PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIANBANGUN BAGI DI KELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN
(RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS)
TESIS
Oleh
JULIANITA PERANGIN-ANGIN167011221/M.Kn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2017
Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIANBANGUN BAGI DI KELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN
(RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan PadaProgram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
JULIANITA PERANGIN-ANGIN167011221/M.Kn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2017
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 28 Desember 2017
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum
Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
3. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA
4. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : JULIANITA PERANGIN-ANGIN
Nim : 167011221
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAANDALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI DIKELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN(RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWABNOTARIS)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,Yang membuat Pernyataan
Nama : JULIANITA PERANGIN-ANGINNim : 167011221
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Perjanjian bangun bagi adalah suatu perjanjian yang lahir dari kebutuhan masyarakatkarena perkembangan hukum bisnis yang begitu cepat terjadi di masyarakat pada umumnya.Perjanjian bangun bagi melibatkan antara developer dengan pemilik tanah, dimana sebelumdilaksanakannya perjanjian bangun bagi, terlebih dahulu dilakukan perjanjian pendanaanantara developer untuk mengumpulkan sejumlah dana dalam pembelian tanah dan jugapelaksanaan pembangunan yang akan dilakukan sesuai kesepakatan para developer tersebut.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan perjanjianpendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek (perumahan/realestate) di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan, bagaimana akibat hukum apabilaterjadi wanprestasi dari salah satu pihak baik pemilik tanah, maupun pengembang (developer)dalam praktek pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi padapembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan danbagaimana tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat terjadinyawanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan perjanjian pendanaan dalamperjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari,Jalan Setia Budi Medan?
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukumnormatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yangberlaku dalam hal ini adalah hukum perjanjian yang termuat di dalam buku Ketiga KUHPerdata. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untukmenggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu mencarijawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut.
Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah bahwapelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek(perumahan/real estate) di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan adalah diawalidengan pembuatan akta perjanjian pendanaan oleh empat orang developer pada saat itumasing-masing A sebanyak 30%, B sebanyak 40%, C sebanyak 20% dan D sebanyak 10%dari jumlah keseluruhan modal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunanperumahan di atas tanah seluas 10.729 M2. Akibat hukum apabila terjadi wanprestasi darisalah satu pihak baik pemilik tanah maupun pengembang (developer) dalam praktekpelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplekperumahan real estate di Kelurahan Tanjung Sari Jalan Setia Budi Medan adalah bahwapihak yang dirugikan menuntut prestasi dari pihak yang melakukan wanprestasi tersebut,namun sebelum diajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan oleh para developer terhadapdua orang pemilik tanah tersebut, melalui advis hukum notaris tercapai kesepakatan antaradeveloper dengan pemilik tanah dengan cara melakukan penambahan dana dari pelepasanhak milik atas tanah dari dua orang pemilik tanah tersebut sehingga pada akhirnya developerdapat melaksanakan pembangunan perumahan di Jalan Setia Budi tersebut. Tanggung jawabnotaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat terjadinya wanprestasi dari salah satu pihakdalam praktek pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi padapembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medanadalah tanggung jawab notaris sebatas tanggung jawab etika dan moral yaitu memberikanadvis hukum kepada para pihak yang bersengketa dalam upaya mendamaikan para pihaktersebut dengan jalan musyawarah mufakat.
Kata Kunci : Perjanjian Pendanaan, Perjanjian Bangun Bagi, Wanprestasi
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Build-share contract is a contract which comes from people’s need because ofthe rapid development of business law. It is made between developers and landowners, and it is usually preceded by financing agreement among developers whogather an amount of financing for buying land and constructing a real estateaccording to their agreement. The research problems were as follows: how about theimplementation of financing agreement in a build-share contract, how about legalconsequence when there was default of one of the parties in implementing financingagreement in build-share contract, and how about Notary’s liability when a disputeoccurred because of the default of one of the parties in constructing the real estate atKelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi, Medan.
The research used normative juridical method which was done on theprevailing legal provisions, especially contract law in Book III of the Civil Code. Thenature of the research was descriptive analytic which was aimed to describe, explain,and analyze the research problems and found the answers and the solution.
The result of the research showed that the implementation of financingagreement in the build-share contract in the construction of the real estate atKelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi, Medan, was started by making a financingagreement by four developers: developer A shared 30%, developer B shared 40%,developer C shared 20%, and developer D shared 10% of the total capital forconstructing a real estate on the land area of 10,729 m2. The legal consequence wasthat there was default of the developers, in constructing the real estate at KelurahanTanjung Sari, Jalan Setia Budi, Medan. Two land owners who were harmed filed acomplaint. However, before the litigation occurred, there was a negotiation betweendevelopers and them before a Notary, and the settlement was done by the developers’adding some funds for the land acquisition owned by the two land owners so that theconstruction of the real estate could be carried out. The Notary’s liability in thedispute due to the default of one of the parties in constructing the real estate atKelurahan Tanjung Sari was only ethic and moral responsibility by giving legaladvice to the conflicting parties so that the dispute was settled by negotiation.
Keywords: Financing Agreement, Build-Share Contract, Default
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera
Utara Medan. Dalam memenuhi tugas inilah saya menyusun dan memilih judul :
“PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIAN
BANGUN BAGI DI KELURAHAN TANJUNG SARI MEDAN
(RELEVANSINYA DENGAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS)”. Saya
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan tesis ini,
untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat
menjadi pedoman dimasa yang akan datang.
Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, saya mendapat bimbingan dan
pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya
secara khusus kepada Ketua Komisi Pembimbing Prof. Dr. Budiman Ginting, SH,
M.Hum, Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN,
M.Hum, masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang banyak
memberikan masukkan dan bimbingan kepada saya selama dalam penyelesaian tesis
ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
Universitas Sumatera Utara
iv
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister
Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para
karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara Medan.
Secara khusus saya menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada
keluargaku tercinta Ayahanda Alm. G.K Perangin-angin dan Ibunda Almh. Rosna
br. Bukit, yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada saya selama ini.
Saya ucapkan kepada suami tercinta AKBP Victor M.T Silalahi, SH.MH, dan anak-
anakku terkasih Vilia Evani Silalahi, Egan M.K.S Silalahi dan Joel Ishak
Hamonangan Silalahi, memberikan dukungan, doa serta semangat yang telah
diberikan kepada saya selama ini.
Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan,
khususnya rekan rekan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara satu
angkatan lain yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang terus
memberikan motivasi, semangat dan kerjasama dan diskusi, membantu dan
Universitas Sumatera Utara
v
memberikan pemikiran kritik dan saran dari awal masuk di Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara Medan sampai saat saya selesai menyusun tesis ini.
Saya berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada
saya, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu
dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah.Akhirnya,
semoga tesis ini dapat berguna bagi diri saya dan juga bagi semua pihak khususnya
yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.
Medan, Desember 2017
(Julianita Perangin-Angin)
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Julianita Perangin-Angin, SH
Tempat dan Tanggal Lahir : Limapuluh, 20 Juli 1974
Alamat : Jl. Karya Kasih Komplek Bukit Johor Mas
Blok K 14 Medan Johor
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 Tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Nama Bapak : G. K Perangin-angin
Ibu : Rosna br. Bukit
II. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : SD Negeri 112190 Negeri Lama
Sekolah Menengah Pertama : SMP Swasta Methodist 6 Medan
Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 4 Medan
S1 Universitas : Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum
S2 Universitas : Program Studi Magister KenotariatanFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 13
E. Keaslian Penelitian ....................................................................... 15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi....................................................... 17
1. Kerangka Teori ...................................................................... 17
2. Konsepsi ................................................................................ 24
G. Metode Penelitian ......................................................................... 25
1. Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................... 25
2. Sumber Data........................................................................... 27
3. Teknik dan Pengumpulan Data .............................................. 27
4. Analisis Data .......................................................................... 28
BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAMPERJANJIAN BANGUN BAGI PADA PEMBANGUNANKOMPLEK (PERUMAHAN/REAL ESTATE) DIKELURAHAN TANJUNG SARI, JALAN SETIA BUDIMEDAN............................................................................................... 30
A. Perjanjian Kerjasama Pendanaan .................................................. 30
B. Perjanjian Bangun Bagi dalam Perspektif Hukum Perjanjian ..... 45
Universitas Sumatera Utara
viii
C. Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam Perjanjian BangunBagi Pada Pembangunan Komplek (Perumahan/Real Estate) diKelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan ........................ 52
BAB III AKIBAT HUKUM APABILA TERJADI WANPRESTASI
DARI SALAH SATU PIHAK BAIK PEMILIK TANAH
MAUPUN PENGEMBANG (DEVELOPER) DALAM
PRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN
DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI PADA
PEMBANGUNAN KOMPLEK PERUMAHAN REAL ESTATE
DI KELURAHAN TANJUNG SARI JALAN SETIA BUDI
MEDAN............................................................................................... 56
A. Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian Timbal-Balik ..................... 56
B. Peran Dan Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan AktaPerjanjian Bangun Bagi................................................................. 67
C. Akibat Hukum Apabila Terjadi Wanprestasi Dari Salah SatuPihak Baik Pemilik Tanah Maupun Pengembang (Developer)Dalam Praktek Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan DalamPerjanjian Bangun Bagi Pada Pembangunan KomplekPerumahan Real Estate Di Kelurahan Tanjung Sari Jalan SetiaBudi Medan................................................................................... 77
BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS BILA TERJADIPERSELISIHAN/SENGKETA AKIBAT TERJADINYAWANPRESTASI DARI SALAH SATU PIHAK DALAMPRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAANDALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI PADAPEMBANGUNAN KOMPLEK PERUMAHAN DIKELURAHAN TANJUNG SARI, JALAN SETIA BUDIMEDAN............................................................................................... 93
A. Kewenangan, Kewajiban Dan Larangan Notaris sebagai PejabatPublik Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2Tahun 2014 ................................................................................... 93
B. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum DalammPembuatan Akta Otentik ............................................................... 104
Universitas Sumatera Utara
ix
C. Tanggung Jawab Notaris Bila Terjadi Perselisihan / SengketaAkibat Terjadinya Wanprestasi Dari Salah Satu Pihak DalamPraktek Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam PerjanjianBangun Bagi Pada Pembangunan Komplek Perumahan DiKelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan ....................... 114
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 124
A. Kesimpulan .................................................................................. 124
B. Saran.............................................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 128
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan benda tidak bergerak yang nilai ekonominya dari waktu ke
waktu semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena tanah memiliki banyak manfaat bagi
kehidupan manusia, seperti misalnya dijadikan sebagai lahan pertanian, peternakan,
lahan pemukiman/tempat tinggal, tempat berusaha (bisnis) dan lain-lain. Tidak
satupun sektor kehidupan manusia yang bisa luput dari tanah. Oleh karena begitu
banyaknya manfaat tanah bagi kehidupan manusia, dan ketersediaannya dari waktu
ke waktu makin terbatas, maka nilai tanah semakin lama semakin tinggi dalam
kehidupan manusia di masyarakat.1
Para pemilik tanah/lahan yang luasnya memadai pada masa sekarang ini juga
cukup terbatas jumlahnya. Apalagi luas tanah tersebut cukup memadai untuk
membangun komplek perumahan (real estate) dalam jumlah banyak, maka tanah
tersebut pada umumnya diminati oleh pengembang (developer), baik perorangan
maupun kelompok untuk dibeli secara tunai kepada pemilik tanah atau dilakukan
pelaksanaan pembangunan rumah di atas tanah tersebut dengan melakukan perjanjian
bangun bagi antara pemilik tanah (baik perorangan maupun bersama-sama) dengan
pengembang (developer) baik perorangan maupun kelompok.2
1J.Satro Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.37.2 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Armico, Bandung, 2005, hal 14.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Latar belakang dipilihnya judul penelitian ini yang berkaitan dengan
perjanjian bangun bagi, adalah karena di dalam praktek sebagai notaris sering
melaksanakan pembuatan perjanjian bangun bagi dan juga perjanjian pendanaan yang
berhubungan dengan perjanjian bangun bagi tersebut. Latar belakang pemilihan judul
penelitian yang menyangkut perjanjian bangun bagi tersebut di dalam praktek
menarik untuk dianalisis, karena merupakan suatu perjanjian yang kompleks karena
menyangkut dua perjanjian dalam satu pelaksanaan pekerjaan yaitu perjanjian
pendanaan dan perjanjian bangun bagi. Disamping itu perjanjian bangun bagi tersebut
dalam prakteknya sering menimbulkan masalah hukum baik diantara sesama
developer yang telah diikat dengan perjanjian bangun bagi maupun antara developer
dengan pemilik tanah yang telah diikat dengan perjanjian bangun bagi. Namun
demikian dalam praktek pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang dihadapi selama
ini, belum ada kasus yang sampai ke pengadilan, dan semua permasalahan hukum
yang terjadi antara sesama developer dan antara developer dengan pemilik tanah
dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat dengan bantuan dari notaris. Hal ini
membuat judul penelitian ini menjadi terkesan dan pada akhirnya dipilih menjadi
judul penelitian ini.
Pada praktek perjanjian bangun bagi antara pemilik tanah dengan
pengembang, baik perorangan maupun kelompok, diawali dengan pembuatan akta
perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh notaris dengan akta otentik. Di dalam
klausul perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh notaris dengan menggunakan akta
otentik tersebut, pada umumnya ada beberapa kriteria yang diperjanjikan antara
Universitas Sumatera Utara
3
pemilik tanah dan pengembang (developer) yang termuat dalam perjanjian bangun
bagi tersebut antara lain:
1. Pemilik tanah memperoleh sejumlah unit rumah dengan type, luas tanah, luas
bangunan dan material bangunan yang telah disepakati bersama antara
pemilik tanah dan pengembang (developer) tanpa adanya penambahan uang
dari pengembang (developer) kepada pemilik tanah
2. Pemilik tanah memperoleh sejumlah unit rumah dengan type, luas tanah, luas
bangunan dan material bangunan yang telah disepakati bersama antara
pemilik tanah dan pengembang (developer), dengan tambahan sejumlah uang
yang diberikan pengembang (developer) kepada pemilik tanah.3
Pada dasarnya perjanjian bangun bagi tidak dikenal namanya dalam KUH
Perdata. Perjanjian bangun bagi lahir dan berkembang karena adanya kebutuhan
masyarakat yang menghendakinya, karena tuntutan perkembangan hukum bisnis yang
semakin pesat di masyarakat sekarang ini. Perjanjian yang tidak dikenal
namanya/tidak memiliki nama dalam buku ke III KUH Perdata tentang hukum
perjanjian disebut dengan perjanjian tidak bernama atau perjanjian innominaat atau
perjanjian onbenoemde. Namun meskipun perjanjian bangun bagi tidak dikenal dalam
buku III KUH Perdata tentang hukum perjanjian tersebut, tapi pengaturannya tetap
tunduk pada buku III KUH Perdata, khususnya tentang asas-asas umum perjanjian.4
3 Mariam Darus Badrullzaman,Hukum Perjanjian Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.,hal 109.
4 Gunawan Wijaya Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan(Aan vulend Recht)dalam Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2007,hal.25
Universitas Sumatera Utara
4
Adapun asas-asas umum perjanjian yang termuat dalam buku-III KUH Perdata
adalah:
1.Asas Konsensualisme (Kesepakatan)
Asas Konsensualisme merupakan essensi dari hukum perjanjian. Kesepakatan
antara para pihak yang membuat perjanjian merupakan syarat dari sahnya suatu
perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas ini diatur dalam pasal 1320 KUH
Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yakni; adanya kesepakatan,
cakap dalam membuat perjanjian, adanya objek tertentu, dan oleh sebab yang halal,
dan dalam pasal 1320 KUH Perdata ditemukan istilah "semua" menunjukkan
bahwa setiap orang diberikan kesempatan untuk menyatakan keinginannya (Will)
yang rasanya baik untuk membuat perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya
dengan asas kebebasan membuat perjanjian.
2. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat(1)
KUH Perdata yang berbunyi "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Berdasarkan Asas
Kebebasan Berkontrak,maka orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan
isi yang bagaimanapun juga, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum.
3. Asas Kekuatan Mengikat
Asas ini juga disebut sebagai asas pengikatnya suatu perjanjian,yang berarti para
pihak yang mambuat perjanjian itu terikat pada kesepakatan perjanjian yang telah
Universitas Sumatera Utara
5
mereka perbuat. Dengan kata lain perjanjian yang diperbuat secara sah berlaku
seperti berlakunya undang-undang bagi para pihak yang membutnya.Asas yang
juga disebut dengan Asas Pacta Sun Servanda ini terdapat dalam ketentuan Pasal
1338 ayat(1) dan ayat (2) KUH Perdata yang menyatakan"semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
mambuatnya.Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan sepakat
kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang sudah dinyatakan
cukup untuk itu.
Dari perkataan "berlaku sebagai undang-undang dan tidak dapat ditarik kembali
"berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya,bahkan perjanjian
tersebut tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak yang
membuat perjanjian.
4. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya disebut de goedetrow.Asas ini berkaitan
dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Mengenai asas itikad baik ini terdapat dalam
pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menentukan"persetujuan-persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik".
5. Asas Kepercayaan (Vertrouwens Beginsel)
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,menumbuhkan
kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang
janjinya dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari.
Universitas Sumatera Utara
6
6. Asas Personalia
Asas ini merupakan asas pertama dalam hukum perjanjian yang pengaturannya
dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1315 KUH Perdata yang bunyinya" pada
umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri". Dari rumusan tersebut
diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian dibuat oleh seseorang dalam
kapasitasnya sebagai individu atau pribadi hanya dapat mengikat dan berlaku untuk
dirinya sendiri.
7. Asas Persamaan Hukum
Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat dan hak di dalam
hukum.
8. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu.
Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur
mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi jika diperlukan dapat menuntut
pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur,namun kreditur memikul beban untuk
melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan
debitur seimbang.
Universitas Sumatera Utara
7
9. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai suatu objek hukum harus mengandung kepastian
hukum.Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai
undang-undang bagi para pihak.5
Pembuatan akta perjanjian bangun bagi antara pemilik tanah dengan pengembang
yang dibuat oleh notaris dengan menggunakan akta otentik juga harus tunduk pada
asas-asas umum perjanjian yang termuat dalam Buku-III KUH Perdata tersebut.
Dalam praktek perjanjian bangun bagi antara pemilik tanah dan pengembang
(developer), untuk ukuran tanah dalam skala kecil, pada umumnya, pengembang
(developer) yang melaksanakan perjanjian bangun bagi tersebut adalah perorangan
(individu) dan pemilik tanah juga perorangan (individu). Hal ini mengakibatkan
perjanjian bangun bagi yang dilakukan adalah juga bersifat perorangan, antara
pemilik tanah dan pengembang (developer). Pelaksanaan perjanjian bangun bagi
tersebut juga biasanya hanya membangun unit rumah dalam skala kecil, antara 5
sampai dengan 10 rumah, karena tanah yang tersedia juga dalam skala kecil, yakni di
bawah satu hektar. Sehingga modal yang dibutuhkan pengembang (developer) juga
tidak terlalu besar, sehingga cukup dimodali hanya dengan pengembang (developer)
perorangan saja. Sedangkan apabila tanah yang tersedia cukup luas (di atas satu
hektar), dan jumlah unit rumah yang dibangun juga cukup banyak (puluhan hingga
ratusan unit rumah), pemilik tanah bisa lebih dari satu orang, demikian pula
pengembang (developer) yang sekaligus juga pemodal (investor), bisa terdiri dari
5 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2004, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
8
beberapa orang. Karena pengembang (developer) yang sekaligus juga pemodal
(investor) terdiri dari beberapa orang, maka prosedur pembuatan perjanjian bangun
bagi oleh notaris dengan menggunakan akta otentik tersebut diikuti dengan
pembuatan akta perjanjian pendanaan antara para pengembang (developer), yang juga
adalah penanam modal (investor) tersebut yang juga dibuat oleh notaris dengan
menggunakan akta otentik.6
Perjanjian pendanaan adalah suatu perjanjian kerjasama antara para
pengembang (developer) yang juga merupakan penanam modal (investor) untuk
membiayai suatu proyek pembangunan sejumlah rumah di atas tanah milik pemilik
tanah yang telah diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pengembang (developer)
yang juga adalah penanam modal (investor) dengan para pemilik tanah dalam
perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh notaris dengan menggunakan akta otentik.
Perjanjian pendanaan merupakan kelanjutan dari perjanjian bangun bagi yang dalam
proses dibuat oleh notaris yang sama dengan menggunakan akta otentik.7
Di dalam perjanjian pendanaan diatur tentang struktur pembagian modal
antara sesama pengembang (developer) yang sekaligus juga adalah pemodal
(investor). Di dalam perjanjian pendanaan yang dibuat oleh notaris tersebut termuat
klausul hak dan kewajiban para pengembang (developer) yang sekaligus juga adalah
6 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,2011, hal. 83
7 Suryadi Achmad, Perjanjian Bangun Bagi Suatu Tinjauan Yuridis Praktis, Intermasa,Jakarta, 2002, hal. 75
Universitas Sumatera Utara
9
para pemodal (investor), termasuk juga pembagian keuntungan setelah pelaksanaan
perjanjian bangun bagi selesai dilaksanakan.8
Tabel 1 Perjanjian Bangun Bagi
No Nama SHMLuas(m2)
KompensasiUang (Rp) Bangunan (m2)
1 A 1206 1815 1.500.000.000 1 pt (6x12)2 B 1207 1749 1.700.000.000 1 pt (6x15)3 C 1208 1746 3 pt (6x15)4 D 1209 1738 500.000.000 1 pt (6x15)5 E 1210 1742 600.000.000 3 pt (6x15)6 F 911 1949 500.000.000 3 pt (6x15)
Tabel 2 Perjanjian Pendanaan
No NamaPersentase
(%)1 A 302 B 403 C 20 (keluar)4 D 105 E 20 (masuk)
Di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi atas kompleks perumahan (real
estate) Setia Budi Raya Castle di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan,
antara pemilik tanah yang berjumlah 6 (enam) orang atas 6 (enam) bidang tanah,
dengan luas tanah seluruhnya 10.729 M2, dan tanah tersebut seluruhnya telah
memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), masing-masing dengan nomor SHM 1206,
1207, 1208, 1209, 1210 dan 911 dengan pengembang (developer) yang sekaligus juga
penanam modal yang berjumlah 4 (empat) orang telah disepakati bahwa masing-
8 Djunaidi Saragih, Hukum Bisnis, Armico, Bandung, 2010, hal. 49
Universitas Sumatera Utara
10
masing pemilik tanah akan memperoleh kompensasi yang berbeda-beda satu dengan
yang lain. Untuk pemilik tanah dengan nomor SHM 1206 dengan luas tanah 1815 M2
diberikan 1(satu) pintu bangunan rumah tempat tinggal konstruksi permanen
bertingkat dua, dengan luas bangunan 6 m x15 m, (90 M2) dan luas tanah 106m2,
ditambah uang sejumlah Rp.1.500.000.000 (satu setengah milyar rupiah). Pemilik
tanah dengan SHM No.1207, dengan luas tanah 1739 m2, memperoleh 1 (satu) pintu
bangunan rumah tempat tinggal konstruksi permanen bertingkat dua, dengan luas
bangunan 6x15 M2 (90 M2) dan luas tanah 106 M2, ditambah uang sebanyak
Rp.1.700.000.000 (satu koma tujuh milyar). Pemilik tanah dengan SHM No.1208
seluas 1746 M2, memperoleh kompensasi berupa 3 (tiga) pintu bangunan rumah
tempat tinggal konstruksi permanen bertingkat dua, dengan luas bangunan masing-
masing 6x15 M2 (90 M2), dan luas tanah 106 M2.
Untuk pemilik tanah dengan SHM No.1209 seluas 1738 M2, memperoleh
kompensasi berupa 3 (tiga) pintu rumah tempat tinggal konstruksi permanen
bertingkat dua dengan luas bangunan masing-masing 6x15 M2 dan luas tanah 106 m2
dan ditambah uang sebanyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Untuk pemilik
tanah dengan Nomor SHM 1210 seluas 1742 M2, memperoleh kompensasi berupa 3
(tiga) pintu bangunan rumah tempat tinggal konstruksi permanen bertingkat dua,
dengan luas bangunan masing-masing 6x15 M2 (90 M2) dan luas tanah 106 M2,
ditambah uang sebanyak Rp.600.000.000 (enam ratus juta rupiah). Sedangkan untuk
pemilik tanah dengan Nomor.SHM 911 seluas 1949 M2, memperoleh kompensasi
berupa 3 (tiga) pintu bangunan rumah tempat tinggal konstruksi permanen, bertingkat
Universitas Sumatera Utara
11
dua, dengan luas bangunan 6x15 M2 dan luas tanah 106 m2, ditambah uang sebanyak
Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Atas perjanjian bangun bagi yang telah disepakati tersebut maka para
pengembang (developer) yang juga sekaligus sebagai penanam modal (investor) yang
semuanya berjumlah empat orang membuat perjanjian pendanaan untuk membiayai
perjanjian bangun bagi tersebut dengan konstruksi penyertaan pembagian modal
adalah: A sebanyak 30%, B sebanyak 40%, C sebanyak 20% dan D sebanyak 10%.
Pembagian keuntungan yang telah disepakati oleh para pengembang (developer) yang
sekaligus juga penanam modal (investor) adalah sesuai dengan konstruksi
pembagian/besarnya modal yang ditanamkan dalam pelaksanaan proyek bangun bagi
yang telah disepakati dengan para pemilik tanah tersebut.
Dari uraian tentang pelaksanaan pembangunan perumahan yang dilakukan
oleh pengembang (developer) yang juga merupakan penanam modal (investor) di atas
lahan milik pemilik tanah melalui suatu perjanjian bangun bagi antara pengembang
(developer) dengan pemilik tanah, dan perjanjian pendanaan yang dibuat oleh notaris
melalui suatu akta otentik yang memuat hak dan kewajiban antara pengembang
(developer) dan pemilik tanah serta hak dan kewajiban antara sesama pengembang
(developer) yang juga adalah penanam modal (investor) tersebut, maka penelitian ini
akan membahas lebih lanjut tentang bagaimana praktek pelaksanaan perjanjian
pendanaan dalam perjanjian bangun bagi, dimana akta perjanjiannya dibuat oleh
notaris yang sama dengan akta otentik, apabila terjadi permasalahan dalam
pelaksanaannya. Selain itu penelitian ini juga akan membahas tentang bagaimana
Universitas Sumatera Utara
12
tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan/sengketa antara para pihak baik
antara sesama pengembang (developer), maupun antara pengembang (developer)
pada pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi tersebut pada
bab-bab selanjutnya dalam penelitian ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi
pada pembangunan komplek (perumahan/real estate) di Kelurahan Tanjung
Sari, Jalan Setia Budi Medan?
2. Bagaimana akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dari salah satu pihak
baik pemilik tanah, maupun pengembang (developer) dalam praktek
pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada
pembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia
Budi Medan?
3. Bagaimana tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat
terjadinya wanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan
perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan
komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan?
Universitas Sumatera Utara
13
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun
bagi pada pembangunan komplek (perumahan/real estate) di Kelurahan
Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan
2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dari salah satu
pihak baik pemilik tanah, maupun pengembang (developer) dalam praktek
pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada
pembangunan komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia
Budi Medan
3. Untuk tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat
terjadinya wanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan
perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan
komplek perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis dibidang hukum perjanjian khususnya mengenai perjanjian bangun
bagi sebagai suatu perjanjian tidak bernama (innominaat/onbenomde) yaitu suatu
perjanjian yang tidak memiliki nama di dalam KUH Perdata, namun lahir karena
Universitas Sumatera Utara
14
tuntutan dari kebutuhan masyarakat di dunia bisnis khususnya dalam bidang hukum
perjanjian bisnis yang dilakukannya yaitu :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi
perkembangan hukum perjanjian khususnya tentang masalah pelaksanaan kerjasama
antara pengembang (developer) yang sekaligus pula sebagai pemodal (investor)
dengan pemilik tanah, yang dituangkan ke dalam perjanjian bangun bagi yang dibuat
oleh notaris melalui akta otentik yang kemudian diikuti oleh perjanjian pendanaan
diantara para pengembang (developer) yang sekaligus pula sebagai pemodal
(investor), untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak termasuk pembagian
keuntungan yang diperoleh dari hasil pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat,
praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai praktek pelaksanaan perjanjian
pendanaan dalam perjanjian bangun bagi, dimana perjanjian tersebut diawali dengan
perjanjian bangun bagi antara pengembang (developer) yang sekaligus pula sebagai
pemodal (investor) dengan pemilik tanah, dimana pengembang lebih dari satu orang
membentuk satu kelompok untuk melaksanakan pembangunan perumahan dalam
perjanjian bagun bagi di atas lahan pemilik tanah yang juga lebih dari satu orang
dengan kompensasi berupa pemberian beberapa unit bangunan dan ditambah dengan
sejumlah dana yang diberikan oleh pengembang kepada para pemilik tanah.
Universitas Sumatera Utara
15
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas
Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum
pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan
dengan topik dalam tesis ini antara lain:
1. Rachel Sheila Sitorus, NIM. 127011010/MKn, dengan judul tesis “Tinjauan
Yuridis Terhadap Perjanjian Bangun Bagi (Studi Pada Pembangunan Rumah
Toko Oleh Developer Perorangan di Kecamatan Medan Selayang)”.
Pemasalahan yang dibahas :
a. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bangun bagi
antara Nyonya X dan Tuan Y dalam akta perjanjian Nomor 4 Tanggal 21
April Tahun 2009 oleh Notaris Z?
b. Bagaimana problematika yang dapat timbul dalam pelaksanaan perjanjian
bangun bagi?
c. Bagaimana upaya penyelesaian dalam mengatasi masalah yang muncul
dalam perjanjian bangun bagi antara Nyonya X dan Tuan Y?
2. Madda Elyana, NIM. 087011079/MKn, dengan judul tesis “Peranan notaris
dalam penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian
bangun bagi (suatu penelitian pada praktek notaris di Kota Banda Aceh)”
Pemasalahan yang dibahas :
Universitas Sumatera Utara
16
a. Bagaimana faktor penyebab terjadinya tuntutan pembatalan akta
perjanjian bangun bagi di Kota Banda Aceh?
b. Bagaimana peranan notaris dalam penyelesaian sengketa akibat tuntutan
pembatalan akta perjanjian bangun bagi?
c. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang digunakan dalam
penyelesaian sengketa akibat tuntutan pembatalan akta perjanjian bangun
bagi?
3. Laila Hayati Aulia, NIM. 097011120/MKn, dengan judul tesis “Akibat hukum
dari wanprestasi dalam perjanjian bangun bagi yang dilaksanakan oleh
kontraktor”
Pemasalahan yang dibahas :
a. Bagaimana prinsip perlindungan hukum kepada pihak yang dirugikan
dalam perjanjian bangun bagi?
b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak apabila di dalam
klausul perjanjian bangun bagi terdapat penyimpangan Pasal 1266 KUH
Perdata ?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga
penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
17
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi.9Suatu teori harus dikaji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan pegangan teoritis.10 Kerangka
teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keseimbangan dan keadilan.
Teori keseimbangan atau equity theory dikemukakan oleh John Stacey
Adams, teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya manusia menyenangi perlakuan
yang adil/sebanding berhubungan dengan kepuasan relasional dalam hal persepsi
distribusi yang adil dalam hubungan inpersonal. Teori keseimbangan berfokus pada
rasio input/output dalam organisasi atau dalam hubungan inpersonal. Input oleh
diwaliki oleh kontribusi kita terhadap organisasi atau kepada sesama. Ketika kita
melaksanakan perjanjian pertukaran hak dan kewajiban antar sesama manusia maka
pertukaran hak dan kewajiban tersebut harus benar-benar seimbang dan adil.11
Teori keadilan menurut John Rawls adalah suatu konsepsi dimana keadilan
sosial harus dipandang sebagai instansi pertama, standar dari mana aspek distributif
struktur dasar masyarakat dinilai. Konsepsi seperti itu haruslah menetapkan cara
9 JJJ.Wuisman, penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, FE UI Jakarta,2006, hal.203
10 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bndung, 2003, hal.80.11 Gustaf Mansyur, Teori Hukum Keseimbangan dan Keadilan, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2005, hal. 41
Universitas Sumatera Utara
18
menempatkan hak-hak dan kewajiban di dalam lembaga-lembaga dasar masyarakat,
serta caranya menetapkan pendistribusian yang pas berbagai nikmat dan beban dari
kerja sama sosial. Pandangan ini dituangkan Rawls dalam konsepsi umum keadilan
intuitif berikut: Semua nikmat primer kemerdekaan dan kesempatan, pendapatan dan
kekayaan, dan dasar-dasar kehormatan diri harus dibagikan secara sama (equally),
pembagian tak sama (unequal) sebagian atau seluruh nikmat tersebut hanya apabila
menguntungkan semua pihak.12
Konsep umum di atas menampilkan unsur-unsur pokok keadilan sosial Rawls.
Bahwa (1) prinsip pokok keadilan sosial adalah equality atau kesamaan; yaitu: (2)
kesamaan dalam distribusi; atas (3) nikmat-nikmat primer (primary goods); namun
(4) ketidaksamaan (inequalities) dapat ditoleransi sejauh menguntungkan semua
pihak. Dalam konsepsi umum ini, tampak bahwa teori keadilan Rawls mencakup dua
sisi dari masalah keadilan: kesamaan (equality) dan ketidaksamaan (inequality). Di
satu sisi, keadilan sosial adalah penerapan prinsip kesamaan dalam masalah distribusi
nikmat-nikmat primer. Sementara di lain sisi, diakui, ketidaksamaan dapat ditoleransi
sejauh hal itu menguntungkan semua, terutama golongan yang tertinggal.
Bagi John Rawls, konsepsi keadilan harus berperan menyediakan cara di
dalam mana institusi-institusi sosial utama mendistribusikan hak-hak fundamental
dan kewajiban, serta menentukan pembagian hasil-hasil dan kerja sama sosial. Suatu
masyarakat tertata benar (well-ordered) apabila tidak hanya dirancang untuk
12 Armando Mustafa, Teori-teori Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
19
memajukan nilai yang-baik (the good) warganya, melainkan apabila dikendalikan
secara efektif oleh konsepsi publik mengenai keadilan, yaitu:
(1) Setiap orang menerima dan tahu bahwa yang lain juga menerima prinsip
keadilan yang sama, dan
(2) Institusi-institusi sosial dasar umumnya puas dan diketahui dipuaskan oleh
prinsip-prinsip ini.13
John Rawls mengemas teorinya dalam konsep justice as fairness, bukan
karena ia mengartikan keadilan sama dengan fairness, tapi karena dalam konsep
keadilan tersebut terkandung gagasan bahwa prinsip-prinsip keadilan bagi struktur
dasar masyarakat merupakan objek persetujuan asal dalam posisi simetris dan fair.
Dalam kesamaan posisi asal wakil-wakil mereka menetapkan syarat-syarat
fundamental ikatan mereka, menetapkan bentuk kerja sama sosial yang akan mereka
masuki, dan bentuk pemerintahan yang akan didirikan. Cara memandang prinsip-
prinsip keadilan seperti itu disebut Rawls justice as fairness.
Berkaitan dengan teori keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls tersebut
di atas apabila dikaitkan dengan pembuatan akta perjanjian pendanaan pada
perjanjian bangun bagi antara para pihak yaitu antara pengembang (developer)
dengan pemilik tanah dan antara pengembang (developer) dengan pengembang
(developer) maka perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi tersebut harus
memuat klausul-klausul hak dan kewajiban para pihak yang benar-benar seimbang
13 Novi Milfizar K., Hukum dan Keadilan, Pustaka Bangsa, Press, Jakarta, 2007, hal. 49
Universitas Sumatera Utara
20
dan mencerminkan suatu keadilan bagi semua pihak yang terlibat di dalam
pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi tersebut.14
Bila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata maka jelas
disebutkan bahwa syarat-syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan
dari para pihak, cakap bertindak di dalam hukum, adanya objek yang diperjanjikan
dan oleh karena sebab yang halal. Kesepakatan yang diperoleh dari para pihak
dimungkinkan terjadi apabila dalam perjanjian bangun bagi maupun dalam perjanjian
pendanaan yang dibuat oleh notaris dengan akta otentik tersebut harus benar-benar
mencerminkan suatu klausul yang memuat keseimbangan hak dan kewajiban dari
para pihak yang terlibat dalam perjanjian bangun bagi dan perjanjian pendanaan
tersebut.15
Apabila klausul di dalam perjanjian pendanaan maupun di dalam perjanjian
bangun bagi tidak seimbang dan tidak mencerminkan keadilan maka tidak akan
tercapai suatu kesepakatan untuk melaksanakan perjanjian pendanaan dalam
perjanjian bangun bagi tersebut. Oleh karena itu perjanjian bangun bagi dan akta
perjanjian pendanaan yang dibuat oleh notaris harus memuat hak dan kewajiban para
pihak yang benar-benar seimbang sesuai dengan apa yang telah diberikannya dalam
perjanjian tersebut.16
14 Rusmadi Hasan, Aneka Hukum Perjanjian Innominat, Media Ilmu, Surabaya, 2007, hal. 6415 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.
2616 Retno Suyanti, Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian, Pratna Paramitha, Jakarta,
2009, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
21
Di dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi
maka pertama-tama yang harus dibuat adalah perjanjian bangun bagi antara para
pemilik tanah dengan para pengembang (developer) yang juga merupakan pemodal
(investor). Pemilik tanah memiliki kewajiban untuk menyerahkan tanahnya kepada
pengembang (developer) untuk dijadikan lahan pembangunan perumahan, sedangkan
pihak pengembang berkewajiban untuk memberikan beberapa bangunan dan apabila
masih dinilai tidak seimbang maka pengembang (developer) akan menambahkannya
dengan pemberian sejumlah uang kepada pemilik tanah sebagai kompensasi atas
diserahkannya tanah tersebut kepada pengembang (developer) oleh pemilik tanah.
Apabila pemilik tanah menilai bahwa kompensasi yang diberikan oleh pengembang
telah benar-benar seimbang dan adil dengan pengorbanan penyerahan tanah yang
dimilikinya maka tercapailah kesepakatan untuk dilaksanakannya perjanjian bangun
bagi tersebut. 17
Namun apabila pemilik tanah menilai bahwa kompensasi yang diterimanya
tidak seimbang dan tidak adil dengan pengorbanan yang dilakukannya atas
penyerahan tanah yang dilakukannya maka tidak akan terjadi kesepakatan antara
pemilik tanah dengan pengembang untuk terlaksananya perjanjian bangun bagi
tersebut. Oleh karena itu di dalam pelaksanaan kewajiban dari masing-masing pihak
baik pengembang maupun pemilik tanah maka klausul tentang kewajiban masing-
masing pihak yang dibuat oleh notaris harus benar-benar seimbang dan adil agar
17 Muchtar Sunardi, Perjanjian Bangun Bagi Dalam Praktek, Elexmedia Komputindo,Jakarta, 2009, hal. 52
Universitas Sumatera Utara
22
tercapai suatu kesepakatan antara pengembang dan pemilik tanah.18 Demikian pula
halnya dengan klausul tentang hak para pihak dalam perjanjian bangun bagi maupun
dalam perjanjian pendanaan.19
Di dalam perjanjian bangun bagi hak pengembang (investor) atau memperoleh
tanah dari pemilik tanah yang akan digunakannya dalam melaksanakan pembangunan
perumahan yang telah disepakati dalam perjanjian bangun bagi tersebut. Sedangkan
hak pemilik tanah adalah menerima beberapa unit rumah ditambah dengan sejumlah
uang dari pengembang (developer) apabila pelaksanaan pembangunan rumah tersebut
telah selesai dilakukan oleh pengembang (developer).20
Masing-masing pihak baik pemilik tanah maupun pengembang harus
mematuhi perjanjian bangun bagi tersebut agar pelaksanaan perjanjian bangun bagi
tersebut dapat berjalan dengan lancar. Hal ini dikenal dengan asas pacta sunt
servanda dalam KUH Perdata yang artinya adalah bahwa janji harus ditepati. Dalam
pelaksanaan perjanjian pendanaan yang dilakukan diantara sesama pengembang
(developer) juga harus memuat klausul hak dan kewajiban yang seimbang dan adil
pula agar perjanjian pendanaan tersebut dapat berlangsung dengan lancar. Di dalam
perjanjian pendanaan yang dilakukan diantara sesama pengembang (developer)
18 Hartono Mahmud, Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian, Salemba IV, Jakarta,2012, hal. 28
19 Suharyanto, Hukum Perjanjian di Bidang Kontrak Karya, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2006, hal.77
20 Darmono Sumantri, Hukum Kontrak Kerja Borongan, Mitra Ilmu Surabaya, 2007, hal. 81
Universitas Sumatera Utara
23
terdapat pengaturan hak dan kewajiban masing-masing pengembang sesuai dengan
pengorbanan (modal yang disertakannya) dalam perjanjian pendanaan tersebut.21
Kewajiban para pengembang dalam perjanjain pendanaan adalah mematuhi
dan mentaati perjanjian tersebut dengan menyerahkan sejumlah modal yang besarnya
yang telah ditentukan / ditetapkan dalam perjanjian pendanaan tersebut. Demikian
pula halnya dengan hak dari para pengembang ditentukan berdasarkan besarnya
penyertaan modal yang dilakukannya sesuai ketentuan dalam perjanjian pendanaan
tersebut.22 Semakin besar pernyataan modal yang dilakukan oleh pengembang
(developer) maka semakin besar pula keuntungan yang akan diperolehnya setelah
pelaksanaan perjanjian pembangunan perumahan tersebut selesai dilakukan dan telah
terjual kepada para konsumen.23 Sebaliknya semakin kecil sejumlah penyertaan
modal yang dilakukan oleh pengembang (developer) tersebut maka semakin kecil
pula perolehan keuntungan yang diterimanya. Pelaksanaan perjanjian pendanaan yang
dibuat oleh notaris melalui akta otentik tersebut berpedoman kepada keseimbangan
dan keadilan hak dan kewajiban masing-masing pihak pengembang (developer) yang
didasarkan kepada besarnya penyertaan modal yang dilakukan oleh para pengembang
(developer) tersebut.
21 Haryono Nasruddin, Hukum Perjanjian Tak Bernama (Innominaat), Eresco, Bandung,2011, hal. 55
22 Ibid, hal. 5623 Denny Gunadi, Tinjauan Yuridis Perjanjian Bangun Bagi Sebagai Perjanjian Innominaat,
Rajawali Press, Jakarta, 2006, hal. 51
Universitas Sumatera Utara
24
2. Konsepsi
Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi
suatu yang konkrit, yang disebut dengan "definisi operasional".24 Pentingnya definisi
operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan yaitu:
1. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang atau satu pihak berjanji
kepada seseorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau dua pihak itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal
2. Perjanjian pendanaan adalah suatu perjanjian dimana seseorang atau
kelompok orang berjanji kepada seseorang atau kelompok orang lain sebagai
pengembang (developer) yang sekaligus pula sebagai pemodal (investor)
untuk melaksanakan penyertaan modal dalam rangka mengerjakan
pembangunan sejumlah unit rumah yang telah diperjanjikan dalam perjanjian
bangun bagi.
3. Perjanjian bangun bagi adalah suatu perjanjian dimana pemilik tanah dan
pengembang berjanji untuk melaksanakan pembangunan sejumlah unit rumah
dengan ketentuan pemilik tanah berjanji menyerahkan tanahnya kepada
pengembang (developer) sebagai lahan pelaksanaan pembangunan sejumlah
24 Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum, Harvarindo, Jakarta, 2013, hal.59
Universitas Sumatera Utara
25
rumah tersebut dan pengembang (developer) berjanji kepada pemilik tanah
untuk menyerahkan sejumlah bangunan ditambah sejumlah uang kepada
pemilik tanah sebagai kompensasi dari penyerahan tanah tersebut oleh pemilik
tanah.
4. Pengembang (developer) adalah pihak yang akan melaksanakan pembangunan
sejumlah unit rumah diatas lahan milik pemilik tanah dan bertanggung jawab
dalam hal kompensasi kepada pemilik tanah apabila pelaksanaan
pembangunan rumah tersebut telah selesai dilakukan sesuai kesepakatan yang
telah dibuat didalam perjanjian bangun bagi.
5. Pemilik tanah adalah pihak yang menyerahkan tanah kepada pengembang
(developer) untuk dijadikan lahan pembangunan sejumlah rumah dengan
ketentuan bahwa pengembang (developer) berjanji akan menyerahkan
sejumlah bangunan rumah ditambah sejumlah uang kepada pemilik tanah
apabila pelaksanaan pembangunan rumah tersebut telah selesai dilakukan oleh
pengembang (developer).
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Methode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu
masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas
terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian
Universitas Sumatera Utara
26
methode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan
terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam bidang hukum perjanjian, dan hukum tentang
perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi, khususnya tentang hak dan
kewajiban para pihak baik diantara sesama pengembang (developer) maupun diantara
pemilik tanah dengan pengembang (developer) dalam hal pelaksanaan perjanjian
pembangunan sejumlah unit rumah sebagaimana yang telah disepakati di dalam
perjanjian bangun bagi, termasuk pula dalam hal penyeratan modal di antara sesama
pengembang (developer) sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian
pendanaan.
Di dalam perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi harus memuat
klausul perjanjian yang seimbang dan adil dalam bidang hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak, sehingga dapat tercapai suatu kesepakatan untuk melaksanaan
perjanjian pendanaan maupun perjanjian bangun bagi tersebut. Para pihak yang
terlibat di dalam perjanjian pendanaan maupun perjanjian bangun bagi wajib mentaati
seluruh klasul perjanjian yang telah disepakati dan telah termuat di dalam perjanjian
pendanaan maupun dalam perjanjian pendanaan agar pelaksanaan perjanjian
pendanaan dan perjanjian bangun bagi tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian
ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan
Universitas Sumatera Utara
27
yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh
dan akan dilakukan secara cermat, bagaimana menjawab permasalahan dalam
menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut 25
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum
primer, sekunder maupun tersier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan
kepustakaan yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yang berupa KUH Perdata (Buku Ketiga) tentang
Hukum Perjanjian serta akta perjanjian pendanaan dan akta perjanjian bangun
bagi yang dibuat oleh notaris melalui akta otentik.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya
ilmiah tentang hukum perjanjian pada umumnya dan hukum perjanjian
bangun bagi pada khususnya.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus umum, kamus
hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.
3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan
data yang digunakan adalah studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan
25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, UI Press, Jakarta, 2006, hal.30.
Universitas Sumatera Utara
28
membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data primer
yakni mengenai ketentuan yang mengatur tentang hukum perjanjian yang termuat di
dalam Buku Ketiga KUH Perdata tentang hukum perjanjian, akta perjanjian
pendanaan dan akta perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh notaris melalui akta
otentik yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak dan kewajiban
para pengembang (developer) sekaligus pula sebagai pemodal (investor) maupun
pemilik tanah, yang harus dipatuhi oleh para pihak sebagaimana layaknya undang-
undang.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan
data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.26 Di dalam
penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk
mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.27 Sebelum dilakukan analisis,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang
dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan
disistematisasikan secara kualitatif.
26 Johnny I., Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media Malang, 2005,hal 8.)
27 Raimon H., Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Bumi IntitamaSejahtera, Jakarta, 2010, hal.16
Universitas Sumatera Utara
29
Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau
keistimewaan dari suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan
kalimat sendiri dari data yang ada, baik primer, sekunder maupun tersier, sehingga
menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini, untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai permasalahan
pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi dimana ketentuan
yang termuat di dalam akta perjanjian pendanaan maupun perjanjian bangun bagi
yang dibuat oleh notaris melalui akta otentik berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya yaitu para pengembang (developer) maupun pemilik tanah,
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu
melakukan penarikan kesimpulan, diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar
dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB II
PELAKSANAAN PERJANJIAN PENDANAAN DALAM PERJANJIANBANGUN BAGI PADA PEMBANGUNAN KOMPLEK (PERUMAHAN/
REAL ESTATE) DI KELURAHAN TANJUNG SARI,JALAN SETIA BUDI MEDAN
A. Perjanjian Kerjasama Pendanaan
Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli
yang satu dengan yang lain. Secara umum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
perjanjian adalah persetujuan (baik lisan maupun tulisan) yang dibuat oleh dua pihak
atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang disebut dalam
persetujuan itu. Perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda
antara kedua belah pihak, dalam mana satu pihak berhak untuk menuntut pelaksanaan
janji itu. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang
lain atau di mana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal,
yang dalam bentuknya perjanjian itu dapat dilakukan sebagai suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan secara lisan
maupun tertulis. 28
Perjanjian adalah suatu hubungan antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun pengertian perjanjian diatur
di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dengan judul
perikatan. Pengertian perjanjian ini tertuang dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu:
28 Wirjono Pradjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, Tahun1986, hal 19
30
Universitas Sumatera Utara
31
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.
Kontrak atau perjanjian merupakan hubungan hukum antara subjek hukum
yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana
subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya. Dalam pengertiannya ini disampaikan bahwa bukan hanya orang
perorang yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan
subjek hukum. Sedangkan Perjanjian Kerjasama sendiri tidak dikenal di dalam KUH
Perdata sehingga digolongkan sebagai perjanjian tidak bernama (innominaat),
sebagaimana diatur di dalam Pasal 1319 KUH Perdata. Pasal tersebut menyatakan
bahwa perjanjian tak bernama juga tunduk pada ketentuan-ketentuan umum mengenai
perjanjian dalam KUH Perdata. Sehingga, KUH Perdata berlaku juga dalam
perjanjian kerjasama, disamping peraturan lain, agar perjanjian kerjasama tetap sah
berlaku.29
Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUH
Perdata, tetapi tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian
kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. KUH Perdata memberi
keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian untuk membentuk
kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata itu sendiri. Peraturan ini berlaku
29 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1998, hal 1
Universitas Sumatera Utara
32
untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan
undang-undang, norma-norma kesusilaan yang berlaku.
Perjanjian Kerjasama pendanaan antara para pengembang (developer) secara
perorangan yang dibuat dengan menggunakan akta notaris bertujuan untuk
melaksanakan proyek pembangunan rumah tempat tinggal, yang sebelum
dilaksanakan proyek pembangunan perumahan tersebut, maka terlebih dahulu pihak
pengembang (developer) melakukan perjanjian kerjasama pendanaan untuk
memasukkan modal masing-masing dengan persentase modal yang telah disepakati
oleh para pengembang (developer) tersebut, yang akan dijadikan modal untuk
melaksanakan pembelian lahan berupa tanah milik penduduk yang berada di lokasi
tempat pelaksanaan pembangunan perumahan yaitu di Kelurahan Tanjung Sari Jalan
Setia Budi Medan. Perjanjian kerjasama pendanaan hanya mempunyai daya hukum
intern (ke dalam) dan tidak mempunyai daya hukum ke luar”. Yang bertindak ke luar
dan bertanggung jawab kepada pihak ketiga adalah kerugian di antara para
pengembang (developer) yang diatur dalam perjanjian kerjasama pendanaan tersebut.
Hukum perjanjian kerjasama pendanaan mempunyai asas-asas yang
merupakan prinsip atau pemikiran dasar yang bersifat umum yang melatar belakangi
terbentuknya ketentuan-ketentuan hukum yang konkrit dalam hukum positif. Jadi
asas-asas hukum tersebut pada umumnya tidak langsung tersurat di dalam peraturan
hukum yang tertuang dalam bunyi pasal-pasal di dalam Buku III KUH Perdata,
namun hanyalah merupakan suatu hal yang menjiwai atau melatar belakangi
Universitas Sumatera Utara
33
terbentuknya hukum positif. Hal ini dikarenakan sifat dari asas tersebut adalah umum
dan abstrak.30
Di dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas-asas hukum perjanjian.
Beberapa asas tersebut termasuk kedalam asas-asas hukum perjanjian kerjasama
adalah sebagai berikut ini :
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak erat dengan isi, bentuk serta jenis perjanjian.
Menurut asas ini, setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang
sudah diatur atau belum diatur dalam Undang-Undang. Asas kebebasan berkontrak
dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi:
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya”. Jadi dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa
masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja
(tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu
undangundang. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian,
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
30 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, BanyuMedia, Publishing, Malang, 2010, hal. 39
Universitas Sumatera Utara
34
Kebebasan yang diberikan tersebut tidak bersifat mutlak, melainkan ada
pembatasan yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu bahwa perjanjian yang
dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
umum.
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 Ayat (1) KUH
Perdata. Asas ini memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat
secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah
melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut,
segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun
kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan sematamata. Asas ini mengandung arti
bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (consensus) antara
pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan
mempunyai akibat hukum.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.
Asan pacta sunt servanda merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan
dengan mengikatnya suatu perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338
Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sedangkan pada
Pasal 1338 Ayat (2) KUH Perdata ditentukan bahwa: “persetujuan-persetujuan itu
Universitas Sumatera Utara
35
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena
alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cakap untuk itu”.
Dari ketentuan-ketentuan pasal tersebut diatas, dapat diketahui betapa
pentingnya hal janji seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalam
masyarakat. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata,
oleh karena itu Hukum Perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yang
berdasarkan atas janji seseorang. Sudah seharusnya jika perjanjan yang disepakati itu
dihormati, dipatuhi, dan dilaksanakan oleh para pihak.31 Jadi para pihak haruslah
melaksanakan apa yang telah mereka sepakati bersama, sehingga apabila terjadi
pelanggaran maka pihak yang lain dapat menuntutnya. Dengan demikian asas ini
akan memberikan kepastian hukum bagi mereka yang mengadakan suatu perjanjian.
4. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik ini berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Bahwa
orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Asas ini
dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata, yaitu bahwa:
“persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik
dibedakan menjadi dua, yaitu itikad baik dalam arti subyektif dan itikad baik dalam
arti obyektif. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai
kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seorang pada waktu diadakan
perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif adalah bahwa
31 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan Kesebelas, Sumur, 2013,Bandung, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
36
pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa
yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. Dengan asas itikad baik
maka akan timbul kepercayaan satu sama lain yang saling mengikatkan diri dalam
suatu perjanjian. Dengan demikian suatu perjanjian telah dilaksanakan dengan asas
itikad baik apabila para pihak bersikap jujur serta mengindahkan norma-norma
kepatutan dan kesusilaan untuk mencapai satu sisi tujuan hukum, yaitu sisi keadilan
mencapai kepastian hukum.
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Undang-Undang begitu pula dengan perjanjian kerjasama. Perjanjian
yang sah diakui dan diberi akibat hukum (legally concluded contract). Menurut
ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat-syarat sah perjanjian:
1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian
(consensus),
2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity),
3. Ada suatu hal tertentu (objek),
4. Ada suatu sebab yang halal (causa).
Perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi semua ketentuan yang telah
diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut. Pernyataan persetujuan kehendak
mereka yang mengikat diri dan kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
digolongkan ke dalam syarat subjektif atau syarat mengenai orang yang melakukan
perjanjian. Sedangkan tentang suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal
digolongkan ke dalam syarat objektif atau benda yang dijadikan objek perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
37
Hal-hal tersebut merupakan suatu kebulatan yang harus dipenuhi secara keseluruhan.
Artinya, tidak dipenuhinya secara keseluruhan keempat syarat tersebut akan
mengakibatkan suatu perjanjian batal atau dapat dibatalkan. 32
Untuk memberikan gambaran lebih lanjut, maka akan diuraikan keempat syarat
sahnya suatu perjanjian sebagai berikut :
1. Persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus)
Sebelum adanya persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan
(negotiation) yang dimaksudkan untuk menawarkan kehendak bagi pihak yang satu
dengan pihak yang lain. Apabila pihak lain itu sepakat, maka ia akan menyampaikan
persetujuannya kepada pihak yang menawarkan kehendak, dengan demikian telah
tercapai suatu kesepakatan. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang
membuat perjanjian maksudnya bahwa kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu
harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang menjadi pokok dari perjanjian yang
dilakukan/diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga
dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Dalam kesepakatan ini tidak boleh terdapat
pemaksaan, jika terdapat pemaksaan kepada salah satu pihak maka perjanjian menjadi
batal.
Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas, artinya tidak ada paksaan, tekanan
dari pihak manapun juga, betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak. Dalam
pengertian persetujuan kehendak termasuk juga tidak ada kehilafan dan tidak ada
penipuan. Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan perbuatan itu
32 Arifin Rachman, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2012, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
38
tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan
upaya menakut-nakuti. Dikatakan tidak ada kehilafan atau kekeliruan atau kesesatan
apabila salah satu pihak tidak hilaf atau tidak keliru mengenai pokok perjanjian atau
sifat-sifat penting objek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa mengadakan
perjanjian itu. Dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan menipu
menurut arti undang-undang. Penipuan menurut arti undang-undang ialah dengan
sengaja melakukan tipu muslihat itu memberikan keterangan palsu dan tidak benar
untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui.
Akibat hukum tidak ada persetujuan kehendak (karena paksaan, kehilafan,
penipuan) ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim
(venietigbaar, voidable). Menurut ketentuan Pasal 1454 KUH Perdata, pembatalan
dapat dimintakan dalam tenggang waktu lima tahun, dalam hal ada paksaan dihitung
sejak hari paksaan itu berhenti; dalam hal ada kehilafan dan penipuan dihitung sejak
hari diketahuinya kehilafan dan penipuan itu.
2. Kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, maksudnya bahwa pihak-pihak
yang membuat perjanjian tersebut merupakan orang yang sudah memenuhi syarat
sebagai pihak yang dianggap cakap menurut hukum. Dalam KUH Perdata pengaturan
tentang kecakapan dinyatakan dalam Pasal 1329, yaitu: “tiap orang berwenang untuk
membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”. Dengan
demikian ada orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian
sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 1330 KUH Perdata yang memberikan
Universitas Sumatera Utara
39
batasan orang-orang mana saja yang dianggap tidak cakap untuk bertindak membuat
perjanjian adalah:
1) Orang-orang yang belum dewasa;
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang,
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjian tertentu.
Dalam Pasal 1330 KUH Perdata, juga memandang bahwa seseorang wanita
yang telah bersuami tidak cakap melakukan perjanjian. Akan tetapi sejak
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
kedudukan wanita yang telah kawin tersebut diangkat ke dalam posisi yang sama
dengan kedudukan seorang suami. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 31 Ayat (1) dan
Ayat (2), yang menentukan bahwa hak dan kedudukan istri dalam rumah tangga dan
pergaulan hidup masyarakat adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami.
masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian,
point 3 dari Pasal 1330 KUH Perdata sudah tidak berlaku lagi. Sehingga yang
termasuk ke dalam orang-orang yang tidak cakap adalah orang yang belum dewasa
dan mereka yang ditaruh di bawah pengampuan. Akibat hukum ketidakcakapan
membuat perjanjian ialah bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan
pembatalannya kepada hakim. Jika pembatalan tidak dimintakan oleh pihak yang
Universitas Sumatera Utara
40
berkepentingan, sepanjang tidak dimungkiri oleh pihak yang berkepentingan,
perjanjian itu tetap berlaku bagi pihak-pihak.33
3. Suatu hal tertentu (objek)
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian yang memuat
prestasi yang perlu dipenuhi dalam perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau
sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau
objek perjanjian ialah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-
pihak. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal
demi hukum, yaitu sejak semula dianggap tidak ada perjanjian.
4. Suatu sebab yang halal (causa)
Kata “causa” berasal dari bahasa Latin artinya “sebab”. Sebab adalah suatu
yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat
perjanjian. Tetapi menurut Pasal 1320 KUH Perdata, causa yang dimaksud bukanlah
sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian,
melainkan sebab dalam arti “isi dari perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan
tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. Perjanjian tanpa sebab apabila perjanjian
itu dibuat dengan tujuan yang tidak pasti atau kabur. Perjanjian yang dibuat karena
sebab yang palsu, tujuannya untuk menutupi apa yang sebenarnya hendak dicapai
dalam perjanjian tersebut. Suatu sebab dikatakan terlarang apabila bertentangan
dengan batasan yang ditetapkan pada Pasal 1337 KUH Perdata yaitu: “suatu sebab
33 Salim, HS. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cetakan I, PT Sinar Grafika, Jakarta,2001, hal 157
Universitas Sumatera Utara
41
adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum”.
Semua perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas diakui
oleh hukum, akan tetapi apabila tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat
unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam
kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap
unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur
obyektif). Dengan demikian perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat
dipaksakan pelaksanaannya.
Pada dasarnya suatu perjanjian tidak harus dibuat dalam suatu bentuk tetentu,
artinya dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan dapat juga dalam bentuk yang tidak
tertulis. Akan tetapi ada beberapa jenis perjanjian yang oleh undang-undang
diharuskan dibuat dalam bentuk tertulis. Mengenai bentuk perjanjian yang dibuat
secara tertulis dapat berbentuk akta notaris dan akta dibawah tangan. Akta di bawah
tangan dapat berupa perjanjian baku (Perjanjian Standar) dan bentuk perjanjian bukan
standar. Khusus untuk perjanjian yang tidak termasuk dalam perjanjian yang
diisyaratkan undang-undang seperti halnya perjanjian kerjasmaa untuk dibuat dalam
bentuk tertulis, jika dibuat dalam bentuk tertulis (akta) hanya dimaksudkan untuk
memudahkan dalam pembuktian apabila terjadi sengketa di kemudian hari. Secara
garis besar KUH Perdata mengklasifikasi jenis-jenis perjanjian sebagai berikut
berdasarkan kriteria masing-masing:
Universitas Sumatera Utara
42
(1) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak. Perjanjian jenis ini berdasarkan
kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang
mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual
beli, sewa-menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang
mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang
lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.
(2) Perjanjian bernama dan tak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian
yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai
perjanjian‐perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa-
menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan,
dan lain-lain. Dalam KUH Perdata diatur dalam title V s/d XVIII dan diatur
dalam KUHD. Perjanjian tak benama adalah perjanjian yang tidak mempunyai
nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas yang tumbuh di masyarakat.
Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak
yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran,
perjanjian pengelolaan.
(3) Perjanjian perjanjian obligatoir dan kebendaan. Perjanjian obligatoir adalah
perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli,
sejak terjadi consensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan
benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran
harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah
Universitas Sumatera Utara
43
perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar.
Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda
(bezit), misalnya dalam sewamenyewa,pinjam pakai, gadai.
(4) Perjanjian konsensual dan real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang
terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-
pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan
kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu
sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.34
Pada umumnya setiap pihak yang mengadakan suatu perjanjian kerjasama
menghendaki agar perjanjian yang telah dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan isi
yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain bahwa salah satu pihak menghendaki
dapat dipenuhinya prestasi dari pihak lainnya sesuai dengan perjanjian. Akan tetapi
dalam praktik tidak semua perjanjian dapat dilaksanakan dengan sempurna. Hal ini
dimungkinkan prestasi yang diharapkan tidak dapat dipenuhi pihak lain sehingga
pelaksanaan perjanjian itu mengalami hambatan. Adapun hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan perjanjian kerjasama diantaranya, yakni:
1) Wanprestasi
Dalam suatu perjanjian kerjasama pendanaan, setidaknya ada dua subyek
hukum atau lebih yang kedudukannya sejajar dalam perjanjian kerjasama pendanaan
tersebut dan juga memiliki hak dan kewajiban yang didasarkan kepada kesepakatan
34 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti,1995, Bandung,hal.195-212
Universitas Sumatera Utara
44
berdasarkan persentase dana yang telah diberikan oleh masing-masing pengembang
dan termuat di dalam akta perjanjian kerjasama pendanaan tersebut. Apabila setelah
ditandatangani suatu perjanjian kerjasama pendanaan dengan menggunakan akta
otentik notaris, dikemudian hari ada pihak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya
dalam menyetorkan dana yang telah disepakati maka pihak yang tidak dapat
memenuhi kewajiban menyetorkan dana yang telah disepakati tersebut telah
melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama pendanaan tersebut.
Keadaan dimana salah satu pihak dari pengembang / developer yang tidak dapat
memenuhi kewajibannya untuk menyetorkan dana yang telah disepakati di dalam
perjanjian kerjasama pendanaan tersebut pada dasarnya akan mengganggu
pelaksanaan pendanaan untuk pembelian lahan tanah milik penduduk yang akan
dijadikan tempat dibangunnya perumahan / real estate tersebut.
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan
debitur. Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang
telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban penyetoran dana
sebagaimana telah dijanjikan oleh salah seorang pengembang, mengakibatkan
terbitnya hak bagi pengembang lainnya untuk menuntut pihak pengembang
(developer) yang wanprestasi tersebut untuk memenuhi kewajibannya. Apabila tidak
dipenuhi juga penyetoran modal tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah
diperjanjikan di dalam akta perjanjian kerjasama pendanaan dengan menggunakan
akta notaris tersebut, maka pihak pengembang (developer) yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
45
wanprestasi tersebut dapat saja dikeluarkan dari perjanjian kerjasama pendanaan dan
digantikan oleh pihak lain.35
Kemungkinan lain yang dapat dilakukan terhadap pihak pengembang
(developer) yang wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya untuk menyetorkan
dana yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama pendanaan tersebut adalah
pihak pengembang (developer) yang telah memenuhi kewajibannya secara penuh
dapat mengembalikan jumlah dana dari pengembang (developer) yang belum penuh
menyetorkan jumlah dananya sesuai dengan kesepakatan yang termuat di dalam
perjanjian kerjasama pendanaan tersebut.
B. Perjanjian Bangun Bagi dalam Perspektif Hukum Perjanjian
Perjanjian bangun bagi merupakan suatu perjanjian yang tidak dikenal
namanya di dalam KUH Perdata. Perjanjian bangun bagi disebut juga dengan
perjanjian tak bernama (innominaat/on benoemde), yang lahir karena kebutuhan
bisnis dalam dinamika hukum bisnis yang terjadi di masyarakat. Pada prinsipnya
perjanjian bangun bagi digolongkan kepada perjanjian timbal balik antara dua pihak
yaitu pihak developer/pemilik modal dan pihak pemilik tanah yang membuat suatu
perjanjian dimana pihak developer / pemilik modal akan melaksanakan pembangunan
berupa rumah tempat tinggal / ruko atau bangun-bangunan lainnya, dengan syarat dan
ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang pada umumnya pihak
developer/pemilik akan menyerahkan sejumlah uang kepada pemilik tanah atau
35 Marwanto Zainudin, Perjanjian Bangun Bagi, Suatu Tinjauan Praktis, Rajawali Press,Jakarta, 2011, hal. 46
Universitas Sumatera Utara
46
menyerahkan sejumlah uang dan juga beberapa pintu bangunan untuk pemilik tanah
sebagai kontra prestasi dari penyerahan tanah yang telah dilakukan oleh pemilik
tanah.
Perjanjian bangun bagi dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu
1. Perjanjian bangun bagi murni
Perjanjian bangun bagi murni adalah yang dilakukan antara pihak developer
dengan pemilik tanah dimana pihak developer berkewajiban untuk menyerahkan
beberapa unit bangunan kepada pihak pemilik tanah sesuai kesepakatan yang
telah dicapai oleh kedua belah pihak, dan pihak developer tidak membayar
denegan menggunakan uang tunai.
2. Perjanjian bangun bagi campuran
Perjanjian bangun bagi campuran adalah suatu perjanjian bangun bagi antara
pihak developer dengan pihak pemilik tanah dimana di dalam perjanjian tersebut
disepakati bahwa di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut developer
berkewajiban untuk melaksanakan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang
ditambah dengan bangunan rumah sesuai kesepakatan antara developer dengan
pemilik tanah tersebut.
Perjanjian bangun bagi meskipun tidak memiliki nama di dalam KUH Perdata
tetapi tetap tunduk kepada asas – asas umum dari hukum perjanjian yang termuat di
dalam Buku Ketiga III KUH Perdata tersebut. Lahirnya suatu perjanjian bangun bagi
merupakan suatu perwujudan dari asas kebebasan membuat perjanjian yang termuat
di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa,
Universitas Sumatera Utara
47
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Kata semua di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
tersebut menunjukkan adanya kebebasan bagi semua orang untuk membuat perjanjian
kepada siapa saja dan tetang apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan aturan –
aturan hukum yang berlaku, norma agama, dan asas-asas kepatutan dan keadilan yang
diakui umum. Sedangkan pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya mengandung pengertian bahwa perjanjian yang telah dibuat oleh
para pihak tersebut harus dipatuhi / ditaati dan dilaksanakan dengan itikad baik
layaknya sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. 36
Wanprestasi terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak merupakan
suatu pelanggaran hukum yang dapat menerbitkan hak bagi pihak yang dirugikan atas
timbulnya wanprestasi tersebut untuk memaksa pihak yang melakukan wanprestasi
tersebut memenuhi prestasinya kepada pihak lain tersebut.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu perjanjian yang telah dibuat
secara sah tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian bangun
bagi juga harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal
1320 KUH Perdata yang menentukan 4 syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :
1. Adanya kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian
Kesepakatan dalam suatu perjanjian harus dinyatakan oleh kedua belah pihak
tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun maupun adanya unsur
36 Herman Widjinanto, Perjanjian Tak Bernama, Mitra Ilmu, Surabaya, 2013, hal. 65
Universitas Sumatera Utara
48
penipuan (beedrog) untuk memperoleh suatu kesepakatan tersebut. Apabila
kesepakatan yang diperoleh dalam membuat suatu perjanjian di dapatkan dari
pemaksaan atau penipuan maka kesepakatan itu dipandang tidak sah dan
perjanjian tersebut dapat dimintakan pembayarannya ke pengadilan
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
Para pihak yang membuat perjanjian haruslah telah cakap bertindak di dalam
hukum atau yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Dewasa dalam pengertian
hukum adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 18 bagi perempuan menurut KUH
Perdata. Kedewasaan yang dipandang cakap bertindak di dalam hukum tidak
hanya ditinjau dari faktor usia semata-mata tetapi juga faktor kesehatan jasmani
dan rohani, dimana para pihak tidak mengandung cacat secara psikologis seperti
pemabuk, idiot, gila, atau berada di bawah pengampuan. Orang-orang seperti
tersebut di atas meskipun usianya telah dewasa tetapi dipandang tidak cakap
bertindak di dalam hukum.
3. Adanya suatu objek tertentu atau cukup jelas
Suatu perjanjian ahrus mempunyai objek tertentu yang telah ada pada saat
perjanjian tersebut dilaksanakan. Suatu perjanjian tidak boleh memperjanjikan
objek yang belum ada atau yang akan ada kemudian. Apabila suatu perjanjian
memperjanjikan suatu objek yang masih belum ada atau yang akan ada maka
perjanjian tersebut batal demi hukum.
Universitas Sumatera Utara
49
4. Oleh karena kausa yang halal
Suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan
suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai
contoh misalnya adalah perjanjian jual beli barang-barang terlarang menurut
undang-undang seperti narkoba atau perdagangan manusia.37
Pasal 1320 KUH Perdata yang memuat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
memiliki sanksi yang jelas apabila tidak dipenuhi oleh para pihak yang membuat
perjanjian tersebut. Ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata pada angka 1 dan 2 disebut
sebagai syarat subjektif, dimana apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut
dapat dimintakan pembatalannya ke pengadilan. Sedangkan untuk angka 3 dan angka
4 apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi
hukum.
Di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi pada umumnya perjanjian
bangun bagi tersebut dibuat melalui suatu akta otentik notaris, dimana perjanjian
tersebut ditanda tangani oleh para pihak dihadapan notaris. Sebelum pelaksanaan
penandatanganan akta perjanjian bangun bagi tersebut maka pada umumnya pihak
developer/pengembang telah melakukan pembayaran terhadap pihak pemilik tanah
sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai antara pihak developer / pemilik modal
dengan pihak pemilik tanah. Selanjutnya apabila dalam kesepakatan perjanjian
bangun bagi tersebut dicapai suatu kesepakatan dimana developer / pemilik modal
37 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty,Yogyakarta, 2005, hal. 40
Universitas Sumatera Utara
50
harus pula menyerahkan sejumlah bangunan kepada pemilik tanah, maka hal tersebut
juga termuat di dalam akta perjanjian bangun bagi tersebut. Material bangunan juga
telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan termuat di dalam akta
perjanjian bangun bagi tersebut.
Di samping itu di dalam akta perjanjian bangun bagi juta termuat klausul
tentang waktu pelaksanaan pembangunan, dan waktu pelaksanaan penyerahan
bangunan kepada pihak pemilik tanah oleh pihak developer / pemilik modal kepada
pihak pemilik tanah apabila hal tersebut diperjanjikan di dalam akta perjanjian
bangun bagi yang dibuat oleh notaris tersebut. Pada umumnya di dalam pelaksanaan
perjanjian bangun bagi atas tanah yang belum bersertipikat, maka notaris akan
melakukan pengurusan sertipikat hak atas tanah sebagai tempat dilaksanakannya
pembangunan tersebut ke kantor pertanahan tempat dimana tanah tersebut berada.
Sepanjang pelaksanaan prestasi maupun kontra prestasi dari pihak developer /
pemilik modal belum dilaksanakan seluruhnya kepada pihak pemilik tanah maka
dokumen hak kepemilikan atas tanah yang dijadikan objek perjanjian bangun bagi
tersebut berada dalam penyimpanan notaris. Penyerahan dokumen hak kepemilikan
atas tanah akan dilakukan oleh notaris apabila pihak developer / pemilik modal telah
melakukan kewajibannya dalam memenuhi seluruh prestasinya kepada pihak pemilik
tanah. Hal penyimpanan dokumen kepemilikan hak atas tanah pada notaris
dimaksudkan untuk melindungi hak-hak dari pemilik tanah dan untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara
51
kepastian hukum atas perolehan seluruh hak-hak pemilik tanah yang telah disepakati
dan termuat di dalam perjanjian bangun bagi tersebut. 38
Di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi sering timbul masalah bahwa
ternyata setelah ditanda tanganinya akta perjanjian bangun bagi tersebut oleh pihak
developer / pemilik modal dengan pihak pemilik tanah, ternyata dikemudian hari
kewajiban developer / pemilik modal belum dilaksanakan seluruhnya terhadap
pemilik tanah. Hal ini menimbulkan masalah bagi notaris, karena para pemilik tanah
akan meminta pertanggungjawabannya tidak hanya kepada developer / pemilik modal
tetapi juga kepada notaris atas hak-hak mereka yang belum dipenuhi oleh developer /
pemilik modal secara keseluruhan. Tidak jarang di dalam praktek pelaksanaan
pembuatan akta perjanjian bangun bagi notaris digugat ganti rugi oleh para pemilik
tanah atas belum diterimanya secara penuh hak-hak mereka yang telah diperjanjikan
di dalam akta perjanjian bangun bagi tersebut. Selain itu notaris juga diadukan oleh
para pemilik tanah ke pihak kepolisian telah melakukan perbuatan penggelapan hak
kepemilikan atas tanah para pemilik tanah, karena memandang bahwa notaris tersebut
telah membuat akta perjanjian bangun bagi antara para pemilik tanah dengan pihak
developer / pemilik modal. Oleh karena itu notaris dalam pembuatan akta perjanjian
bangun bagi antara developer / pemilik modal dengan pihak pemilik tanah, wajib
terlebih dahulu menanyakan tentang pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing
pihak apakah telah dilakukan prestasi dan kontra prestasinya secara keseluruhan atau
38 Anwar Arifin, Perjanjian-Perjanjian Khusus dalam Hukum Kepercayaan, RemajaRosdayarka, Bandung, 2012, hal. 55
Universitas Sumatera Utara
52
belum, dan meminta para pihak membuat surat perjanjian bahwa pelaksanaan
perjanjian bangun bagi tersebut telah selesai hak dan kewajibannya masing-masing
pihak atau pihak developer membuat pernyataan masih harus menyerahkan beberapa
unit bangunan kepada pihak pemilik tanah sebagai kontra prestasi pada saat
pembangunan dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut selesai
dilaksanakan.39
C. Pelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam Perjanjian Bangun Bagi PadaPembangunan Komplek (Perumahan/Real Estate) di Kelurahan TanjungSari, Jalan Setia Budi Medan
Perjanjian pendanaan di dalam perjanjian bangun bagi yang mempunyai objek
di Jalan Setia Budi Medan yang dikenal dengan Komplek Setia Budi Roya Castle
tersebut diawali dengan pembuatan perjanjian pendanaan oleh para developer
(pemilik modal) yang berjumlah 4 orang tersebut. Perjanjian pendanaan yang termuat
di dalam akta otentik notaris tersebut memuat hak dan kewajiban dari masing-masing
pelaku pendanaan khususnya tentang besarnya modal yang akan dimasukkan ke alam
proyek pendanaan pembangunan perumahan tersebut oleh masing-masing pihak.
Perjanjian pendanaan yang dibuat dihadapan notaris oleh para developer / pemilik
modal yang berjumlah 4 orang masing-masing A sebanyak 30%, B sebanyak 40%, C
sebanyak 20% dan D sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan modal yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan pembangunan perumahan di atas tanah seluas 10.729 M2 tersebut
dilaksanakan karena telah terjadi suatu kesepakatan antara para developer dengan
39 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok HukumJaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 2004, hal.30
Universitas Sumatera Utara
53
para pemilik tanah masing-masing yang berjumlah 6 orang, untuk bersedia
melepaskan hak atas tanahnya dengan kompensasi berupa penggantian sejumlah uang
dan juga ditambah dengan beberapa pintu bangunan rumah.
Setelah pembuatan perjanjian pendanaan selesai dilaksanakan dan
ditandatangani oleh para developer / pemilik modal maka dilakukanlah pelepasan hak
atas tanah terhadap enam orang pemilik tanah yang telah sepakat untuk melepaskan
tanahnya tersebut. Akan tetapi di dalam perjalanan waktu yang begitu lama ada 2
(dua) orang pemilik tanah yang akhirnya berubah pikiran untuk tidak melepaskan
tanahnya, sedangkan posisi tanah mereka cukup strategis yaitu berada di tengah-
tengah dari proyek perumahan tersebut. Karena waktu yang cukup lama bagi
developer untuk melepaskan hak atas tanah dari dua orang pemilik tanah tersebut
yang tidak mau lagi melepaskan hak atas tanahnya, maka salah seorang developer /
pemilik modal yaitu C yang mengalami kemacetan dalam cash flow karena modal
yang telah tertanam di dalam proyek pendanaan tersebut, oleh karena itu ingin
melakukan penarikan diri dari perjanjian pendanaan yang telah disepakati dan ditanda
tangani oleh para developer / pemilik modal tersebut.
Keinginan mundurnya developer C karena kesulitan cash flow keuangan
sehingga tidak dapat lagi menjalankan usahanya di bidang bisnis lain, membuat
terjadinya perselisihan diantara para developer / pemilik modal tersebut, karena
developer X meminta pengembalian modal yang telah ditanamkannya diproyek
pendanaanya tersebut sebesar 20% (dua puluh persen) dari total seluruh dana
pelaksanaan proyek pembangunan Perumahan tersebut karena tidak kunjung
Universitas Sumatera Utara
54
dilaksanakan proyek tersebut. Bahkan developer / pemilik modal C meminta bunga
kepada para developer yang lain atas macetnya proyek pelaksanaan pembangunan
rumah tempat tinggal di atas tanah seluas 10.729 M2 tersebut. Karena terjadinya
perselisihan tersebut mengakibatkan notaris memberikan nasehat hukum kepada para
developer / pemilik modal agar diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan
mengedepankan asas musyawarah mufakat. Pada akhirnya ada developer / pemilik
modal baru yang ingin menggantikan developer / pemilik modal C tersebut sehingga
akhirnya developer / pemilik modal baru bernama Z tersebut mengembalikan seluruh
modal yang tertanam dari developer C ditambah sedikit uang pengganti kerugian atas
macetnya proyek pembangunan rumah tempat tinggal tersebut. Sejak saat itu
developer / pemilik modal C keluar dari perjanjian pendanaan dan digantikan oleh
developer Z dengan membuat akta perubahan perjanjian kerjasama pendanaan yang
baru oleh notaris.
Setelah selesai dilakukan perubahan terhadap akta perjanjian pendanaan yang
mengganti developer C menjadi developer Z maka pelaksanaan negosiasi dengan
pemilik tanah akhirnya juga mencapai kesepakatan dari dua orang yang pada awalnya
tidak mau melepaskan hak atas tanahnya kepada developer akhirnya bersedia
melepaskan tanahnya tersebut. Setelah terjadi kesepakatan antara pihak developer
dengan pihak pemilik tanah maka dibuatlah suatu perjanjian bangun bagi melalui akta
notaris yang memuat hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjian
bangun bagi tersebut, dimana perjanjian bangun bagi ini objek tanahnya yang
Universitas Sumatera Utara
55
mempunyai 6 orang ahli waris kakak beradik kandung yang mempunyai objek tanah
yang saling bersebelahan di Komplek Setia Budi Roya Castle.
Dalam melaksanakan perjanjian bangun bagi tersebut ada melibatkan
beberapa orang sebagai pengurus dana, antara lain : SB, FG, C dan HB sendiri yang
masing-masing porsi modalnya dituangkan dalam perjanjian pendanaan. Dengan
berjalannya waktu, perjanjian bangun bagi yang melibatkan 6 orang ahli waris
tersebut kemmbali mengalami kendala dimana para ahli waris meminta kepada
developer porsi yang berbeda-beda, sehingga para developer mengalami waktu yang
cukup lama untuk bisa mencapai kesepakatan diantara para developer tersebut. Para
developer pada prinsipnya merasa keberatan karena waktu yang terlalu lama dari
pihak pemilik tanah mencapai kesepakatan dengan developer, sementara uang yang di
investasi terhadap proyek tersebut sudah mengendap cukup lama sehingga cash flow
masing-masing developer macet total.
Universitas Sumatera Utara
56
BAB IIIAKIBAT HUKUM APABILA TERJADI WANPRESTASI DARI SALAH
SATU PIHAK BAIK PEMILIK TANAH MAUPUN PENGEMBANG(DEVELOPER) DALAM PRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN
PENDANAAN DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI PADAPEMBANGUNAN KOMPLEK PERUMAHAN REAL ESTATE DIKELURAHAN TANJUNG SARI JALAN SETIA BUDI MEDAN
A. Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian Timbal-Balik
Suatu perjanjian dapat dilakukan dengan baik apabila semua pihak telah
melakukan prestasinya masing-masing sesuai dengan yang telah diperjanjikan tanpa
ada yang dirugikan. Tapi adakalanya perjanjian yang telah disetujui tidak berjalan
dengan baik karena adanya wanprestasi dari salah satu pihak. Dari adanya
wanprestasi tersebut akan mengalami beberapa kendala yang nantinya akan terjadi,
contohnya seperti terjadi kerugian kecil maupun besar. Oleh karena itu orang yang
melakukan wanprestasi akan menanggung resiko-resiko yang harus ditanggung,
seperti mengganti kerugian yang telah disebabkan olehnya, maupun pembatalan
perjanjian yang telah disepakati tersebut.40
Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada
seorang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu
dibagi dalam tiga macam, yaitu :
1. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli,
tukar menukar, penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai.
40 Benny Mustari, Aspek Hukum Wanprestasi dalam Hukum Perdata, Rajawali Press, Jakarta,2011, hal. 51
56
Universitas Sumatera Utara
57
2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu
lukisan, perjanjian perburuhan.
3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak
mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain.
4. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan
debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.41
Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi
sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.
Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak
debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau
dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut
pembatalan perjanjian.
Dasar Hukum Wanprestasi:
Pasal 1238 “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenisitu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan inimengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”Pasal 1243 BW “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinyasuatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetapIalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan ataudilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampauiwaktu yang telah ditentukan”
41 Harry Atma, Somatie Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian, Media SaranaIlmu, Jakarta, 2009, hal.18.
Universitas Sumatera Utara
58
Tata cara menyatakan debitur wanprestasi: Sommatie: Peringatan tertulis dari
kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri. Ingebreke Stelling:
Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.
Isi Peringatan: Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;
Dasar teguran; Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9
Agustus 2012).
Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka
dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur
dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi
prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki
lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
59
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu
perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan
dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat
sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu
sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian.
Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang
memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka
menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan
lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas
waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi,
diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat
peringatan tersebut disebut dengan somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau
pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur
menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang
ditentukan dalam pemberitahuan itu.42
Menurut Pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang
adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah
dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Dari
42 Subekti, Pokok-Pokok Dari Hukum Perdata, cet. 11, Jakarta, Intermasa, 1975, hal. 135.
Universitas Sumatera Utara
60
ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi
apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).
Sanksi yang dapat dikenakan atas debitur yang lalai atau alpa ada empat
macam, yaitu: membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat
dinamakan ganti-rugi.
Ganti rugi sering dirinci dalam tiga unsur:
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan oleh satu pihak. Contohnya jika seorang sutradara mengadakan suatu
perjanjian dengan pemain sandiwara untuk mengadakan suatu pertunjukan dan
pemain tersebut tidak datang sehingga pertunjukan terpaksa dibatalkan, maka
yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan
lain-lain.
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Misalnya rumah yang baru diserahkan oleh
pemborong ambruk karena salah konstruksinya, hingga merusak perabot rumah.
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah
dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Misalnya, dalam hal jual beli barang,
jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga
pembeliannya.
Code Civil memperinci ganti rugi itu dalam dua unsur, yaitu dommages et
interests. Dommages meliputi biaya dan rugi seperti dimaksudkan di atas, sedangkan
interest adalah sama dengan bunga dalam arti kehilangan keuntungan. Dalam soal
Universitas Sumatera Utara
61
penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan-ketentuan yang
merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi.
Pasal 1247 KUHPer menentukan : “Si berutang hanya diwajibkan mengganti
biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu
perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan
karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.
Pasal 1248 KUHPer menentukan : “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya
perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan
bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan
yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung
dari tak dipenuhinya perjanjian”. 43
Suatu pembatasan lagi dalam pembayaran ganti rugi terdapat dalam peraturan
mengenai bunga moratoir. Apabila prestasi itu berupa pembayaran sejumlah uang,
maka kerugian yang diderita oleh kreditur kalau pembayaran itu terlambat, adalah
berupa interest, rente atau bunga.
Perkataan “moratoir” berasal dari kata Latin “mora” yang berarti kealpaan
atau kelalaian. Jadi bunga moratoir berarti bunga yang harus dibayar (sebagai
hukuman) karena debitur itu alpa atau lalai membayar utangnya, ditetapkan sebesar 6
prosen setahun. Juga bunga tersebut baru dihitung sejak dituntutnya ke pengadilan,
jadi sejak dimasukkannya surat gugatan.
43 Ramdan Sutadi, Hukum Perjanjian (Teori Dan Praktek), Bina Ilmu Surabaya, 2011, hal.37.
Universitas Sumatera Utara
62
Pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada
keadaan sebelum perjanjian diadakan. Dikatakan bahwa pembatalan itu berlaku surut
sampai pada detik dilahirkannya perjanjian. Kalau suatu pihak sudah menerima
sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan.
Pokoknya, perjanjian itu ditiadakan. Pembatalan perjanjian karena kelalaian debitur
diatur dalam pasal 1266 KUHPer yang mengatur mengenai perikatan bersyarat, yang
berbunyi: “Syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian
yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam
hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan
kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai
tidak dipenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian.Jika syarat batal tidak
dinyatakan dalam perjanjian, hakim leluasa menurut keadaan atas permintaan si
tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna kesempatan memenuhi
kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari satu bulan”.44
Pembatalan perjanjian itu harus dimintakan kepada hakim, bukan batal secara
otomatis walaupun debitur nyata-nyata melalaikan kewajibannya. Putusan hakim itu
tidak bersifat declaratoir tetapi constitutif, secara aktif membatalkan perjanjian itu.
Putusan hakim tidak berbunyi “Menyatakan batalnya perjanjian antara penggugat dan
tergugat” melainkan, “Membatalkan perjanjian”.
44 A. Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. Pertama, 2001,hal. 34
Universitas Sumatera Utara
63
Hakim harus mempunyai kekuasaan discretionair, artinya : kekuasaan untuk
menilai besar kecilnya kelalaian debitur dibandingkan dengan beratnya akibat
pembatalan perjanjian yang mungkin menimpa si debitur itu. Kalau hakim
menimbang kelalaian debitur itu terlalu kecil, sedangkan pembatalan perjanjian akan
membawa kerugian yang terlalu besar bagi debitur, maka permohonan untuk
membatalkan perjanjian akan ditolak oleh hakim. Menurut pasal 1266 hakim dapat
memberikan jangka waktu kepada debitur untuk masih memenuhi kewajibannya.
Jangka waktu ini terkenal dengan nama “terme de grace”.
Sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang debitur disebutkan dalam pasal
1237 KUHPer. Yang dimaksudkan dengan “resiko” adalah kewajiban untuk memikul
kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa
barang yang menjadi objek perjanjian.
Peralihan resiko dapat digambarkan demikian : Menurut pasal 1460 KUHPer,
maka resiko dalam jual beli barang tertentu dipikulkan kepada si pembeli, meskipun
barangnya belum diserahkan. Kalau si penjual itu terlambat menyerahkan barangnya,
maka kelalaian ini diancam dengan mengalihkan resiko tadi dari si pembeli kepada si
penjual. Jadi dengan lalainya sipenjual, resiko itu beralih kepada dia. Membayar
biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim. Tentang pembayaran
ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang debitur yang lalai adalah
tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan
diwajibkan membayar biaya perkara.
Universitas Sumatera Utara
64
Menurut pasal 1267 KUHPer, pihak kreditur dapat menuntut si debitur yang
lalai untuk melakukan :
1. Pemenuhan perjanjian;
2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
3. Ganti rugi saja;
4. Pembatalan perjanjian; pembatalan disertai ganti rugi.
Pembelaan Debitur agar tidak dituntut yaitu
1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang yang
diperjanjikan musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.
2. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adimreti
Contractus). Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan
barangnya, tetapi ia sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang
muka.
3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
(Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak
memuaskan kualitasnya, namun pembeli tidak menegur si penjual atau tidak
mengembalikan barangnya.
Tidak dirumuskan dalam UU, akan tetapi dipahami makna yang terkandung
dalam pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur tentang overmacht. Adalah: “Suatu
keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang
disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena adanya
gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain”. Misalkan: seseorang menjanjikan
Universitas Sumatera Utara
65
akanmenjual seekor kuda (schenking) dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena
disambar petir.
Akibat keadaan memaksa:
a. Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi;
b. Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai;
c. Resiko tidak beralih kepada debitur.
Unsur-unsur Keadaan memaksa:
a. Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;
b. Peristiwa yang menghalangi Debitur berprestasi;
c. Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya
perjanjian.
Sifat Keadaan memaksa:
Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Keadaan memaksa absolut:
Adalah suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya
kepada kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar.
Contoh:si A ingin membayar utangnya pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A
ingin melakukan pembayaran utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali
tidak dapat membayar utangnya pada B.
b. Keadaan memaksa yang relatif:
Adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitor masih mungkin untuk
melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
66
memberikan korban yang besar, yang tidak seimbang, atau menggunakan kekuatan
jiwa yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian
yang sangat besar. Contoh: seorang penyanyi telah mengikatkan dirinya untuk
menyanyi di suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum pertunjukan, ia menerima
kabar bahwa anaknya meninggal dunia.
Dari uraian pengertian umum tentang wanprestasi di atas maka dapat
dikatakan bahwa pengertian dari wanprestasi adalah Debitur dinyatakan Ialai dengan
surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan
sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan. Bentuk-bentuk wanprestasi adalah Tidak
melaksanakan prestasi sama sekali; Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu
(terlambat); Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan Debitur
melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.45
Sanksi-sanksi yang diberikan kepada debitur adalah Membayar kerugian yang
diderita oleh kreditur (ganti rugi); Pembatalan perjanjian; Peralihan resiko. Benda
yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi
tanggung jawab dari debitur; Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di
depan hakim.
Pembelaan yang dapat dilakukan oleh debitur berupa:
a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang yang
diperjanjikan musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.
45 Wiryono Prodjodikoro, Wanprestasi Dalam Perjanjian, Alumni, Bandung, 1999, hal. 78
Universitas Sumatera Utara
67
b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adimreti
Contractus). Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan
barangnya, tetapi ia sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang
muka.
c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
(Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak memuaskan
kualitasnya, namun namun pembeli tidak menegor si penjual atau tidak
mengembalikan barangnya.
Serta keadaan memaksa merupakan Adalah: “Suatu keadaan di mana debitor
tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang disebabkan adanya kejadian
yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena adanya gempa bumi, banjir, letusan
gunung berapi, Tsunami dan lain-lain”.
B. Peran Dan Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta PerjanjianBangun Bagi
Notaris sebagai pejabat publik yang melaksanakan dan menjalankan sebagian
kewibawaan pemerintah memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang yang harus
diemban dengan baik dan benar. Tugas notaris yang menjalankan sebagian
kewibawaan pemerintah karena notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris No.
30 Tahun 2004 jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 adalah pejabat umum yang
ditunjuk oleh Undang-Undang untuk membuat akta otentik yang menjamin
kebenaran dan kepastian tanggal, tempat, peristiwa hukum yang tertulis di dalam akta
otentik tersebut termasuk kebenaran tanda tangan dari para penghadap, saksi-saksi
Universitas Sumatera Utara
68
dan notaris itu sendiri. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
jo Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang jabatan notaris menyatakan secara
tegas bahwa notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar)yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. 46
Inti dari tugas notaris bila dilihat dari Undang-Undang Jabatan Notaris
sebagaimana tersebut diatas adalah membuat akta otentik, melegalisasi akta dibawah
tangan dan membuat grouse akta serta berhak mengeluarkan salinan atau turunan akta
kepada pihak yang berkepentingan.Tanggung jawab notaris bila dilihat dari Undang-
Undang Jabatan Notaris adalah sangat erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan
notaris, karena selain untuk membuat akta otentik notaris juga ditugaskan dan
bertanggung jawab untuk melakukan pendaftaran dan mensyahkan (waarmerken dan
legalisasi) surat-surat/akta-akta yang dibuat di bawah tangan.47 Pasal 1 dan Pasal 15
UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJNP No. 2 Tahun 2014 menegaskan bahwa tugas
pokok dari notaris adalah membuat akta otentik dan akta otentik itu akan memberikan
kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang sempurna. Hal ini
dapat dilihat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa suatu akta otentik memberikan kepastian hukum diantara para
pihak berserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada
mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Disinilah
46 Herlina Suyati Bachtiar, Notaris dan Akta Autentik, Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 6847 Djaja S Meliala, Perjanjian Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang-undang Hukum
Perdata,Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal 3
Universitas Sumatera Utara
69
letak arti pentingnya dari profesi notaris bahwa ia karena undang-undang diberi
wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa
apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar sampai dapat
dibuktikan ketidakbenaranya oleh pihak lain.
Para pihak yang membuat suatu perjanjian dengan menggunakan akta notaris
memiliki kepentingan agar pelaksanaan perjanjian tersebut lebih memiliki suatu
kepastian hukum dan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sempurna bagi para
pihak apabila terjadi perselisihan atau sengketa dikemudian hari.48 Notaris tidak
hanya berwenang maupun untuk membuat akta otentik dalam arti verlijden, yaitu
menyusun, membacakan dan menandatangani dan verlijden dalam arti membuat akta
dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang sebagaimana yang dimaksud
oleh Pasal 1868 KUHPerdata, tetapi juga berdasarkan ketentuan terdapat dalam Pasal
16 ayat (1) huruf d UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJNP No. 2 Tahun 2014, yaitu
adanya kewajiban terhadap notaris untuk memberi pelayanan sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Notaris juga
memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan undang-undang
kepada pihak-pihak yang bersangkutan.49
Tugas notaris bukan hanya membuat akta, tetapi juga menyimpannya dan
menerbitkan grose, membuat salinan dan ringkasannya. Notaris hanya
48 Soegondo R. Notodisorjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Raja GrafindoPersad, Jakarta, 1993, hal 9.
49 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung,2009, hlm. 37.
Universitas Sumatera Utara
70
mengkonstantir apa yang terjadi dan apa yang dilihat, didalamnya serta mencatatnya
dalam akta (Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, S 1860 Nomor 3).50
Notaris memiliki kewenangan berdasarkan ketentuan UUJN No. 30 Tahun
2004 jo UUJNP No. 2 Tahun 2014 yang antara lain adalah sebagai berikut :
a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta dibuat itu;b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat;c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu
dibuat;d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Perbuatan hukum yang tertuang dalam suatu akta notaris bukanlah perbuatan
hukum dari notaris, melainkan perbuatan hukum yang memuat perbuatan, perjanjian
dan penetapan dari pihak yang meminta atau menghendaki perbuatan hukum mereka
dituangkan pada suatu akta otentik. Jadi pihak-pihak dalam akta itulah yang terikat
pada isi dari suatu akta otentik. Notaris bukan tukang membuat akta atau orang yang
mempunyai pekerjaan membuat akta, tetapi notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya didasari atau dilengkapi berbagai ilmu pengetahuan hukum dan ilmu-ilmu
lainnya yang harus dikuasai secara terintegrasi oleh notaris dan akta yang dibuat
dihadapan atau oleh notaris mempunyai kedudukan sebagai alat bukti.51
Suatu akta otentik dapat dibuat atas permintaan para pihak yang berkepentingan
untuk membuat suatu perjanjian. Sebagai suatu perjanjian maka akta notaris tunduk
50 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1985,hal 123.
51 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hal 31.
Universitas Sumatera Utara
71
pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat sahnya
perjanjian, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta
otentik, maka notaris juga memiliki tanggung jawab sehubungan dengan
kewenangannya tersebut. Notaris dapat dibebani tanggung jawab atas
perbuatannya/pekerjaannya dalam membuat akta otentik. Tanggung jawab notaris
sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi notaris itu sendiri yang
berhubungan dengan akta, diantaranya:52
a. Tanggung jawab notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya dalam hal ini
adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam kontruksi
perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif
maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan yang menimbulkan
kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam artian tidak melakukan
perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian.
Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya perbuatan
melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan.
Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu perbuatan tidak
52 M. Nur Rasaid, Hukum Acara perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 38.
Universitas Sumatera Utara
72
saja melanggar Undang-Undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan
atau hak orang lain dan menimbulkan kerugian. Suatu perbuatan dikategorikan
perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut :
1) Melanggar hak orang lain;
2) Bertentangan dengan aturan hukum;
3) Bertentangan dengan kesusilaan;
4) Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan
harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.
b. Tanggung jawab notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya. Pidana dalam
hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang notaris dalam
kepastian sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam
konteks individu sebagai warga Negara pada umumnya. Unsur-unsur dalam
perbutan pidana meliputi :
1) Perbuatan manusia;
2) Memenuhi rumusan peraturan perUndang-Undangan, artinya berlaku asas
legalitas, nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal tersebut tidak
atau belum dinyatakan dalam Undang-Undang;
3) Bersifat melawan hukum
4) Tanggung jawab notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris
(UUJN)
Universitas Sumatera Utara
73
5) Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan
kode etik notaris. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 UUJN tentang sumpah
jabatan notaris.
Notaris harus menjalankan jabatannya sesuai dengan Kode Etik Notaris, yang
mana dalam melaksanakan tugasnya notaris itu diwajibkan :
a. Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas Negara serta bertindak sesuai
makna sumpah jabatannya
b. Mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan
Negara.53
Untuk itu notaris harus berhati-hati dalam membuat akta agar tidak terjadi
kesalahan atau cacat hukum. Karena akta yang dibuat notaris harus
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan tidak luput dari penilaian hakim.
Sehubungan dengan perjanjian bangun bagi yang dibuat dengan menggunakan
akta otentik notaris, maka pembuatan perjanjian bangun bagi tersebut harus memuat
hak dan kewajiban yang seimbang dan adil diantara para pihak baik developer /
pemilik modal maupun pemilik tanah. Notaris harus menempatkan dirinya sebagai
pihak yang independen dan tidak merupakan pihak dalam pelaksanaan perjanjian
bangun bagi tersebut. Independensi notaris dalam pembuatan akta perjanjian bangun
bagi diwujudkan pula dengan mendengar keinginan yang disampaikan oleh para
pihak dalam pembuatan akta perjanjian bangun bagi tersebut. Keinginan yang
disampaikan oleh para pihak kepada notaris wajib diformulasikan dalam kalimat yang
53 Sudikno Mertokusuma, Op. Cit hal 115.
Universitas Sumatera Utara
74
jelas dan tegas di dalam klausul yang termuat di dalam akta perjanjian bangun bagi
tersebut, dimana klausul tersebut harus benar-benar menempatkan para pihak dalam
kedudukan yang sejajar seimbang dan adil mengenai hak dan kewajibannya masing-
masing. Hal ini dimaksudkan agar pembuatan perjanjian bangun bagi tersebut benar-
benar mencerminkan suatu hak dan kewajiban yang seimbang dan adil, sehingga
masing-masing pihak memperoleh kepastian hukum untuk dilindungi hak-haknya dan
tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas terbitnya perjanjian bangun bagi tersebut.
Notaris juga bertanggung jawab terhadap keamanan dari dokumen / sertipikat
kepemilikan hak atas tanah tersebut saat perjanjian bangun bagi tersebut akan/telah
ditanda tangani oleh para pihak. Notaris berkewajiban untuk menanyakan sejauhmana
tentang hak-hak yang akan/telah diterima oleh para pihak berkaitan dengan
pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang telah disepakati sebelum pembuatan akta
tersebut dilakukan dan ditanda tangani. Apabila masih ada hak-hak dan kewajiban
para pihak yang belum terlaksana, maka notaris harus memberikan suatu
perlindungan hukum dengan menyuruh para pihak membuat surat pernyataan untuk
menyatakan bahwa kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilaksanakan oleh para
pihak tersebut akan dilaksanakan oleh para pihak setelah ditandatanganinya akta
perjanjain bangun bagi tersebut. Hal ini untuk menghindari perselisihan / sengketa
dikemudian hari apabila ada salah satu pihak yang wanprestasi dalam melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
75
kewajiban kepada pihak lain yang seharusnya berhak menerima pelaksanaan
kewajiban tersebut.54
Di dalam akta perjanjian bangun bagi harus dinyatakan secara tegas tentang
hak-hak dan kewajiban dari para pihak yang belum ditunaikan yang belum
ditunaikan, dan ditentukan jangka waktu pelaksanaan penunaian kewajiban tersebut,
sehingga menimbulkan suatu kepastian hukum tentang waktu pelaksanaan kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh para pihak tersebut dalam rangka pelaksanaan
pembuatan akta perjanjian bangun bagi antara pihak developer / pemilik modal dan
pihak pemilik tanah tersebut.
Apabila terjadi perselisihan / sengketa diantara para pihak dalam kaitannya
dengan pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut, maka notaris bertanggung jawab
dalam hal memberikan penyuluhan / advis hukum kepada para pihak serta berupaya
untuk melakukan upaya hukum perdamaian dalam mencari solusi terbaik untuk
mengatasi permasalahan perselisihan yang timbul baik diantara sesama developer /
pemilik modal maupun diantara para developer dengan para pemilik tanah. Hal ini
dimaksudkan agar pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang dilakukan dengan
menggunakan akta notaris tersebut dapat terlaksana dengan baik dan lancar tanpa ada
hambatan oleh karena adanya perselisihan / konflik diantara para pihak baik sesama
developer / pemilik modal maupun diantara developer (pemilik modal) dengan para
pemilik tanah.
54 Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Alumni Bandung, 1999, hal. 24
Universitas Sumatera Utara
76
Notaris memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pembuatan
akta perjanjian bangun bagi tersebut yaitu memberikan kepastian hukum melalui akta
otentik yang dibuatnya agar hak-hak para pihak benar-benar dapat dilindungi secara
pasti berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
hukum perjanjian maupun dibidang pembuatan akta otentik berdasarkan UUJN No.
30 Tahun 2004 jo UUJNP No. 2 Tahun 2014. Di dalam pelaksanaan perjanjian
bangun bagi, setelah akta ditanda tangani maka dokumen / sertipikat kepemilikan atas
tanah yang akan dijadikan objek pembangunan lahan perumahan oleh developer akan
berada di bawah penyimpanan protokol notaris, hingga seluruh hak dan kewajiban
para pihak telah diselesaikan dengan baik kepada masing-masing pihak yang terlibat
di dalam perjanjian bangun bagi tersebut, baik diantara sesama developer (pemilik
modal) maupun diantara sesama developer / pemilik modal dengan para pemilik
tanah.55
Sepanjang pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut belum menyelesaikan
hak dan kewajiban masing-masing pihak maka dokumen / sertipikat kepemilikan atas
tanah yang dijadikan objek pembangunan Perumahan tersebut tetap berada di bawah
penyimpanan protokol notaris yang membuat akta perjanjian bangun bagi tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar notaris memberikan suatu perlindungan hukum kepada
para pihak dan memastikan bahwa masing-masing pihak telah menunaikan dan
55 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notaris di Indonesia : Suatu Penjelasan, Rajawali,Jakarta, 1982, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
77
menerima hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan dan hak
kewajibannya yang termuat di dalam perjanjian bangun bagi tersebut. 56
Disamping itu penyimpanan dokumen / sertipikat kepemilikan atas tanah yang
dijadikan objek pembangunan perumahan tersebut dimaksudkan untuk mengamankan
kedudukan notaris dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya atas
pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut agar tidak terjadi perselisihan, konflik
diantara para pihak yang terlibat didalam perjanjian bangun bagi tersebut, dan
bertanggung jawab memastikan kelancaran pelaksanaan perjanjian bangun bagi
tersebut.
C. Akibat Hukum Apabila Terjadi Wanprestasi Dari Salah Satu Pihak BaikPemilik Tanah Maupun Pengembang (Developer) Dalam PraktekPelaksanaan Perjanjian Pendanaan Dalam Perjanjian Bangun Bagi PadaPembangunan Komplek Perumahan Real Estate Di Kelurahan Tanjung SariJalan Setia Budi Medan
Notaris dalam hukum perdata di Indonesia, yaitu dalam sistem hukum
pembuktian keberadaannya sangat penting yakni membuat alat bukti otentik. Dalam
menjalankan tugas dan jabatannya tersebut, notaris harus berdasar dan sejalan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan jabatan dan kode etik serta yang berkaitan
dengan dibuatnya suatu akta otentik. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang
diundangkan pada tanggal 06 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik
56 Husni Thamrin, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, Laksbang Pressindo,Yogyakarta, 2011, hal. 11
Universitas Sumatera Utara
78
Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 117 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 4432 (selanjutnya disebut dengan UUJN).
Berikut perubahanya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dengan UUJN-P).57
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN yang menentukan sebagai berikut bahwa
notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta otentik. Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grose, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seorang notaris senantiasa dibutuhkan
oleh masyarakat pada umumnya, khususnya bagi masyarakat yang telah memiliki
kesadaran hukum yang baik tentang diperlukannya kepastian hukum dalam setiap
perbuatan hukum yang dilakukannya, dengan menuangkan dalam suatu alat bukti
otentik, yakni akta notaris. Hal tersebut melahirkan kepercayaan masyarakat terhadap
notaris karena akta yang dibuatnya, yang menyebabkan jabatan notaris sering pula
disebut dengan jabatan kepercayaan, yaitu kepercayaan pemerintah sebagai instansi
yang mengangkat dan memberhentikan notaris sekaligus pula kepercayaan
masyarakat sebagai pengguna jasa notaris.
57 Sri Soedewi Masjehoen, Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta,1975, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
79
Peranan signifikan dari notaris di dalam hukum adalah membuat akta autentik
terhadap perbuatan hukum, misalnya saja dalam mendirikan suatu badan usaha.
Membuat perjanjian jual-beli, tukar-menukar, perjanjian kredit, dan lain sebagainya,
yang keseluruhan perbuatan hukum tersebut dapat bersangkut paut atau menjadikan
tanah sebagai objek perjanjian-perjanjiannya.
Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat,
karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaannya dalam
lingkungannya dan kelangsungan hidupnya. Mempunyai juga nilai ekonomis yang
dapat dicadangkan sebagai sumber pendukung kehidupan individu itu sendiri sebagai
manusia di masa mendatang. Hal tersebut dikarenakan disanalah manusia hidup,
tumbuh dan berkembang bahkan secara sekaligus merupakan tempat dikebumikan
pada saat meninggal dunia, oleh sebab itu tanah selain memiliki nilai ekonomi yang
tinggi juga mengandung aspek spiritual. 58
Tanah dewasa ini telah menjadi barang yang sangat bernilai lebih bahkan
berharga melebihi daripada emas, bahkan tanah merupakan salah satu barang yang
dinilai sangat penting oleh negara. Negara mencegah agar setiap jengkal tanah di
Indonesia tidak jatuh ketangan asing, tanah juga berperan besar dalam mengatur
hidup orang banyak baik untuk mendirikan rumah tinggal maupun menjadi sumber
penghasilan mata uang pencaharian dan bahkan belakangan menjadi komoditas
ekonomi.
58 Soeryono Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta,2010, hal. 197
Universitas Sumatera Utara
80
Keadaan yang sebaliknya saat ini terjadi, yakni sejak krisis multi dimensi
yang meluluhlantakan perekonomian, sejumlah perusahaan pengembang, ratusan
proyek property terpaksa dihentikan. Tidak terhitung lagi bangunan setengah jadi kini
menjadi puing-puing terlantar. Terpuruknya perekonomian nasional menyebabkan
bisnis property termasuk sektor yang paling parah mengalami dampak krisis yang
terjadi. Meskipun kebangkitan bisnis ini dalam waktu singkat setidaknya harapan
pengembang agar roda property segera berputar sangat besar.
Tanah dari sudut pandang ekonomi adalah tempat yang strategis sebagai
sarana untuk menjalankan suatu usaha yang ditunjang dengan prasarana yang lengkap
yaitu merupakan keperluan yang harus dipenuhi guna mengembangkan,
meningkatkan dan memperlancar kegiatan perekonomian di Indonesia. Sehingga kini,
tanah tidak hanya digunakan sebagai tempat tinggal namun juga sebagai tempat
usaha, mulai dari usaha kecil sampai usaha dengan skala internasional.
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata dimyatakan bahwa : "Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya".
Dari Pasal 1338 KUH Perdata di atas dapat ditarik suatu gambaran bahwa, pada
prinsipnya suatu perjanjian tidak dapat dibatalkan oleh sepihak, karena dengan
adanya pembatalan tersebut, tentunya akan menimbulkan kerugian bagi pihak
lainnya.59
59 Hadi Setia Tunggal, Pendaftaran Tanah Berserta Peraturan Pelaksanaanya, Harvarindo,Jakarta, 1999, hal. 56
Universitas Sumatera Utara
81
Pembatalan perjanjian hanya dapat dila.kukan apabila diketahui adanya
kekhilafan ataupun paksaan dari salah satu pihak ketika membuat perjanjian.
kekhilafan dan paksaan merupakan alasan yang dapat membatalkan perjanjian. Selain
itu juga penipuan yang dilakukan oleh satu pihak terhadap pihak yang lainnya dalam
membuat perjanjian, dapat dijadikan sebagai alasan untuk dapat dibatalkannya suatu
perjanjian secara sepihak oleh salah satu pihak. Karena menurut Pasal 1320 KUH
Perdata suatu perjanjian yang tidak didasarkan kepada syarat subjektif perjanjian,
maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.60
Meminta pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektifnya
dapat dilakukan dengan cara :
1. Melakukan penuntutan secara aktif di muka Hakim atau Pengadilan
2. Dengan cara pembatalan yaitu menunggu pihak yang mengajukan pembatalan di
muka Hakim. Sehingga dengan ada gugatan yang diajukan oleh pihak lawan
karena ia tidak memenuhi prestasi perjanjian, maka ia dapat mengajukan
pembelaan bahwa perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif yang
memungkinkan untuk dibatalkannya perjanjian tersebut.
Untuk penuntutan secara aktif sebagaimana yang disebutkan oleh undang undang,
maka undang-undang mengatur pembatasan waktu penuntutan yaitu 5 tahun di dalam
perjanjian yang diadakan. Sebaliknya terhadap pembatalan perjanjian sebagai
60 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, BanyuMedia, Publishing, Malang, 2010, hal. 39
Universitas Sumatera Utara
82
pembelaan tidak ditetapkan batas waktunya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Pasal 1454 KUH Perdata.
Penuntutan pembatalan akan diterima baik oleh hakim jika ternyata sudah ada
penerimaan baik dari pihak yang dirugikan, karena seorang yang sudah menerima
baik suatu kekurangan atau suatu perbuatan yang merugikan baginya, dapat dianggap
telah melepaskan haknya untuk meminta pembatalan.
Akan tetapi apabila suatu pembatalan terhadap perjanjian yang dilakukan
secara sepihak tanpa disertai alasan yang sah menurut hukum, maka pihak yang oleh
pihak lain dibatalkannya perjanjiannya dapat menuntut kerugian kepada pihak yang
membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak, karena dengan adanya pembatalan
yang dilakukan sepihak oleh salah satu pihak akan menimbulkan kerugian bagi pihak
lain.
Terhadap perjanjian yang dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak
tanpa disertai alasan yang sah, maka apabila perjanjian tersebut telah berlangsung
lama, pihak yang dirugikan atas pembatalan tersebut dapat mengajukan tuntutan ganti
rugi kepada pihak yang membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak. Ganti rugi
yang diajukan oleh pihak yang dirugikan atas pembatalan yang sepihak tersebut
adalah dapat berupa biaya, rugi, maupun bimga atas kerugian yang dideritanya.
Namun apabila dalam pembatalan yanJ dilakulcan secara sepihak terhadap
perjanjian yang mereka perbuat, sedangkan segala isi maupun ketentuan yang
tercantum di dalam perjanjian tersebut belum dilaksanakan sama sekali oleh kedua
belah pihak, maka dengan adanya pembatalan perjanjian tersebut oleh salah satu
Universitas Sumatera Utara
83
pihak secara sepihak tidak menimbulkan akibat hukum apa-apa. Pembatalan
perjanjian tersebut hanya membawa para pihak pada keadaan semula yaitu keadaan
sebelumnya para pihak dianggap tidak pernah melakukan atau mengadakan perjanjian
diantara mereka.
Dengan demikian jelaslah bahwa suatu perjanjian hanya dapat dibatalkan
secara sepihak oleh salah satu pihak apabila tidak memenuhi syarat sah subjektif dari
suatu perjanjian. Pembatalan tersebut hanya dapat dilakukan dengan mengajukannya
kepada pengadilan ataupun dengan pembelaan atau gugatan pihak yang akan
mzmbatalkan perjanjian.
Sedangkan terhadap perjanjian yang dibatalkan secara sepihak tanpa alasan
yang sah, dapat dilakukan tuntutan kepada pihak yang membatalkannya selama
perjanjian tersebut telah berl,angsuna, sebaliknya apabila pembatalan secara sepihak
tersebut terjadi sebelum adanya pelaxsanaan perjanjian maka pembatalan itu hanya
membawa pada keadaan semula yaitu keadaan yang dianggap tidak pernah terjadi
perjanjian.
Dalam perjanjian, pernyataan keadaan wanprestasi ini tidaklah dapat terjadi
dengan sendirinya, akan tetapi harus terlebih dahulu diperlukan adanya suatu
pernyataan lalai atau sommatie yaitu suatu pesan dari pihak pemberi pekerjaan
boronganpada saat kapan selambatnya ia mengharapkan pemenuhan prestasi. Dari
pesan ini pula selanjutnya akan ditentukan dengan pasti saat mana, seseorang berada
dalam keadaan wanpre stasi atau inglcar janji tersebut, sehingga pihak yang
Universitas Sumatera Utara
84
wanprestasi harus pula menanggung segala akibat yang telah merugikan pihak yang
lainnya.
Sebagai akibat timbulnya keruoian dari salah satu pihak tersebut, maka undang-
undang memberikan sesuatu hak baginya untuk menuntut diantara beberapa hal yaitu:
1. Pemenuhan prestasi
2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
3. Ganti rugi
4. Pembatalan perjanjian.
5. Pembatalan disertai ganti rugi.
Bentuk ganti rugi tersebut di atas pada pelaksanaannya dapat diperinci dalam tiga
bentuk yaitu biaya, rugi dan bunga.
Pasal 1246 KUH. Perdata menyebutkan bahwa ganti rugi terdiri dari dua
faktor yaitu:
1. Kerugian yang nyata-nyata diderita
2. Keuntungan yang seharusnya diperoleh
Kedua faktor tersebut dicakup dalam pengertian, biaya, kerugian dan bunga. Biaya
adalah pengeluaran-pengeluaran nyata, misalnya biaya Notaris, biaya perjalanan dan
sejenisnya. Kerugian adalah berkurangnya kekayaan kreditur sebagai akibat dari pada
ingkar janji dan bunga adalah keuntungan yang sehan.isnya diperoleh kreditur jika
tidak terjadi ingkar janji. 61
61 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, BanyuMedia, Publishing, Malang, 2010, hal. 39
Universitas Sumatera Utara
85
Dalam perjanjian ditentukan bahwa dalam hal terlambatnya salah satu pihak
untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan dan dalam jadwal waktu
yang telah ditentukan adalah merupakan salah satu bentuk dari wanprestasi.
Penentuan wanprestasi ini sendiri erat kaitannya dengan suatu pernyataan lalai yaitu
suatu pesan dari salah satu pihak untuk memberitahukan pada saat kapan selambatnya
ia mengharapkan pemenuhan prestasi. Dengan demikian sebagai hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam penentuan pernyataan wanprestasinya salah satu pihak adalah
ketentuan batas pelaksanaan kewajiban itu sendiri.
Keterlambatan melakukan kewajiban ini dapat juga terjadi dari bentuk
wanprestasi lainnya, seperti halnya melaksanakan kewajiban yang tidak sesuai
dengan apa yang telah diperjanjikan. Sementara bentuk wanprestasi ini juga harus
dapat dibedakan terhadap lalainya pihak kedua untuk tidak melakukan kewajiban
sama sekali, karena dalam hal demikian pihak kedua tidak dapat dianggap terlambat
memenuhi pelaksanaan prestasi. Semeutara sanksi dalam hal pihak kedua tidak
melaksanakan kewajiban sama sekali yang selanjutnya dapat dikategorikan menolak
untuk melaksanakan kewajiban, maka sebagai sanksinya pihak pertama berhak atas
uang jaminan yang diberikan oleh salah satu pihak62
Di dalam pelaksanaan Perjanjian pendanaan yang dilakukan oleh para
developer, maka sejak tanggal perjanjian pendanaan tersebut dilakukan melalui akta
notaris dan disepakati dan ditandatangani oleh para developer dihadapan notaris maka
perjanjian pendanaan tersebut telah sah berlaku sebagai undang-undang diantara
62 Arifin Rachman, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2012, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
86
sesama para developer tersebut. Perjanjian pendanaan tersebut juga harus
dilaksanakan dengan itikad baik oleh para developer, dan tidak dapat lagi
ditarik/dibatalkan secara sepihak. Setiap upaya pembatalan secara sepihak dari salah
satu developer merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan akan
menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya yang dapat menuntut pihak yang
menimbulkan kerugian tersebut dengan gugatan ganti rugi ke pengadilan berdasarkan
pasal 1365 KUH Perdata.63
Di dalam perjanjian pendanaan pembangunan perumahan di Setia Budi, pada
awalnya penandatanganan perjanjian pendanaan tersebut dilakukan oleh empat orang
developer dengan menggunakan akta otentik notaris. Dalam perjalanan waktu, salah
seorang developer menyatakan keinginannya untuk mengundurkan diri secara
sepihak dari pelaksanaan perjanjian pendanaan pembangunan perumahan di Setia
Budi tersebut. Hal ini disebabkan karena negosiasi dengan pemilik tanah terutama
terhadap dua orang dari enam orang pemilik tanah mengalami jalan buntu. Proses
negosiasi memakan waktu yang cukup lama, sehingga salah seorang developer
tersebut ingin mengundurkan diri dan meminta kembali modal yang telah
ditanamkannya termasuk bunga dari modal yang telah ditanamkan tersebut kepada
pihak developer lainnya yang berjumlah tiga orang tersebut. Namun para developer
lainnya yang berjumlah tiga orang tersebut merasa keberatan atas permintaan
pengunduran diri dari salah seorang developer tersebut. Developer yang akan
63 Henny Rahmita, Hukum Perikatan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Bina Cipta,Jakarta, 2009, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
87
mengundurkan diri secara pihak tersebut dan akan menarik kembali modal yang telah
ditanamkannya tersebut, jelas telah melakukan perbuatan melanggar hukum
perjanjian pendanaan yang telah ditandatanganinya tersebut dengan menggunakan
akta notaris.
Pada akhirnya karena ada yang menggantikan kedudukan dari developer yang
ingin mengundurkan diri tersebut, maka semua modal bahkan bunga dari modal yang
sudah tertanam dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan pembangunan perumahan di
Setia Budi tersebut dikembalikan oleh developer yang baru tersebut dengan
menggunakan dana pribadinya sendiri. Kasus ini akhirnya diselesaikan secara
musyawarah mufakat dan tidak sampai menjadi kasus litigasi ke pengadilan. Namun
pada dasarnya para developer yang lain yang berjumlah tiga orang tersebut keberatan
mengembalikan dana dari developer yang akan mengundurkan diri tersebut dan telah
berencana mengajukan gugatan wanprestasi dan oerbuatan melawan hukum ke
Pengadilan Negeri Medan apabila developer yang ingin mengundurkan diri tersebut
memaksa untuk mengembalikan dana yang sudah tertanam dan berikut bunganya.
Namun akhirnya dengan bantuan advis hukum dari notaris yang membuat perjanjian
pendanaan tersebut yang meminta para developer menyelesaikan permasalahan
tersebut dengan cara musyawarah dan mufakat serta menyarankan untuk mencari
pengganti dari developer yang akan mengundurkan diri tersebut, akhirnya
permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat.
Masuknya developer baru dan keluarnya salah seorang developer lama
mengakibatkan perjanjian pendanaan tersebut harus diperbaharui. Notaris wajib
Universitas Sumatera Utara
88
memperbaharui akta perjanjian pendanaan yang dibuatnya sebelumnya dengan
memasukkan nama developer baru tersebut dan mengeluarkan nama developer baru
yang akan mengundurkan diri tersebut. Pembaharuan akta perjanjian pendanaan
tersebut dilakukan oleh notaris dibuat setelah terjadi penyelesaian penggantian dana
yang tertanam berikut bunga yang dibayar lunas oleh developer baru kepada
developer yang akan mengundurkan diri tersebut. Dejak saat telah dilakukan
pelaksanaan pembayaran dana yang sudah tertanam berikut bunga dari developer
baru kepada developer yang akan mengundurkan diri tersebut, maka telah sah
developer tersebut keluar dari pelaksanaan perjanjian pendanaan pembangunan
Perumahan Jalan Setia Budi tersebut dan namanya digantikan oleh developer yang
telah mengembalikan dananya tersebut di dalam akta perjanjian pendanaan yang
dibuat dengan akta otentik notaris tersebut.
Di dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi antara developer yang
berjumlah empat orang dengan pemilik tanah yang berjumlah enam orang tersebut,
masing masing pemilik tanah dibuatkan tersendiri akta perjanjian bangun bagi
tersebut. Dari enam pemilik tanah tersebut, ada dua orang pemilik tanah yang tidak
bersedia menjual tanahnya kepada para developer, sehingga menyulitkan developer
untuk memulai pelaksanaan pembangunan perumahan di lahan milik enam orang
pemilik tanah tersebut. Hal ini disebabkan karena posisi lahan tanah dari dua orang
pemikik tanah yang menolak menjual tanahnya kepada developer tersebut berada di
tengah-tengah lahan tempat pelaksanaan pembangunan perumahan oleh para
developer tersebut. Apabila pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut dimulai
Universitas Sumatera Utara
89
tanpa adanya persetujuan penjualan lahan dari dua orang pemilik lahan tersebut,
maka pelaksanaan perumahan tersebut terhambat karena tidak akan seduai dengan
bestek yang telah dibuat oleh para developer. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan
pembangunan perumahan di Setia Budi tersebut mengalami penundaan yang cukup
lama, karena developer belum memperoleh persetujuan untuk menjual dari kedua
pemilik tanah yang menolak menjual tanahnya tersebut.64
Alasan kedua pemilik tanah untuk tidak mau menjual tanahnya kepada para
developer adalah karena harga yang ditawarkan oleh para developer dianggap terlalu
rendah oleh kedua pemilik tanah tersebut. Negosiasi ulang dilakukan oleh para
developer dan kedua pemilik tanah tersebut hingga terjadi kesepakatan harga dan
kedua pemilik tanah tersebut bersedia melepaskan hak kepemilikan tanahnya kepada
developer setelah terjadi kesepakatan harga. Apabila terjadi wanprestasi dalam
pelaksanaan perjanjian bangun bagi antara developer dengan pemilik tanah dalam hal
pelepasan hak kepemilikan atas tanah dari para pemilik tanah kepada para developer,
setelah dicapainya kesepakatan dan ditandatanganinya perjanjian bangun bagi
tersebut, maka developer dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan dengan
dalil hukum wanprestasi Karen telah melakukan ingkar janji terhadap isi dari
perjanjian bangun bagi tersebut. Wanprestasi (Ingkar janji) yang dimaksud adalah
bahwa pemilik tanah tidak bersedia melepaskan hak atas tanahnya kepada para
developer meskipun kesepakatan telah dibuat dalam akta otentik notaris yaitu
64 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty,Yogyakarta, 2005, hal. 40
Universitas Sumatera Utara
90
perjanjian bangun bagi dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang telah
termuat di dalamnya. Wanprestasi yang dilakukan oleh pemilik tanah tersebut
mengakibatkan terjadinya kerugian materil bagi para developer yang telah
menanamkan modalnya dalam pelaksanaan bangun bagi tersebut. Oleh karena itu
maka pihak developer secara hukum berhak mengajukan gugatan ke pengadilan
untuk memaksa para pemilik tanah memenuhi prestasinya dalam hal melepaskan hak
kepemilikan atas tanah nya tersebut.
Namun demikian tuntutan pemenuhan prestasi dari pemilik tanah yang harus
melepaskan hak kepemilikan tanahnya kepada para developer tidak jadi dilakukan
melalui proses hukum litigasi ke pengadilan. Hal ini disebabkan karena para
developer dan para pemilik tanah atas advis hukum dari notaris yang bersangkutan,
lebih menempuh jalur musyswarah mufakat, dan berhadil menyelesaikan
permasalahan tersebut dengan jalan musyawarah dan mufakat, khususnya terhadap
dua orang pemilik tanah yang menolak melepaskan hak kepemilikan tanahnya kepada
para developer tersebut, dengan tercapainya kesepakatan penambahan harga tanah
tersebut dari harga sebelumnya.
Tanggung jawab developer adalah melaksanakan seluruh prestasinya kepada
pemilik tanah apabila pelaksanaan pembangunan bangunan yang dilakukan oleh
pihak developer telah selesai dilakukan. Tanggung jawab developer tersebut apabila
perjanjian bangun bagi yang dilaksanakan tersebut merupakan perjanjian bangun bagi
campuran dimana developer berkewajiban membayar sejumlah uang tunai dan juga
bangunan kepada pihak pemilik tanah. Namun apabila perjanjian bangun bagi
Universitas Sumatera Utara
91
tersebut hanya mewajibkan pihak developer membayar uang tunai saja, maka
developer harus telah melunasi seluruh kewajibannya kepada pihak pemilik tanah
dengan membayar seluruh jumlah uang yang telah disepekati antara developer
dengan pemilik tanah tersebut.
Tanggung jawab pemilik tanah terhadap developer adalah menyerahkan
bidang tanah yang dimilikinya apabila developer tersebut telah melaksanakan
prestasinya untuk membayar sejumlah dana berupa uang tunai kepada pihak pemilik
tanah, dan telah menyepakati tentang pelaksanaan unit bangunan yang akan
diserahkan oleh developer kepada pemilik tanah apabila telah selesai pelaksanaan
pembangunan yang dilakukan oleh pemilik tanah tersebut. Pemilik tanah tidak boleh
melakukan wanprestasi terhadap developer dengan tidak menyerahkan sebidang
tanah yang dimilikinya apabila developer telah melaksanakan kewajibannya untuk
membayar bidang tanah yang dimiliki oleh pemilik tanah baik itu untuk sebagian
berupa uang tunai maupun sesuai janji yang telah disepakati di dalam perjanjian
bangun bagi berupa penyerahan unit bangunan apabila pelaksanaan pembangunan
tersebut telah dilaksanakan oleh pihak developer.
Wanprestasi merupakan suatu perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut, yang ditandai
dengan tidak dilaksanakannya prestasi oleh salah satu pihak tersebut meskipun pihak
lain telah melaksanakan prestasinya dengan baik. Wanprestasi ditandai dengan telah
diperingatkannya debitur untuk melaksanakan kewajibannya oleh pihak kreditur
dengan wajar, namun debitur tidak juga melaksanakan kewajibannya tersebut dan
Universitas Sumatera Utara
92
tetap melakukan wanprestasi atas kewajiban yang harus dilaksanakannya tersebut.
Sejak saat terjadinya peringatan yang dilakukan oleh kreditur terhadap debitur
tersebut secara wajar baik lisan maupun tertulis, namun tetap saja tidak diindahkan
oleh pihak debitur maka sejak saat itu debitur sudah dapat dikatakan melakukan
perbuatan wanprestasi (ingkar janji).
Universitas Sumatera Utara
93
BAB IV
TANGGUNG JAWAB NOTARIS BILA TERJADI PERSELISIHAN /SENGKETA AKIBAT TERJADINYA WANPRESTASI DARI SALAHSATU PIHAK DALAM PRAKTEK PELAKSANAAN PERJANJIAN
PENDANAAN DALAM PERJANJIAN BANGUN BAGI PADAPEMBANGUNAN KOMPLEK PERUMAHAN DI KELURAHAN
TANJUNG SARI, JALAN SETIA BUDI MEDAN
A. Kewenangan, Kewajiban Dan Larangan Notaris sebagai Pejabat PublikBerdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014
Notaris merupakan salah satu pejabat negara yang kedudukannya sangat
dibutuhkan di masa sekarang ini. Di masa modern ini, masyarakat tidak lagi
mengenal perjanjian yang berdasarkan atas kepercayaan satu sama lain seperti yang
mereka kenal dulu. Setiap perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat pasti akan
mengarah kepada notaris sebagai sarana keabsahan perjanjian yang mereka lakukan.
Karena itulah, kedudukan notaris menjadi semakin penting di masa seperti sekarang
ini. Seperti pejabat negara yang lain, notaris juga memiliki kewenangan tersendiri
yang tidak dimiliki oleh pejabat negara yang lainnya. Selain kewenangannya, para
notaris juga memiliki kewajiban dan larangan yang wajib mereka patuhi dalam
pelaksanaan tugas jabatannya. Dengan berdasar pada Undang-undang No. 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, para notaris di Indonesia wajib untuk memahami apa
yang menjadi wewenang dan kewajiban mereka serta larangan yang tidak boleh
dilakukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.65
65 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 32
93
Universitas Sumatera Utara
94
Dalam pelaksanaan wewenang, jika misalnya ada seorang pejabat yang
melakukan suatu tindakan diluar atau melebihi kewenangannya, maka perbuatannya
itu akan dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum. Demikian pula dengan
notaris, para notaris wajib untuk mengetahui sampai di mana batas kewenangannya.
Selain wewenang yang mereka miliki, notaris juga memilki kewajiban yang harus
mereka penuhi dalam pelaksanaan tugas jabatannya serta larangan yang tidak boleh
dilakukan yang apabila ketiga hal ini dilanggar maka notaris yang bersangkutan akan
memperoleh sanksi sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang
Jabatan Notaris (UUJN).66
Di dalam UUJN No. 30 tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 kewenangan
notaris disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN No. 30
tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, yang dapat dibagi menjadi
6. Kewenangan Umum Notaris.
Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris
yaitu membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum
Notaris dengan batasan sepanjang : Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah
ditetapkan oleh undang-undang. Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
aturan hukum untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. Mengenai
66 Ilham Bisri, Etika Profesi Notaris Di Indonesia, Raja Grafindo, Persada, Jakarta, 2011, hal.42
Universitas Sumatera Utara
95
kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu akta
itu dibuat.
Namun, ada juga beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris
dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu :
1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW),
2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW),
3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal
1405, 1406 BW),
4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 WvK),
5. Surat kuasa membebankan Hak Tanggungan (Pasal 15 ayat [1] UU No.4 Tahun
1996),
6. Membuat akta risalah lelang.
Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam
Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 hal yang
dapat kita pahami, yaitu : Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan
keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan
hukum yang berlaku.
Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang
lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar,
maka pihak yang menyatakan tidak benar inilah yang wajib membuktikan
pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku
Universitas Sumatera Utara
96
7. Kewenangan Khusus Notaris
Kewenangan notaris ini termuat di dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN No. 30
Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 yang mengatur mengenai kewenangan
khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus ;
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu
buku khusus ;
c. Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan ;
d. Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya ;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta ;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau
g. Membuat akta risalah lelang67
Khusus mengenai nomor 6 (membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan)
banyak mendapat sorotan dari kalangan ahli hukum Indonesia dan para notaris itu
sendiri. Karena itulah akan sedikit dibahas mengenai masalah ini.
67 Habib Adjie, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi HukumPengaturan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hal. 38
Universitas Sumatera Utara
97
Pasal 15 ayat (2) huruf j UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun
2014 memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat akta di bidang
pertanahan. Ada tiga penafsiran dari pasal tersebut yaitu:
a. Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi wewenang notaris
atau telah menambah wewenang notaris.
b. Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang notaris.
c. Tidak ada pengambil alihan wewenang dari PPAT ataupun dari notaris, karena
baik PPAT maupun notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri.
Jika kita melihat dari sejarah diadakannya notaris dan PPAT itu sendiri maka
akan nampak bahwa memang notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang
pertanahan. PPAT telah dikenal sejak sebelum kedatangan bangsa penjajah di negeri
Indonesia ini, dengan berdasar pada hukum adat murni yang masih belum
diintervensi oleh hukum-hukum asing. Pada masa itu dikenal adanya (sejenis) pejabat
yang bertugas untuk mengalihkan hak atas tanah di mana inilah yang merupakan
cikal bakal dari keberadaan PPAT di Indonesia. Dengan demikian, dapat dilihat
bahwa lembaga PPAT yang kemudian lahir hanya merupakan kristalisasi dari pejabat
yang mengalihkan hak atas tanah dalam hukum adat. Adapun mengenai keberadaan
notaris di Indonesia yang dimulai pada saat zaman penjajahan Belanda ternyata sejak
awal memang hanya memiliki kewenangan yang terbatas dan sama sekali tidak
Universitas Sumatera Utara
98
disebutkan mengenai kewenangan notaris untuk membuat akta di bidang
pertanahan.68
Namun, hal ini akan menjadi riskan jika kita melihat hierarki peraturan yang
mengatur mengenai keberadaan dan wewenang kedua pejabat negara ini. Keberadaan
notaris ditegaskan dalam suatu UU yang di dalamnya menyebutkan bahwa seorang
notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta di bidang pertanahan. Sedangkan
keberadaan PPAT diatur dalam suatu PP (No.37 Tahun 1998) yang secara hierarki
tingkatannya lebih rendah jika dibandingkan dengan UU (No.30 Tahun 2004) yang
mengatur keberadaan dan wewenang notaris.
Sampai sekarang pun hal ini masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan
baik pakar hukum maupun notaris dan/atau PPAT itu sendiri. Jalan tengah yang dapat
diambil adalah bahwa notaris juga dapat memiliki wewenang di bidang pertanahan
sepanjang bukan wewenang yang telah ada pada PPAT.
8. Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan Kemudian
Yang dimaksud dengan kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian
diatur di dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun
2014 yaitu wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang
kemudian (ius constituendum). Wewenang notaris yang akan ditentukan kemudian,
merupakan wewenang yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-
68 Pitlo dalam buku M. Isa Arief, Pembuktian dan Daluarsa Menurut KUH PerdataBelanda,PT. Intermasa, Jakarta, 1986, hal 51.
Universitas Sumatera Utara
99
undangan ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 UU Undang-Undang No. 9 Tahun
2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN), bahwa : Yang dimaksud dengan peraturan perundang-
undangan dalam undang-undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat
secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat Bersama Pemerintah
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga
mengikat secara umum.69
Berdasarkan uraian di atas, bahwa kewenangan notaris yang akan ditentukan
kemudian tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
lembaga negara (Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat) atau Pejabat
Negara yang berwenang dan mengikat secara umum. Dengan batasan seperti ini,
maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud harus dalam bentuk undang-
undang dan bukan di bawah undang-undang.
9. Kewajiban Notaris
Pada dasarnya notaris adalah pejabat yang harus memberikan pelayanan
sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan bukti otentik. Namun dalam
keadaan tertentu, notaris dapat menolak untuk memberikan pelayanan dengan alasan-
alasan tertentu (Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2
Tahun 2014). Dalam penjelasan pasal ini, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan
“alasan untuk menolaknya” adalah alasan yang mengakibatkan notaris tidak berpihak,
69 Ira Koesoemawati, Notaris Sebagai Pejabat Publik, Mitra Ilmu, Surabaya, 2012, hal. 20
Universitas Sumatera Utara
100
seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan notaris sendiri atau dengan
suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk
melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang.
Di dalam prakteknya sendiri, ditemukan alasan-alasan lain sehingga notaris
menolak untuk memberikan jasanya, antara lain :
1. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi
berhalangan secara fisik.
2. Apabila notaris tidak ada di tempat karena sedang dalam masa cuti.
3. Apabila notaris karena kesibukan pekerjannya tidak dapat melayani orang
lain.
4. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat suatu akta tidak
diserahkan kepada notaris.
5. Apabila penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal
oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.
6. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar biaya bea materai yang
diwajibkan.
7. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau
melakukan perbuatan melanggar hukum.
8. Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa
yang tidak dikuasai oleh notaris yang bersangkutan, atau apabila orang-orang
Universitas Sumatera Utara
101
yang menghadap berbicara dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris
tidak mengerti apa yang sebenarnya dikehendaki oleh mereka.70
Dengan demikian, jika memang notaris ingin menolak untuk memberikan jasanya
kepada pihak yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus merupakan
penolakan dalam arti hukum, dalam artian ada alasan atau argumentasi hukum yang
jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan dapat memahaminya
Khusus untuk notaris yang melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf I dan
k UUJN, di samping dapat dijatuhi sanksi yang terdapat di dalam Pasal 85 UUJN No.
30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, juga dapat dikenakan sanksi berupa akta
yang dibuat di hadapan notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta
di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum (Pasal 84 UUJN No. 30
Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014). Maka apabila kemudian merugikan para
pihak yang bersangkutan, maka pihak tersebut dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada notaris. Sedangkan untuk Pasal 16 ayat (1) huruf l dan m UUJN No. 30
Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, meskipun termasuk dalam kewajiban
notaris, tapi jika notaris tidak melakukannya maka tidak akan dikenakan sanksi
apapun.
Menurut ketentuan Pasal 16 ayat (7) UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No.
2 Tahun 2014, pembacaan akta tidak wajib dilakukan jika dikehendaki oleh
penghadap agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,
mengetahui dan/atau memahami isi akta tersebut, dengan ketentuan hal tersebut
70 R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, 2002, hal. 97
Universitas Sumatera Utara
102
dicantumkan pada akhir akta. Sebaliknya, jika penghadap tidak berkehendak seperti
itu, maka notaris wajib untuk membacakannya, yang kemudian ditandatangani oleh
setiap penghadap, saksi dan notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 44 ayat (1)
UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan apabila pasal 44 UUJN
No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 ini dilanggar oleh notaris, maka akan
dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam pasal 84 UUJN No. 30 Tahun
2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.
Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No.
2 Tahun 2014 jika tidak dilaksanakan oleh notaris dalam arti notaris tidak mau
menerima magang, maka kepada notaris yang bersangkutan tidak dikenai sanksi
apapun. Namun demikian meskipun tanpa sanksi, perlu diingat oleh semua notaris
bahwa sebelum menjalankan tugas jabatannya sebagai notaris, yang bersangkutan
pasti pernah melakukan magang sehingga alangkah baiknya jika notaris yang
bersangkutan mau menerima magang sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap
kelangsungan dunia notaris di Indonesia.71
Selain kewajiban untuk melakukan hal-hal yang telah diatur dalam UU,
notaris masih memiliki suatu kewajiban lain. Hal ini berhubungan dengan
sumpah/janji notaris yang berisi bahwa notaris akan merahasiakan isi akta dan
keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan notaris. Secara umum, notaris
wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta
notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa notaris tidak wajib
71 Ibid, hal. 98
Universitas Sumatera Utara
103
merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan
akta tersebut. Dengan demikian, hanya undang-undang saja yang dapat
memerintahkan notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan
yang diketahui oleh notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud.
Hal ini dikenal dengan “kewajiban ingkar” notaris. Instrumen untuk ingkar
bagi notaris ditegaskan sebagai salah satu kewajiban notaris yang disebut dalam Pasal
16 ayat (1) huruf e UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, sehingga
kewajiban ingkar untuk notaris melekat pada tugas jabatan notaris. Kewajiban ingkar
ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notaris, kecuali ada undang-undang
yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar tersebut. Kewajiban
untuk ingkar ini dapat dilakukan dengan batasan sepanjang notaris diperiksa oleh
instansi mana saja yang berupaya untuk meminta pernyataan atau keterangan dari
notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau pernah dibuat oleh atau di hadapan
notaris yang bersangkutan.
Dalam prakteknya, jika ternyata notaris sebagai saksi atau tersangka, tergugat,
ataupun dalam pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Notaris membuka rahasia dan
memberikan keterangan/ pernyataan yang seharusnya wajib dirahasiakan, sedangkan
undang-undang tidak memerintahkannya, maka atas pengaduan pihak yang merasa
dirugikan dapat menuntut notaris yang bersangkutan. Dalam hal ini, dapat dikenakan
Pasal 322 ayat (1) dan (2) KUH Perdata, yaitu membongkar rahasia, yang padahal
sebenarnya notaris wajib menyimpannya. Bahkan sehubungan dengan perkara
perdata, yaitu apabila notaris berada dalam kedudukannya sebagai saksi, maka notaris
Universitas Sumatera Utara
104
dapat meminta untuk dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian,
karena jabatannya menurut undang-undang diwajibkan untuk merahasiakannya.72
10. Larangan Notaris
Larangan notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang untuk dilakukan
oleh notaris. Jika larangan ini dilanggar oleh notaris, maka kepada notaris yang
melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 UUJN
No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Dalam hal ini, ada suatu tindakan
yang perlu ditegaskan mengenai substansi Pasal 17 huruf b, yaitu meninggalkan
wilayah jabatannya lebih dari tujuh hari berturut-turut tanpa alasan yang sah. Bahwa
notaris mempunyai wilayah jabatan satu provinsi (Pasal 18 ayat (2) UUJN No. 30
Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014) dan mempunyai tempat kedudukan pada
satu kota atau kabupaten pada propinsi tersebut (Pasal 18 ayat (1) UUJN No. 30
Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014). Yang sebenarnya dilarang adalah
meninggalkan wilayah jabatannya (provinsi) lebih dari tujuh hari kerja. Dengan
demikian, maka dapat ditafsirkan bahwa notaris tidak dilarang untuk meninggalkan
wilayah kedudukan notaris (kota/kabupaten) lebih dari tujuh hari kerja.
B. Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalamm Pembuatan AktaOtentik
Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Suatu akta otentik adalah
suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh / atau
72 Wawan Tunggul Alam, Memahami Profesi Notaris di Indonesia, Mandar Maju, Bandung,2012, hal. 61
Universitas Sumatera Utara
105
dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat”. Pasal 1
angka 7 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa,
“Akta notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta otentik yang dibuat oleh atau
dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-
undang ini”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akta notaris adalah akta otentik
karena dibuat sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang dalam
hal ini adalah UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Karena akta
notaris disebut dengan akta otentik, maka akta notaris merupakan suatu alat
pembuktian yang sempurna apabila terjadi perselisihan dari para pihak dikemudian
hari.73
Akta otentik dikatakan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,
baik lahiriah, formil maupun materiil karena:
1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah
Akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri
sebagai akta otentik, mengingat sejak awal yaitu sejak adanya niat dari pihak
(Pihak-pihak) yang berkepentingan untuk membuat atau melahirkan alat bukti,
maka sejak saat mempersiapkan kehadirannya itu telah melalui proses sesuai dan
memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata dan UUJN No. 30 Tahun 2004 jo
UUJN No. 2 Tahun 2014.
73 Ricky Susanto, Tanggung Jawab Notaris Dalam Gugatan Perdata Berkaitan Dengan AktaYang Dibuatnya, Refina Aditama, Bandung, 2012, hal. 77
Universitas Sumatera Utara
106
2. Kemampuan atau kekuatan pembuktian lahiriah ini tidak ada pada akta dibawah
tangan.
3. Kekuatan Pembuktian Formil
Dari akta otentik itu dibuktikan bahwa apa yang dinyatakan dan dicantumkan
dalam akta itu adalah benar merupakan uraian kehendak pihak-pihak yang
dinyatakan dalam akta itu oleh atau dihadapan Pejabat yang berwenang dalam
menjalankan jabatannya. Dalam arti formil akta otentik menjamin kebenaran
tunggal, tandatangan, komparan, dan tempat akta dibuat. Dalam arti formil pula
akta Notaris membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan yaitu yang dilihat,
didengar dan dialami sendiri oleh Notaris sebagai Pejabat Umum dalam
menjalankan jabatannya.
4. Akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian formil, terkecuali
bila si penandatangan dari akta itu mengakui kebenaran tanda tangannya.
5. Kekuatan Pembuktian Materiil
Bahwa secara hukum isi dari akta itu telah membuktikan keberadaannya sebagai
yang benar terhadap setiap orang, yang membuat atau menyuruh membuat akta
itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya (termasuk ahli warisnya atau orang lain
yang mendapat hak darinya).
Oleh karena itulah, maka akta otentik itu berlaku sebagai alat bukti sempurna dan
mengikat pihak (Pihak-pihak) yang membuat akta itu.
Pertanggungjawaban Notaris di dalam pembuatan akta otentik tidak diatur
dengan jelas, bagaimana batasan pertanggungjawaban notaris sebagai pejabat umum
Universitas Sumatera Utara
107
apabila ia melakukan kesalahan dalam membuat akta otentik yang dibuatnya.namun
demikian di dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 disebutkan
bahwa apabila notaris karena kesalahannya mengakibatkan akta otentik tersebut
menjadi berkekuatan hukum akta dibawah tangan, maka terhadap pihak yang
dirugikan atas terdegradasinya akta tersebut menjadi akta di bawah tangan dapat
mengajukan gugatan ganti rugi kepada notaris yang bersangkutan berdasarkan Pasal
1365 KUH Perdata. Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Barang siapa
yang karena kesalahannya mengakibatkan terjadinya kerugian kepada pihak lain,
maka orang yang melakukan kesalahan tersebut wajib mengganti rugi atas
perbuatannya tersebut. 74
Di dalam suatu bentuk akta otentik notaris maka telah ditentukan format yang
jelas dari suatu akta notaris diantaranya adalah sebagai berikut :
Komposisi pertama adalah Kepala Akta, Komparisi, Premisse Akta, Badan/Isi
Akta, dan Akhir Akta. Untuk memperjelas hal ini, penulis membuat suatu contoh akta
yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Awal (Permulaan/Kepala) Akta
Pencantuman judul akta, nomor, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun serta nama
lengkap dan tempat kedudukan Notaris ditentukan dalam Pasal 38 ayat (2) UUJN No.
30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.
2. Komparisi
74 Hendra Sinaga, Notaris dan Akta Autentik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 81
Universitas Sumatera Utara
108
Suatu pencantuman identitas klien/orang atau para penghadap/pihak yang ada
didalam akta, yang mana nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan atau
jabatan dan tempat tinggal setiap penghadap serta Nomor KTP/identitas harus jelas.
3. Premisse (Recitals) Akta
Praemisse/Praemitto (Bahasa Latin) sebagai Pendahuluan/ditafsirkan sebagai
keterangan atau pernyataan awal dari sebuah isi akta atau juga merupakan alasan atau
latar belakang dibuat.
4. Isi/Badan Akta
Merupakan formulasi keinginan para pihak yang membuat akta yang diuraikan dalam
kata dan kalimat atau bahasa hukum yang dapat dimengerti oleh para pihak sendiri
atau pihak lain yang suatu ketika membaca akta tersebut.
5. Akhir/Penutup Akta
Uraian tentang keharusan para Notaris membacakan akta yang dibuat dihadapannya
kepada (para) penghadap, para saksi dan sebagainya demikian pula uraian tentang
penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada.
Pencantuman nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan/jabatan, kedudukan,
dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta.75
Penjelasan terhadap suat akta :
a. Awal Akta : Pencantuman Judul Akta harus sesuai dengan isi dan maksud akta
tersebut, pencantuman Nomor Akta sangatlah penting, antara lain mengenai
75 Lukita Manik, Hubungan Notaris dan Para Pihak Dalam Pembuatan Akta Autentik,Salemba IV, Jakarta, 2009, hal. 66
Universitas Sumatera Utara
109
memasukkan kedalam repertorium, buku akta, dan lain-lain, karena dibuat pada
tiap-tiap bulan dan disatukan dalam suatu buku dan harus berurutan.
Pencantuman jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dibuat untuk menyatakan
bahwa akta itu telah dibuat dalam salinan dan minuta aktanya. Pencantuman
nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris dibuat untuk menyatakan akta itu
dibuat oleh-atau dihadapan Notaris yang bersangkutan serta tempat kedudukan
Notaris itu karena Notaris tidak berwenang menjalankan jabatannya diluar tempat
kedudukannya (Pasal 19 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014).
b. Komparisi : apabila penghadap tidak ada KTP bisa menggunakan KTP/identitas
sementara dan (bila ada) yang diwakilinya merupakan keharusan dan
dicantumkan dalam Akta Notaris. Dan apabila penghadap bukan penduduk atau
tidak tinggal/berada diwilayah/daerah Notaris bekerja, maka didalam akta Notaris
harus dicantumkan, “bahwa penghadap untuk melakukan suatu tindakan hukum
untuk sementara berada diwilayah/tinggal/daerah” Notaris bekerja.
Pencantuman bahwa (para) penghadap “telah dikenal oleh” atau “diperkenalkan
kepada” Notaris dapat ditempatkan baik setelah identitas penghadap atau sebelum
akhir akta. Apabila para pihak lebih dari dua, sebaiknya/lebih praktis hal ini
dicantumkan sebelum akhir akta, agar penyebutan kalimat itu cukup satu kali saja
(tidak berkali-kali). Adapula bentuk-bentuk Komparisi yaitu : Untuk diri sendiri,
Selaku Kuasa, Dalam Jabatan/Kedudukan (Badan Usaha / Sosial / Pemerintahan /
Badan Keagamaan / Badan Lain), Menjalankan Kekuasaan Sebagai Orang Tua,
Sebagai Wali, Sebagai Pengampu, Pendewasaan, dan Perwakilan Sukarela.
Universitas Sumatera Utara
110
c. Premisse Akta : Kedudukan Premis pada akta bersifat fakultatif, artinya tidak
selalu ada dalam setiap akta harus ada premis, pada umumnya pada akta yang
rumit Premis ini selalu ada. Bahwa yang harus diperhatikan pada bagian
Premis/Recitals ini haruslah dalam bentuk Statement of Facts atau dalam bentuk
penyajian fakta-fakta, bukan dalam bentuk opini atau hasil analisis peristiwa, atau
juga bukan berisi sesuatu hal yang akan terjadi atau sesuatu hal yang diperkirakan
akan terjadi, tapi harus sesuatu fakta yang telah ada saat sekarang dan terukur
yang dimiliki oleh Para Pihak.
d. Isi Akta : Dan mereka yang diminta bantuannya untuk membuatkan akta wajib
memberikan bingkai hukumnya, artinya memberikan penjelasan terlebih meurut
tentang perbuatan hukum yang akan dituangkan ke dalam akta. Ada 4 (empat )
hal yang tercantum dalam bagian isi akta : 1. Klausula definisi (definition), 2.
Klausula Transaksi (Operative Language), 3. Klausula Spesifik, dan 4. Klausula
Ketentuan Umum.
e. Akhir/Penutup Akta : Apabila ada penghadap yang tidak bisa melakukan tanda
tangan, maka harus melakukan dengan cap jempol dan dijelaskan dalam akta
bahwa penghadap tidak bisa melakukan tanda tangan. Uraian tentang “renvooi”
akta atau tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian
tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau
penggantian.76
76 Haryanto Nasution, Tanggung Jawab Perdata Notaris Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2011, hal. 19
Universitas Sumatera Utara
111
Dengan kata lain perjanjian-perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris
mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan dapat digunakan sebagai alat bukti
otentik yang sempurna bagi para pihak yang membuat perjanjian melalui akta notaris
tersebut.
Didalam akta notaris terhadap isi/badan akta tidak boleh dirubah atau
ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan atau penghapusan
atau menggantinya dengan yang lain. Perubahan atas akta berupa penambahan,
pencoretan atau penggantian dalam akta hanya sah apabila perubahan tersebut diparaf
atau diberi pengesahan lain oleh penghadap, saksi dan Notaris atau juga disebut
dengan kata “Renvoi”.77 Setiap perubahan atau Renvoi atas akta harus dibuat disisi
kiri akta. Apabila suatu perubahan tidak dapat di sisi kiri akta, perubahan tersebut
dibuat apada akhir akta, sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah
atau dengan menyisipkan lembar tambahan. Perubahan yang dilakukan tanpa
menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal (Pasal 49
UUJN). Apabila terjadi perubahan lain maka pada penutup setiap akta dinyatakan
jumlah perubahan, pencoretan, penambahan dan penggantian.
Diakhir akta terdapat kata-kata, “Dibuat dan diresmikan sebagai minit.....”,
bahwa minit/minut/minuta akta adalah asli. Akta Notaris yang didalam akta tersebut
mempunyai tanda tangan dari para penghadap, para saksi dan Notaris. Sedangkan
Salinan Akta adalah salinan akta tercantum frasa, “Minuta akta ini telah
ditandatangani dengan sempurna. Diberikan sebagai salinan yang sama bunyinya.”,
77 Ibid, hal. 20
Universitas Sumatera Utara
112
yang didalam akta tersebut hanya mempunyai tandatangan Notaris. Didalam
pembuatan akta Notaris harus independen dan bukan pihak di dalam akta. Sifat
khusus yang merupakan ciri seorang Notaris yaitu tidak memihak dan mempunyai
kedudukan yang mandiri memberikan dasar yang kuat akan pertanggungjawaban
yang bersifat publik terhadap kesalahan yang dilakukan Notaris didalam menjalankan
jabatannya.
Hubungan Notaris-klien tidak mungkin pula digolongkan pada perjanjian
untuk melakukan pekerjaan (Pasal 601 KUH Perdata) karena Notaris bukan bawahan
dari kliennya, selain itu Notaris tidak menerima upah tetapi honorarium dari kliennya.
Demikian pula hubungan Notaris-klien tidak dapat digolongkan pada pengurusan
sukarela (Pasal 1354 KUH Perdata), karena bantuan yang diberikan Notaris sudah
pasti dilakukan atas “perintah” kliennya, jadi sepengetahuan kliennya. Lain halnya
apabila Notaris melakukan tugas diluar perundang-undangan seperti menguruskan
pengesahan Perseroan Terbatas (PT.) dimana bantuan yang diberikan Notaris kepada
klien didasarkan pada perjanjian.
Hubungan hukum Notaris dan para penghadap merupakan hubungan hukum
yang khas, dengan karakter :
1. Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk
pemberiaan kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan-
pekerjaan tertentu;
Universitas Sumatera Utara
113
2. Mereka yang datang ke hadapan Notaris, dengan anggapan bahwa Notaris
mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para
pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;
3. Hasil akhir dari tindakan Notaris berdasarkan kewenangan Notaris yang berasal
dari permintaan atau keinginan para pihak sendiri; dan
4. Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan. Atas dasar Pasal 16 ayat (1)
huruf d UUJN, Notaris tanpa alasan yang sah tidak dapat menolak untuk
memberikan bantuannya, sehingga kehendak bebas Notaris sebagaimana
layaknya untuk tercapainya kata sepakat pada suatu perjanjian tidak dipenuhi.78
Akta yang dibuat dihadapan Notaris digolongkan dalam dua macam akta yaitu
akta partai dan akta pejabat. Dalam akta partai, Notaris dibebaskan dari
tanggungjawab jika ternyata dikemudian hari yang diterangkan para penghadap
tersebut tidak benar. Notaris menjamin bahwa penghadap benar menyatakan
sebagaimana yang tertulis dalam akta namun Notaris tidak menjamin apa yang
dinyatakan oleh penghadap tersebut adalah benar atau suatu kebenaran. Sedangkan
akta pejabat yang berisi tentang Berita Acara mengenai suatu kejadian yang dilihat
dan didengar oleh Notaris itu sendiri. Disini Notaris bertanggungjawab penuh atas
kebenaran dari isi akta yang dibuatnya tersebut. Misalnya Berita Acara Rapat Umum
Pemegang Saham suatu Perseroan.
78 Suharsimi Arikunto, Sanksi Pidana Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, CV AgungSemarang, 2005, hal. 72
Universitas Sumatera Utara
114
C. Tanggung Jawab Notaris Bila Terjadi Perselisihan / Sengketa AkibatTerjadinya Wanprestasi Dari Salah Satu Pihak Dalam Praktek PelaksanaanPerjanjian Pendanaan Dalam Perjanjian Bangun Bagi Pada PembangunanKomplek Perumahan Di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan
Notaris sebagai pejabat publik yang memiliki kewenangan dalam pembuatan
akta otentik berdasarkan UUJN No. 30 tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014,
bertanggung jawab atas pembuatan akta otentik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kenotariatan. Apabila terdapat
cacat hukum di dalam pembuatan akta yang dilakukan oleh notaris maka notaris
dapat digugat oleh para pihak dengan gugatan ganti rugi sepanjang dapat dibuktikan
bahwa pembuatan akta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
hingga menjadi terdagradasi sebagai akta di bawah tangan. Namun demikian notaris
tidak dapat diminta pertanggungjawaban terhadap kerugian yang timbul sebagai
akibat dari pembuatan akta maupun persiapan dan pelaksanaannya sepanjang bantuan
yang diberikan Notaris telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUJN, peraturan
Perundang-undangan lainnya dalam batas kecermatan yang wajar. 79
Apabila seorang Notaris telah secara wajar dan layak melaksanakan
pekerjaannya, maka penuntutan balik ganti rugi dapat dilakukan oleh Notaris. Pasal
1365 KUH Perdata atau Pasal 1401 BW (lama) pada mulanya memberikan kewajiban
penggantian kerugian, ongkos dan bunga terhadap kerugian yang timbul sebagai
akibat dari tindakan-tindakan yang bertentangan dengan Undang-undang saja. Ini
79 Heru Supramono, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya SecaraPerdata dan Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 9
Universitas Sumatera Utara
115
berarti perbuatan melawan hukum diinterpretasikan sebagai perbuatan melawan
Undang-undang. Pada dasarnya bahwa hubungan hukum antara Notaris dan para
pihak/penghadap yang telah membuat akta dihadapan atau dibuat oleh Notaris tidak
dapat dikonstruksikan ditentukan pada awal.
Hubungan notaris dengan para penghadap dalam hal terjadi pendegradasian
akta otentik menjadi akta di bawah tangan harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal
1869 BW, bahwa akta otentik terdegradasi menjadi mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan dengan alasan :
1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan
2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan
3. Cacat dalam bentuknya, atau karena akta Notaris dibatalkan berdasarkan
putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum, maka hal ini
dapat dijadikan dasar untuk menggugat Notaris sebagai suatu perbuatan
melawan hukum atau dengan kata lain hubungan Notaris dan para
pihak/penghadap dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. 80
Notaris tidak mempunyai kewajiban menurut Undang-undang untuk
memberikan keterangan kepada calon kliennya mengenai adanya hak yang
didahulukan. Notaris yang telah tidak memberikan keterangan yang dimaksud tidak
dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya menurut hukum
ataupun pelanggaran atas hak orang lain. Oleh karena itu, tindakan Notaris tersebut
80 Hilman Muhammad, Kepastian Hukum Pertanggung Jawaban Notaris DalamMelaksanakan Tugas Dan Kewajibannya Sebagai Pejabat Publik Dan Pembuat Akta Autentik, SuluhIlmu, Jakarta, 2014, hal. 72
Universitas Sumatera Utara
116
tidak dapat digolongkan pada perbuatan melawan hukum. Bahwa yang dapat
dimaksudkan dengan perbuatan melawan hukum adalah suatu tindakan kecerobohan,
yang melanggar hak seseorang atau bertentangan dengan kewajiban hukum dari
pelaku atau bertentangan dengan kesusilaan baik yang bersifat kehati-hatian yang
dianggap wajar didalam masyarakat yang berhubungan dengan orang atau benda.81
Dengan adanya interpretasi sebagaimana tersebut mengakibatkan bahwa
seorang Notaris bertanggungjawab atas kesalahan yang telah dilakukan atas pekerjaan
yang tidak saja tercantum didalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga atas
tindakan kekurang hati-hatian sebagaimana dianggap wajar didalam masyarakat.
Kecuali dalam hal-hal dimana secara tegas oleh Undang-undang ditentukan, maka
Notaris pada umumnya harus memberikan penggantian ongkos, kerugian dan bunga
kepada yang berkepentingan, manakala akta-akta yang dibuat olehnya, cacat di dalam
bentuk, dibatalkan menurut hukum atau diputuskan hanya berlaku sebagai akta
dibawah tangan, dengan tidak mengurangi penggantian berupa uang sepanjang telah
dilakukan karena kebohongan atau tipu muslihat.82
Notaris tidak mungkin untuk melindungi dirinya terhadap segala cacat yang
timbul. Tanggungjawab Notaris harus dibatasi hingga hal-hal dimana cacat tersebut
adalah akibat dari kesalahan dari Notaris. Hal ini senada sebagaimana dimuat dalam
Pasal 84 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014, yang menyebutkan :
81 Habib Adjie, “Hukum Notaris Indonesia - Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 tahun 2004tentang Jabatan Notaris”, PT. Refika Aditama. Bandung, 2008. Hal 19
82 Yuniman Riza, Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum, UNS Press, Surakarta, 2008, hal.19
Universitas Sumatera Utara
117
“Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal
44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 atau Pasal 52, yang mengakibatkan suatu
akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau dapat
dibatalkan menurut hukum atau akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan
bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi,
dan bungan kepada Notaris”.
Untuk pelanggaran yang dilakukan Notaris sehingga berakibat suatu akta
harus mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau dapat
dibatalkan menurut hukum atau suatu akta menjadi batal demi hukum perlu mendapat
perhatian. Beberapa sanksi langsung disebutkan di dalam Pasal 84 UUJN No. 30
Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tersebut, diantaranya Pasal 16 ayat (8) yang
berbunyi : “Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan
ayat (7) tidak terpenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan”.
Akta yang berfungsi hanya sebagai alat bukti maka akibat pelanggarannya
adalah mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau dapat
dibatalkan menurut hukum sepanjang akta tersebut ditandatangani oleh (para)
penghadap. Bagi akta yang berfungsi sebagai syarat mutlak untuk adanya
tindakan/perbuatan melawan hukum atau digolongkan pada tindakan
hukum/perjanjian formil, maka akibat pelanggarannya adalah menjadi batal demi
hukum.
Universitas Sumatera Utara
118
Ketika akta Notaris yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah selesai
kemudian diberikan para pihak/penghadap, maka telah selesai tugas Notaris,
selanjutnya Notaris menyimpan minuta akta Notaris tersebut di dalam protokol
notaris yang jang waktu penyimpanannya tidak memiliki batas waktu.
Untuk dapat mengajukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum
harus dipenuhi empat syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu:
1. Klien harus mengalami suatu kerugian ;
2. Adanya kesalahan atau kelalaian ;
3. Ada hubungan klausal antara kerugian dan kesalahan ;
4. Serta perbuatan tersebut melanggar hukum.83
Tuntutan atas dasar wanprestasi (Pasal 1243 KUH Perdata) didasarkan adanya
suatu perjanjian antara klien dengan pemegang profesi secara umum. Hubungan
perikatan antara pemegang profesi dengan klien diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. Dalam Pasal tersebut berisi tentang syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu
perikatan, suatu hak tertentu, suatu sebab yang halal. Tuntutan berdasarkan
wanprestasi biasanya terjadi dalam 3 (tiga) hal, yaitu tidak melakukan sesuatu,
terlambat melakukan sesuatu, dan salah melakukan terhadap apa yang diperjanjikan.
Begitu pula sebaliknya klien dapat dituntut berdasarkan wanprestasi apabila ia tidak
83 Muhammad Fajri, Prespektif Notaris dalam Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Citra Medya,Jakarta, 2010, hal 47
Universitas Sumatera Utara
119
membayar honor atau biaya yang seharusnya dibayarkan atau dikeluarkan kepada
Notaris yang telah memberikan jasa.
Apabila terjadi perselisihan antara para pihak yaitu para developer dalam
perjanjian pendanaan maupun antara developer dengan pemilik tanah dalam
perjanjian bangun bagi, maka notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya
sepanjang pembuatan akta tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang
belaku. Notaris memiliki pengetahuan hukum yang wajib mumpuni yang mendukung
profesinya termasuk dengan terus melakukan pembelajaran untuk meningkatkan
pengetahuan hukumnya sesuai dengan profesi yang digelutinya. Dengan tingkat
pengetahuan hukum yang baik maka notaris dalam mendukung profesinya dapat
memberikan advis hukum kepada para pihak yang telah membuat akta otentik
kepadanya namun mengalami perselisihan karena adanya wanprestasi dari salah satu
pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan dan perjanjian bangun bagi antara
sesama developer dan antara developer dengan pemilik tanah dalam pelaksanaan
pembangunan perumahan di Jalan Setia Budi yang mengalami perselisihan / sengketa
karena adanya wanprestasi dari salah satu pihak yaitu dari salah seorang developer
dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan maupun dari dua orang pemilik tanah dalam
pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam
pelaksanaan perjanjian pendanaan dan perjanjian bangun bagi tersebut.
Apabila diantara para pihak baik sesama developer maupun antara developer
dengan pemilik tanah dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan maupun perjanjian
Universitas Sumatera Utara
120
bangun bagi tersebut terjadi wanprestasi diantara para pihak yang mengakibatkan
pelaksanaan perjanjian tersebut tidak dapat dilakukan dengan sebagaimana mestinya
maka notaris dalam hal ini bertanggung jawab secara etika dan moral untuk
memberikan advis hukum kepada para pihak yang bersengketa tersebut, sehingga
diharapkan diantara para pihak dapat dilakukan penyelesaian dengan musyawarah
mufakat untuk mencapai perdamaian agar pelaksanaan perjanjian pendanaan maupun
bangun bagi tersebut dapat berjalan dengan lancar kembali. 84
Dengan demikian dapat dikatakan tanggung jawab notaris tidak hanya terbatas
bertanggung jawab akta otentik yang dibuatnya secara hukum baik perdata maupun
pidana, namun tanggung jawab notaris tersebut dalam pembuatan akta perjanjian
pendanaan maupun perjanjian bangun bagi pembangunan perumahan di Jalan Setia
Budi tersebut termasuk juga tanggung jawab etika dan moral dimana notaris
bertanggung jawab pula atas terciptanya perdamaian diantara para pihak yang
bersengketa / berselisih karena adanya perbuatan wanprestasi dari salah satu pihak
yang mengakibatkan tidak terlaksananya dengan baik pembangunan perumahan di
Jalan Setia Budi tersebut.
Tanggung jawab notaris dalam mendamaikan para pihak dan tetap
menyimpan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tanah tempat pelaksanaan
pembangunan perumahan di Jalan Setia Budi tersebut merupakan tanggung jawab
etika dan moral juga merupakan tanggung jawab hukum, sampai tercapainya suatu
84 Putri AR, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Pustaka Ilmu,Jakarta, 2011, hal.85
Universitas Sumatera Utara
121
kesepakatan perdamaian diantara para pihak. Namun apabila tidak tercapai suatu
kesepakatan perdamaian antara para pihak maka notaris tidak dapat diminta
pertanggungjawabannya atas terjadinya gugatan wanprestasi ke pengadilan dari salah
satu pihak yang merasa dirugikan kepada pihak lain yang telah melakukan perbuatan
wanprestasi sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian bagi pihak lain tersebut.
Notaris secara etika dan moral hanya terbatas memberikan suatu advis hukum
yang berupaya untuk melakukan perdamaian diantara para pihak yang berselisih /
bersengketa tersebut, dengan maksud agar terjadi perdamaian dengan jalan
musyawarah mufakat. Di dalam pelaksanaan perjanjian pendanaan dan perjanjian
bangun bagi dalam pembangunan perumahan di Jalan Setia Budi tersebut perselisihan
/ sengketa diantara sesama developer dan juga antara developer dan para pemilik
tanah tidak sampai dilakukan gugatan wanprestasi ke pengadilan. Hal ini disebabkan
karena penanganan notaris yang dinilai responsif dalam mendamaikan para pihak
dengan advis hukum yang diberikannya, sehingga dalam pelaksanaan perjanjian
pendanaan dimana salah seorang developer melakukan wanpretasi dan berkeinginan
untuk mengundurkan diri dengan menarik seluruh modal yang telah ditanamkannya,
pada akhirnya dapat diselesaikan dengan masuknya developer baru di dalam
perjanjian pendanaan tersebut yang bersedia mengganti seluruh modal yang telah
ditanam oleh developer yang berkeinginan mengundurkan diri tersebut.
Notaris kemudian membuat akta perjanjian pendanaan yang baru dengan
memasukkan nama developer baru dan mengeluarkan nama developer yang telah
menarik seluruh modal yang ditanamnya dalam perjanjian pendanaan tersebut. Dalam
Universitas Sumatera Utara
122
perjanjian bangun bagi dimana ada dua orang pemilik tanah yang wanprestasi untuk
tidak menyerahkan hak kepemilikan atas tanahnya kepada developer, pada akhirnya
juga dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat dengan adanya advis hukum
dari notaris yang mendamaikan developer dengan para pemilik tanah sehingga dua
orang pemilik tanah yang tadinya menolak melepaskan hak atas tanahnya tersebut
akhirnya bersedia menyerahkan hak miliknya atas tanah kepada developer setelah
tercapai kesepakata melalui musyawarah mufakat dengan penambahan dana atas
pelepasan hak atas tanah tersebut.
Di dalam kasus perjanjian bangun bagi yang lainnya yang aktanya dibuat oleh
notaris A.P, pembuatan akta perjanjian bangun bagi pada awalnya para pihak telah
menyatakan bahwa seluruh hak dan kewajiban sudah diterima dengan baik oleh
masing-masing pihak. Namun pada kenyataannya setelah pelaksanaan perjanjian
bangun bagi tersebut terlaksana, ternyata ada hak-hak dari pemilik tanah yang belum
diterima seluruhnya dari developer, sehingga para pemilik tanah mendatangi notaris
untuk menuntut pertanggungjawaban notaris atas wanprestasinya developer dalam
membayar hak-hak yang harus diterima dari oleh pemilik tanah tersebut.85
Di dalam kasus tersebut notaris dituduh melakukan perbuatan penggelapan
atas sertipikat hak milik atas tanah mereka bersama-sama dengan developer. Namun
demikian notaris tidak melakukan penggelapan atas sertipikat hak milik atas tanah
dari para pemilik tanah tersebut karena sertipikat tersebut masih berada dalam
penyimpanan notaris. Disamping itu tuntutan dari para pemilik tanah kepada notaris
85 Ryanto Pareno, Wanprestasi, Eresco, Bandung, 2006, hal. 52
Universitas Sumatera Utara
123
yang menuduh notaris melakukan penggelapan atas tanah mereka adalah tidak tepat,
karena notaris tidak tahu menahu tentang perjanjian sebelumnya yang dilakukan oleh
developer dengan para pemilik tanah tersebut. Notaris hanya melaksanakan
pembuatan akta perjanjian bangun bagi dan tidak membuat perjanjian-perjanjian
sebelumnya dari para pemilik tanah dengan developer yang dilakukan dengan cara
pembuatan akta di bawah tangan tanpa sepengetahuan notaris. 86
Penyelesaian dari permasalahan tersebut adalah developer wajib terlebih
dahulu melunasi seluruh kewajibannya kepada pemilik tanah dan setelah itu baru
developer berhak atas sertipikat hak kepemilikan atas tanah tersebut. Notaris pada
waktu itu menyerahkan sertipikat hak atas tanah tersebut kepada Majelis Pengawas
Daerah Ikatan Notaris Indonesia, dan meminta developer mengambil sertipikat hak
kepemilikan atas tanah dari Majelis Pengawas Daerah INI dengan terlebih dahulu
menyelesaikan kewajibannya yaitu melunasi seluruh kewajiban-kewajibannya kepada
pemilik tanah tersebut. Di dalam kasus yang kedua ini, tidak sampai diajukan gugatan
maupun tuntutan secara pidana ke pihak yang berwajib ke pengadilan. Karena
permasalahan ini dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat oleh para pihak
yang bersengketa dengan penyelesaian kewjaiban dari para developer kepada pemilik
tanah, dan pencabutan tuntutan pidana dari para pemilik tanah kepada notaris di
kantor pihak yang berwajib.
86 Yulianto Sarbini, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata, BanyuMedia, Publishing, Malang, 2010, hal. 39
Universitas Sumatera Utara
124
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan perjanjian pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada
pembangunan komplek (perumahan/real estate) di Kelurahan Tanjung Sari,
Jalan Setia Budi Medan adalah diawali dengan pembuatan akta perjanjian
pendanaan oleh empat orang developer pada saat itu masing-masing A
sebanyak 30%, B sebanyak 40%, C sebanyak 20% dan D sebanyak 10% dari
jumlah keseluruhan modal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan
perumahan di atas tanah seluas 10.729 M2, namun pada perjalanan waktu
developer C akhirnya mengundurkan diri karena proses negosiasi dengan
pemilik tanah memakan waktu terlalu lama dan digantikan oleh developer Z
yang mengganti seluruh modal dari developer C sehingga dibuatlah perjanjian
pendanaan yang baru oleh notaris dengan mengeluarkan nama C dan
memasukkan nama Z dalam perjanjian pendanaan tersebut. Selanjutnya
dilakukan perjanjian bangun bagi oleh notaris antara developer dengan para
pemilik tanah yang berjumlah enam orang, menjadi enam perjanjian bangun
bagi. Namun dalam perjalanan waktu dua orang pemilik tanah wanprestasi
dalam menyerahkan hak kepemilikan atas tanah, dengan alasan harga terlalu
murah. Akan tetapi setelah negosiasi yang cukup memakan waktu yang
panjang maka tercapainya kesepakatan kepada dua orang pemilik tanah
124
Universitas Sumatera Utara
125
tersebut dan pada akhirnya menyerahkan hak kepemilikan tanahnya kepada
developer.
2. Akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dari salah satu pihak baik pemilik
tanah maupun pengembang (developer) dalam praktek pelaksanaan perjanjian
pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek
perumahan real estate di Kelurahan Tanjung Sari Jalan Setia Budi Medan
adalah bahwa pihak yang dirugikan menuntut prestasi dari pihak yang
melakukan wanprestasi tersebut, namun sebelum diajukan gugatan
wanprestasi ke pengadilan oleh para developer terhadap dua orang pemilik
tanah tersebut, melalui advis hukum notaris tercapai kesepakatan antara
developer dengan pemilik tanah dengan cara melakukan penambahan dana
dari pelepasan hak milik atas tanah dari dua orang pemilik tanah tersebut
sehingga pada akhirnya developer dapat melaksanakan pembangunan
perumahan di Jalan Setia Budi tersebut.
3. Tanggung jawab notaris bila terjadi perselisihan / sengketa akibat terjadinya
wanprestasi dari salah satu pihak dalam praktek pelaksanaan perjanjian
pendanaan dalam perjanjian bangun bagi pada pembangunan komplek
perumahan di Kelurahan Tanjung Sari, Jalan Setia Budi Medan adalah bahwa
tanggung jawab notaris adalah sebatas tanggung jawab etika dan moral yaitu
memberikan advis hukum kepada para pihak yang bersengketa dalam upaya
mendamaikan para pihak tersebut dengan jalan musyawarah mufakat. Apabila
dengan telah diberikannya advis hukum oleh notaris kepada para pihak
Universitas Sumatera Utara
126
tersebut, tidak juga dapat mendamaikan para pihak maka notaris tidak
bertanggung jawab atas terjadinya gugatan wanprestasi ke pengadilan oleh
pihak developer yang merasa dirugikan atas perbuatan dua orang pemilik
tanah yang telah melakukan wanprestasi dalam perjanjian bangun bagi.
Notaris juga tidak dapat digugat secara perdata dengan ganti rugi atas
wanprestasinya para pemilik tanah tersebut.
B. Saran
1. Hendaknya notaris dalam membuat perjanjian bangun bagi wajib terlebih
dahulu menanyakan tentang perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh developer
dengan para pemilik tanah sebelum dibuatnya perjanjian bangun bagi tersebut
untuk dapat mengetahui sejauh mana hak dan kewajiban para pihak telah
terpenuhi. Apabila masih ada hak dan kewajiban yang belum dilaksanakan,
maka notaris berhak untuk meminta surat pernyataan dari para pihak atas hak
dan kewajiban yang belum dilaksanakan tersebut untuk dilaksanakan setelah
pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut selesai dilaksanakan oleh
developer. Hal ini bertujuan untuk melindungi notaris dari gugatan maupun
tuntutan dari para pihak dikemudian hari atas tidak terlaksananya perjanjain
bangun bagi tersebut.
2. Hendaknya notaris dalam pembuatan perjanjian bangun bagi menyatakan
kepada para pihak bahwa segala akibat hukum dari pembuatan perjanjian
Universitas Sumatera Utara
127
bangun bagi tersebut dalam pelaksanaanya tidak merupakan tanggung jawab
hukum notaris.
3. Hendaknya notaris memiliki tanggung jawab etika dan moral dalam
membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dari pelaksanaan
perjanjain bangun bagi dimana aktanya dibuat oleh notaris tersebut,
melakukan advis hukum yang diberikannya dan berupaya semaksimal
mungkin untuk mencari jalan damai terhadap para pihak berselisih /
bersengketa sehingga tercapai kesepakatan perdamaian melalui jalan
musyawarah mufakat sehingga pelaksanaan perjanjian bangun bagi tersebut
dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh para pihak maupun oleh
notaris.
Universitas Sumatera Utara
128
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Suryadi, Perjanjian Bangun Bagi Suatu Tinjauan Yuridis Praktis,Intermasa, Jakarta, 2002
Adjie, Habib , Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung,2009
Adjie, Habib, “Hukum Notaris Indonesia - Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 tahun2004 tentang Jabatan Notaris”, PT. Refika Aditama. Bandung, 2008
_________, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi HukumPengaturan Notaris, 2013, Refika Aditama, Bandung
Alam, Wawan Tunggul, Memahami Profesi Notaris di Indonesia, Mandar Maju,Bandung, 2012
Andasasmita, Komar, Notaris Selayang Pandang, Alumni Bandung, 1999
AR, Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, PustakaIlmu, Jakarta, 2011
Arief, M. Isa, Pembuktian dan Daluarsa Menurut KUH Perdata Belanda,PT.Intermasa, Jakarta, 1986
Arifin, Anwar, Perjanjian-Perjanjian Khusus dalam Hukum Kepercayaan, RemajaRosdayarka, Bandung, 2012
Arikunto, Suharsimi, Sanksi Pidana Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, CVAgung Semarang, 2005
Arto, A. Mukti, Peraktek Perkara Perdata, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet.Pertama, 2001
Atma, Harry, Somatie Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian, MediaSarana Ilmu, Jakarta, 2009
Bachtiar, Herlina Suyati, Notaris dan Akta Autentik, Mandar Maju, Bandung, 2010
Badrullzaman, Mariam Darus, Hukum Perjanjian Bisnis, Citra Aditya Bakti,Bandung, 2005
Universitas Sumatera Utara
129
Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,Bandung, 2011
Bisri, Ilham, Etika Profesi Notaris Di Indonesia, Raja Grafindo, Persada, Jakarta2011
Fajri, Muhammad, Prespektif Notaris dalam Pemeriksaan Sidang Pengadilan, CitraMedya, Jakarta, 2010
Gunadi, Denny, Tinjauan Yuridis Perjanjian Bangun Bagi Sebagai PerjanjianInnominaat, Rajawali Press, Jakarta, 2006
Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,Liberty, Yogyakarta, 2005
Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2004
Hartadi, Raimon, Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, BumiIntitama Sejahtera, Jakarta, 2010
HS, Salim,. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cetakan I, PT Sinar Grafika,Jakarta, 2001
_________, Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2009
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu MediaMalang, 2005
Kamil, Novi Milfizar, Hukum dan Keadilan, Pustaka Bangsa, Press, Jakarta, 2007
Koesoemawati, Ira, Notaris Sebagai Pejabat Publik, Mitra Ilmu, Surabaya, 2012
Lubis, M.Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bndung, 2003
Mahmud, Hartono, Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian, Salemba IV,Jakarta, 2012
Manik, Lukita, Hubungan Notaris dan Para Pihak Dalam Pembuatan Akta Autentik,Salemba IV, Jakarta, 2009
Mansyur, Gustaf, Teori Hukum Keseimbangan dan Keadilan, Remaja Rosdakarya,Bandung, 2005
Universitas Sumatera Utara
130
Masjehoen, Sri Soedewi, Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta,1975
Meliala, Djaja S, Perjanjian Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang-undangHukum Perdata,Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, 2007
Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,1985
Muhammad, Hilman, Kepastian Hukum Pertanggung Jawaban Notaris DalamMelaksanakan Tugas Dan Kewajibannya Sebagai Pejabat Publik DanPembuat Akta Autentik, Suluh Ilmu, Jakarta, 2014
Mustafa, Armando, Teori-teori Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004
Mustari, Benny, Aspek Hukum Wanprestasi dalam Hukum Perdata, Rajawali Press,Jakarta, 2011
Nasruddin, Haryono, Hukum Perjanjian Tak Bernama (Innominaat), Eresco,Bandung, 2011
Nasution, Haryanto, Tanggung Jawab Perdata Notaris Berdasarkan UUJN No. 30Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2011
Notodisoerjo, R. Soegondo, Hukum Notaris di Indonesia : Suatu Penjelasan,Rajawali, Jakarta, 1982
Notodisorjo, Soegondo R., Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), RajaGrafindo Persad, Jakarta, 1993
Pareno, Ryanto, Wanprestasi, Eresco, Bandung, 2006
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan Kesebelas, Sumur,2013, Bandung
Prodjodikoro, Wiryono, Wanprestasi Dalam Perjanjian, Alumni, Bandung, 1999
Rachman, Arifin, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2012
Rahmita, Henny, Hukum Perikatan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Bina Cipta,Jakarta, 2009
Rasaid, M. Nur, Hukum Acara perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005
Universitas Sumatera Utara
131
Riza, Yuniman, Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum, UNS Press, Surakarta, 2008
___________, Pertanggung Jawaban Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya, ZenithPublisher, Yogyakarta, 2012
Rusmadi Hasan, Aneka Hukum Perjanjian Innominat, Media Ilmu, Surabaya, 2007
Saragih, Djunaidi, Hukum Bisnis, Armico, Bandung, 2010
Sarbini, Yulianto, Hukum Perjanjian dan Perikatan Berdasarkan KUH Perdata,Banyu Media, Publishing, Malang, 2010
Satrio, J., Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Citra AdityaBakti, 1995, Bandung
___________. Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
Sinaga, Hendra, Notaris dan Akta Autentik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, UI Press, Jakarta, 2006
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok HukumJaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 2004
Subekti, Pokok-Pokok Dari Hukum Perdata, cet. 11, Jakarta, Intermasa, 1975
Suharyanto, Hukum Perjanjian di Bidang Kontrak Karya, Pustaka Ilmu, Jakarta,2006
Sumantri, Darmono, Hukum Kontrak Kerja Borongan, Mitra Ilmu Surabaya, 2007
Sunardi, Muchtar, Perjanjian Bangun Bagi Dalam Praktek, Elexmedia Komputindo,Jakarta, 2009
Sunggono, Bambang, Methode Penelitian Hukum, Harvarindo, Jakarta, 2013
Supramono, Heru, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya SecaraPerdata dan Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012
Susanto, Ricky, Tanggung Jawab Notaris Dalam Gugatan Perdata BerkaitanDengan Akta Yang Dibuatnya, Refina Aditama, Bandung, 2012
Sutadi, Ramdan, Hukum Perjanjian (Teori Dan Praktek), Bina Ilmu Surabaya, 2011
Universitas Sumatera Utara
132
Suyanti, Retno, Asas Keseimbangan Dalam Hukum Perjanjian, Pratna Paramitha,Jakarta, 2009
Thamrin, Husni, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, Laksbang Pressindo,Yogyakarta, 2011
Tobing, G.H.S. Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta
Tunggalm, Hadi Setia, Pendaftaran Tanah Berserta Peraturan Pelaksanaanya,Harvarindo, Jakarta, 1999
Widjinanto, Herman, Perjanjian Tak Bernama, Mitra Ilmu, Surabaya, 2013
Wignjodipuro, Soeryono, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung,Jakarta, 2010, hal. 197
Wijaya, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan(Aan vulendRecht) dalam Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2007
Wuisman, JJJ., penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, FE UIJakarta, 2006
Zainudin, Marwanto, Perjanjian Bangun Bagi, Suatu Tinjauan Praktis, RajawaliPress, Jakarta, 2011, hal. 46
Universitas Sumatera Utara
133
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL TESIS : PERJANJIAN PENDANAAN DALAMPERJANJIAN BANGUN BAGI
NAMA MAHASISWA : JULIANITA PERANGIN-ANGIN
NIM : 167011221
PROGRAM STUDI : MAGISTER KENOTARIATAN
MenyetujuiKomisi Pembimbing
Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.HumKetua
Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.HumAnggota Anggota
Universitas Sumatera Utara