
6 10
2
3
4
Prosesi ritual berjiarah : 1. Pintu gerbang masuk, 2. Pemberian
doa oleh Habib, 3. Tempat Wudlu, 4. Berjiarah ke makam
keramat dalam masjid, 5. Sembahyang dalam Masjid, 6.
Rumah Singgah Pejiarah, 7. Rumah Tinggal Keluarga Habib
Allaydrus, 8.Pemakaman, 9 Menara Lama, 10. Dapur Umum
untuk perayaan, 11. Kios-kios keperluan jiarah, 12. Menara
Baru.
1 5
Historical-Sacred Area
Hitorical-Cosmopolitan Area
Gambar 5 : Model Struktur Spasial Kampung Tua Luar Batang
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
memenuhi badan sungai. Badan Sungai
terancam menjadi daratan karena penghunian
yang tidak terkontrol. Fenomena pembentukan
kampung baru yang sporadis pada area historis
dikategoriakan sebagai Historical-Vernacular
Area, yang diduga jika tidak terkontrol maka
area ini akan mencapai batas kekumuhan yang
maksimum, blended ethnic dan kehilangan
identitas kesukuan secara fisik.
Historical-Sacred Area adalah kategori untuk
area dimana terdapat Masjid Tua Luar Batang.
Keberadaan Masjid Tua Luar Batang sebagai
masjid yang dikeramatkan, dapat dinyatakan
sebagai representasi teori Kevin Linch yang
kedua, yaitu kategori model kekotaan yang
memiliki nilai kesakralan. Menurut Linch, pola
yang terbentuk pada umumnya terpusat.
Berdasarkan pola spasial Kampung, Masjid
Luar Batang secara spesifik tidak pada posisi
sebagai pusat kampung. Namun yang dapat
diperlihatkan adalah adanya pintu gerbang dan
menara serta makam keramat sebagai landmark
yang menandai masjid tua keramat. Secara
fungsional, kegiatan berjiarah memiliki ritual
dengan prosesi tertentu walaupun sifatnya tidak
permanen, artinya tidak selalu prosesi tersebut
sebagai acuan dogmatis. (lihat gambar. 5
tentang prosesi ritual berjiarah).
Historical-Cosmopolitan Area adalah kategori
untuk pola ketiga yaitu pola grid yang dapat
ditemukan pada daerah yang dulunya
dialokasikan untuk pergudangan jaman VOC.
Pada saat sekarang letak pergudangan tersebut
terhadap muara sungai ciliwung terletak pada
daerah bagian daratan mengarah ke pusat
bisnis. Berdekatan dengan lokasi pergudangan
Historical-
Vernacular Area
Historical-
Sacred Area Historical-
Cosmopolitan
Area
Boat Houses
Area
Permanent
Houses Area
Apartment &
Shop houses
Area
Rental
Migran
Houses
Gambar 6 : Pemodelan teori awal untuk fenomena Kampung Tua Luar Batang
(1) Sungai Ciliwung, (2) Kampung Baru, (3) Pasar
Heksagon, (4) Pasar Ikan, (5) Museum Bahari, (6)
Pergudangan, (7) Permukiman Permanen, (8)
Masjid Tua Luar Batang, (9) Lokasi Apartemen
dan Ruko Sekarang (10) Jembatang (Batang Pohon
dulu)
1 2
2
8 7
6
5
4 3
9
10
+
-
Grid/Cosmopolitan Pattern
Well Planned Design
Legality
Organic Pattern
Vernacular
Illegal
Slums
Permanent Buildings
9
Blended Ethnic
Individualist
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
dan bagian belakang museum Bahari adalah
Apartemen dan ruko-ruko yang terencana
dengan pola yang teratur. Kondisi ini berkaitan
dengan pola yang dibentuk oleh pemerintahan
Belanda pada area pergudangan, dan status
lahan yang legal oleh swasta pada area
apartemen dan ruko-ruko.
D. PEMODELAN
Dari telaah karakteristik Kampung Tua Luar
Batang dapat dibuat pemodelan fenomena
permukiman proto-urban seperti terlihat pada
gambar 6, dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Fenomena penghunian awal dan
transformasinya di perkotaan semakin
intensif pada lahan ilegal dan lahan
tersebut memiliki lokasi strategis terhadap
pusat kegiatan ekonomi. Hunian
vernakular tumbuh dan berkembang
sesuai dengan eksistensi kesempatan
penghunian membentuk pola organik.
Penghunian tidak terkendali
mengakibatkan tingkat kekumuhan
(slums) yang maksimum atau sebaliknya
bahwa pola organik terbentuk karena
dorongan faktor lahan yang ilegal dan
vernakularitas penghunian.
(2) Transformasi struktur keruangan
dipengaruhi oleh legalitas lahan dimana
legalitas lahan mendorong meningkatnya
kebebasan pemanfaatan fungsi lahan
secara individual dan meningkatkan
konsumsi konsumerisme dan mendorong
perencanaan yang lebih tertata ketika
lahan tersebut berlokasi pada atau
berdekatan dengan pusat bisnis
kosmopolitan.
E. KESIMPULAN
Kampung Tua Luar Batang adalah representasi
dari cikal bakal terbentuknya kota. Apa yang
bisa dipelajari adalah : (1) Bagaimana
penghunian awal manusia dan pembentukan
permukiman secara alamiah (vernakular) dari
arah perairan (laut/sungai) sampai terbentuk
permukiman kosmopolitan, (2) Hibridisasi
etnik pada permukiman tua yang bersentuhan
dengan muara terjadinya kota awal
perdagangan di pesisiran, bertransformasi
dalam bentuk blended ethnic.
(3) Berdasarkan refleksi teori Kevin Linch
terhadap ciri-ciri fisik spasial Kampung Tua
Luar Batang maka dapat diterjemahkan adanya
kategori yang lebih spesifik yaitu : Historical-
Vernacular Area, Historical-Sacred Area dan
Historical-Cosmopolitan Area.
SUMBER PUSTAKA :
Basham, Richard ,Urban Typologies :Preindustrial
And Industrial CitiesUrban Anthropology The
Cross-Cultural Study of Complex Society, Mayfield
Publishing Company, 1978
Frank, Karen A., Ordering Space : Types in
Architectural Design, New York : Van Nostrand
Reinhold, 1994.
Heuken, Adolf, Tempat-tempat bersejarah di
Jakarta, Jakarta : Cipta Loka Caraka, 1997.
Heuken, Adolf, Sumber-sumber Asli Sejarah
Jakarta, Jakarta : Cipta Loka Caraka, 2000.
Hakim, Abdul, “Jakarta Tempo Doeloe”, Jakarta :
Pustaka Antarkota, 1989
Kostof, Spiro, The City Shaped : Urban Patterns
and Meanings Through History, London : Thames
and Hudson, 1991.
*)Jurnal Jurusan Arsitektur Usakti, “Agora”,2006, hal. 30, ISSN : 1411-9722
Linch, Kevin, Good City Form, Pennsylvania :
Dowden, Hutchinson & Ross, 1987.
Merrillees, Scott, Batavia In the Nineteenth
Century Photograph, New York : Archipelago
Press, 2000.
Sardiyarso, Enny ; Puspitasari, Popi, Inside The
Wall Of Batavia 15–19 th
And Old-City Jakarta 21 st
Centuries : The Changes of Building Function and
Its Façade, Jakarta : Prosiding International
Seminar Modern Urban Heritage (mAAN-Usakti),
2005
Widodo, Johannes, The Boat and the City : Chinese
Diaspora and the Architecture of Shoutheast Asian
Coastal Cities, Singapore : Marshall Cavendih
Academic, 2004.