+ All Categories
Home > Documents > Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Date post: 04-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 10 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
12
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211 http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024 200 Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam Kehidupan Umat Sikh Punjabi di Kota Medan Values of Multiculturalism and Legal Identity in the Life of the Punjabi Sikhs in Medan City Ayu Febryani Corresponding author: [email protected] Program Studi Pendidikan Antropologi, Universitas Negeri Medan, Indonesia Abstrak Tulisan ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan menemukan nilai – nilai multikulturalisme dalam kehidupanUmat Sikh Punjabi di wilayah Gurdwara Shree Guru Tegh Bahadur, Medan Polonia. Selain itu, juga mengkaji terkait identitas legal yang diharapkan oleh umat Sikh dalam kehidupan multikulturalisme di Indonesia. Adapun hasil temuan diperoleh bahwa umat Sikh telah mengembangkan nilai – nilai multikulturalisme seperti saling toleransi, menghargai, menghormati, dan mengasihi orang lain. Hal tersebut terlihat pada realitas yang tampak antara umat sikh dengan kelompok masyarakat lainnya yang terjalin dengan baik. Salah satu contoh terlihat dengan diperbolehkannya para penarik becak makan di gurdwara asalkan mengikuti peraturan yang berlaku, seperti tidak merokok, memakai penutup kepala, dan tidak memakan makanan amis. Selain itu harapan masyarakat Sikh hidup di masyarakat yang multikultur ialah diakui secara tertulis dan disahkan dalam kalender nasional salah satu hari besar mereka yakni Vausakhi yang jatuh pada tanggal 13 – 14 April. Masyarakat umat Sikh Punjabi yang bermukim di kota Medan ternyata masih melestarikan adat istiadat dan tradisi yang dimiliki, seperti menjalankan berbagai upacara keagamaan dan mengembangkan budaya “persaudaraan Khalsa Sikh” yang dipelopori oleh Shree Guru Gobind Singh. Kata Kunci: Multikulturalisme, Sikh, Identitas Legal Abstract This paper is motivated by the curiosity of discovering the values of multiculturalism in the life of the Punjabi Sikhs in the Gurdwara Shree Guru Tegh Bahadur region, Medan Polonia. Besides, it also examines the legal identity that is expected by Sikhs in multiculturalism in Indonesia. The findings show that Sikhs have developed multiculturalism values such as mutual tolerance, respect, respect and love for others. This can be seen in the apparent reality between the Sikh community and other well-established community groups. One example is seen by allowing pedicab pullers to eat at gurdwara as long as they follow the applicable regulations, such as not smoking, wearing head coverings, and not eating fishy food. Besides, the hopes of Sikhs living in multicultural societies are recognized in writing and endorsed in the national calendar of one of their big days, Vaisakhi, which falls on April 13-14. The Punjabi Sikh community living in the city of Medan still preserves its customs and traditions, such as carrying out various religious ceremonies and developing the culture of the "Khalsa Sikh brotherhood" pioneered by Shree Guru Gobind Singh. Keywords: Multiculturalism, Sikhs, Legal Identity
Transcript
Page 1: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

200

Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam Kehidupan Umat Sikh Punjabi di Kota Medan

Values of Multiculturalism and Legal Identity in the Life of the

Punjabi Sikhs in Medan City

Ayu Febryani Corresponding author: [email protected]

Program Studi Pendidikan Antropologi, Universitas Negeri Medan, Indonesia

Abstrak

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan menemukan nilai – nilai multikulturalisme dalam kehidupanUmat Sikh Punjabi di wilayah Gurdwara Shree Guru Tegh Bahadur, Medan Polonia. Selain itu, juga mengkaji terkait identitas legal yang diharapkan oleh umat Sikh dalam kehidupan multikulturalisme di Indonesia. Adapun hasil temuan diperoleh bahwa umat Sikh telah mengembangkan nilai – nilai multikulturalisme seperti saling toleransi, menghargai, menghormati, dan mengasihi orang lain. Hal tersebut terlihat pada realitas yang tampak antara umat sikh dengan kelompok masyarakat lainnya yang terjalin dengan baik. Salah satu contoh terlihat dengan diperbolehkannya para penarik becak makan di gurdwara asalkan mengikuti peraturan yang berlaku, seperti tidak merokok, memakai penutup kepala, dan tidak memakan makanan amis. Selain itu harapan masyarakat Sikh hidup di masyarakat yang multikultur ialah diakui secara tertulis dan disahkan dalam kalender nasional salah satu hari besar mereka yakni Vausakhi yang jatuh pada tanggal 13 – 14 April. Masyarakat umat Sikh Punjabi yang bermukim di kota Medan ternyata masih melestarikan adat istiadat dan tradisi yang dimiliki, seperti menjalankan berbagai upacara keagamaan dan mengembangkan budaya “persaudaraan Khalsa Sikh” yang dipelopori oleh Shree Guru Gobind Singh. Kata Kunci: Multikulturalisme, Sikh, Identitas Legal

Abstract

This paper is motivated by the curiosity of discovering the values of multiculturalism in the life of the Punjabi Sikhs in the Gurdwara Shree Guru Tegh Bahadur region, Medan Polonia. Besides, it also examines the legal identity that is expected by Sikhs in multiculturalism in Indonesia. The findings show that Sikhs have developed multiculturalism values such as mutual tolerance, respect, respect and love for others. This can be seen in the apparent reality between the Sikh community and other well-established community groups. One example is seen by allowing pedicab pullers to eat at gurdwara as long as they follow the applicable regulations, such as not smoking, wearing head coverings, and not eating fishy food. Besides, the hopes of Sikhs living in multicultural societies are recognized in writing and endorsed in the national calendar of one of their big days, Vaisakhi, which falls on April 13-14. The Punjabi Sikh community living in the city of Medan still preserves its customs and traditions, such as carrying out various religious ceremonies and developing the culture of the "Khalsa Sikh brotherhood" pioneered by Shree Guru Gobind Singh. Keywords: Multiculturalism, Sikhs, Legal Identity

Page 2: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

201

PENDAHULUAN Secara etnografis, Kota Medan dihuni oleh berbagai kelompok etnik. Dari berbagai

kelompok etnis yang menghuni kota Medan, Etnis Punjabi penganut agama Sikh adalah

salah satunya. Etnis Punjabi Sikh merupakan kelompok masyarakat yang menganut

agama Sikh yang keberadaannya minoritas di kota Medan. Umat Sikh pada umumnya

beretnis Punjabi. Etnis ini berasal dari daerah Amritsar dan Jullundur di kawasan

Punjab-India Utara. Di Sumatera Utara etnis Punjabi sudah menyebar pada abad ke-19

yakni di wilayah kota Medan, Binjai, dan Pematang Siantar. Sikh atau yang dikenal

sebagai agama dengan sepuluh guru ialah sebuah agama yang digagas oleh Guru Nanak

Sahib Ji pada akhir abad ke-15.

Sebagai pendatang di Kota Medan, Etnis Punjabi membawa misi budayanya dan menjadikan agama Sikh sebagai pedoman dalam menjalani hidup. Interaksi sosial

dengan kelompok masyarakat lainpun tak dipungkiri terjadi pada kelompok

masyarakaat ini. Hal ini mengakibatkan masuknya pengaruh budaya lain dalam

kehidupan berkelompok. Berdasarkan data yang telah dihimpun, ternyata telah terjadi

perkawinan campuran antara Umat Sikh Punjabi dengan penduduk asli di Kota Medan

dan berbagai wilayah lainnya.

Hidup sebagai kelompok masyarakat yang minoritas di tengah masyarakat yang

mayoritas membuat kelompok Sikh harus beradaptasi dengan kelompok masyarakat

lainnya. Oleh sebab itu, penulistertarik untuk mengetahuiUmat Sikh Punjabi dalam

kajian multikulturalisme dan nilai – nilai multikultural yang tercipta pada masyarakat

Sikh dengan kelompok masyarakat lain di lingkungan Gurdwara Shree Tegh Bahadur. Selain itu sebagai kelompok masyarakat yang minoritas, perlu diketahui tentang

harapan – harapan Umat Sikh Punjabi dalam konsep multikultural dan identitas legal

agamanya.

METODE PENELITIAN

Untuk menjawab permasalahan penelitian, penulis menggunakan jenis penelitian

yang bersifat kualitatif dengan pendekatan penelitian etnografi. Pendekatan penelitian

etnografi ini hendak menggunakan tipe deksripsi ilmu sosial. Menurut Spradley (2006:

35) tipe deskripsi ilmu sosial didasarkan pada pengamatan, wawancara, dan lain

sebagainya yang tampak merefleksikan sudut pandang penduduk asli.

Jenis penelitian ini sesuai digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui proses kegiatan mengungkapkan secara logis, sistematis, dan empiris

terhadap peristiwa – peristiwa sosial budaya yang terjadi pada etnis Punjabi di

Kecamatan Medan Polonia, tepatnya di Yayasan Gurdwara Missi Medan (Shree Guru

Tegh Bahadur), Medan Polonia. Hal – hal tersebut penting dilaksanakan untuk dapat

direkonstruksikan guna mengungkapkan kebenaran dan kebermanfaatan penelitian

bagi kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan.

Lokasi utama dalam penelitian ini adalah Yayasan Gurdwara Missi Medan(Shree

Guru Tegh Bahadur) Jalan Polonia, Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia.

Yayasan tersebut mengelola satu buah gurdwara yakni gurdwara Tegh Bahadur.

Gurdwara ini dipilih karena merupakan lokasi ibadah yang berdekatan dengan rumah

ibadah umat agama lainnya. Selain itu, lokasi pendukung lainnya yaitu: Gurdwara Arjun

Page 3: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

202

Dev Ji Jalan Mawar, Kelurahan Johor; Gurdwara Sikh Centre Gg. A, Kelurahan Polonia;

Gurdwara Perbandhak Jalan Tengku Umar, Bollywood Food Centre Jalan Muara Takus

No.7 Medan.

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data. Pada penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data dengan (a)

observasi partisipasi (participant observation), (b) wawancara mendalam (in depth

interview) dan (c) dokumentasi.

Analisis data dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan analisis data kualitatif

yang dilakukan sejak penulisan proposal hingga penyelesaian hasil penelitian. Peneliti

memeriksa kembali seluruh data yang ada, baik data pada hasil pengamatan langsung

maupun wawancara mendalam untuk menemukan makna dari kajian terhadap semua

data – data yang telah terkumpul. Sesuai dengan jenis penelitian kualitatif dengan

pendekatan penelitian etnografi, maka peneliti mencoba menganalisis dan

menginterpretasi data dengan menggunakan model Spradley. Analisis data dalam

penelitian ini terbagi atasbeberapa tahapan penelitian, yaitu: (i) analisis domain; (ii)

analisis taksonomi; (iii) analisis komponen; dan (iv) analisis tema.

HASIL DAN PEMBAHASAN Etnis Punjabi Penganut Agama Sikh

Etnis Punjabi penganut agama Sikh merupakan bagian dari keragaman etnik yang

terdapat di Indonesia. Asal-usul kelompok ini dapat ditelusuri ke Amritsar atau

Jullundur di kawasan Punjab, India. Etnis ini datang ke Deli untuk beberapa tahun dan

kembali ke India untuk kawin, lalu membawa isterinya kembali ke Sumatera (Mani

dalam Lubis: 2005).

Etnis Punjabi Sikh banyak bermukim di kota Medan, Binjai, dan Pematang Siantar.

Hal ini dapat didukung dengan terdapatnya gurdwara di masing – masing wilayah

tersebut. Secara konkrit, etnis Punjabi sangat mudah dikenali karena mayoritasnya

yang menganut agama Sikh. Kebanyakan para lelaki memakai pagh(Serban atau

penutup kepala sebagai pelindung kesh (rambut) dan lambang kehormatan) dan gelang

besi (karra) dengan postur tubuh yang tegap dan besar. Sedangkan para perempuan

sering menggunakan purdah(selendang yang digunakan oleh perempuan untuk

menurupi bagian kepalanya)dan pakaian khas Punjab, berambut panjang, berhidung

mancung, dan berkulit kuning langsat.

Sementara berdasarkan identitas silsilah keluarga, para pria Punjabi dapat dengan

mudah dikenali melalui identitas nama yang selalu berakhir dengan kata ‘Singh’,

sedangkan wanita Punjabi menggunakan kata ‘Khaor’ di belakang nama mereka.

Namun, sering terjadi kekeliruan bagi masyarakat umum yang menganggap ‘Singh’ dan

‘Khaor’ adalah sebuah marga dalam etnis Punjabi. Kata ‘Singh’ berarti Singa Jantan yang

pemberani dan ‘Khaor’ adalah singa betina yang pemberani. Istilah kata tersebut

berasal dari keyakinan etnis Punjabi yang memeluk agama Sikh. Pertama kali

dicetuskan oleh guru ke sepuluh umat Sikh, Guru Gobind Singh, dengan makna bahwa

umat Sikh adalah orang – orang yang pemberani membela dan menjaga agamanya.

Page 4: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

203

Sejak kedatangan etnis Punjabi penganut agama Sikh pada abad ke-18, agama Sikh

sudah mulai berkembang. Tetapi sampai saat ini belum dapat memeroleh identitas legal

agama Sikh. Pemerintah Republik Indonesia masih menganggap agama Sikh sebagai

sebuah aliran kepercayaan dan masih satu rumpun dengan agama Hindu, sehingga

dalam peresmian sebuah bangunan rumah ibadahpun, disahkan oleh Departemen

agama Hindu.

Namun, seperti yang diutarakan Guru Nanak (guru pertama agama Sikh) bahwa

Sikh bukanlah Hindu dan bukan pula Islam. Oleh karenanya, para pengikutnya tetap

setia meyakini ajaran agama Sikh ini. Penyebaran agama Sikh di kota Medan dapat

dilihat dengan berdirinya:

1. Gurdwara Shree Guru Arjundev Ji di Jalan Mawar, Sari Rejo

2. Gurdwara Perbhandak di Jalan Teuku Umar

3. Gurdwara Shree Guru Tegh Bahadur di Jalan Polonia

4. Gurdwara Shree Guru Nanak Dev Ji di Jalan Karya Murni

Ajaran agama Sikh juga mempunyai ketentuan waktu dalam beribadah

(sembahyang), yakni sebanyak tiga kali sehari. Diantaranya ialah dilakukan di pagi, sore

dan malam hari. Sikh memiliki sepuluh (10) guru yang sangat dihormati.

Tabel 1 berikut ini adalah kesepuluh Guru pembawa Agama Sikh. No Nama

Guru Tempat, Tanggal

Lahir

Tempat, Tanggal

Wafat

Keterangan

1. Nanak Dev Ji

Sri Nankana Sahib, 15 April 1469

Sri Kertarpur, 22 Sept 1539

Guru Nanak adalah Guru pertama di dalam agama Sikh, Beliau memulai ajaran Agama Sikh. Beliau Juga mengatakan bahwa semua manusia itu sama dan merupakan ciptaan dari satu Tuhan yang Maha Esa. Guru melarang semua ritual dan penyembahan terhadap patung-patung, gambar, dan hal-hal lain sejenis. Pesan guru Nanak adalah Kirt Karo (bekerja), Nam Japo (sembahyang), Wand Ke Shako (berbagi kepada sesama)

2. Anggad Dev

Harike, 31 Mar 1504

Shri Khedur Sahib, 29 Mar 1552

Beliau adalah seorang pengikut guru Nanak Dev Ji yang setia. Beliau menyebarkan ajaran guru Nanak. Beliaulah yang memperkenalkan tulisan Gurmukhi dan menganjurkan orang-orang untuk mempelajarinya.

3. Amar Das

Basarke (Amritsar), 5 Mei 1479

Goindwal Sahib, 1 Sept 1574

Beliau menyebarkan agama Sikh ke tempat-tempat jauh dengan menugaskan murid-muridnya ke tempat-tempat itu. Beliau juga meneruskan langgar (dapur umum) yang dimulai oleh Guru Nanak Dev Ji.

Page 5: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

204

4. Ram Das

Chuna Mandi, 24 Sept 1534

Shri Goindwal Sahib Ji 1 Sept 1581

Beliau adalah menantu dari guru Amar Das. Beliaulah yang memulai pembangunan Harmandar Sahub atau Golden Temple (kuil emas) dan juga kota Amritsar. Beliau menyebarkan agama Sikh di India Utara

5. Arjun Dev Ji

Goindwal, 15 April 1563

Goindwal Sahib Ji, Sept 1581

Beliau adalah putra bungsu Guru Ramdas Ji. Beliaulah yang memulai penyusunan Guru Granth Sahib Ji. Beliau juga meneruskan pembangunan Golden Temple

6. Hargobind

Goindwal Sahib Ji, 14 Juni 1595

Kiratpur 3 Mar 1644

Beliau adalah putra tunggal guru Arjun Dev Ji. Beliau memulai pembangunan Akal Takht di Amritsar yang terletak tepat di depan Golden Temple

7. Har Rai Kiratpur, 26 Feb 1630

Kiratpur, 6 Okt 1661

Beliau adalah cucu dari Guru Hargobind Sahib Ji

8. Har Krishan

Kiratpur, 7 Juli 1656

Kiratpur, 30 Mar 1664

Beliau adalah putra bungsu dari guru Har Rai. Beliau menjadi guru pada usia 5 tahun. Beliau juga disebut sebagai ‘Bal Guru’. Pada masanya Har Krishan adalah penyembu dari segala penyakit yang ada pada masa itu.

9. Tegh Bahadur

Guru-ke-Mehal, Amritsar 1 April 1621

Chandni Chowk, Delhi 11 Nov 1621

Beliau adalah putra bungsu Guru Hargobind Sahib Ji. Ia mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan orang – orang Brahmin di India yang mengalami kesulitan pada masa kerajaan Aurangzebe.

10. Gobind Singh

Patna Sahib 22 Des 1666

Sri Hajur Sahib Ji 7 Okt 1708

Beliau adalah putra tunggal Guru Tegh Bahadur. Beliau menjadi guru pada usia 9 tahun setelah Guru Tegh Bahadur melakukan pengorbanan dirinya. Guru Gobind Singh juga berpesan bahwa guru Granth Sahib lah yang menjadi guru setelah beliau. Ia juga memulai aturan mengenai Khalsa dan 5 Kakars

Tabel 1. Sepuluh nama Guru pembawa agama Sikh Sumber: Sing, Prithipal (2009)

Awal kedatangan etnis Punjabi ke wilayah Sumatera Utara cukup besar dan

memiliki beberapa versi, sehingga jumlah masyarakat Punjabi di Sumatera Utara,

khususnya Kota Medan hingga saat ini juga cukup banyak. Mayaratu (2011:21)

menyatakan bahwa Orang Sikh (etnis Punjabi) sudah ada yang datang ke Indonesia

sebelum perang dunia II ketika masa penjajahan Inggris. Mereka masuk ke Indonesia

melalui Singapura yang kala itu dijajah pula oleh Inggris, kemudian Malaysia dan

sampai ke Indonesia melalui Sumatera, yaitu Medan. Berdasarkan Lubis (2005)

Page 6: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

205

menyatakan bahwa kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar dan hingga

sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai bagian wilayah

Sumatera timur dan khususnya Kota Medan, baru terjadi sejak pertengahan abad ke-19,

yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli.

Menurut catatan Sinar (2001) di tahun 1874 sudah dibuka 22 perkebunan dengan

memakai kuli bangsa Cina sebanyak 4.476 orang, kuli Tamil 459 orang, dan orang Jawa

316 orang. Perkembangan jumlah kuli semakin meningkat pada tahun-tahun

berikutnya, yang terbanyak adalah kuli Cina (53.806 orang pada 1890 dan 58.516 orang

pada 1900) dan kuli Jawa (14.847 orang pada 1890 dan 25.224 orang pada 1900);

sementara kuli Tamil bertambah menjadi 2.460 orang pada 1890 dan 3.270 orang pada

1900.

Kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada akhir abad ke

19 untuk bekerja sebagai buruh kontrak pada perkebunan tembakau raya milik Belanda

(Sandhu dan Mani 1993:85). Lebih lanjut, Veneta (1998:23) juga menjelaskan bahwa

suku bangsa Punjabi yang datang ke Indonesia khususnya ke Sumatera Utara adalah

para pria yang belum menikah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan

bekerja di perkebunan milik Belanda. Mani (1980:58) menguraikan pada masa

penjajahan Belanda, orang – orang Punjabi beragama Sikh biasanya bekerja sebagai

penjaga keamanan, pengawal di istana dan kantor-kantor, penjaga toko, dan lain-lain.

Orang Sikh yang bekerja di perkebunan juga bertugas sebagai penjaga malam dan

pengantar surat, juga memelihara ternak sapi untuk memproduksi susu (dalam Lubis:

2005).

Gambaran Umum Yayasan Missi Gurdwara Medan (Shree Guru Tegh Bahadur)

Gurdwara adalah tempat ibadah penganut agama Sikh yang banyak didominasi

etnis Punjabi. Sedangkan dalam bahasa Punjabi, gurdwara mengandung arti gerbang

menuju guru, sebuah tempat beribadah umat Sikh. Keberadaan sebuah gurdwara

sangatlah penting bagi umat Sikh. Sebab dengan adanya gurdwara, umat Sikh dapat

menjalankan kegiatan ritual keagamaan yang terdapat pada ajaran Sikh dan

melaksanakan kegiatan – kegiatan sosial dan budaya.

Sebuah gurdwara ditandai dengan bendera berwarna kuning atau disebut nishan

sahib. Nishan sahib adalah bendera Sikh berbentuk segitiga berwarna kuning orange.

Ada simbol Sikh atau khanda yang menghiasi bendera ini. Khanda dikenali dengan

simbol pusatnya, yang terbentuk atas tiga bagian yakni sebilah khanda (pedang dua

mata sisi), sebuah chakar (relang), dua kirpans (pedang). Simbol senjata perang dalam

bendera agama Sikh membuktikan dwi peranan persaudaraan Sikh. Bendera ini

tergantung di sebuah tiang yang ditutup penuh dengan kain kuning dan di atasnya

sebilah khanda besi pada pangkal tiang. Bendera ini berdiri di kawasan halaman

Gurdwara ataupun diikatkan pada salah satu tembok. Lambang Sikh pada bendera

biasanya berwarna biru.

Pada umumnya tempat ibadah Sikh ini ramai dikunjungi oleh sanggat (jemaat)

pada setiap hari minggu pagi. Di hari tersebut, terdapat pula orang-orang di luar umat

Sikh yang berkunjung. Biasanya masyarakat umum sekedar melihat-lihat bangunan

Page 7: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

206

gurdwara, dan beberapa masyarakat yang diperbolehkan makan, biasanya para penarik

becak di sekitar Jalan Polonia.

Pada keyakinan umat Sikh, gurdwara adalah tempatnya waheguru (Tuhan) dan

pusat dari kegiatan agama (ibadah) Sikh, baik secara bersama-sama maupun secara

personal. Kegiatan agama bersama-sama dilaksanakan ketika terdapat kegiatan-

kegiatan tertentu secara kelompok.Sedangkan untuk kegiatan personal dilaksanakan

saat ibadah sendiri. Berbagai kegiatan dapat dilaksanakan di sebuah gurdwara,

diantaranya kegiatan ibadah, kegiatan budaya (pernikahan, ritus peralihan, syukuran),

kegiatan sosial/amal, dan pendidikan.

Bagi kepercayaan Punjabi Sikh, gurdwara adalah tempat yang sakral/suci,

sehingga tidak diperbolehkan melakukan hal – hal yang dianggap dapat merusak nilai

kesakralan/kesucian sebuah rumah Tuhan, seperti membawa atau makan makanan

nonvegetarian, merokok dan atau berkata kasar. Siapapun yang masuk ke dalam

gurdwara, baik itu penganut agama Sikh maupun masyarakat umum harus dapat

menjaga kesopanan/ tingkah laku dan kebersihan diri.

Gurdwara Tegh Bahadur merupakan salah satu gurdwara yang terdapat di

Sumatera Utara. Nama gurdwara Tegh Bahadur diambil dari nama guru kesembilan

dalam agama Sikh yaitu Shree Guru Tegh Bahadur. Gurdwara Tegh Bahadur terletak di

wilayah Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia, bertempat di jalan Polonia

No.172 Medan. Pada sisi depan gurdwara terdapat sekolah TK/SD/SMP/SMA Angkasa

2 dan diapit oleh dua rumah warga disisi sebelah kanan dan kiri.

Untuk denah gurdwara, lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Gambar 2. Denah Lokasi Shree Gurdwara Tegh Bahadur

Nilai-Nilai Multikulturalisme di Lingkungan Gurdwara Tegh Bahadur, Medan

Polonia

JALAN POLONIA

SEKOLAH TK/SD/SMP/SMA ANGKASA 2

Page 8: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

207

Sejak perkembangan perkebunan tembakau di akhir abad 19, Medanmenjadi kota

yang multikultural sebab banyaknya kelompok masyarakat dari berbagai tempat yang

bermigrasi untuk dipekerjakan sebagai karyawan di onderneming di wilayah ini.

Berbagai etnis dari Indonesia bahkan di luar Indonesia, termasuk Suku Punjabi

berduyun-duyun untuk pergi merantau ke Sumatera Timur. Kedatangan Etnis Punjabi

Sikh ke Medan secara umum didorong oleh tekanan ekonomi. Disamping itu Umat Sikh

juga ingin mengembangkan agama Sikh ke seluruh dunia. Hal ini sesuai dengan anjuran

agama yang dianut bahwa agar setiap generasi muda Sikh pergi merantau untuk

pengembangan diri demi kelangsungan hidup dan juga perbaikan di bidang

pendidikan.Di kota Medan, agama berperan penting dalam mengekspresikan identitas

sebagai kelompok masyarakat. Hal ini dilakukan untuk pengkhususan kelompok

agamanya dengan masyarakat lainnya.

Kehidupan Umat Sikh Punjabi di lingkungan Gurdwara Shree Tegh Bahadur

berjalan dengan lancar. Masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut terdiri dari etnis

Tionghoa, Batak, Melayu, Hindu, dan ada juga Jawa. Dari beragam etnis yang terdapat di

wilayah tersebut, tidak ditemukan adanya ketegangan atau konflik antar etnis sikh

dengan kelompok masyarakat lainnya. Mereka saling menjaga nilai – nilai multikultural,

seperti saling toleransi antar agama, saling menghormati dan menghargai antar etnis,

mengakui keberadaan kelompok masyarakat lain dan berusaha selalu menyesuaikan

diri dengan kelompok masyarakat lain.

Bagi umat Sikh, Siapapun boleh mengunjungi gudwara Sikh, karena menurut

Sikh,”Kita semua adalah satu dalam Nama-Nya. Janganlah membenci masyarakat yang

mencela Sikh dan jangan mencintai masyarakat yang memuji dalam- dalam agama Sikh,

tetapi kasihilah semuanya, inilah satu - satunya jalan lurus menuju terang abadi.”

Sebuah kalimat yang sarat dengan konsep multikulturalisme. Hal inipun sesuai dengan

Lawrence A. Blum (2001:16) yang mendefinisikanmultikulturalisme sebagai sebuah

pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya masyarakat, serta sebuah

penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis masyarakat lain. Merujuk pada

definisi tersebut dipahami bahwa dalam konsep multikulturalisme tercakup tiga sub

nilai:

- Pertama, menegaskan identitas kultural seseorang, mempelajari dan menilai

warisan budaya seseorang;

- Kedua, menghormati dan berkeinginan untuk memahami dan belajar tentang (dan

dari) kebudayaan-kebudayaan selain kebudayaannya;

- Ketiga, menilai dan merasa senang dengan perbedaan-perbedaan kebudayaan itu

sendiri, yaitu memandang keberadaan dari kelompok-kelompok budaya yang

berbeda dalam masyarakat seseorang sebagai kebaikan yang positif untuk dihargai

dan dipelihara.

Dalam kehidupan bersama seperti itu, individu-individu dari berbagai etnis ini

tentu sangat mengharapkan adanya kehidupan yang harmonis. Kehidupan tanpa

adanya keributan ataupun konflik yang pastinya hanya akan menimbulkan sebuah

kerugian. Pandangan multikulturalisme sepertinya merupakan salah satu ideologi yang

terbaik dalam meminimalisir konflik-konflik yang terjadi. Pandangan yang sangat

bertolak belakang dengan pandangan etnosentris yang terkadang begitu melekat dalam

Page 9: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

208

setiap diri individu/ kelompok, yaitu sebuah pandangan yang menganggap etniknya

lebih tinggi derajatnya daripada etnik yang lain.

Berdasarkan Mahfud, Choirul (2006:75) akar dari multikulturalisme adalah

kebudayaan. Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat yang

hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing – masing yang unik. Dengan

demikian setiap individu merasa dihargai sekaligus mereka bertanggung jawab untuk

hidup bersama komunitasnya.

Gurdwara yang pertama kali dipimpin oleh ghiani atau pendeta pertama yakni De

Lipe Singh, adalah seorang yang beretnis ganda. Ayahnya beretnis Batak dan beragama

kristiani dan ibunya seorang yang beragama Sikh. Ia hidup dalam lingkungan Sikh,

besar dan belajar agama di India, dan setelah dewasa menjadi seorang pendeta pada

agama Sikh di Gurdwara ini.

Nilai – nilai multikultural ternyata terlihat dalam setiap aktivitas umat Sikh Punjabi

di lingkungan Gurdwara. Baik EtnisPunjabi Sikh sendiri maupun etnis lain tidak

mengalami konflik yang berarti dengan memedomani konsep saling mengasihi dalam

kebaikan. Hal ini terlihat dengan adanya undangan yang diberikan kepada umat

beragama lainnya setiap kali mengadakan pesta, seperti upacara ritus peralihan. Hal ini

dilatarbelakangi bahwaEtnis Punjabi Sikh sudah berteman baik dengan kelompok

masyarakat lain di wilayah ini. Seperti yang telah diuraikan pada alinea sebelumnya,

kelompok masyarakat lain bebas masuk ke dalam rumah ibadah sejauh mengikuti

peraturan atau adat istiadat yang ditentukan yakni tidak merokok, tidak makan amis,

dan memakai penutup kepala. Berdasarkan hasil wawancara, ibu S.Khaor yang menjadi

salah satu informan mengutarakan bahwa,

” Masyarakat – masyarakat boleh masuk kesini,tukang becak banyak yang datang

kemari, kadangpun mereka makan disini,boleh, kita ga papa. Gakada masalah.”

Selain itu masyarakat diluar Etnis Punjabi Sikh juga biasanya diundang apabila ada

perayaan – perayaan yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat lain dan

menghadirinya.

Identitas Legal Umat Sikh dalam Kehidupan Multikulturalisme di Indonesia

Persoalan tentang bagaimana multikulturalisme dapat berdampak pada identitas

legal agama Sikh telah menjadi utopia panjang bagi para penganutnya. Keinginan untuk

diakui secara sah di mata hukum masih juga belum tercapai. Sekilas bila melihat gaya

berpakaian Sikh, banyak yang keliru menganggap umat ini sebagai syeikh dalam agama

Islam. Agama sikh sebagai agama monotheisme yang percaya pada satu Tuhan (Ek

Omkara) sedapat mungkin membentuk dan memperkuat identitasnya. Franz von

Benda-Beckham dan Keebet von Benda Beckham (2011:21) mengungkap bahwa

identitas merupakan hasil dari proses identifikasi yang muncul dalam relasi sosial.

Secara umum dikatakan bahwa identitas dan identifikasi saling berelasi sebab dalam setiap relasi itu, aspek-aspek yang berbeda dari identitas seseorang akan dibentuk dan

diperkuat.

Ramstedt (2010:18-19) juga mengutarakan dalam kajian sosiologi hukum, konsep

identitas merujuk pada “perasaan seseorang tentang dirinya dalam hubungannya

dengan orang lain dan dengan masyarakat secara umum”. Identitas dibentuk dan

diubah oleh proses sosialisasi dan dalam hubungan dengan orang lain di dalam konteks

Page 10: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

209

tempat dapat ditemukannya berbagai kategori identitas dari berbagai level abstraksi

yang berbeda. Berbagai kategori identitas dikonstruksi dan dipertahankan pada lapisan

organisasi sosial yang berbeda. Contohnya adat dan Islam adalah kategori – kategori

identitas yang ada pada tingkat abstraksi ideologis tertinggi yang kemudian

diterjemahkan ke dalam lapisan kerangka kelembagaan hukum yang lebih khusus,

tetapi sering bermuatan ideologi yang dalam.

Beckmann (2011) menambahi bahwa identitas kategoris semacam ini, atau yang

sering disebut identitas kolektif memiliki makna kognitif dan normatif: sebagai cara

untuk memahami diri dan membentuk norma-norma perilaku untuk kategori-kategori

individu yang ikut dalam proses identifikasi seseorang atau diidentifikasi pada

seseorang. Identitas kategoris (kolektif) berbeda menurut tingkat ‘kepentingan’, yaitu

peranan sebuah kerangka untuk mendefinisikan hubungan sosial, dan menurut tingkat

“keluasan”, yaitu keluasan ruang sosial tempat suatu identitas kategoris memainkan

peranannya.

Beckmann (2011) melanjutkan, bahwa identitas kategoris berfungsi sebagai cara

untuk mengidentifikasi seorang individu, kelompok, relasi, dan lembaga. Individu yang

mengidentifikasi identitasnya sendiri bisa, dalam batas-batas tertentu, dan mengambil

dari kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan atau dipaksakan pada mereka.

Dengan melalui proses askripsi dan identifikasi diri, identitas kategoris dikonkretkan

dengan cara ditorehkan (inscribed) pada seorang individu atau pada hubungan sosial.

Identitas individual biasanya terdiri dari sejumlah elemen ideosinkrites. Ini bisa juga

termasuk kategori-kategori identitas seperti etnisitas, keanggotaan dalam kelompok

religius atau kelompok bahasa, kelas sosial, dan sebagainya.

Penganut agama Sikh yang

didominasi Etnis Punjabi

menunjukkan wujud nyata

pembentukan identitas itu melalui

dua institusi sosial yang penting

bagi Agama Sikh. A.Mani (1980:85)

menguraikan dua hal itu ialah

gurdwara (tempat ibadah) dan

sistem kekerabatan Sikh. Para

penganut Agama Sikh menjalankan

banyak ragam kegiatan upacara

keagamaan dan tradisi di Gurdwara

melalui simbol-simbol yang khas

bagi Sikh. Tak luput sistem kekerabatan yang dimiliki dilestarikan dengan menerapkan

sistem pernikahan endogami, sehingga para penerusnya diharapkan berasal dari

keturunan yang sama.

Di Indonesia kuantitas umat Sikh juga cukup banyak, khususnya di wilayah Sumatera Utara dan hampir seluruhnya dianut oleh Etnis Punjabi. Setiap agama pasti

memiliki hari besar yang kerap dirayakan secara bersama-sama oleh seluruh

penganutnya. Dan seirama dengan enam agama yang diakui di Indonesia, Sikh juga

punya hari besarnya yang ia sebut vaisakhi. Namun, apa jadinya bila umat agama itu

sendiri kesulitan atau hampir tidak bisa merayakan hari besarnya? Paling tidak hal ini

Page 11: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

210

sering terjadi pada umat Sikh yang sedang mengenyam pendidikan di Indonesia dan

atau sedang bekerja di perusahaan/ perkantoran dan pemerintahan.

Keinginan untuk dapat merayakan hari besar, baik dengan khusuk beribadah atau

bersuka cita kian pupus seiring belum diakuinya agama Sikh di Indonesia. Padahal bila

merujuk pada syarat-syarat diakuinya sebuah agama menurut PBB, maka Sikh sudah

memilikinya. Namun, Permasalahan tidak hanya terletak pada hal tersebut saja, tetapi

juga perihal identitas Punjabi Sikh sebagai warga negara Indonesia. Hal ini berkaitan

dengan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). Walaupun SBKRI

sudah tidak berlaku lagi terutama bagi warga Negara Indonesia (WNI) keturunan, tetapi

faktanya apabila ada keraguan terhadap status kewarganegaraan seorang pemohon

(misalnya pengurusan paspor), ia tetap akan diminta untuk menunjukkan SBKRI

(Thung Ju Lan, 2010:210-211).

Selain itu permasalahan juga terdapat dalam pembuatanE-KTP. Kolom agama

dalam E-KTP menjadi kegalauan tersendiri bagi etnis Punjabi Penganut agama Sikh ini

sebab di luar keenam agama yang diakui negara, maka kolom agama dikosongkan.

Lebih lanjut, hal ini menimbulkan diskriminasi bagi penganut agama Sikh, semisal

kesulitan dalam pencatatan perkawinan, kelahiran, dan kematian. Tentu ada keinginan

untuk diakuinya agama Sikh secara tertulis dalam E-KTP. Pada umumnya umat Sikh

yang belum diakui sebagai agama resmi di Indonesia saat ini lebih memilih agama

Hindu sebagai salah satu dari enam agama yang diakui untuk dicantumkan pada KTP/E-

KTP.

SIMPULAN

Kehidupan multikulturalisme di Kota Medan telah tercermin dengan adanya

harmonisasi yang terjalin antar kelompok etnis dan agama tanpa menimbulkan konflik.

Salah satunya yang dilakukan oleh Etnis Punjabi Penganut Agama Sikh. Namun

demikian, di samping itu Umat Sikh harus gigih bekerja sama dengan waktu yang cukup

lama agar dapat meyakinkan negara bahwa agama sikh dapat diakui. Setidaknya

kegigihan penganut agama Konghucu yang mengalami banyak diskriminasi selama

hampir 20 tahun di Indonesia akibat dikeluarkannya inpres Soeharto No.14 Thn 1967

perlu dicontoh. Diskriminasi semakin kuat terjadi, namun umat Konghucu tidak

berdiam diri. Usahanya terbalaskan dengan berlakunya kepres Abdurrahman Wahid

No.6 Thn 2000 tentang Pencabutan inpres Soeharto No.14 Thn 1967. Di tahun

berikutnya, etnis Thionghoa dapat berlega sebab presiden Abdurrahman Wahid

menjadikan tahun baru imlek sebagai hari libur fakultatif. Kemudian oleh presiden

Megawati ditetapkan sebagai hari libur nasional melalui Kepres No.19 Thn 2002.

Dengan berlakunya keputusan ini, umat Khonghucu lega sebab dapat mengecap

kebebasan beragama dengan mengekpresikan segala bentuk adat istiadat, kepercayaan,

dan ritual agama.

Page 12: Nilai - Nilai Multikulturalisme dan Identitas Legal dalam ...

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1 Tahun 2020, Hal 200 - 211

http://senaspa.unimed.ac.id ISSN : 2716-3024

211

DAFTAR PUSTAKA

Almirzanah, Syafa’atun. 2009. When Mystic Masters Meet (Paradigma Baru dalam Relasi

Umat Kristiasni-Muslim). Jakarta:Gramedia.

Aulakh, S.S.Maret 2000. Guru Darbar.Media Khalsa, No.2/Maret 2000, hal.10

Aulakh, Sukhdev Singh. 1999. Vaisakhi dan Gurdwara Bersejarah. Medan: Yayasan Missi

Gurdwara Shri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji.

Lubis, Zulkifli. 2005. Kajian awal tentang komunitas Tamil dan Punjabi di Medan. Jurnal

Antropologi Sosial Budaya Etnovisi. 1 (3)

Mahfud, Chairul. 2006. Pendidikan Multikulturalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mayaratu, Thari. 2011. Ajaran Ketuhanan dalam Agama Sikh: Skripsi. Jakarta:

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Ramstedt. 2010. Kegalauan Identitas. Jakarta: Kompas Gramedia

Sing, Prithipal. 2009. The History of Sikh Gurus. Delhi: Lotus Press.

Spradley. 2006. Metode Etnografi. Jakarta: Djambatan

Tilaar, HAR. 2004. Multikulturalisme : Tantangan – Tantangan Global Masa Depan dalam

Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta

Veneta. 1998. Toko Sport Orang Punjabi; Suatu Studi Antropologi tentang Budaya

Korporasi Bisnis Perdagangan Alat-alat Olahraga di Medan. Skripsi. Medan:

Universitas Sumatera Utara.


Recommended