12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini tidak mengabaikan adanya penelitian terdahulu sehingga
peneliti menjadikan penelitian terdahulu sebagai rujukan, yaitu :
1. Edy Hartono dengan judul “Analisis Efisiensi Biaya Industri Perbankan
Indonesia dengan Menggunakan Metode Parametrik Stochastic Frontier
Analysis”. Subjek penelitian yang digunakan adalah kelompok bank yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2007 yang meliputi kelompok
BUMN, BUSN Devisa, dan BUSN Non Devisa. Teknik sampling yang
digunakan adalah menggunakan purposive sampling. Sedangkan data yang
digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan Uji Anova.
Dari penelitian tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa :
a. Dari data variabel biaya dana dan biaya tenaga kerja yang merupakan
komponen input, selama tahun 2004-2007 diperoeh bahwa Bank BUSN
Non Devisa lebih kecil dibandingkan Bank BUSN Devisa dan Bank
BUMN.
b. Dari data variabel kredit yang diberikan dan surat berharga yang
merupakan komponen output, selama tahun 2004-2007 diperoleh
bahwa Bank BUSN Non Devisa paling besar, kemudian Bank BUSN
Devisa, dan paling kecil Bank BUMN.
13
c. Berdasarkan hasil analisis Cross Section Stochastic Frontier Analysis
nilai efisiensi perbankan di Indonesia hampir mendekati 100 persen.
Dari tahun 2004-2006 Bank BUSN Non Devisa memiliki nilai efisiensi
yang paling tinggi, kemudian Bank BUSN Devisa dan terkecil pada
Bank BUMN.
d. Berdasarkan hasil analisis frontier dengan pendekatan data panel
diperoleh bahwa rata-rata efisiensi bank sebesar 62,58 persen. Hal ini
berarti bahwa 37,42 persen komponen input masih belum menghasilkan
output yang efisien.
e. Berdasarkan uji Anova diperoleh hasil pada tahun 2004 dan tahun 2005
terdapat perbedaan tingkan efisiensi, namun pada tahun 2006 dan tahun
2007 Efisiensi Biaya tidak menunjukkan perbedaan antara Bank
BUMN, BUSN Devisa, dan BUSN Non Devisa.
f. Dari pengamatan tersebut, bank-bank besar justru menunjukkan
Efisiensi Biaya yang kurang baik, sedangkan bank-bank dengan
kapitalisasi kecil justru memberikan Efisiensi Biaya yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan karena input biaya yang dikeluarkan bank masih
relatif tinggi dibandingkan dengan output yang rendah. Dalam hal ini
bank go public harus meningkatkan efisiensinya.
g. Hasil perbandingan efisiensi bank berdasarkan Bank BUMN, BUSN
Devisa, dan BUSN Non Devisa yang diuji dengan uji Anova
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p < 0,005).
2. Rachmah Mayadah, dengan judul “Pengaruh LDR, IPR, NPL, PPAP, IRR,
14
PDN, dan FBIR Terhadap BOPO pada Bank Umum Swasta Nasional”.
Subjek penelitian yang digunakan adalah Bank Umum Swasta Nasional
(BUSN) pada triwulaln I tahun 2007 sampai dengan triwulan II tahun 2009.
Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Sedangkan data yang digunakan adalah data sekunder dengan
teknik analisis Regresi Linier Berganda. Dari penelitian tersebut dapat di-
ambil kesimpulan bahwa :
a. Variabel LDR, IPR, APB, NPL, PPAP, IRR, dan PDN secara bersama-
sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap BOPO pada Bank
UMM swasta Nasional.
b. Variabel LDR dan FBIR secara individu mempunyai pengaruh negatif
yang tidak signifikan terhadap BOPO pada Bank Umum Swasta
Nasional.
c. Variabel IPR secara individu mempunyai pengaruh negatif yang
signifikan terhadap BOPO pada Bank Umum Swasta Nasional.
d. Variabel APB dan PPAP secara individu mempunyai pengaruh positif
yang tidak signifikan terhadap BOPO pada Bank Umum Swasta
Nasional.
e. Variabel NPL secara individu mempunyai pengaruh positif yang tidak
signifikan terhadap BOPO pada Bank Umum Swasta Nasional.
f. Variabel IRR dan PDN secara individu mempunyai pengaruh yang tidak
signifikan terhadap BOPO pada Bank Umum Swasta Nasional.
g. Variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap BOPO pada
15
Bank Umum Swasta Nasional adalah variabel NPL.
Dari kedua penelitian terdahulu tersebut, secara singkat dapat dijelaskan pada
tabel 2.1 yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENELITIAN SEKARANG DENGAN
PENELITIAN SEBELUMNYA
Perbandingan Edy Hartono Rachmah Mayadah
Peneliti
Variabel Terikat Efisiensi Biaya BOPO Efisiensi Biaya Variabel Bebas a) Input :
Biaya Dana Biaya Tenaga Kerja b) Output : Kredit Sekuritas
LDR, IPR, APB, NPL, PPAP, IRR, PDN, dan FBIR
c) Input : Biaya Bunga Biaya Operasional d) Output : Kredit LDR, IPR, APB, NPL, PPAP, dan IRR
Periode 2004-2007 2007-2009 2008-2011
Populasi Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Bank Umum Swasta Nasional
Bank Pembangunan Daerah di Sumatera
Teknik Sampling Purposive Sampling Purposive Sampling Purposive Sampling
Jenis Data Data Sekunder Data Sekunder Data Sekunder
Metode Pengumpulan Data
Metode Dokumentasi Metode Dokumentasi Metode Dokumentasi
Teknik Analisis Uji ANOVA Regresi Linier Berganda
Regresi Linier Berganda
Sumber : Edy Hartono (2009) dan Rachmah Mayadah (2011), data diolah
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Bank
Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998, tentang pokok-pokok perbankan,
definisi bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit
16
dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Lembaga
keuangan adalah semua badan usaha yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang
keuangan, menghimpun dana dari masyarakat, dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat.
Definisi bank menurut undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang
perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Dari definisi di atas, bahwa fungsi utama bank adalah menarik dan
menghimpun dana masyarakat kemudian menyalurkannya sebagai pinjaman
kepada masyarakat.
Kasmir (2011 : 12) menyatakan bahwa sifat usaha bank pada
prinsipnya dapat digolongkan menjadi tiga kegiatan. Kegiatan-kegiatan bank
adalah sebagai berikut :
1. Penghimpun dana yaitu mengumpulkan atau mencari dana dengan cara
membeli dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan,
deposito, dan lainnya.
2. Penyaluran dana yaitu menyalurkan kembali dana yang diperoleh ke
masyarakat dalam bentuk pinjaman kredit.
3. Pemberian jasa yaitu jasa pendukung atau pelengkap kegiatan perbankan.
2.2.2 Konsep dan Pengukuran Efisiensi
Efisiensi diartikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan
(input), atau jumlah yang dihasilkan dari satu input yang dipergunakan. Suatu
17
perusahaan dapat dikatakan efisien apabila menggunakan jumlah input yang lebih
sedikit bila dibandingkan dengan jumlah input yang digunakan perusahaan lain
untuk menghasilkan output yang sama, atau menggunakan unit input yang sama,
dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar. (Permono dan Darmawan,
2000 : 20).
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) apabila dengan input
yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar, (2) input yang lebih kecil
dapat menghasilkan output yang sama, dan (3) dengan input yang lebih besar
dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi. (Ghofur dalam Atmawardhana,
2006 : 40)
Jika ditinjau dari teori ekonomi, ada dua pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknik
dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makro yang
jangkauannya lebih luas dibanding efisiensi teknik. Pengukuran efisiensi teknik
cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses konversi
input menjadi output. Akibatnya, usaha untuk meningkatkan efisiensi hanya
memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan pengendalian
dan alokasi sumber daya yang optimal. (Ghofur dalam Atmawardhana, 2006 : 41)
Tobin menyebutkan bahwa ada empat faktor yang menyebabkan efisiensi dalam
lembaga keuangan, yaitu arbitrase informasi, ketepatan penilaian aset-asetnya,
lembaga keuangan bank mampu mengantisipasi resiko yang muncul, dan
fungsional, yaitu berkaitan dengan administrasi dan mekanisme pembayaran yang
dilakukan oleh sebuah lembaga keuangan. Termasuk didalam efisiensi fungsional
ini adalah risk pooling, general insurance, administrasi, dan mobilisasi dana
18
masyarakat (Atmawardhana, 2006 : 41).
Efisiensi Frontier yang juga dilambangkan dalam literatur relevan sebagai X-
Efficiency (K. Styrin, 2005) yang dianggap sebagai DMU (Decision Making Unit)
dari pengukuran terbaik dalam hal pengukuran skalar dari satu sampai nol sesuai
dengan efisiensi yang diukur serendah mungkin. Konsep efisiensi dapat dievaluasi
melalui fungsi biaya, laba, dan produksi. Efisiensi biaya mencerminkan biaya
bank yang digunakan dalam kegiatan operasional dalam kaitannya dengan jumlah
output yang sama dalam keadaan yang sama pula. Efisiensi laba dihitung untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan bank dalam mendapatkan keuntungan
maksimum pada tingkat input dan output. Efisiensi laba dianggap sebagai teknik
akuntansi terbaik bagi TE (technical efficiency) daripada efisiensi biaya
(Manthoas D. Delis et al 2008; Berger et al.,1993).
Efisiensi merupakan salah satu indikator peting dalam mennganalisa performance
sebuah bank serta lebih menningkatkan efektifitas kebijakan moneter. Efisiensi
dapat dilihat dari dua sisi yaitu, dari sisi biaya (cost efficiency) dan dari sisi laba
(profit efficiency). Dalam melakukan pengukuran efisiensi perbankan dapat
dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu :
1. Traditional Approach yaitu menggunakan Index number atau rasio, seperti
Return On Asset (ROA), Capital Adiquacy Ratio (CAR), dan lainnya.
2. Frontier Approach yaitu metode yang didasarkan pada perilaku optimal dari
perusahaan untuk memaksimalkan output atau meminimumkan biaya, sebagai
cara unit ekonomi untuk mencapai tujuan.
Dalam pendekatan Frontier Approach dapat dibedakan menjadi :
19
1. Deterministic Approach yang sering digolongkan sebagai pendekatan
Non-Parametrik, pendekatan ini menggunakan Technical Mathematic
Programming, atau sering disebut dengan Data Envelopment analysis.
2. Stochastic Frontier yang digolongkan sebagai pendekatan parametrik,
yaitu menggunakan Ekonometric Frontier.
Dalam pengukuran efisiensi bank, terdapat dua pendekatan parametrik yang dapat
digunakan, aitu Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribution Free
Approach (DFA). Perbedaan utama kedua teknik tersebut adalah cara
memisahkan ukuran tidak efisien dari masing-masing bank dan kesalahan acak
(Fries, 2004).
2.2.3 Stochastic Frontier analysis (SFA)
Metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) dikembangkan oleh Aigner, Lovell,
Schmidt (1977). Metode ini diterapkan untuk mengukur Efisiensi Biaya suatu
bank. Model ini dituliskan dalam ln (yj) = ln xjβ + vj – uj, dimana xj merupakan
vektor masukan untuk j perusahaan, sedangkan Vj menggambarkan kesalahan
acak dalam jangka inefisiensi non-negatif. Uj adalah kesalahan acak dan Vj adalah
kesalahan pengukuran dan faktor-faktor acak lain yang mempengarhui nilai dan
variabel output serta efek gabungan input ditentukan dalam fungsi produksi. Pada
model stokastik ini karena batas atas ditentukan oleh variabel stokastik exp (x +
v). Kesalahan acak, v dapat bernilai positif atau negatif. Metode stokastik ini juga
memiliki kelebihan dibandingkan dengan model lain, yaitu dilibatkannya
disturbance termyang mewakili gangguan, kesalahan pengukuran dan kejutan
eksogen yang berada di luar kontrol. Kedua, variabel lingkungan lebih mudah
20
diperlakukan. Ketiga, memungkinkan untuk melakukan uji hipotesis
menggunakan statistik. Keempat, lebih mudah untuk mengidentifikasi outliers.
Dan terakhir, cost frontier dan distance function dapat digunakan untuk mengukur
efisiensi usaha yang memiliki banyak output (Coelli et al, 2003).
Berdasarkan model Berger dan Mester (1997), fungsi biaya dituliskan sebagai
berikut:
kckckkkk UVzywfC lnln),,(ln ++= .................................................(1)
Dimana C adalah biaya, wk harga input, yk vektor variabel output, zj adalah vektor
netput tetap (fixed net puts vector), vkc variable random (ineffisiensi yang dapat
meningkatkan biaya di atas minimum) dan ujc adalah random error. Pada kasus ini
vkc + ukc sebagai komponen error. Efisiensi biaya (CE) bank k adalah rasio antara
biaya minimum yang diberikan suatu bank dalam frontier (diasumsikan vkmin = 0)
dan biaya aktual bank k yang memberikan variable eksogen yang sama (w, y, z,
x).
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡+×
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡×
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
==
jcjjjj
kkkk
k
k
uvzywf
uzywf
C
CCE
c
c
ˆˆlnexp,,(ˆexp
ˆlnexp,,(ˆexp
ˆ
ˆmin
jc
j
vCE
ˆ
1= ...................................(2)
2.2.4 Penentuan Variabel Input dan output
Input adalah komoditi atau jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan
jasa. Suatu perekonomian memadukan berbagai input dalam rangka menghasilkan
21
output. Sedangkan output adalah berbagai barang atau jasa yang berguna yang
dihasilkan dari proses produksi untuk dikonsumsi atau digunakan dalam proses
produksi selanjutnya (Samuelson, 2003).
Ada beberapa pendekatan dalam penentuan variabel input dan output dari bank
antar lain Intermediary Approach, User-Cost Approach, dan Value Added
Approach. (Astiyah dan Jardine A. Husman, 2006; 538).
Intermediary Approach adalah penentuan variabel input dan variabel output
dengan memperhatikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. User-Cost
Approach adalah penentuan variabel input dan variabel output bank berdasarkan
fungsi bank sebagai penentu harga dipasar perbankan, dan Value Added Approach
adalah penentuan variabel input dan output bank berdasarkan tujuan bank untuk
menghasilkan nilai tambah (keuntungan) yang maksimal.
2.2.4.1 Biaya Bunga
Biaya bunga adalah semua biaya atas dana-dana yang berasal dari bank sentral,
bank-bank lain, dan pihak ketiga bukan bank yang besarnya ditentukan oleh pihak
bank dan diberikan kepada nasabah dalam satuan waktu tertentu. Besarnya
pinjaman dapat berkurang, maka biaya bunga bisa turun dan laba operasi dapat
memberikan laba bersih. Biaya bunga juga dapat menurun ketika tingkat bunga
menjadi lebih rendah. Sebaliknya, biaya bunga dapat naik ketika tingkat bunga
pinjaman juga meningkat.
2.2.4.2 Biaya Operasional Lain
Perusahaan akan mengeluarkan berbagai macam biaya dalam menjalankan
aktivitas usahanya, diantaranya yaitu biaya bahan baku, upah langsung maupun
22
biaya overhead. Biaya tersebut merupakan biaya produksi yang dikeluarkan
perusahaan. Sedangkan biaya lain dilura biaya produksi yang mendukung dalam
kegiatan penjualan dan administrasi termasuk dalam biaya operasional.
Sedangkan biaya yang timbul pada bank adalah biaya operasional dan
biaya operasional lainnya. Biaya operasional adalah biaya bunga yang paling
besar porsinya terhadap biaya yang dikeluarkan oleh bank secara keseluruhan.
Sedangkan biaya operasional lainnya adalah biaya yang timbul diluar biaya
bunga seperti biaya promosi dan biaya personalia.
2.2.4.3 Kredit
Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan No. 10 tahun 1998 adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Adapun unsur-unsur dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai
berikut:
a. Kepercayaan yaitu suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang
diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima
kembali di masa tertentu di masa datang.
b. Kesepakatan yaitu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani
hak dan kewajiban masing-masing.
c. Jangka waktu mencakup masa pengambilan kredit yang telah disepakati.
d. Risiko kerugian dapat diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar
23
kreditnya padahal mampu dan risiko yang diakibatkan karena nasabah tidak
sengaja seperti terjadinya musibah bencana alam.
2.2.5. Kinerja Keuangan Bank
A. Aspek Likuiditas
Rasio Likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih atau
kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank dikatakan likuid apabila bank
tersebut mampu memenuhi kewajibannya, dapat memenuhi kewajiban
kepada deposan, dan dapat mencukupi permintaan kredit yang telah
diajukan.
Perhitungan rasio likuiditas yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendek
dengan mengandalkan kredit yang diberikan. Dalam SEBI No. 7/10/DPNP
tahun 2005, rasio ini dihitung dengan rumus :
LDR = Kredit yang Diberikan X 100%.................................................(1)
Dana Pihak Ketiga
Adapun kredit yang diberikan merupakan total kredit yang diberikan
kepada pihak ketiga. Sedangkan, dana pihak ketiga terdiri dari giro,
tabungan, deposito, dan sertifikat deposito.
24
Tabel 2.2 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT LDR
Peringkat
1 2 3 4 5 50% < Rasio < 75%
75% < Rasio < 85%
85% < Rasio < 100% atau Rasio < 50%
100% < Rasio ≤ 120%
Rasio > 120%
Sumber : SEBI No. 6/23/DPNP tahun 2004
2. Cash Ratio (CR)
Cash Ratio (CR) adalah rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang
dihimpun bank yang harus segera dibayar (Lukman Dendawijaya, 2009
114). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
membayar kembali simpanan nasabah di bank pada saat ditarik dengan
menggunakan alat likuid yang dimiliki oleh bank. Dalam SEBI No.
6/23/2004/DPNP, rasio ini dihitung dengan rumus :
CR = Alat Likuid X 100 %..............................................(2)
Total Dana Pihak Ketiga
Adapun alat likuid terdiri dari kas, giro pada Bank Indonesia, dan giro
pada bank lain. Sedangkan total dana pihak ketiga terdiri dari giro,
tabungan, deposito, dan sertifikat deposito.
3. Reserve Requirement (RR)
Reserve Requirement atau likuiditas wajib minimum adalah suatu
simpanan minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk giro pada Bank
Indonesia bagi semua bank dengan mengandalakan dana pihak ketiga.
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
25
RR = Giro Bank Indonesia X 100 %.................................................(3)
Total Dana Pihak Ketiga
4. Investing Policy Ratio (IPR)
Kasmir (2009:287), mendefinisikan Investing Policy Ratio (IPR) adalah
kemampuan bank dalam melunasi kewajibannya kepada deposan dengan
cara melikuidasi surat berharga yang dimilikinya. Rasio ini dapat dihitung
dengan rumus :
IPR = Surat-surat Berharga X 100%......................................................(4)
Dana pihak Ketiga
Surat berharga merupakan semua surat berharga yang dapat dicairkan
sewaktu-waktu atau yang telah jatuh tempo yang dimiliki bank untuk
memanfaatkan dananya yang menganggur yang terdiri dari sertifikat Bank
Indonesia, surat berharga yang dimiliki, surat berharga yang dibeli dan
akan dijual kembali, obligasi pemerintah, tagihan atas surat berharga yang
dijual akan dibeli kembali.
Dari semua rasio likuiditas yang telah dijelaskan di atas, penulis
menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Investing policy Ratio
(IPR) yang dipakai sebagai variabel penelitian.
B. Aspek Kualitas aktiva
Kualitas aktiva merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam
efektivitas pengguanaan aset dengan melihat sejauh mana tingkat aktivitas
aset pada suatu bank. Sedangkan, Aktiva produktif merupakan seluruh
26
penanaman dana baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan fungsinya. Dana
dalam aktiva produktif digunakan dalam pembiayaan seluruh kegiatan
operasional bank termasuk biaya bunga, biaya tenaga kerja, dan biaya
operasinal lainnya.
1. Aktiva produktif yang diklasifikasikan (APYD)
Dalam SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004, rumus ini dihitung dengan :
APYD = Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan X 100%...................(5)
Aktiva Produktif
Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD) adalah aktiva produktif,
baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan
penghasilan atau menimbulkan kerugian bagi bank, yang besarnya
ditetapkan sebagai berikut:
1) 25% dari Aktiva Produktif yang digolongkan
2) 50% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Kurang Lancar
3) 75% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Diragukan
4) 100% dari Aktiva Produktif yang digolongkan Macet.
2. Aktiva Produktif Bermasalah (APB)
Aktiva Produktif Bermasalah (APB) adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kualitas aktiva produktif bermasalah yang merupakan aktiva
produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet
dibandingkan dengan total aktiva produktif. Rasio ini dihitung dengan
27
rumus (SEBI No. 7/10/DPNP tahun 2005) :
APB = Aktiva Produktif Bermasalah X 100%.....................................(6)
Total Aktiva Produktif
Tabel 2.3 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT APB
Peringkat
1 2 3 4 5 Perkembangan rasio sangat rendah
Perkembangan rasio rendah
Perkembangan rasio moderat atau rasio berkisar antara 5% sampai dengan 8%
Perkembangan rasio cukup tinggi
Perkembangan rasio tinggi
Sumber : SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004
3. Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL) adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam mengelola kredit bermasalah yang
dimiliki dengan mengandalkan total kredit yang diberikan. Dalam SEBI
No. 7/10/DPNP tahun 2005, rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
NPL = Kredit Bermasalah X 100%......................................................(7)
Total Kredit
Kredit bermasalah terdiri dari kredit yang memiliki kualitas kurang lancar,
diragukan, dan macet sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. Sedangkan
total kredit adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga, namun tidak
termasuk kredit yang diberikan kepada bank lain.
28
4. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) adalah perbandingan
antara penyisihan penghapusan aktiva produktif yang telah dibentuk
terhadap penyisihan aktiva produktif yang wajib dibentuk. PPAP yang
telah dibentuk merupakan pencadangan yang dibentuk berdasarkan
penggolongan kualitas aktiva produktif yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Dalam SEBI No. 7/10/DPNP tahun 2005, rasio ini dihitung
dengan rumus :
PPAP = PPAP yang Telah Dibentuk X 100%......................................(8)
PPAP yang Wajib Dibentuk
Tabel 2.4 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT PPAP
Peringkat
1 2 3 4 5 PPAP yang dibentuk secara signifikan lebih tinggi dari PPAP yang wajib
dibentuk.
PPAP yang dibentuk lebih tinggi dari PPAP yang wajib dibentuk.
PPAP yang dibentuk relatif sama atau rasio berkisar antara 100% sampai 105%.
PPAP yang dibentuk lebih kecil dari PPAP yang wajib dibentuk.
PPAP yang dibentuk secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan PPAP yang wajib
dibentuk.
Sumber : SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004
Dari semua rasio kualitas aktiva yang telah dijelaskan di atas, penulis
menggunakan rasio Aktiva Produktif Bermasalah (APB), Non Performing
Loan (NPL), dan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP) yang
digunakan sebagai variabel penelitian.
29
C. Aspek Profitabilitas
Lukman Dendawijaya (2009:118), mendefinisikan rasio profitabilitas
adalah alat untuk menganalisis atau mengukur Efisiensi Biaya usaha dan
profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.
1. Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan dari
kegiatan bank yang disebut dengan laba sebelum pajak dibandingkan
dengan rata-rata total aset yang dimiliki oleh bank. Dalam SEBI No.
7/10/DPNP tahun 2005, rasio ini dihitung dengan rumus :
ROA = Laba Sebelum Pajak X 100%..................................................(9)
Rata-rata Total Asset
Tabel 2.5 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT ROA
Peringkat
1 2 3 4 5 Perolehan laba sangat tinggi.
Perolehan laba tinggi.
Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROA berkisar antara 0,5% sampai dengan 1,25%.
Perolehan laba Bank rendah atau cenderung mengalami kerugian (ROA mengarah negatif).
Bank mengalami kerugian yang besar (ROA negatif).
Sumber : SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004
2. Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
30
kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih atau yang biasa disebut
dengan laba setelah pajak dibandingkan dengan rata-rata equity yang
dikaitkan dengan pembayaran dividen oleh bank. Rasio ini dapat dihitung
dengan rumus (SEBI No. 7/10/DPNP tahun 2005) :
ROE = Laba Setelah Pajak X 100%....................................................(10)
Rata-rata Equity
Tabel 2.6 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT ROE
Peringkat
1 2 3 4 5 Perolehan laba sangat tinggi.
Perolehan laba tinggi.
Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROE berkisar antara 5% sampai dengan 12,5%.
Perolehan laba Bank rendah atau cenderung mengalami kerugian (ROE mengarah negatif).
Bank mengalami kerugian yang besar (ROE negatif).
Sumber : SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004
3. Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan bunga dari kegiatan
operasional bank dengan mengandalkan pengelolaan aktiva produktif yang
dimiliki bank. Rasio ini dihitung dengan rumus (SEBI No. 7/10/DPNP
tahun 2005) :
NIM = Pendapatan Bunga Bersih X 100%........................................(11)
Rata-rata Aktiva Produktif
31
Tabel 2.7 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT NIM
Peringkat
1 2 3 4 5 Marjin bunga bersih sangat tinggi.
Marjin bunga bersih tinggi.
Marjin bunga bersih cukup tinggi atau rasio NIM berkisar antara 1,5% sampai dengan 2%.
Marjin bunga bersih rendah mengarah negatif.
Marjin bunga bersih sangat rendah atau negatif.
Sumber : SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004
4. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah
perbandingan antara beban operasional dan pendapatan operasional bank.
Rasio ini dihitung dengan rumus (SEBI No. 7/10/DPNP tahun 2005) :
BOPO = Total Beban Operasional X 100%...................................(12)
Total pendapatan operasional
Beban operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasional. Sedangkan
Pendapatan operasional adalah pendapatan dari seluruh kegiatan
operasional bank yang dijalankan.
Tabel 2.8 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT BOPO
Peringkat
1 2 3 4 5 Efisiensi Biaya sangat baik.
Efisiensi Biaya baik.
Efisiensi Biaya cukup baik atau rasio BOPO berkisar antara 94% sampai96%.
Efisiensi Biaya buruk.
Efisiensi Biaya sangat buruk.
Sumber : SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004
32
5. Fee Based Income Ratio (FBIR)
Dalam SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004, rumus ini dapat dihitung
dengan :
FBIR = Pendapatan Operasional di luar Pendapatan Bunga X 100%....(13)
Pendapatan Operasional
Tabel 2.9 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT FBIR
Peringkat
1 2 3 4 5 Komposisi portofolio aktiva produktif sesuai dengan karakteristik usaha bank dan diversifikasi pendapatan sangat baik.
Komposisi portofolio aktiva produktif sesuai dengan karakteristik usaha bank dan diversifikasi pendapatan baik.
Komposisi portofolio aktova produktif cukup sesuai dengan karakteristik usaha bank dan diversifikasi pendapatan cukup baik.
Komposisi portofolio aktiva produktif kurang sesuai dengan karakteristik usaha bank dan diversifikasi pendapatan kurang baik.
Komposisi portofolio aktiva produktif tidak sesuai dengan karakteristik usaha bank dan diversivikasi pendapatan tidak baik.
Sumber : SEBI 6/23/2004/DPNP
D. Sensitifity to Market Risk
Rasio sensitivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui nilai
tukar mata uang yang beredar, tingkat suku bunga, serta mengukur
sensitivitas asset dan liabilities terhadap suku bunga yang dimiliki oleh
bank. Risiko pasar juga berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank
terutama pada posisi neraca atau laporan laba rugi suatu bank apabila
terjadi suatu perubahan.
1. Interest Rate Risk (IRR)
Interest Rate Risk (IRR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
33
kemampuan bank dalam pengalokasian dana simpanan dari nasabah dalam
bentuk giro, tabungan, deposito, dan dana pihak ketiga lainnya. Rasio ini
dapat dihitung dengan rumus :
IRR = Interest Sensitive Assets X 100%........................................(14)
Interest Sensitive Liabilities
Interest Sensitive Assets terdiri dari surat berharga Bank Indonesia, surat
berharga yang dimiliki, obligasi pemerintah, dan kredit yang diberikan.
Sedangkan Interest Sensitive Liabilities terdiri dari giro, tabungan,
deposito, deposito berjangka, sertifikat deposito, simpanan dari bank lain,
surat berharga yang diterbitkan, dan pinjaman yang diterima.
Tabel 2.10 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT IRR
Peringkat
1 2 3 4 5 Risiko sangat rendah atau Bank sangat tidak rentan terhadap pergerakan suku bunga.
Risiko rendah atau Bank tidak rentan terhadap pergerakan suku bunga.
Risiko Moderat atau Bank cukup rentan terhadap pergerakan suku bunga.
Risiko tinggi atau Bank rentan terhadap pergerakan suku bunga.
Risiko sangat tinggi atau Bank sangat Rentan terhadap pergerakan suku bunga.
Sumber : SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004
2. Posisi Devisa Netto (PDN)
Posisi Devisa Netto (PDN) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam mempertahankan keseimbangan posisi antara
sumber dana valuta asing dan penggunaan dana valuta asing. Rasio ini
dapat dihitung dengan rumus :
34
PDN = Aktiva Valas – Pasiva Valas × 100%......................................(15)
Modal
Tabel 2.11 KRITERIA PENETAPAN PERINGKAT PDN
Peringkat
1 2 3 4 5 Tidak ada pelanggaran rasio PDN.
Tidak ada pelanggaran rasio PDN namun pernah melakukan pelanggaran dan pelanggaran tersebut telah diselesaikan pada masa triwulanan penilaian.
0% < pelanggaran rasio PDN < 10%
Frekuensi pelanggaran rendah.
10% < pelanggaran Rasio PDN < 25%
Frekuensi pelanggaran cukup tinggi.
Pelanggaran rasio PDN > 25%
Frekuensi pelanggaran tinggi.
Sumber : SEBI No. 6/23/ DPNP tahun 2004
Dari semua rasio sensitivity to market risk yang telah dijelaskan di atas,
penulis menggunakan Interest Rate Risk (IRR) yang dipakai sebagai
variabel penelitian.
2.2.6 Hubungan antar Variabel
A. Hubungan Antara LDR dengan Efisiensi Biaya
Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan Efisiensi Biaya memiliki hubungan
positif. Kenaikan LDR disebabkan oleh kenaikan kredit yang lebih besar
dibandingkan dengan kenaikan jumlah Dana Pihak Ketiga. Dimana
kenaikan kredit meningkatkan pendapatan lebih besar dibandingkan
dengan peningkatan biaya. Jadi, Efisiensi Biaya meningkat.
35
B. Hubungan Antara IPR dengan Efisiensi Biaya
Investing Policy Ratio (IPR) dengan Efisiensi Biaya memiliki hubungan
negatif. Kenaikan IPR disebabkan oleh kenaikan surat berharga lebih besar
dari kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK). Dimana peningkatan surat
berharga yang dimiliki lebih besar akan meningkatkan pendapatan lebih
besar dibandingkan dengan peningkatan biaya sehingga Efisiensi Biaya
menurun.
C. Hubungan Antara APB dengan Efsiensi Biaya
Aktiva Produktif Bermasalah (APB) dengan Efisiensi Biaya memiliki
hubungan negatif. Kenaikan APB disebabkan oleh peningkatan Aktiva
Produktif Bermasalah lebih besar dibandingkan dengan peningkatan
Aktiva Produktif, dimana peningkatan aktiva produktif akan meningkatkan
biaya cadangan penghapusan aktiva produktif semakin besar. Jadi,
kenaikan APB akan menyebabkan kenaikan biaya pencadangan sehingga
Efisiensi Biaya menurun.
D. Hubungan Antara NPL dengan Efsiensi Biaya
Non Performing Loan (NPL) dengan Efisiensi Biaya memiliki hubungan
negatif. Kenaikan NPL disebabkan oleh peningkatan kredit bermasalah
yang lebih besar dibandingkan kenaikan total kredit. Peningkatan kredit
bermasalah akan meningkatkan biaya. Jadi, kenaikan NPL akan
menyebabkan peningkatan biaya bunga lebih besar sehingga Efisiensi
Biaya menurun.
E. Hubungan Antara PPAP dengan Efisiensi Biaya
36
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) memiliki hubungan
negatif. Kenaikan PPAP berarti peningkatan pencadangan untuk menutupi
risiko tidak tertagih kredit atau piutang meningkat lebih besar daripada
peningkatan jumlah kenaikan PPAP yang wajib dibentuk, dimana
peningkatan pencadangan untuk menutupi resiko tidak tertagih kredit atau
piutang akan meningkatkan biaya. Jadi, peningkatan PPAP menyebabkan
peningkatan biaya bunga yang semakin besar, sehingga Efisiensi Biaya
menurun.
F. Hubungan Antara IRR dengan Efisiensi Biaya
Interest Rate Risk (IRR) dengan Efisiensi Biaya memiliki hubungan positif
dan negatif.
1) Pada saat suku bunga meningkat dan IRR meningkat maka kenaikan
ISA lebih besar dari kenaikan ISL yang menyebabkan kenaikan
pendapatan lebih besar dibandingkan dengan kenaikan biaya, sehingga
Efisiensi Biaya meningkat dan IRR berpengaruh positif terhadap
Efisiensi Biaya.
2) Pada saat suku bunga meningkat dan IRR menurun maka kenaikan
ISA lebih kecil dari kenaikan ISL yang menyebabkan kenaikan
pendapatan akan lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan biaya,
sehingga Efisiensi Biaya menurun dan IRR berpengaruh negatif
terhadap Efisiensi Biaya.
3) Pada saat suku bunga menurun dan IRR meningkat maka kenaikan
ISA lebih besar dari kenaikan ISL yang menyebabkan penurunan
37
pendapatan lebih besar dibandingkan dengan penurunan biaya,
sehingga Efisiensi Biaya menurun dan IRR berpengaruh negatif
terhadap Efisiensi Biaya.
4) Pada saat suku bunga menurun dan IRR menurun maka kenaikan ISA
lebih kecil dari kenaikan ISL yang menyebabkan penurunan
pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan penurunan biaya,
sehingga Efisiensi Biaya menurun dan IRR berpengaruh negatif
terhadap Efisiensi Biaya.
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Input 1. Biaya Bunga 2. Biaya Operasional Lain
Output
Kredit
Efisiensi Biaya
BPD Di Sumatera
Rasio Likuiditas
Rasio Kualitas Aktiva
Rasio Sensitivitas
APB (-)
NPL (-)
PPAP (-)
IRR (+/-)
LDR (+)
IPR (-)
38
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan
landasan teori yang telah dijelaskan, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Rasio LDR, IPR, APB, NPL, PPAP, dan IRR secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Efisiensi Biaya pada Bank
Pembangunan Daerah di Sumatera.
2. Rasio LDR secara parsial mempunyai pengaruh positif yang signifikan
terhadap Efisiensi Biaya pada Bank Pembangunan Daerah di Sumatera.
3. Rasio IPR secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang signifikan
terhadap Efisiensi Biaya pada Bank Pembangunan Daerah di Sumatera.
4. Rasio APB secara parsial mempunyai pengaruh negatif terhadap Efisiensi
Biaya pada Bank Pembangunan Daerah di Sumatera.
5. Rasio NPL secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang signifikan
terhadap Efisiensi Biaya pada Bank Pembangunan Daerah di Sumatera.
6. Rasio PPAP secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang signifikan
terhadap Efisiensi Biaya pada Bank Pembangunan Daerah di Sumatera.
7. Rasio IRR secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang signifikan
terhadap Efisiensi Biaya pada Bank Pembangunan Daerah di Sumatera.