ISSN: 2655-1586
5 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10
Museum Kopi Di Banda Aceh
Tema : Arsitektur Neo Vernakular
Hafsah Sundaria Saidi
1, Izziah2, Sofyan
2 1Mahasiswa Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
2Dosen Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Email: [email protected]
Abstract
Currently Indonesian coffee is recognized as the largest coffee producer in the world after Brazil, Vietnam and
Colombia. Coffee in Indonesia has a long history. One example is the coffee-producing community addicted to coffee
making the coffee shop as a business in Aceh. Coffee is also an integral part of the Aceh socio-cultural context.
The product of Culture, drinking coffee an important role for the life of the community. Drinking coffee at a
coffee shop in Aceh society becomes a 'symbol', a necessity, as well as an arena to redefine or provide productive
energy growth of new alternatives, positive creations, even affected, rules, and social order. Ongoing and constructive
discussions of ideas developed in coffee shops in Aceh can provide assistance to current and future development, social
and cultural ideas in Aceh. Therefore the Coffee Museum is more familiar with the types of coffee that is in Aceh itself,
and provides a means to preserve the coffee drinking culture located in Banda Aceh.
Keywords: Museum of Coffee, Culture, Aceh Coffee, Neo Vernacular, socio-cultural Aceh
Abstrak
Saat ini kopi Indonesia menempati peringkat keempat sebagai penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil,
Vietnam, dan Kolombia. Kopi di Indonesia memiliki sejarah panjang. Sebagai provinsi salah satu penghasil kopi
kecanduan masyarakat pada kopi menjadikan warung kopi sebagai lahan bisnis di Aceh. Kopi juga merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari konteks sosio-kultural Aceh.
Sebagai produk suatu kebudayaan, minum kopi memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup
masyarakat. Minum kopi di warung kopi pada masyarakat Aceh menjadi „simbol‟, kebutuhan, sekaligus juga arena
untuk memaknai kembali atau memberikan energi produktif tumbuhnya alternatif-alternatif baru, kreasi positif, bahkan
oposisi-kritis terhadap kondisi, aturan, dan tatanan sosial yang ada. Diskusi yang berkelanjutan dan konstruktif
terhadap ide-ide yang berkembang di warung-warung kopi di Aceh, dapat memberikan sumbangan terhadap gagasan
pembangunan, sosial, dan kebudayaan di Aceh masa kini dan masa depan. Oleh Karena itu Museum Kopi ini bertujuan
lebih mengenal jenis-jenis kopi yang ada di aceh itu sendiri, serta memberikan sarana bagi melestarikan budaya minum
kopi yang berada di Banda Aceh.
Kata Kunci: Museum Kopi, Budaya, Kopi Aceh, Neo Vernakular, sosio-kultural Aceh
1. Pendahuluan
Saat ini kopi Indonesia menempati peringkat
keempat sebagai penghasil kopi terbesar di dunia
setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Kopi di
Indonesia memiliki sejarah panjang dan memiliki
peranan penting bagi pertumbuhan prekonomian
masyarakat. Sebagai provinsi salah satu penghasil kopi,
budaya minum kopi masyarakat Aceh begitu menonjol.
Kecanduan masyarakat pada kopi menjadikan warung
kopi sebagai lahan bisnis yang menggiurkan di Aceh.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Aceh
memang dikenal maniak kopi. Mereka bisa
menghabiskan berjam-jam di warung kopi. Biasanya
membahas berbagai hal, diskusi dan berita politik
seringkali menjadi fokus utama debat warung kopi.
Politik memang kegemaran orang Aceh selain kopi.
Biasanya pemilik warung sengaja berlangganan koran
yang dibaca bergiliran oleh setiap pengunjung. Dari situ
diskusi biasanya bergulir. Pun jika musim bola, warung
kopi dipenuhi penggila bola hingga menjelang
pagi. Kemudian tak jarang diadakannya festival kopi
dan juga acara-acara yang berkaitan dengan kopi.
Adanya pertandingan bola hanya menambah
jumlah pengunjung pada warung kopi. Warung kopi di
Aceh juga unik dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari konteks sosio-kultural Aceh. sebagian
orang memandangnya sebagai kebiasaan yang kurang
bermanfaat, tetapi dari fungsi laten yang dikandungnya,
nonton bola sambil minum kopi, memiliki manfaat yang
tidak tampak, berupa inspirasi, relasi sosial, dan
keharmonisan „komunitas’. Jelaslah bahwa setiap unsur
kebudayaan memiliki manfaat, fungsi, dan arti.
Sebagai produk suatu kebudayaan, minum kopi
memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup
masyarakat pendukungnya. Dalam setiap komunitas
kebudayaan, menurut Victor Turner, “pasti ada sebuah
„ruang‟ sebagai mekanisme untuk melepaskan diri dari
ritual kehidupan yang membelenggu.” Minum Kopi di
warung kopi pada masyarakat Aceh menjadi „simbol‟,
kebutuhan, sekaligus juga arena untuk memaknai
kembali atau memberikan energi produktif tumbuhnya
ISSN: 2655-1586
6 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10
alternatif-alternatif baru, kreasi positif, bahkan oposisi-
kritis terhadap kondisi, aturan, dan tatanan sosial yang
ada. Diskusi yang berkelanjutan dan konstruktif
terhadap ide-ide yang berkembang di warung-warung
kopi di Aceh, dapat memberikan sumbangan terhadap
gagasan pembangunan, sosial, dan kebudayaan di Aceh
masa kini dan masa depan.
2. Metode Perancangan Metode yang digunakan terdiri dari beberapa
langkah merancang, yaitu:
2.1 Studi Objek Perancangan Museum Kopi di Banda Aceh ini
diawali dengan kajian berupa studi terhadap objek dan
menganalisis beberapa studi banding yang sesuai
dengan objek.
2.2 Studi Lokasi Kajian yang dilakukan berupa studi terhadap tapak
dan lingkungan. Studi dilakukan pada lingkup yang
berhubungan langsung dengan tapak yang berlokasi di
Jalan Iskandar Muda Ulee Lheue, Banda Aceh.
2.3 Studi Tema Tema pada perancangan ini diuraikan secara
deskriptif yang menjadi gagasan ide dan konsep pada
bangunan. Sehingga gagasan ide digunakan sebagai
konsep secara fungsional dan dasar pemikiran cara awal
membentuk masa bangunan
2.4 Analisis Perancangan Merancang Museum Kopi ini diperlukan suatu
analisis mengenai fungsional, kondisi lingkungan serta
analisis fisik bangunan. Sehingga akan hadirnya konsep
perancangan.
2.5 Konsep Perancangan
Setelah menganalisis dan menstudi, maka akan
muncul beberapa konsep perancangan yang akan
diterapkan pada bangunan. Dengan demikian,
terwujudlah hasil rancangan.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Kebutuhan ruang
Museum Kopi membutuhkan ruang-ruang yang
dapat menampung banyak masyarakat umum. Secara
kuantitatif ruangan membutuhkan luasan sebagai
berikut:
Tabel 1 Besaran Ruang
No Jumlah Luasan Ruang
1 Ruang Pengelola 1998.76 m2
2 Kegiatan penerimaan 773.89 m2
3 Fasilitas Penunjang 4000 m2
4 Servis 940 m2
5 Fasilitas Parkir 2193.3 m2
6 Ruang Pameran 5095.55 m2
Total 15006.5 m2
3.2 Perancangan dengan penerapan Neo
Vernakular Studi tapak dan lingkungan, Lahan perencanaan
memiliki luas ± 13.336 m2 (±1.3 Ha). Lokasi proyek ini
berada di Jln Iskandar Muda, Ulee Lheue, dan saat ini
lokasi site merupakan lahan kosong. Berdasarkan
Qanun RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029[2]
, berikut
didapatkan beberapa peraturan mengenai lahan yang
dipilih: Peruntukan Lahan : Kawasan pariwisata
Luas Lahan : ±1.3 Ha = 13.336 m2
Koefisien Dasar Bangunan (KDB): 50 %
Koefisien Lantai Bangunan (KLB): 2
Garis Sempadan Bangunan : 12 m
KDB Maksimum : (13.336)(50%) = 6.668 m2
KLB Maksimum : (13.336 m²)(2) = 26.672 m²
Jumlah Lantai Maksimum KLB : KDB 26.672 : 6.668
= 4
Timur Site berbatasan dengan Jln Rama Setia,
Selatan Site berbatasan dengan Jln Iskandar Muda,
Utara Site berbatasan dengan Taman Terbuka Hijau
Meraxa, Barat berbatasan dengan Taman Terbuka Hijau
Meraxa
Gambar 1 Kondisi eksisting tapak
3.3 Studi Tema Kata NEO atau NEW berarti baru atau hal yang
baru, sedangkan kata vernacular berasal dari
kata vernaculus (bahasa latin) yang berarti asli. Maka
arsitektur vernakular dapat diartikan sebagai arsitektur
asli yang dibangun oleh masyarakat setempat.[1]
Arsitektur Vernakular konteks dengan lingkungan
sumberdaya setempat yang dibangun oleh masyarakat
dengan menggunakan teknologi sederhana untuk
memenuhi kebutuhan karakteristik yang
mengakomodasi nilai ekonomi dan tatanan budaya
masyarakat dari masyarakat tersebut. Dalam pengertian
umum, arsitektur Vernacular merupakan istilah yang
banyak digunakan untuk menunjuk arsitektur
indigenous kesukaan, tribal, arsitektur kaum petani atau
arsitektur tradisional.
Penerapan tema terhadap bangunan, dimulai dari
Lokalitas, dengan mengadopsi gaya Arsitektur Neo
Vernakular, mengambil teori dari Charles Jenks dengan
cici-ciri seperti dibawah ini, kemudian di terapkan ke
dalam desain Museum Kopi.
ISSN: 2655-1586
7 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10
Ruang Terbuka Memaksimalkan
ruang terbuka pada
site dengan
membuat taman dan
plaza pada Museum
Kopi.
Parkir
Parkir padaMuseum
Kopi ini terdiri dari
parkir bus, parkir
sepeda motor, dan
parkir mobil.
Outdoor Cafetaria
Terdapat outdoor cafetaria pada Museum Kopi
ini. Untuk menambah pengunjung Museum
ini.
Gambar 2 Konsep perancangan
3.4 Konsep Bangunan Konsep Sirkulasi pada bangunan sirkulasi utama
terdapat pada jalan utama yang bergaris putus-putus,
kemudian jalan yang bergaris lurus jalur sirkulasi servis
bagi Museum Kopi yang seperti terlihat pada gambar.
Keterangan:
Arus Kendaraan
Arus Pejalan Kaki
Jalan Dua Arah
Gambar 3 Konsep Sirkulasi
Gambar 4 Konsep penataan masa dan ruang luar
Konsep Arsitektur Neo Vernakular pada Museum
Kopi ini yaitu terjadi bentuk Pengulangan pada fasade
bangunan, Bentuk pada layout Museum berbentuk
dinamis, tidak monoton, Jenis material memakai
material lokal, dan Warna yang ramah lingkungan dan
kontras
Gambar 5 Konsep fasad dan aliran udara
Museum Kopi
Terletak di tengah site
Terdapat pola
pengulangan
pada Fasade
Museum.
Bangunan meliliki
skylight untuk
memaksimalkan aliran
udara dan pencahayaan
cukup pada tengah
Museum Kopi.
Lokalitas Arsitektur Neo
Vernakular Charles jencks
Unsur Budaya
Iklim setempat
Aceh
Bentuk non fisik
Kesenian Budaya
Dinamis, Kesatuan
Pengulangan,
Warna yang ramah lingkungan,
Jenis material
Bangunan
Layout, Tampak, Interior
Warna yang kuat
dan kontras
Material Lokal
Bentuk ramah lingkungan
ISSN: 2655-1586
8 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10
Gambar 6 Konsep bangunan dan massa
Zonafikasi fungsi, Kebutuhan Pengelola
Pengunjung, dan servis jelaslah berbeda. Permintakatan
merupakan mengelompokkan ruang bedasarkan sifat
dari ruang tersebut. Ruang-ruang pada Museum Kopi
berdasarkan kegiatannya terbagi atas 4 zona, yaitu:
Zona Publik (Ruang pameran, Plaza, Cafetaria), Zona
Semi Publik (Ruang pameran lantai 2 dan 3), Zona
Privat (Ruang pengelola), dan Zona Penunjang dan
Service (Mekanikal Elektrikal, plumbing, pengamanan)
Gambar 7 Organisasi ruang
4. Konsep utilitas dan struktur
4.1 Air Bersih dan Air Limbah
gambar 8 Sistem distribusi air bersih dari PDAM dan
sumur
Gambar 9 Sistem distribusi air kotor
4.2 Fire Protection Sistem pemadam kebakaran atau sistem
firefighting yang disediakan di Museum Kopi ini
sebagai preventif (pencegah) terjadinya kebakaran.
Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler (spinkler
otomatis) dengan luasan satu titik sprinkler 4m², sistem
hydrant dengan jarak maksimal pipa kebakaran 30m
setiap satu box hydrant, dan Fire Extinguisher di setiap
box hydrant.
Gambar 10 Alat pencegahan dan penanggulangan
kebakaran
4.3 Sistem Elektrikal
Gambar 11 Sistem instalasi listrik
Bentuk fasade Museum
ini memiliki bentuk
dinamis, kesatuan,
pengulangan, dan warna
yang modern.
Terdapat
cafetaria pada
Museum Kopi
ini, terletak di
sebelah kanan
dan kiri
Museum.
Untuk
menambah
jumlah
penggunjung.
Main Entrance
Parkir Pengunjung Parkir Pengelola
Ruang Loker
Lobby
Ruang Pameran
Temporer
Ruang
Informasi
Toilet Kabag Museum
Ruang Tata
Usaha
Ruang Humas
Tenaga Teknis
Office Boy
Cafetaria
Restaurant
Toko
Souvenir
Perpustakaa
n
Mushalla
Ruang
penyimpanan
Ruang
Reparasi
Auditorium
Toilet
Ruang
Display
Ruang
Pameran
Ruang Pragaan
Toilet
PDAM
Meteran Reservoir
bawah Pompa
Reservoir
atas
Bangunan
Sumur
bor
Kolam
Westafel Dapur Urinoir Toilet
Bak Kontrol Riol Kota
PLN
Gardu
Generator
Switch
otomatis
Panel Distribusi
Pompa Pencahayaan AC
ISSN: 2655-1586
9 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10
4.4 Sistem Penghawaan Sistem penghawaan yang digunakan adalah
sistem cross ventilation yang mengusahakan adanya
pertukaran dan perputaran udara semaksimal mungkin.
Penghawaan buatan pada Museum kopi adalah
menggunakan AC. Sistem AC yang akan digunakan
pada bangunan ini adalah AC Central.
Gambar 12 Sistem AC Central
4.5 Pondasi dan Kolom Struktur pondasi merupakan elemen struktur
paling bawah dari sebuah bangunan yang berfungsi
sebagai penyalur beban yang ditimbulkan oleh elemen-
elemen yang terdapat diatasnya (struktur badan dan
atap). Adapun jenis pondasi yang di gunakan pada
Museum Kopi ini adalah pondasi tapak semuran dan
pondasi menerus. Jenis pemilihan pondasi tersebut
berdasarkan data-data kondisi pada tapak perancangan.
Gambar 13 Pondasi Sumuran dan sistem rangka
kaku
5. Hasil Rancangan Gambar di bawah ini merupakan siteplan pada
Museum Kopi di Banda Aceh.
Gambar 14 Site Plan Museum Kopi
Gambar di bawah ini merupakan denah Museum Kopi dari
lantai 1-3.
Gambar 15 Denah Lantai 1-3
Gambar di bawah ini merupakan Tampak kanan, kiri, depan
dan belakang Museum Kopi.
Gambar 14 Tampak
Gambar 15 Potongan
Balok Induk = 80x50 cm
Balok Anak = 60x40 cm
Dimensi kolom = 100x100 cm
ISSN: 2655-1586
10 JURNAL ILMIAH MAHASISWA ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN VOLUME 3, No.2, Mei 2019, hal 5-10
Gambar 16 Perspektif Eksterior
Gambar 17 Perspektif Interior
6. Kesimpulan Terdapat beberapa kesimpulan dari perancangan
Museum Kopi dengan tema Neo Vernakular adalah
sebagai berikut:
a. Bangunan dibangun dengan memperhatikan kondisi
lingkungan dan memiliki symbol kebudayaan, serta
memiliki filosofi bangunan yang dalam dan
dipadukan dengan bentuk yang modern.
b. Pemilihan material pada kulit bangunan bisa di
padukan oleh beberapa simbol budaya Aceh.
c. Bangunan dan lingkungan yang saling berkaitan,
sehingga menimbulkan kesan relaksasi sehingga
tercipta kenyamanan pengguna.
d. Bangunan bersifat fungsional dan memiliki arti
yang dapat di pahami oleh pengguna.
e. Keindahan bentuk bangunan modern yang dapat
mengimbangi perkembangan jaman yang
dipadukan dengan konsep Neo Vernakular untuk
menghadirkan suatu budaya dalam bangunan
tersebut.
f. Gaya bangunan mampu mengimbangi
perkembangan jaman dan tidak melupakan bentuk
tradisional Aceh.
7. Daftar Pustaka
[1]Wikipedia Bahasa Indonesia. 2016. https://id.wikipedia.org. Arsitektur Neo Vernakular.
Wikipedia. [2]Qanun RTRW. 2000-2029. Banda aceh: Qanun
RTRW.