i
PREBIOTIK INULIN ASAL UMBI BUNGA DAHLIA (Dahlia variabilis)
SEBAGAI FEED ADDITIVE UNTUK MENINGKATKAN
KETAHANAN TUBUH BROILER
SKRIPSI
OLEH:
DEWI YULIANA
I111 12 338
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
i
PREBIOTIK INULIN ASAL UMBI BUNGA DAHLIA (Dahlia variabilis)
SEBAGAI FEED ADDITIVE UNTUK MENINGKATKAN
KETAHANAN TUBUH BROILER
SKRIPSI
OLEH:
DEWI YULIANA
I111 12 338
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
PREBIOTIK INULIN ASAL UMBI BUNGA DAHLIA (Dahlia variabilis)
SEBAGAI FEED ADDITIVE UNTUK MENINGKATKAN
KETAHANAN TUBUH BROILER
SKRIPSI
OLEH:
DEWI YULIANA
I111 12 338
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan
penyusunan skripsi, dengan judul “Prebiotik Inulin Asal Umbi Dahlia (Dahlia
variabilis) sebagai Feed Additive untuk Meningkatkan Ketahanan Tubuh
Broiler”. Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini melibatkan banyak
pihak yang turut membantu memberikan bantuan baik itu berupa moriil, materi
maupun spirit kepada penulis, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Laily Agustina, MS selaku dosen pembimbing utama dan Ibu
Dr. Sri Purwanti, S.Pt., M.Si selaku dosen pembimbing anggota yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
2. Pimpinan Fakultas Peternakan, Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc.,
Ketua Program Studi Peternakan Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka,
M.Sc., dan Dr. Ir. Budiman, MP selaku ketua Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak yang telah memberikan izin, bimbingan dan kesempatan penulis untuk
melakukan penelitian dan penyusunan skripsi guna memperoleh gelar Sarjana
Peternakan.
3. Bapak Dr. Muhammad Ihsan Andi Dagong, S.Pt., M.Si. selaku pembimbing
akademik yang terus memberikan arahan, nasihat dan motivasi selama ini.
vi
4. Seluruh Dosen dan Staf Civitas Akademika Fakultas Peternakan atas segala
bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi.
5. Kedua orang tua tercinta, bapak Doma dan ibunda Ida, yang senantiasa
mendoakan dan dukungan serta kasih sayang kepada penulis. Saudara
kandung tercinta kakak Maryam dan Jamilah yang selalu tanpa hentinya
memberikan semangat dan dukungan pada penulis.
6. Teman-teman satu tim penelitian Andi Waliana S, Nesmawati, Wahyu
Aryanto UAM, Rita Massolo, dan Nur Kamal Akbar terima kasih atas
bantuan, kerjasama dan dukungannya baik selama penelitian maupun pada
saat konsultasi skripsi hingga tulisan ini dapat terselesaikan.
7. Sahabat seperjuangan Mita Arifah Hakim, Tilawati, Bungatang, dan
Sulkarnain yang selalu memberikan motivasi dan semangat. Penulis takkan
melupakan kenangan bersama kalian yang penuh semangat kebersamaan,
persaudaraan dan saling menghargai. Bertemu dengan kalian, adalah
pemberian Tuhan yang paling indah.
8. Sahabat tercinta Rafidah dan St. Nurfadilah S, terima kasih atas bantuan
selama penelitian, semangat dan juga dukungan untuk terus berjuang demi
menyelesaikan studi.
9. Keluarga Besar “FLOCK MENTALITY” dan “HUMANIKA” kalian
merupakan teman, sahabat bahkan saudara, terima kasih atas indahnya
kebersamaan dalam bingkai kampus ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. Terima Kasih atas
bantunnya.
vii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan, namun besar harapan kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan. Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
Makassar, Agustus 2016
Dewi Yuliana
viii
Dewi Yuliana (I111 12 338). Prebiotik Inulin Asal Umbi Dahlia (Dahlia
Variabilis) sebagai Feed Additive untuk Meningkatkan Ketahanan Tubuh Broiler.
Dibawah bimbingan Laily Agustina sebagai Pembimbing Utama dan Sri
Purwanti sebagai Pembimbing Anggota.
ABSTRAK
Pembatasan penggunaan antibiotik sebagai feed additive menjadikan prebiotik
sebagai bahan alternatif yang dapat digunakan menggantikan fungsi antibiotik
dalam pakan. Umbi bunga dahlia merupakan salah satu sumber inulin sebagai
prebiotik yang sangat potensial. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi
pemberian tepung umbi bunga dahlia terhadap ketahanan tubuh broiler. Materi
penelitian adalah Day Old Chick (DOC) strain New Lohmann MB 202 sebanyak
160 ekor, tepung umbi bunga dahlia, dan pakan basal. Komposisi pakan basal
terdiri dari: jagung giling, polard, bungkil kedelai, kedelai, tepung ikan, meat and
bone meal (MBM), dikalsium phospat (DCP), mineral mix, lisin, dan methionin.
Perlakuan meliputi: P0 (Pakan basal tanpa tepung umbi bunga dahlia sebagai
kontrol), P1 (Pakan basal + Tepung umbi bunga dahlia 10 g/kg pakan), P2 (Pakan
basal + Tepung umbi bunga dahlia 12,5 g/kg pakan), dan P3 (Pakan basal +
Tepung umbi bunga dahlia 15 g/kg pakan). Parameter yang diamati adalah rasio
heterofil/limfosit (rasio H/L), persentase bobot limpa dan bursa fabrisius.
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5
ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dilanjutkan uji Duncan
taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung umbi bunga
dahlia untuk meningkatkan ketahanan tubuh broiler tidak menunjukkan pengaruh
terhadap bobot bursa fabricius, tetapi berpengaruh nyata terhadap rasio H/L dan
persentase bobot limpa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
pemberian tepung umbi bunga dahlia sebagai prebiotik sebanyak 12,5 g/kg pakan
(1% inulin), mampu memperbaiki ketahanan tubuh broiler ditandai dengan
peningkatan bobot bursa fabricius, penurunan bobot limpa dan rasio H/L.
Kata kunci: Broiler, Inulin, Ketahanan Tubuh, Prebiotik, Umbi Bunga Dahlia.
ix
Dewi Yuliana (I111 12 338). Prebiotic Inulin Derived frDahlia Tuber (Dahlia
variabilis) as Feed additive for Increasing Immune Response of Broiler. Laily
Agustina as Supervisor and Sri Purwanti as Co-Supervisor.
ABSTRACT
Restrictions on the use of antibiotics as feed additive makes the prebiotic as an
alternative material that could be used to replace the function of antibiotics in
feed. Dahlia tubers is one source of inulin as a prebiotic potential. The research
was aimed to evaluate feeding effect of dahlia tuber powder on immune response
of broiler. Experimental animals were 160 unsex Day Old Chick (DOC) New
Lohmann strain MB 202, dahlia tuber powder, and basal diet. Basal diet were
composed of corn, wheat pollard, soybean meal, soybean, fish meal, meat and
bone meal (MBM), dicalcium phosphate (DCP), mineral mix, lysine and
methionine. The treatments applied were: P0 (basal diet without dahlia tuber
powder as a control), P1 (Basal diet + dahlia tuber powder 10 g/kg feed), P2 (Basal
diet + dahlia tuber powder 12,5 g/kg feed), and P3 (Basal diet + dahlia tuber
powder 15 g/kg feed). The parameters measured were heterophil/lymphocyte ratio
(H/L ratio), percentage of bursa fabrisius and spleen. The research was assigned
in a completely randomized design with 4 treatments and 5 replications. The data
were analyzed using ANOVA and followed by Duncan test at the level of 5%.
The results showed that feeding dahlia tuber powder to improve the immune
responses of broiler does not show the effect on the percentage weight of the
bursa fabricius, but significantly affect on H/L ratio and percentage weight of the
spleen. In conclusion, feeding dahlia tuber powder as a prebiotic to 12.5 g/kg feed
(1% inulin) can improve immune responses broiler is characterized by increased
weight bursa fabricius, decreased spleen weight and H/L ratio.
Keywords: Broiler, Dahlia Tuber, Immune Responses, Inulin, Prebiotic.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK ................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Bunga Dahlia (Dahlia variabilis) ........................ 4
Inulin asal Umbi Bunga Dahlia ......................................................... 6
Prebiotik ............................................................................................ 8
Inulin sebagai Prebiotik .................................................................... 9
Broiler dan Kebutuhan Nutrien ......................................................... 11
Ketahanan Tubuh Unggas ................................................................. 13
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 21
Materi Penelitian ................................................................................ 21
Metode Penelitian .............................................................................. 22
Analisis Data ...................................................................................... 28
xi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rasio H/L .......................................................................................... 29
Bursa fabricius .................................................................................. 33
Limpa ................................................................................................ 35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................ 39
Saran ................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 40
LAMPIRAN ……. ...................................................................................... 47
RIWAYAT HIDUP …… ............................................................................ 53
xii
DAFTAR TABEL
No .............................................................................................................. Halaman Halaman
Teks
1. Kandungan Nutrien Umbi Bunga Dahlia (% Berat Kering) ............... 7
2. Kebutuhan Nutrien pada Broiler .......................................................... 13
3. Komposisi Pakan Perlakuan Fase Starter (0−14 Hari)......................... 23
4. Komposisi Pakan Perlakuan Fase Finisher (15−35 Hari) .................... 24
5. Rata-rata rasio H/L, Bobot Bursa fabricius dan limpa Broiler Umur
35 Hari ................................................................................................. 29
xiii
DAFTAR GAMBAR
No .............................................................................................................. Halaman Halaman
Teks
1. Tanaman Bunga Dahlia dan Umbi Bunga Dahlia ............................... 5
2. Heterofil ............................................................................................... 14
3. Limfiosit ............................................................................................... 16
4. Organ Limfoid ..................................................................................... 17
5. Pembuatan Preparat Ulas Darah Tipis ................................................. 27
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No .............................................................................................................. Halaman Halaman
Teks
1. Perhitungan Persentase Inulin ............................................................. 47
2. Hasil Analisa Sidik Ragam ................................................................. 48
3. Dokumentasi ........................................................................................ 52
1
PENDAHULUAN
Peningkatan populasi broiler di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak
1.344.191.104 ekor menjadi 1.443.349.118 ekor pada tahun 2015. Peningkatan
populasi sejalan dengan peningkatan produksi broiler yaitu 1.544.379 ton pada
tahun 2014 menjadi 1.627.106 ton pada tahun 2015 (Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2015). Meningkatnya populasi dan produksi
broiler setiap tahunnya menjadikan prospek peternakan broiler semakin
menjanjikan, namun mengalami kendala dengan adanya penggunaan antibiotik
sebagai feed additive dalam pakan, yang dapat memacu pertumbuhan dan
mencegah penyakit menjadi alternatif untuk meningkatkan performa produksi.
Penggunaan antibiotik mengalami penurunan dan bahkan di beberapa
negara telah melarang penggunaan antibiotik sebagai feed additive dalam pakan.
Hal ini disebabkan efek buruk yang ditimbulkan tidak hanya bagi ternak berupa
resistensi antibiotik tetapi juga bagi konsumen melalui residu yang ditinggalkan
pada produk daging. Pembatasan penggunaan antibiotik sebagai feed additive
menjadikan prebiotik sebagai bahan alternatif yang dapat digunakan
menggantikan fungsi antibiotik dalam pakan.
Prebiotik merupakan salah satu senyawa alami tanpa residu dan bersahabat
bagi kesehatan konsumen. Prebiotik adalah substrat tidak tercerna dan mempunyai
pengaruh yang menguntungkan pada inang melalui stimulasi pertumbuhan dan
aktivitas secara selektif terhadap mikroba non patogen dalam saluran pencernaan.
Inulin adalah karbohidrat yang berfungsi sebagai prebiotik. Salah satu jenis
tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan mengandung inulin dalam jumlah
2
cukup tinggi adalah umbi bunga dahlia (Dahlia variabilis). Selain bunganya
indah, umbinya juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber inulin. Di Indonesia
umbi bunga dahlia sampai saat ini belum bisa dimanfaatkan secara optimal dan
masih merupakan limbah yang dihasilkan oleh petani bunga potong. Kandungan
inulin asal umbi bunga dahlia sebesar 69,50–75,48% dari berat kering umbi
(Saryono dkk., 1998). Inulin sebagai prebiotik adalah polimer alami kelompok
karbohidrat. Inulin bersifat larut dalam air, tetapi tidak dapat dicerna oleh enzim
dalam sistem pencernaan sehingga mencapai caecum tanpa mengalami perubahan
struktur. Dengan demikian, inulin mampu mencapai caecum dan substrat dapat
difermentasi bakteri caecum.
Pemberian inulin pada level 1% memberikan efek positif pada kesehatan
broiler yang ditandai dengan peningkatan bobot bursa fabricius, sebagai indikator
dari ketahanan dan kekebalan tubuh (Nabizadeh et al., 2012). Fajrih et al. (2014)
melaporkan bahwa penggunaan tepung umbi bunga dahlia pada tingkat 1,2%
mampu meningkatkan bobot bursa fabricius dan menurunkan rasio
heterofil/limfosit (rasio H/L). Selain bobot organ limfoid, komponen darah,
seperti rasio H/L, merupakan indikator ketahanan tubuh. Rasio H/L merupakan
indikator stres pada ayam yang terkait erat dengan kinerja bursa fabricius, karena
organ ini berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Inulin dikenal dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri asam laktat yang mengeluarkan senyawa
imunomodulator, zat yang mampu/berinteraksi dengan sistem imun baik dalam
bentuk meningkatkan atau menurunkan aspek tertentu dari respon inang
(Tzianabos, 2000).
3
Penggunaan prebiotik inulin dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri non
patogen dan bakteri asam laktat. Kondisi ini berdampak pada perbaikan kondisi
saluran pencernaan dan ketahanan tubuh broiler akibat perubahan komposisi
bakteri non patogen, sehingga diharapkan penggunaan prebiotik inulin mampu
meningkatkan ketahanan tubuh pada broiler yang ditandai dengan peningkatan
bobot bursa fabricius, penurunan bobot limpa dan rasio H/L.
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi level pemberian tepung umbi
bunga dahlia terhadap ketahanan tubuh broiler. Penelitian diharapkan dapat
digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat khususnya peternak unggas
mengenai level penggunaan inulin asal umbi bunga dahlia sebagai prebiotik dalam
kaitannya dengan organ ketahanan tubuh broiler.
Hipotesis penelitian adalah prebiotik inulin asal umbi bunga dahlia sebagai
feed additive mampu meningkatkan ketahanan tubuh broiler yang ditandai dengan
peningkatan bobot bursa fabricius, penurunan bobot limpa dan rasio H/L.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Bunga Dahlia (Dahlia variabilis)
Klasifikasi botani tanaman bunga dahlia menurut Dole dan Wilkins (2005)
adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Liliales
Famili : Compositae / Asteraceae
Genus : Dahlia
Spesies : Dahlia variabilis
Tanaman bunga dahlia merupakan tanaman hias berupa tumbuhan tahunan
yang tegak, bercabang, tidah berbulu, letak daun-daunnya tersusun bersebelahan
dan memiliki satu sampai tiga buah sirip dengan pinggiran yang bergerigi serta di
atas tangkai terdapat bunga dengan warna-warna tertentu. Tanaman ini berasal
dari pegunungan Meksiko. Di Eropa budidaya dimulai tahun 1789, dari Royal
Botanical Garden di Madrid, Spanyol dan menyebar ke seluruh Eropa Barat.
Walaupun perkembangannya sangat lambat, pada tahun 1841 sudah terdapat
1.200 varietas (Vinayandana, 1998). Gambar morfologi bunga dan umbi bunga
dahlia dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Tanaman Bunga Dahlia (atas) dan umbi bunga dahlia (bawah)
Budidaya tanaman dahlia dapat dilakukan dengan cara perbanyakan
generatif dengan benih atau perbanyakan vegetatif dengan stek dan perbanyakan
vegetatif dengan umbi. Perbanyakan dengan umbi dilakukan pada dahlia jenis
kaktus maupun semi kaktus menggunakan umbi yang berumur 7 bulan. Panen
bunga dahlia dilakukan setelah 3 bulan masa tanam dengan frekuensi 2x
seminggu sampai 4 bulan kemudian, sedangkan panen umbi dilakukan setelah 7
bulan. Produksi umbi per batang bergantung dari jenis dahlia. Dahlia kaktus
menghasilkan ubi yang besar dan dapat mencapai 2 kg/tanaman. Dalam 10
tumbak (140 m2) dihasilkan 400 kg ubi (Prihatman, 2001).
Bunga dahlia memiliki warna: putih, kuning, jingga, violet, merah, ungu
atau campurannya. Dahlia tumbuh baik pada daratan tinggi dengan ketinggian
optimum 700–1.000 m dpl (dari permukaan laut). Tanaman dahlia mampu
menghasilkan umbi sebanyak 2.800–3.500 kg/ha. Bunga dahlia banyak ditemukan
6
pada dataran tinggi di Indonesia. Selain sebagai penghasil bunga potong, dahlia
juga memiliki umbi yang mengandung inulin (Saryono dkk., 1998).
Inulin Asal Umbi Bunga Dahlia
Inulin adalah senyawa golongan polisakarida yang banyak terdapat di alam
sebagai cadangan energi berbagai jenis tanaman yang disimpan didalam akar atau
rhizobium seperti umbi tanaman bunga dahlia (Dahlia sp. L), daun Jerusalem
artichoke (Helianthus tuberosus), akar chicory (Chicoryum intybus L.), daun
dandelion (Taraxacum officinale W.), akar yacon (Smallanthus sanchifolius) dan
dalam jumlah kecil terdapat dalam bawang putih, bawang bombay, asparagus,
pisang dan gandum (Niness, 1999).
Umbi bunga dahlia merupakan salah satu sumber inulin sebagai prebiotik
yang sangat potensial, selain umbi jerusalem artichoke dan akar chicory (Franck
dan Lenheer, 2003). Bunga dahlia banyak dibudidayakan di Indonesia, selain
bunganya indah, umbinya juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber inulin.
Kandungan inulin asal umbi bunga dahlia yang telah diekstraksi sebesar 86,5%
(Fanani, 2014).
Umbi tanaman dahlia, akar chicory, umbi Jerusalem artichoke, bawang
merah, bawang putih dan nanas merupakan tanaman dengan sumber inulin. Kadar
inulin pada tanaman Jerusalem artichoke mengandung inulin sebesar 19–25%,
Chicory 20–25%, dan bawang merah 6–12% (Franck, 2002). Kandungan nutrien
umbi bunga dahlia dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Kandungan Nutrien Umbi Bunga Dahlia (% berat kering)
Komposisi Kadar (%)
Inulin 79,58
Air 11,99
Abu 7,16
Lemak Kasar 0,19
Serat Kasar 13,22
Protein Kasar 7,00 Sumber: Agustina(2016)
Dahlia menghasilkan umbi yang mengandung 70% pati dalam bentuk inulin
(Asih dkk., 2009). Umbi bunga dahlia mengandung 69,50–75,48% inulin, yang
berpotensi untuk dihidrolisis menjadi sirup fruktosa dan fruktooligosakarida atau
sebagai substrat pada produksi alkohol secara fermentasi (Saryono dkk., 1998).
Shivayogeppa et al. (2010) juga menambahkan, bahwa dahlia merupakan tanaman
umbi yang mengandung senyawa inulin paling tinggi, mengandung fruktosa serta
mempunyai kandungan senyawa kecil yang aktif seperti phytin dan benzoate acid.
Pada dasarnya setiap sel dari tanaman dahlia mengandung pati dalam bentuk
inulin. Akar, daun dan biji mengandung sejumlah senyawa metabolit penting
seperti inulin, lakton seskuiterpen, kumarin, flavonoid dan vitamin (Ranjitha dan
Nandagopal, 2007). Tanaman ini berguna sebagai antihepatotoxic,
antiulcerogenic, antiinflamasi, memperlancar sistem pencernaan, obat perut,
depurative dan diuretik (Fatima et al., 2007).
Inulin adalah cadangan karbohidrat yang terkandung dalam umbi bunga
dahlia dengan jumlah yang tinggi dan berfungsi sebagai penggantian lemak dan
gula, memperbaiki sifat organoleptik dan tekstur, meningkatkan absorbsi mineral,
sebagai imunomodulator dan pencegahan kanker usus besar (Asih dkk., 2009).
8
Prebiotik
Bahan pakan tambahan yang dilaporkan memberikan keuntungan dalam
pemanfaatan energi dan protein untuk ternak unggas diantaranya adalah probiotik,
prebiotik dan asam organik (Yang et al., 2009). Prebiotik dapat didefinisikan
sebagai substrat atau food ingredient yang tidak dapat dicerna host tetapi
difermentasi selektif oleh beberapa mikroba usus yang menstimulasi pertumbuhan
dan aktivitas bakteri yang bermanfaat untuk hewan inang (Scholz-Ahrens et al.,
2001).
Bifidobacteria dan Lactobacilli merupakan bakteri endogen menguntungkan
yang dapat memanfaatkan prebiotik (Yang et al., 2009). Gibson et al. (2004)
menyatakan food ingredient yang diklasifikasikan sebagai prebiotik harus
memenuhi persyaratan, yaitu tahan terhadap asam saluran pencernaan, tidak
dihidrolisa dan tidak diserap di saluran pencernaan, dan tidak diekskresikan dalam
feses, dan merupakan subtrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroba yang
menguntungkan dalam usus, sehingga memicu pertumbuhan bakteri dan mampu
merubah mikroba usus menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi mikroba pada saluran pencernaan
unggas, seperti pakan, pemberian antibiotik, umur, dan infeksi yang disebabkan
oleh mikroba patogen (Lu et al., 2003).
Jenis prebiotik yang umum digunakan adalah inulin, fructo–
oligosaccharides (FOS), galacto–oligosacharides (GOS), soy-oligosaccharides,
(Roberfroid, 2007). Secara alami oligosakarida terkandung dalam jumlah sedikit
pada tanaman dan sayuran seperti bawang, rebung dan pisang. Inulin dan
9
transgalacto-oligosaccharides (TOS) dapat memenuhi kriteria prebiotik atau
food ingredient (Azhar, 2009). Hal ini karena inulin mempunyai efek prebiotik
yang menguntungkan. Cara kerja prebiotik dalam pakan adalah sebagai sumber
makanan bagi mikroba usus yang menguntungkan/non patogenik. Penambahan
prebiotik dapat meningkatkan jumlah bakteri yang menguntungkan (Roberfroid et
al., 2010).
Inulin merupakan kelompok karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim tubuh (Niness, 1999). Meskipun demikian, inulin dapat mengalami
fermentasi akibat aktivitas mikroba yang terdapat di dalam usus, sehingga
berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Prebiotik memiliki struktur kimia
yang unik serta tahan terhadap enzim pencernaan tanpa mengalami perubahan
struktur (Jung et al., 2008).
Inulin sebagai Prebiotik
Inulin adalah monomer-monomer fruktosa yang dihubungkan oleh ß (2–1)
fruktofuranosa dan disetiap ujung rantainya terdapat glukosa. ß (2–1)
fruktofuranosa menyebabkan tidak terdegradasinya inulin terhadap enzim
pencernaan hewan inang (Duggan et al., 2002). Inulin merupakan nutrisi yang
sesuai bagi bakteri baik, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan bakteri yang menguntungkan dalam usus. Akibat dari pemberian
inulin terjadi peningkatan perkembangan bakteri menguntungkan dan
menurunkan bakteri patogen, sehingga kesehatan saluran pencernaan semakin
baik dan efeknya ketersediaan nutrien oleh inang pun meningkat. Enzim-enzim
yang dihasilkan saluran pencernaan merombak protein, karbohidrat dan lemak
10
menjadi produk yang dapat diserap tubuh dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan
ataupun perkembangan jaringan baru berupa pertambahan bobot badan.
Suplementasi prebiotik secara nyata dapat meningkatkan bobot badan dan
menurunkan konversi pakan atau feed convertion ratio (FCR) serta mortalitas
broiler (El-Banna et al., 2010). Pemberian prebiotik dalam pakan dapat
menggantikan peranan antibiotik sebagai growth promotor (Daud, 2005 dan
Ashayerizadeh et al., 2009).
Prebiotik merupakan substrat selektif untuk meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme tertentu dalam saluran pencernaan. Mikroorganisme tersebut
merupakan bakteri asam laktat (BAL) alami dalam saluran pencernaan yang
berperan penting dalam memberikan pertahanan saluran pencernaan dengan cara
menghambat kolonisasi bakteri patogen (Gibson dan Fuller, 2000). Beberapa cara
eliminasi bakteri patogen oleh BAL antara lain dengan mengeluarkan hasil akhir
metabolik bersifat asam seperti asam laktat dan asam lemak rantai pendek atau
Short Chain Fatty Acid (SCFA) yang akan menurunkan pH lingkungan saluran
cerna, dalam suasana asam BAL dapat berkembang dengan baik sedangkan
bakteri patogen sulit berkembang. Selain itu, BAL dapat memproduksi antibiotika
alamiah, yang mempunyai kemampuan spektrum luas seperti lactocins,
helveticins, lactacins, curvacins, nisin atau bifidocin. Antimikrobial tersebut
mengeliminasi berbagai macam bakteri patogen saluran pencernaan termasuk
Salmonella, Campylobacters dan Escherichia coli (Suskovic et al., 2001).
Mikroba memainkan peranan penting bagi kesehatan melalui beberapa cara
seperti efeknya terhadap morfologi saluran pencernaan, nutrisi, dan immunitas
11
(Lu et al., 2003). Menurut Paul et al. (2007) faktor seperti bakteri patogen
memiliki efek negatif terhadap epitel usus yang mengakibatkan permeabilitas sel
mengalami perubahan sehingga memudahkan senyawa berbahaya dan bakteri
patogen menembus sel usus halus. Kondisi tersebut dapat mengganggu
penyerapan nutrien yang akan menyebabkan peradangan kronis pada mukosa
usus, sehingga akhirnya menyebabkan pertumbuhan tinggi vili terganggu.
Diantara mikroba patogen yang dapat menyebabkan penebalan pada dinding
saluran pencernaan adalah Clostridium perfringens. Dampak dari penebalan
saluran pencernaan adalah pertumbuhan ternak unggas terganggu sebagai akibat
berkurangnya jumlah nutrien yang di absorpsi (Khaksefidi dan Ghoorchi, 2006).
Gibson (2004) menyatakan bahwa keberadaan mikroba menguntungkan di
saluran pencernaan sangat penting dipertahankan karena mempunyai efek
kesehatan yang luas pada hostnya, diantaranya memperbaiki sistem imun,
mempertinggi pencernaan dan penyerapan, mensintesa vitamin dan menekan
bakteri patogen. Keseimbangan mikroba dan peningkatan performa terjadi melalui
mekanisme pH saluran pencernaan. Efek zat metabolit yang dihasilkan
berhubungan dengan pH saluran pencernaan dan aktivitas mikrobial dapat
ditemukan pada usus halus (Canibe et al., 2001).
Broiler dan Kebutuhan Nutrien
Ayam pedaging disebut juga broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,
terutama dalam memproduksi daging (Rasyaf, 2008). Daging broiler dipilih
sebagai salah satu alternatif, karena broiler sangat efisien dalam hal produksi.
12
Jangka waktu 6-8 minggu ayam tersebut sanggup mencapai berat hidup 1,5 − 2 kg
dan secara umum dapat memenuhi selera konsumen (Murtidjo, 2003).
Untuk keperluan hidup dan produksi, ayam membutuhkan sejumlah unsur
nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas,
energi yang berintikan karbohidrat dan lemak, vitamin dan mineral. Semuanya
harus ada dalam pakan yang dimakan kemudian dinyatakan bahwa kandungan
nutrisi pada fase starter mengandung protein 19,5−21,2 %, energi metabolisme
2851−3180 kkal/kg pakan sedangkan finisher protein 22,0−22,7 % dan energi
metabolisme 3290−3399 kkal/kg pakan (Rasyaf, 2004).
Suprijatna dkk. (2005) menjelaskan bahwa pakan starter diberikan pada
ayam berumur 0-3 minggu, sedangkan pakan finisher diberikan pada waktu ayam
berumur empat minggu sampai panen. Kebutuhan nutrien untuk unggas
tergantung dari bangsa, umur, jenis kelamin, besar tubuh, fase produksi, kualitas
pakan, bentuk dan cara pemberian pakan, temperatur, kesehatan dan tingkah laku
sosial ternak. Kebutuhan nutrien broiler selama pemeliharaan dapat dilihat pada
Tabel 2.
13
Tabel 2. Kebutuhan Nutrien pada Broiler
Komponen
Fase Pemeliharaan
Starter Finisher
1 2* 1 2
**
Energi Metabolis (kkal/kg) 3.200 min. 2900 3200 min. 2900
Protein Kasar (%) 23 min. 19 20 min. 18
Serat Kasar (%) - maks. 6,0 - maks. 6,0
Lemak Kasar (%) - maks. 7,4 - maks. 8,0
Lisin (%) 1,10 min, 1,10 1,00 min, 0,90
Methionin (%) 0,50 min, 0,40 0,38 min, 0,30
Kalsium (Ca) (%) 0,95 0,90 – 1,20 0,90 0,90 – 1,20
Fosfor (P) (%) 0,45 min, 0,40 0,35 min, 0,40
Keterangan: 1. National Research Council (1994)
2*. Badan Standarisasi Nasional (2006)
a
2**
. Badan Standarisasi Nasional (2006)b
Ketahanan Tubuh Unggas
Rasio Heterofil / Limfosit (Rasio H/L)
Secara khusus heterofil sering disebut sebagai leukosit polimorfonuklear.
Heterofil pada ayam biasanya berbentuk bulat dengan diameter 10-15 mikron,
granula sitoplasmanya berbentuk batang pipih seperti jarum (Sturkie, 1998).
Heterofil memiliki kesamaan fungsi seperti neutrofil pada mamalia. Heterofil
(pada unggas) atau neutrofil (pada mamalia) merupakan jenis leukosit di dalam
sirkulasi darah dengan jumlah terbanyak dibandingkan dengan granulosit lainnya.
Sel ini dicirikan dengan bentuk yang cenderung bulat dengan sitoplasma berwarna
lebih muda yaitu eosinofilik. Inti kasar, tidak teratur, biasanya memiliki dua
sampai tiga lobus. Lobus pada beberapa sel terlihat tidak tersambung karena inti
tertutup granul. Granul sitoplasma pada heterofil berbentuk batang atau jarum
(Clark et al., 2009). Gambaran mengenai bentuk heterofil dapat dilihat pada
Gambar 2.
14
Gambar 2. Heterofil (Theml et al., 2004)
Fungsi utama dari heterofil adalah penghancur bahan berbagai produk
bakteri, berbagai produk yang dilepaskan oleh sel rusak dan berbagai produk
reaksi kekebalan. Heterofil bekerja secara cepat sehingga dikenal sebagai first
line defense yaitu sebagai sistem pertahanan pertama (Tizard, 1988). Masa hidup
heterofil di dalam sirkulasi lebih pendek dalam keadaan infeksi berat
dibandingkan dalam kondisi normal yakni hanya beberapa jam saja. Secara
klinis apabila jumlah heterofil muda meningkat pertanda adanya infeksi akut
(Dellman dan Brown, 1992).
Tizard (1988) menyebutkan bahwa heterofil mempunyai sifat fagositosis,
bekerja secara cepat, tetapi menjadi lelah sehingga dianggap sebagai garis
pertahanan pertama. Persentase heterofil normal pada ayam adalah 20,9% (Sturkie
dan Griminger, 1976) dan 25–30% (Swenson, 1984). Jumlah heterofil meningkat
disebabkan oleh pakan yang kekurangan riboflavin (B2) dan akibat infeksi bakteri
(leukocytosis) (Swenson, 1984).
Yalcinkaya et al. (2008) menyatakan bahwa limfosit merupakan unsur
penting dalam sistem kekebalan tubuh, yang berfungsi merespon antigen dengan
membentuk antibodi. Limfosit adalah jenis leukosit dengan jumlah paling banyak
15
dalam darah ayam (Bacha dan Bacha, 2000). Diproduksi dalam tulang belakang,
limfa, saluran limfa dan timus. Bentuk limfosit dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Limfosit (Theml et al., 2004)
Limfosit diproduksi dalam tulang belakang, limfa, saluran limfa, dan timus.
Fungsi utama limfosit adalah merespon adanya antigen (benda-benda asing)
dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam
pengembangan imunitas (kekebalan seluler). Apabila T–limfosit mengalami
ekspose terhadap antigen, T–limfosit akan dirangsang untuk berganda dengan
cepat dan menghasilkan lebih banyak lagi, yang dapat bekerja langsung melawan
antigen spesifik (Tizard, 1988). Persentase limfosit normal pada ayam adalah 24–
84% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Limfosit adalah sel yang ada di dalam tubuh hewan yang mampu mengenal
dan menghancurkan determinan antigenik yang memiliki dua sifat pada respon
imun khusus, yaitu spesifitas dan memori. Limfosit memiliki beberapa subset
yang memiliki perbedaan fungsi dan jenis protein yang diproduksi, namun
morfologinya sulit dibedakan (Abbas et al., 2000).
Limfosit berperan dalam respons imun spesifik karena setiap individu
limfosit dewasa memiliki sisi ikatan khusus sebagai varian dari prototipe reseptor
16
antigen. Reseptor antigen pada limfosit B adalah bagian membran yang berikatan
dengan antibodi yang disekresikan setelah limfosit B yang mengalami diferensiasi
menjadi sel fungsional, yaitu sel plasma yang disebut juga sebagai membran
imunoglobulin. Reseptor antigen pada limfosit T bekerja mendeteksi bagian
protein asing atau patogen asing yang masuk sel inang (Janeway et al., 2001).
Rasio H/L adalah merupakan indikator stres yang utama pada unggas,
makin tinggi angka rasio tersebut maka makin tinggi pula tingkat stresnya, oleh
karena itu, kondisi stres dapat menyebabkan turunnya jumlah limfosit yang berarti
berkurang pula jumlah sel darah putih secara keseluruhan (Kusnadi, 2008).
Menurut Emadi dan Kermanshahi (2007) tingkat ketahanan tubuh pada unggas
dapat ditentukan oleh nilai rasio H/L, sekitar 0,2 (rendah), 0,5 (normal) dan 0,8
(tinggi) terhadap adaptasi lingkungan. Rasio heterofil/limfosit normal pada ayam
adalah 0,32 (Sturkie dan Griminger, 1976) dan 0,5 (Swenson, 1984).
Organ limfoid
Beberapa organ yang berperan dalam reaksi tanggap kebal antara lain timus,
bursa fabricius, dan limpa. Organ limfoid primer pada unggas terdiri dari timus
dan bursa fabricius. Kedua organ ini berfungsi mengatur produksi dan
diferensiasi limfosit (Tizard, 1988). Penyakit tertentu dan kondisi lain seperti
cekaman panas diketahui mempengaruhi perkembangan organ limfoid pada ayam
(Gregg, 2002; Kusnadi, 2008). Kondisi ini biasa disebut imunosupresi, yaitu
perubahan reaksi kekebalan kekeadaan negatif, sehingga respon tubuh ternak
terhadap masuknya benda asing menjadi berkurang, atau bisa menjadi pemicu
serangan berbagai penyakit ke dalam tubuh ternak. Imunosupresi akan
17
ditunjukkan dengan adanya tekanan, hambatan, atau gangguan pada komponen
sistem kekebalan tubuh, antara lain langsung merusak dan mengganggu
pertumbuhan organ limfoid primer (bursa dan timus), sekaligus organ limfoid
sekunder (limpa) (Gregg, 2002). Gambar morfologi organ limfoid dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Organ Limfoid
1. Bursa fabricius
Sistem kekebalan tubuh mulai berkembang selama periode embrio dan
berlanjut selama minggu pertama setelah menetas. Pakan menyediakan nutrien
untuk pertumbuhan dan perkembangan organ limfoid primer dan sekunder. Sistem
kekebalan usus khususnya sistem kekebalan mukosa memerlukan pakan untuk
berkembang dengan cepat. Keterlambatan pemberian pakan setelah menetas tidak
hanya merusak pembangunan usus tetapi juga gut-associated lymphoid tissue
(GALT) seperti bursa fabricius, cecal tonsil dan Meckel divertikulum. Jadi,
keterlambatan pakan dan konsumsi air langsung menekan sistem kekebalan tubuh
(Jull-Madsen et al., 2004).
Sistem ketahanan tubuh pada unggas erat hubungannya dengan fungsi
beberapa organ limfoid salah satunya bursa fabricius. Bursa fabricius berfungsi
Bursa fabricius Limpa
18
sebagai tempat pendewasaan sel-sel dari sistem pembentuk antibodi pada ayam
yang mampu menghancurkan antigen yang masuk kedalam tubuh (Kusnadi,
2008). Organ tubuh ayam yang memegang peranan penting dalam pertahanan
tubuh ayam adalah bursa fabricius dan timus. Kedua organ ini merupakan organ
primer atau utama dalam sistem kekebalan, Bursa fabricius akan tumbuh cepat
dalam 3 minggu pertama umur ayam. Beberapa organ yang berperan dalam reaksi
tanggap kebal antara lain timus, bursa fabricius, dan limpa. Organ limfoid primer
pada unggas terdiri dari timus dan bursa fabricius. Kedua organ ini berfungsi
mengatur produksi dan diferensiasi limfosit (Tizard, 1988).
Bursa fabricius, limpa dan timus memiliki limfoid, organ yang memiliki
fungsi untuk memproduksi limfosit. Sementara itu, limfosit memiliki leukosit
yang memiliki fungsi dalam memproduksi imunoglobulin (Ig), pada ayam
terdapat tiga kelas Ig yang dapat disamakan dengan Ig mamalia yaitu IgA, IgM,
dan IgY (IgG) (Carlendar, 2002). Kusnadi dan Djulardi (2011) menyatakan
bahwa pemeliharaan broiler pada suhu yang tinggi dapat menyebabkan turunnya
bobot bursa fabricius dan meningkatkan bobot limpa. Rasio antara bobot bursa
dan limpa dapat dijadikan parameter imunosuspresi. Gambaran perubahan
patologi anatomi untuk kasus imunosupresi adalah terjadinya atrofi pada bursa
fabricius dan rasio perbandingan ukuran antara bursa fabricius dengan limpa. Bila
ukuran bursa fabricius sama atau lebih kecil dari limpa pada 5 minggu pertama
umur ayam, dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi kasus imunosupresi.
Heckert et al. (2002) membuktikan dalam penelitiannya bahwa terjadinya
penurunan bobot bursa fabricius pada ayam broiler yang dipelihara dengan
19
kepadatan kandang yang tinggi dapat menurunkan jumlah limfosit sehingga
antibodi antara lain gama globulin yang penting dalam sistem kekebalan tubuh
menjadi rendah. Bobot relatif bursa fabricius adalah 0,22–0,26% bobot hidup
(Bahri, 2015). Tizard (1988) mengemukakan bahwa semakin sering bursa
fabricius membentuk antibodi akan menyebabkan deplesi dan pengecilan folikel
limfoid sehingga bobot relatif bursa fabricius menurun. Bobot bursa yang lebih
besar menunjukkan broiler memiliki ketahanan tubuh yang baik sehingga broiler
tahan terhadap pengaruh dari luar. Unggas yang mempunyai bobot relatif bursa
fabricius yang lebih besar berarti mempunyai ketahanan tubuh lebih baik.
2. Limpa
Limpa merupakan organ penting dalam pembentukan sel darah putih yaitu
limfosit yang ada hubungannya dengan pembentukan antibodi. Limpa bersama
sumsum tulang dan sel-sel hati berperan penting dalam degradasi eritrosit tua.
Limpa juga berfungsi sebagai penyaring darah. Limpa memiliki reaksi dengan
antigen. Antigen yang masuk secara intravena akan dijerat paling tidak sebagian,
di dalam limpa yang diambil oleh makrofag baik yang terdapat di zona pembatas
maupun yang membatasi sinusoid pulpa merah. Sel ini membawa antigen ke
folikel primer dalam pulpa putih, setelah itu sel penghasil antibodi akan
bermigrasi. Sel penghasil antibodi ini menempati zona pembatas dan pulpa merah,
dan di daerah inilah produksi antibodi ini pertama kali ditemukan. Pembentukan
pusat germinal juga terjadi dalam folikel primer dalam beberapa hari, walaupun
tidak langsung berkaitan dengan produksi antibodi. Hewan yang sudah memiliki
antibodi yang bersirkulasi, penjeratan antigen oleh sel dendrit dalam folikel
20
sekunder menjadi penting. Seperti halnya pada tanggap kebal primer, sel
penghasil antibodi berpindah dari folikel menuju ke pulpa merah dan zona
pembatas, tempat sebagian besar produksi antibodi berlangsung, walaupun
sebagian antibodi bisa juga diproduksi di dalam folikel sekunder (Tizard, 1988).
Merryana dkk. (2007), ayam yang dipapar bakteri memiliki persentase
limpa nyata lebih besar dibandingkan yang tidak terinfeksi yaitu antara 0,46–
0,54%, sementara yang tidak terinfeksi berkisar antara 0,10–0,12%. Menurut
Tang et al. (1987) organ limpa yang mengalami hipertropi karena terjadi
pengambilalihan fungsi bursa fabricius oleh limpa karena bursa fabricius yang
tidak dapat berfungsi normal. Tizard (1988) menyatakan semakin keras bursa
fabricius membentuk antibodi, menyebabkan deplesi dan folikel limfoid mengecil
sehingga berat relatif bursa fabricius menurun.
21
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret–Mei 2016. Penelitian secara in
vivo di kandang Percobaan Laboratorium Ternak Unggas, Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.Preparasi sampel darah di Laboratorium Patologi Klinik
Hewan Pendidikan, Universitas Hasanuddin. Pengujian sampel darah untuk
mengetahui rasio H/L di Laboratorium Kesehatan Hewan Sekolah Vokasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan adalah Day Old Chick (DOC) strain New Lohmann
MB 202 sebanyak 160 ekor berjenis kelamin campuran (unsexed), tepung umbi
dahlia, pakan basal, air minum, vaksin gumboro, vaksin ND B1 dan vaksin ND
lasota. Inulin yang digunakan adalah tepung umbi dahlia yang sebelumnya
dianalisa kandungan inulinnya untuk menentukan dosis pemberiannya. Hasil
analisa inulin tepung umbi dahlia yaitu 79,58% per 100 g tepung umbi dahlia
(Agustina, 2016).
Kandang yang digunakan adalah kandang litter yang disekat 20 petak
dengan ukuran setiap petak 1 x 1 x 0,6 m. Setiap petak kandang dilengkapi
dengan tempat pakan, air minum dan lampu pijar 60 watt sebagai pemanas.
Perlengkapan yang digunakan adalah alat tulis, timbangan, baskom, pisau, oven,
blender atau mesin penggiling, termohigrometer, kertas koran, timbangan ukuran
20 kg, spoit 5 ml, tabung vakum yang yang berisi antikoagulan EDTA, scalpel,
dan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 g.
22
Metode Penelitian
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan dan 5 ulangan (@ 8 ekor) sehingga terdapat 20 unit percobaan. Broiler
dipilih sebanyak 160 ekor didasarkan pada bobot awal yang seragam dan
ditempatkan langsung pada kandang perlakuan, selanjutnya dibagi secara acak
sesuai perlakuan dengan susunan sebagai berikut :
P0 : Pakan basal
P1 : Pakan basal + Tepung umbi bunga dahlia 10 g/kg pakan (Inulin 0,8%)
P2 : Pakan basal + Tepung umbi bunga dahlia 12,5 g/kg pakan (Inulin 1%)
P3 : Pakan basal + Tepung umbi bunga dahlia 15 g/kg pakan (Inulin 1,2%)
Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Tepung Umbi Bunga Dahlia
Penelitian akan dimulai dengan pembuatan tepung umbi bunga dahlia dengan
cara umbi bunga dahliadicuci bersih dan diiris tipis-tipis, kemudian
dikeringkan dibawah sinar matahari atau dioven pada suhu ± 60ºC selama 3
hari dengan kadar air 10–20%. Setelah kering umbi bunga dahlia dihaluskan
menjadi tepung menggunakan mesin penggiling dan siap dicampurkan dalam
pakan untuk diberikan pada broiler.
2. Penyusunan Pakan
Bahan penyusun pakan terdiri dari jagung giling, polard, bungkil kedelai,
kedelai, tepung ikan, meat and bone meal (MBM), dikalsium phospat (DCP),
mineral mix, lisin, dan methionin. Penyusunan pakan dilakukan dengan
23
menggunakan standar kebutuhan nutrisi broiler fase starter dan finisher
berdasarkan NRC (1994) dan Badan Standarisasi Nasional (2006). Susunan
dan kandungan nutrien pakan penelitian terlihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Komposisi Pakan Perlakuan Fase Starter (0–14 Hari).
Jenis Bahan Pakan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Jagung giling (%) 58 58 58 58
Polard (%) 5,50 5,50 5,50 5,50
Bungkil Kedelai (%) 13 13 13 13
Kedelai (%) 9,10 9,10 9,10 9,10
Tepung Ikan (%) 5 5 5 5
MBM (%) 9 9 9 9
DCP (%) 0,10 0,10 0,10 0,10
Mineral mix (%)* 0,10 0,10 0,10 0,10
Lisin (%) 0,10 0,10 0,10 0,10
Methionin (%) 0,10 0,10 0,10 0,10
Total (%) 100 100 100 100
Tepung Umbi bunga
Dahlia (g/kg Pakan) 0,00 10,00 12,50 15,00
Kandungan Nutrisi**
Energi Metabolis
(kkal/kg) 3004,11 3004,11 3004,11 3004,11
Protein Kasar (%) 22,28 22,28 22,28 22,28
Serat Kasar (%) 2,88 2,88 2,88 2,88
Lemak Kasar (%) 5,94 5,94 5,94 5,94
Lysine (%) 1,31 1,31 1,31 1,31
Methionine (%) 0,50 0,50 0,50 0,50
Ca (%) 1,23 1,23 1,23 1,23
P (%) 0,67 0,67 0,67 0,67 Keterangan: * Komposisi mineral mix per kilogram: Vitamin A: 1.250.000 IU, Vitamin D:
250.000 IU, Vitamin E: 750 IU, Vitamin K: 200 mg, Vitamin C: 5.000 mg, Vitamin B1: 250
mg, Vitamin B2: 400 mg, Vitamin B6: 100 mg, Vitamin B12: 1,2 mg, Biotin: 20 mg, Folic Acid:
50 mg, Nicotinic Acid: 3.000 mg, Calcium-D-pantothenate: 400 mg, Choline Chloride: 1.500
mg, Copper: 500 mg, Iron: 2.500 mg, Iodine: 20 mg, Manganese: 6.000 mg, Selenium: 20 mg,
Zinc: 7.000 mg, Cobalt: 20 mg, Zinc Bacitracin: 2.100 mg, Lysine: 13.000 mg, DL-
Methionine: 5.000 mg, Threonine: 4.000 mg, dan Antioksidan: 800 mg. ** Hasil perhitungan
berdasarkan tabel komposisi bahan pakan (Hartadi, dkk., 2005).
24
Tabel 4. Komposisi Pakan Perlakuan Fase Finisher (15–35 Hari).
Jenis Bahan Pakan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Jagung giling (%) 57 57 57 57
Polard (%) 12,5 12,5 12,5 12,5
Bungkil Kedelai (%) 14 14 14 14
Kedelai (%) 5 5 5 5
Tepung Ikan (%) 3 3 3 3
MBM (%) 8 8 8 8
DCP (%) 01 01 01 01
Mineral mix (%)* 0,1 0,1 0,1 0,1
Lisin (%) 0,1 0,1 0,1 0,1
Methionin (%) 0,2 0,2 0,2 0,2
Total (%) 100 100 100 100
Tepung Umbi bunga
Dahlia (g/kg Pakan) 0,00 10,00 12,50 15,00
Kandungan Nutrisi**
Energi Metabolis
(kkal/kg) 2994,9 2994,9 2994,9 2994,9
Protein Kasar (%) 20,48 20,48 20,48 20,48
Serat Kasar (%) 3,17 3,17 3,17 3,17
Lemak Kasar (%) 5,25 5,25 5,25 5,25
Lysine (%) 1,15 1,15 1,15 1,15
Methionine (%) 0,56 0,56 0,56 0,56
Ca (%) 1,05 1,05 1,05 1,05
P (%) 0,59 0,59 0,59 0,59 Keterangan: * Komposisi mineral mix per kilogram: Vitamin A: 1.250.000 IU, Vitamin D:
250.000 IU, Vitamin E: 750 IU, Vitamin K: 200 mg, Vitamin C: 5.000 mg, Vitamin B1: 250
mg, Vitamin B2: 400 mg, Vitamin B6: 100 mg, Vitamin B12: 1,2 mg, Biotin: 20 mg, Folic Acid:
50 mg, Nicotinic Acid: 3.000 mg, Calcium-D-pantothenate: 400 mg, Choline Chloride: 1.500
mg, Copper: 500 mg, Iron: 2.500 mg, Iodine: 20 mg, Manganese: 6.000 mg, Selenium: 20 mg,
Zinc: 7.000 mg, Cobalt: 20 mg, Zinc bacitracin: 2.100 mg, Lysine: 13.000 mg, DL-
Methionine: 5.000 mg, Threonine: 4.000 mg, dan Antioksidan: 800 mg. ** Hasil perhitungan
berdasarkan tabel komposisi bahan pakan (Hartadi, dkk., 2005).
3. Persiapan Penelitian
Persiapan yang dilakukan sebelum penelitian adalah pembersihan kandang,
pengapuran lantai dan dinding, fumigasi kandang menggunakan formalin 1–
2% yang dicampur air dengan dosis 1:10. Persiapan lain yang dilakukan yaitu
menebar serbuk gergaji dalam kandang yang berfungsi sebagai litter,
pemasangan sekat dan alat pemanas dengan menggunakan lampu pijar 60 watt,
25
serta pembersihan tempat makan dan air minum sebelum digunakan. Setiap
petak kandang diberi nomor perlakuan dan ulangan.
4. Pelaksanaan Penelitian
Pada saat DOC ditempatkan langsung pada petak kandang litter serta diberi air
gula untuk memenuhi kebutuhan energi yang hilang dalam perjalanan dan
empat jam kemudian diberi pakan perlakuan dan air minum. DOC ditempatkan
dalam petakan kandang litter yang dilengkapi dengan tempat makan dan
minum serta lampu pijar 60 watt masing-masing 1 buah yang berfungsi sebagai
pemanas. Pemeliharaan broiler melalui 2 tahap pemeliharaan, pertama broiler
diberikan pakan perlakuan (pakan basal untuk fase starter + inulin umbi bunga
dahlia) selama 14 hari dan pemeliharaan ke 2 yaitu umur 15 – 35 hari diberikan
pakan perlakuan (pakan basal untuk fase finisher + inulin umbi bunga dahlia).
Sebelum diberi perlakuan, broiler ditimbang untuk mendapat berat homogen.
Setiap petak kandang litter diisi dengan 8 ekor dengan penempatan perlakuan
dilakukan secara acak. Vaksinasi dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu: Vaksinasi
ND dengan vaksin strain NDB1 melalui tetes mata pada umur 4 hari, vaksin
gumboro pada umur 14 hari melalui tetes mulut dan vaksin ND/AI pada umur
21 hari melalui injeksi (suntik). Pakan dan air minum diberikan secara ad
libitum. Vita stress diberikan sebelum dan setelah dilakukan vaksinasi untuk
mencegah stress pada broiler.
26
5. Pengambilan Sampel
Pengambilan Sampel Darah
Pada hari ke 35, pengambilan darah dilakukan melalui vena brachialispada
bagian sayap sebanyak 2–3 ml dengan spoit. Sampel darah ditampung dalam
tabung vakum yang yang berisi antikoagulan EDTA. Tabung dikocok
perlahan-lahan agar darah tidak membeku untuk segera dikirim dan diperiksa
di Laboratorium. Bagian bawah sayap, dibersihkan dengan kapas yang telah
dibasahi alkohol 70% sebelum dan sesudah pengambilan darah.
Pengambilan Sampel Organ Limfoid
Pengambilan organ limfoid dilakukan setelah pengambilan sampel darah.
Namun, sebelum itu dilakukan penimbangan bobot badan. Pemotongan
dilakukan dengan cara mengambil 1 ekor ayam dari masing-masing unit
percobaan secara acak. Total ayam yang dipotong sebanyak 20 ekor untuk
keseluruhan perlakuan. Cara pengambilan organ limfoid yaitu ayam
disembelih. Setelah mati, ayam kemudian dibedah dengan scalpel pada bagian
abdominal.Ayam yang telah dibedah kemudian diambil bursa fabricius dan
limpanya untuk ditimbang.
Parameter Pengamatan
1. Rasio H/L
Penentuan jumlah heterofil dan limfosit dihitung dari preparat ulas darah tipis.
Pembuatan preparat ulas darah (blood smear) diawali dengan meneteskan 1
tetes darah pada bagian ujung object glass dan mengambil object glass lain
yang berfungsi sebagai object glass pendorong dan ditempelkan pada tetesan
27
darah, lalu dorong ke depan dengan kemiringan 30o, maka akan didapat
preparat ulas darah yang tipis (Gambar 5). Setelah itu, difiksasi dengan
metanol, diwarnai dengan giemsa, dicuci dengan air dan dibiarkan kering pada
suhu ruang. Setelah kering diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100
kali dan dihitung persentase heterofil dan limfosit yang didapat (Bain,2005).
Gambar 5 . Pembuatan preparat ulas darah tipis
Persentase heterofil dan limfosit selanjutnya dikalikan dengan jumlah Leukosit
sehingga didapatkan jumlah heterofil dan limfosit. Jumlah leukosit dihitung
melalui bilik hitung improve neubeur setelah darah diencerkan dengan larutan
Turk (Praseno et al., 2013). Penentuan rasio H/L didapat dengan membagi
jumlah heterofil dengan jumlah limfosit.
2. Bobot Organ Limfoid
Bobot organ limfoid (bursa fabricius dan limpa) diamati dengan cara organ
dipisahkan melalui proses pembedahan untuk dilakukan penimbangan.
Menurut Umam (2012) bobot organ limfoid dihitung dengan rumus :
Bobot Organ Limfoid (g)
Bobot Hidup (g)
Bobot Organ Limfoid (%) = x100 %
28
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam untuk mengetahui
pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diukur. Apabila berpengaruh nyata
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Adapun
model linear untuk menjelaskan tiap nilai pengamatan yaitu:
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan dari perlakuan ke- i dengan ulangan ke-j
µ = Rata-rata pengamatan
τi = Pengaruh perlakuan ke – i (i = 1,2,3, 4, dan 5)
εij = Pengaruh Galat percobaan dari galat perlakuan ke–i pada
pengamatan ulangan ke–j (j = 1,2,3 dan 4), dimana:
i = Banyaknya perlakuan tepung umbi bunga dahlia.
j = Banyaknya ulangan setiap perlakuan tepung umbi bunga dahlia.
Yij = µ + τi + εij
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata rasio H/L, bobot bursa
fabricius dan limpa broiler umur 35 hari dengan pemberian prebiotik berupa
inulin umbi bunga dahlia dengan level berbeda dapat dilihat pada Tabel. 5.
Tabel 5. Rata-rata Rasio H/L, Bobot Bursa fabricius dan Limpa Broiler Umur 35
Hari.
Parameter Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Rasio H/L 0,63ab
0,93a
0,48b
0,77ab
Bursa Fabricius(%) 0,26 0,22 0,25 0,21
Limpa (%) 0,09a 0,08
ab 0,08
ab 0,06
b
Keterangan: P0 (Pakan Basal); P1 (Pakan basal + Tepung umbi bunga dahlia 10 g/kg pakan (0,8%
Inulin)); P2 (Pakan basal + Tepung umbi bunga dahlia 12,5 g/kg pakan (1% Inulin)); P3 (Pakan
basal + Tepung umbi bunga dahlia 15 g/kg pakan (1,2% Inulin)), ab
Superskrip pada baris yang
sama menunjukkan perbedaan nyata P<0,05.
Hasil analisis statistik (Tabel. 5) menunjukkan bahwa inulin umbi bunga
dahlia sebagai prebiotik untuk meningkatkan ketahanan tubuh broiler tidak
menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap bobot bursa fabricius, tetapi
berpengaruh nyata terhadap rasio H/L dan persentase bobot limpa.
Rasio H/L
Hasil analisis statistik (Tabel 5) menunjukkan bahwa pemberian tepung
umbi bunga dahlia sebagai feed additive dalam pakan broiler berpengaruh nyata
terhadap rasio H/L. Rata-rata rasio H/L perlakuan P0 (0,63) dan P3 (0,77) tidak
berbeda nyata dengan P1 (0,93) dan P2 (0,48), tetapi P1 (0,93) berbeda nyata lebih
tinggi dengan P2 (0,48). Rasio H/L dalam penelitian ini berkisar antara 0,48–0,93.
Menurut Emadi dan Kermanshahi (2007) tingkat ketahanan tubuh pada unggas
30
dapat ditentukan oleh nilai rasio H/L, sekitar 0,2 (rendah), 0,5 (normal) dan 0,8
(tinggi) terhadap adaptasi lingkungan.
Rasio H/L perlakuan P0: 0,63 dan mengalami peningkatan pada P1: 0,93,
tetapi menurun pada P2: 0,48 dan meningkat kembali pada P3: 0,77. Peningkatan
nilai rasio H/L sejalan dengan penurunan bobot bursa fabricius. Bursa dengan
ukuran besar dapat memiliki ketahanan tubuh yang baik ditandai penurunan rasio
H/L, tetapi sebaliknya peningkatan rasio H/L menunjukkan penurunan bobot
bursa. Bursa fabricius yang relatif tetap dan membesar seiring peningkatan bobot
atau umur ternak, cenderung tahan terhadap berbagai penyakit (Tizard, 1988).
Rasio H/L yang mengalami peningkatan disebabkan produksi limfosit rendah
yang ditunjukkan oleh bobot bursa yang menurun. Bobot bursa yang rendah
menunjukkan suplai limfosit dari bursa fabricius rendah. Persentase limfosit
berbanding terbalikdengan jumlah heterofil dimana tingginya persentase heterofil
diikuti oleh rendahnya rataan limfosit. Bertambahnya jumlah heterofil serta
menurunnya jumlah limfosit merupakan indikator tingginya tingkat stress
(Solihat, 2010). Siegel (1995) menjelaskan bahwa penurunan persentase bobot
bursa fabricius disebabkan oleh menurunnya sel limfosit B, sesuai tugas bursa
fabricius yaitu memproduksi dan mendewasakan sel limfosit B.
Hasil yang sama dilaporkan oleh Fajrih et al. (2014) bahwa bobot bursa
memiliki keterkaitan dengan rasio H/L. Semakin tinggi bobot bursa maka rasio
H/L akan menurun. Bobot bursa ayam lokal persilangan dengan penambahan
tepung umbi bunga dahlia sebagai sumber inulin yaitu T0 (kontrol): 0,12%, T1
(tepung umbi bunga dahlia 0,4%): 0,21%, T2 (tepung umbi bunga dahlia 0,8%):
31
0,31%, dan T3 (tepung umbi bunga dahlia 1,2%): 0,33%. Sedangkan rasio H/L
yaitu T0: 0,89, T1: 0,75, T2: 0,68, dan T3: 0,66.
Perlakuan P1 (Tepung umbi bunga dahlia10 g/kg pakan) memiliki rasio H/L
tertinggi yaitu 0,93 dan perlakuan P2 (Tepung umbi bunga dahlia12,5 g/kg pakan)
memiliki rasio H/L terendah yaitu 0,48. Perbedaan hasil yang diperoleh pada
setiap perlakuan untuk rasio H/L juga dapat disebabkan bervariasinya kandungan
inulin sebagai prebiotik dalam setiap perlakuan dan kandungan umbi bunga dahlia
tidak hanya inulin. Agustina (2016) menjelaskan bahwa kandungan umbi bunga
dahlia terdiri dari inulin (79,58%), air (11,99%), abu (7,16%), serat kasar
(13,22%), lemak kasar (0,19%) dan protein kasar (11,99%). Umbi bunga dahlia
merupakan salah satu sumber inulin sebagai prebiotik yang sangat potensial
(Franck dan Lenheer, 2003). Prebiotik merupakan substrat selektif untuk
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme tertentu dalam saluran pencernaan.
Mikroorganisme tersebut merupakan bakteri asam laktat (BAL) alami dalam
saluran pencernaan yang berperan penting dalam memberikan pertahanan saluran
pencernaan dengan cara menghambat kolonisasi bakteri patogen (Gibson dan
Fuller, 2000).
Pemberian tepung umbi bunga dahlia sebanyak 12,5 g/kg pakan (P2) mampu
menurunkan rasio H/L dalam darah. Hal ini disebabkan adanya kandungan inulin
dalam tepung umbi bunga dahlia yang tinggi. Meskipun, pada pemberian umbi
bunga dahlia 15 g/kg pakan (P3) rasio H/L meningkat tetapi nilai tersebut masih
dalam kisaran normal dan tidak berbeda secara statistik. Berdasarkan hasil analisa,
tepung umbi dahlia mengandung inulin sebanyak 79,58% (Agustina, 2016). Inulin
32
sebagai prebiotik mampu meningkatkan komposisi bakteri non patogen dan
bakteri asam laktat (BAL) sehingga menstimulasi pertumbuhan bakteri non
patogen, memperbaiki penyerapan nutrien dan meningkatkan ketahanan tubuh
broiler yang ditandai penurunan rasio H/L. Inulin dikenal dapat meningkatkan
pertumbuhan bakteri asam laktat yang mengeluarkan senyawa imunomodulator
yang berperan penting dalam sistem imun (Tzianabos, 2000).
Rasio H/L yang menurun disebabkan mekanisme inulin asal umbi bunga
dahlia sebagai prebiotik. Cara kerja prebiotik dalam pakan adalah sebagai sumber
makanan bagi mikroba usus yang menguntungkan/non patogenik. Menurut
Roberfroid et al. (2010) penambahan prebiotik dapat meningkatkan jumlah
bakteri yang menguntungkan. Inulin merupakan kelompok karbohidrat yang tidak
dapat dihidrolisis oleh enzim tubuh (Niness, 1999). Meskipun demikian, inulin
dapat mengalami fermentasi akibat aktivitas mikroba yang terdapat di dalam usus,
sehingga berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Prebiotik memiliki
struktur kimia yang unik serta tahan terhadap enzim pencernaan tanpa mengalami
perubahan struktur (Jung et al., 2008).
Pemberian tepung umbi bunga dahlia sebanyak 10 g/kg pakan (0,8% inulin)
belum mampu meningkatkan ketahanan tubuh sehingga ayam rentan mengalami
stress dan berakibat pada peningkatan heterofil dan penurunan jumlah limfosit.
Peningkatan heterofil seiring dengan peningkatan rasio H/L. Yalcinkaya et al.
(2008), menyatakan bahwa limfosit merupakan unsur penting dalam sistem
kekebalan tubuh, yang berfungsi merespon antigen dengan membentuk antibodi.
Menurut Tizard (1988) fungsi utama dari heterofil adalah penghancur bahan
33
berbagai produk bakteri, berbagai produk yang dilepaskan oleh sel rusak dan
berbagai produk reaksi kekebalan. Heterofil bekerja secara cepat sehingga dikenal
sebagai first line defense yaitu sebagai sistem pertahanan pertama. Secara klinis
apabila jumlah heterofil muda meningkat pertanda adanya infeksi akut (Dellman
dan Brown 1992). Menurut Kusnadi (2008) rasio heterofil dan limfosit (H/L)
adalah merupakan indikator ketidaknyamanan pada unggas, makin tinggi angka
rasio tersebut maka makin tinggi pula tingkat ketidaknyamanan. Oleh karena itu,
kondisi yang kurang menguntungkan dapat menyebabkan turunnya jumlah
limfosit yang berarti berkurang pula jumlah sel darah putih secara keseluruhan.
Bursa Fabricius
Analisis statistik (Tabel 5) menunjukkan penggunaan tepung umbi bunga
dahlia hingga 15 g/kg pakan (1,2% inulin) sebagai feed additive dalam pakan
tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan bobot relatif bursa fabricius.
Rataan bobot relatif Bursa fabricius setiap perlakuan berada pada kisaran 0,21–
0,26% yang masih berada pada kisaran normal. Hal ini sesuai pernyataan Bahri
(2015) bahwa pesentase bobot bursa fabricius normal pada broiler umur 35 hari
adalah 0,22–0,26% dari bobot hidup ayam.
Pemberian tepung umbi bunga dahlia hingga 15 g/kg pakan (1,2% inulin)
tidak mempengaruhi bobot relatif bursa fabricius broiler umur 35 Hari. Namun,
bobot relatif bursa fabricius masih dalam kisaran normal. Bobot relatif bursa
pada perlakuan P0 memiliki nilai tertinggi yaitu 0,26%. Sedangkan pada perlakuan
pemberian inulin tepung umbi bunga dahlia (P1, P2, dan P3) bobot relatif bursa
fabricius menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan bobot bursa broiler umur 35
34
hari relatif tetap karena dipengaruhi oleh umur dan tahapan pertumbuhan bursa,
sehingga meski diberi inulin tidak memberi pengaruh terhadap peningkatan bobot
bursa. Menurut Tizard (1988), bursa fabricius akan tumbuh cepat dalam 3 minggu
pertama umur ayam. Bursa yang relatif tetap dan membesar seiring peningkatan
bobot atau umur ternak, cenderung tahan terhadap berbagai penyakit. Proses
pertumbuhan bursa fabricius dibagi atas 3 tahapan yaitu pertumbuhan cepat yaitu
dari menetas sampai empat minggu, tahap kedua yaitu fase plateu pada umur 5-6
minggu, dan fase regresi yang berlangsung pada umur selanjutnya (Glick, 2000).
Kusnadi dan Djulardi (2011) menyatakan bahwa bila ukuran bursa fabricius
sama atau lebih kecil dari limpa pada 5 minggu pertama umur ayam,
mengindikasikan bahwa telah terjadi kasus imunosupresi.
Pemberian tepung umbi bunga dahlia tidak berbeda diantara perlakuan
karena bursa fabricius merupakan komponen kekebalan humoral yang hanya
bereaksi ketika terjadi infeksi bakteri. Pada penelitian ini tidak terjadi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang dapat berakibat pada kematian, hal ini didukung
oleh tidak adanya angka kematian akibat penyakit selama pemeliharaan broiler
atau angka mortalitas 0%. Menurut Leeson dan Summers (2000), imunitas
humoral (bursa) adalah pertahanan utama melawan bakteri, sementara kekebalan
seluler menjalankan fungsinya dalam melawan virus. North dan Bell (1990)
menjelaskan bahwa pemeliharaan ayam broilerdinyatakan berhasil jika angka
kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
persentase kematian antara lain adalah bobot badan, strain, tipe ayam, iklim,
35
kebersihan lingkungan dan penyakit. Faktor penyakit sangat dominan sebagai
penyebab kematian utama peternakan ayam broiler (Sugiarto, 2008).
Limpa
Hasil analisis statistik (Tabel 5) menunjukkan bahwa pemberian tepung
umbi bunga dahlia sebagai feed additive dalam pakan broiler berpengaruh nyata
terhadap bobot limpa. Perlakuan P0 (0,09%) tidak berbeda dengan perlakuan P1
(0,08%) dan P2 (0,08%), tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibanding P3 (0,06%).
Bobot limpa perlakuan berkisar antara 0,06–0,09% dari bobot hidup ayam. Bobot
limpa normal pada broiler berkisar antara 0,10–0,12% (Merryana, dkk., 2007).
Inulin sebagai feed additive dalam pakan mampu menurunkan bobot limpa
(P3: 0,06%). Bobot relatif limpa menurun disebabkan limpa tidak bekerja secara
maksimal untuk menghasilkan limfosit. Hal ini didukung bobot relatif bursa
fabricius berada pada kisaran normal yaitu 0,21–0,26%. Perlakuan pemberian
inulin umbi bunga dahlia mampu memperbaiki imunitas tubuh sehingga makrofag
berfungsi dengan baik dan mampu membunuh antigen sebelum sampai ke aliran
darah. Akibatnya berimbas pada berkurangnya antigen yang dapat mengurangi
kerja limpa sehingga ukuran limpa dalam batas normal. Merryana dkk. (2007)
menemukan bahwa pembesaran limpa pada broiler yang terinfeksi bakteri karena
secara tidak langsung limpa berperan dalam fungsi daya tahan tubuh dengan cara
memproduksi limfosit. Menurut Tang et al. (1987) organ limpa yang mengalami
hipertropi terjadi akibat pengambilalihan fungsi bursa fabricius oleh limpa karena
bursa fabricius yang tidak dapat berfungsi secara normal. Tizard (1988)
menyatakan semakin keras bursa fabricius membentuk antibodi, menyebabkan
36
deplesi dan folikel limfoid mengecil sehingga berat relatif bursa fabricius
menurun.
Perlakuan tanpa pemberian tepung umbi bunga dahlia (P0) menghasilkan
bobot limpa tertinggi yaitu 0,09%. Hal ini disebabkan tidak adanya kandungan
inulin dalam pakan perlakuan. Pemberian tepung umbi bunga dahlia sebagai
sumber inulin mampu memperbaiki ketahanan tubuh, dengan meningkatnya
ketahanan tubuh maka bobot limpa akan menurun. Namun, jika ketahanan tubuh
menurun maka bobot limpa akan meningkat. Bobot limpa yang meningkat terjadi
karena banyaknya antigen yang diambil dari aliran darah untuk dimusnahkan
dalam limpa sehingga meningkatkan kerja limpa dan membuat ukurannya
bertambah. Seperti yang dikemukakan Baratawidjaya dan Rengganis (2009)
bahwa limpa merupakan tempat utama fagosit memakan mikroba yang diikat
antibodi. Mikroba dalam darah dibersihkan makrofag dalam limpa. Jadi, limpa
merupakan tempat respon imun utama yang dapat menyaring antigen asal darah.
Pemberian tepung umbi bunga dahlia sebanyak 15 g/kg pakan (1,2% inulin)
berpengaruh terhadap penurunan bobot relatif limpa. Hal ini disebabkan peran
inulin sebagai prebiotik yang dapat memperbaiki kecernaan nutrien dalam saluran
pencernaan, sehingga berdampak pada ketahanan tubuh broiler melalui perbaikan
kesehatan saluran pencernaan. Kondisi saluran pencernaan yang baik akan
meningkatkan ketahanan tubuh broiler. Menurut Fanani (2014) pemberian tepung
umbi bunga dahlia mampu memperbaiki kecernaan nutrien, terutama protein.
Kecernaan protein ayam lokal persilangan dengan penambahan tepung umbi
bunga dahlia sebagai sumber inulin yaitu T0 (kontrol): 66,22%, T1 (tepung umbi
37
bunga dahlia 0,4%): 74,99%, T2 (tepung umbi bunga dahlia 0,8%): 76,84%, dan
T3 (tepung umbi bunga dahlia 1,2%): 79,51%. Kecernaan protein sangat erat
hubungannya dengan kesehatan saluran pencernaan akibat pemberian inulin yang
dapat dimanfaatkan bakteri asam laktat (BAL) yang menghasilkan SCFA sebagai
produk akhir. Produksi SCFA oleh BAL menyebabkan kondisi usus menjadi
asam, sehingga mendukung aktivitas BAL untuk tumbuh dan berkembang, serta
menyebabkan aktivitas bakteri patogen menjadi terhambat. Keadaan ini
menguntungkan bagi kesehatan saluran pencernaan inang yang pada akhirnya
meningkatkan kecernaan protein. Hasil berbeda dilaporkan Nesmawati (data
belum dipublikasi) yaitu pemberian inulin asal tepung umbi bunga dahlia tidak
berpengaruh secara statistik terhadap kecernaan protein. Kecernaan protein yang
diperoleh yaitu P0: 63,75%, P1: 63,95%, P2: 58,83%, dan P3: 62,78%.
Faktor lain yang menjadi penyebab pemberian inulin umbi bunga dahlia
sebagai prebiotik berpengaruh terhadap ketahanan tubuh broiler yaitu mikroba
non patogen saluran pencernaan memanfaatkan inulin menghasilkan SCFA yang
menyebabkan kondisi saluran pencernaan menjadi asam ditandai dengan
penurunan pH digesta, sehingga pertumbuhan mikroba patogen menjadi
terhambat. Krismiyanto dkk. (2015) melaporkan bahwa penambahan inulin dari
umbi bunga dahlia pada ayam lokal persilangan menghasilkan pH digesta caecum
T0 (kontrol): 8,00, T1 (tepung umbi bunga dahlia 0,4%): 7,40, T2 (tepung umbi
bunga dahlia 0,8%): 6,43, dan T3 (tepung umbi bunga dahlia 1,2%): 6,90.
Menurut Krismiyanto (2015), semakin meningkat populasi BAL dalam
melakukan proses fermentasi, maka nilai pH hasil fermentasi menurun.
38
Peningkatan populasi BAL menghasilkan lebih banyak enzim untuk mendegradasi
senyawa polisakarida menjadi bentuk monomer yang lebih sederhana. Selama
proses fermentasi inulin didalam usus halus, proses depolimerisasi senyawa inulin
menghasilkan molekul hidrogen. Hidrogen bebas berikatan satu sama lain dan
akumulasi molekul hidrogen memberikan kontribusi langsung pada nilai pH.
Semakin baik proses fermentasi substrat inulin berlangsung, molekul hidrogen
yang dihasilkan semakin banyak dan pH semakin rendah (Gulfi et al., 2004).
Hasil berbeda ditunjukkan Akbar (data belum dipublikasi) bahwa pemberian
tepung umbi bunga dahlia sebagai sumber inulin tidak berpengaruh secara statistik
terhadap pH caecum. Namun, mampu menurunkan pH caecum dengan level
pemberian 1,2% inulin tepung umbi bunga dahlia. pH caecum yang diperoleh
yaitu P0: 4,95, P1: 5,06, P2: 5,20, dan P3: 4,89. Menurut Guilloteau et al. (2010)
pemanfaatan prebiotik oleh BAL menghasilkan SCFA, sehingga menyebabkan
kondisi asam dalam saluran pencernaan yang dapat dilihat dari penurunan pH,
akibatnya dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen.
39
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa pemberian tepung umbi bunga dahlia sebagai prebiotik sebanyak 12,5 g/kg
pakan (1% inulin), mampu memperbaiki ketahanan tubuh broiler ditandai dengan
peningkatan bobot bursa fabricius, penurunan bobot limpa dan rasio H/L.
Saran
Penelitian pemberian inulin sebagai feed additive dalam pakan broiler
sebaiknya pakan perlakuan dibuat dalam bentuk pellet, untuk mengurangi resiko
inulin yang tidak terkonsumsi.
40
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A.K., A.H. Lichtman and J.S. Pober. 2000. Celluler and Molecular
Immunologi. 4th
Ed. W.B. Saunders Company. Harcourt Health Science
Company, Philadelphia.
Agustina, L. 2016. Kajian Manfaat Umbi dahlia (Dahlia pinnata) sebagai
prebiotik. Laporan Penelitian Mandiri.
Ashayerizadeh, O., B. Dastar, M.S. Shargh, E. Rahmatnejad and A.
Ashayerizadeh. 2009. Influence of prebiotic and two herbal additives on
interior organs dan hematological indices of broilers. J. Anim. Vet. Adv. 8
(9): 1851–1855.
Asih, S., Fatmawati, dan I. Puspitasari. 2009. Pemanfaatan Aspergillus clavatus
padaproduksi Fruktooligosakarida (FOS) dari umbi dahlia sebagai
sumberprebiotik susu formula balita. Program Kreativitas Mahasiswa.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Azhar, M. 2009. Inulin sebagai prebiotik. J. Sainstek. 12 (1): 23–26.
Bacha L.M and W.J Bacha. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. 2nd
Ed.
Lippincot Williams and Wilkins, Newyork.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2006a. Pakan anak ayam ras pedaging (ayam
broiler starter). Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3930-2006.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2006b. Pakan anak ayam ras pedaging (ayam
broiler grower). Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3931-2006.
Bahri, R. 2015. Bobot dan Gambaran Histopatologis Bursa fabricius Broiler yang
Diinfeksi Escherichia coli dan Diberikan Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum
basilicum). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Bain, B.J. 2005. Current concepts: Diagnosis from the blood smear. J. N. Engl.
Med. 353: 498–507.
Baratawidjaya, K. G. dan I. Rengganis. 2009. Imunologi Dasar. Ed.8. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Canibe, N., S.H. Steinen, M. Overland and B.B. Jensen. 2001. Effect of K-
diformat in starter diets on acidity, microbiota and the amount of organic
acid in the digestive tract of piglets and on gastric alterations. J. Anim. Sci.
79: 2123–2133.
41
Carlender, D. 2002. Avian IgY Antibody in vitro and in vivo. Dissertation. Acta
University Upsalienis, Upsalla.
Clark P, Boardman W, dan Raidal SR. 2009. Atlas of Clinical Avian
Hematology.Wiley-Blackwell. 3rd
Ed. USA.
Daud, M. 2005. Performan ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik
dalam ransum. J. Ilmu Ternak. 5 (2) : 75–79.
Dellman, H.D., dan E.M. Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner 3.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Populasi dan
Produksi Ayam Ras Pedaging di Indonesia Tahun 2011–2015. Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.
Jakarta.
Dole, J.M. and Wilkins, H.F. 2005. Floriculture: Principles dan Spesies. 2nd
Ed.
Pearson dan Prentice Hall, New Jersey.
Duggan, C., J. Gannon and W.A. Walker. 2002. Protective nutriens and functional
foods for the gastrointestinal tract. Am. J. Cli. Nutr. 75 (5) : 789–808.
El-Banna, H.A., H.Y. El-Zorba, T.A. Attia and A.A. Elatif. 2010. Effect of
probiotic, prebiotic and synbiotic on broiler performance. World Appl. Sci.
J. 11 (4): 388–393.
Emadi, M and H. Kermanshahi. 2007. Effect ot Turmeric rhizome powder on the
activity of some blood enzymes in broiler chickens. Int. J. Poult. Sci. 6 (1):
48–51.
Fajrih, N., N. Suthama, and V.D. Yunianto. 2014. Body resistance and productive
performances of crossbred local chicken fed inulin of Dahlia tubers. J. Med.
Pet. 37(2): 108–114.
Fanani, A. F. 2014. Pemberian Umbi Bunga Dahlia (Dahlia variabilis) sebagai
Sumber Inulin terhadap Kecernaan Protein dan Produktivitas pada Ayam
Lokal Persilangan. Tesis. Magister IlmuTernak Fakultas Peternakan dan
Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang.
Fatima, B., M. Usman, Ashraf, R.T. Waseem and M.A. Ali. 2007. In vitro shoot
regeneration from cotyledon and hypocotyl explants of dahlia cultivars. J.
Agri. Sci. 44(2): 312–316.
Franck, A. 2002. Technological functionality of inulin and oligofructose. Br. J.
Nutr. 87 (2): 287–291.
42
Franck, A and L.D. Leenheer. 2003. Inulin. 4th
ORAFTI Research Conference.
Tienen, Belgium.
Gibson, G.R. and R. Fuller. 2000. Aspects of in vitro and in vivo research
approaches directed toward identifying probiotics and prebiotics for human
use. J. Nutr. 130: 391–395.
Gibson, G.R., H.M. Probert, J.V. Loo, R.A. Rastall, and M.B. Roberfroid. 2004.
Dietary modulation of the human colonic microbiota: Updating the concept
of prebiotics. Nutr. Res. Rev. 17: 259–275.
Gibson, G.R. 2004. Recent Advances in Prebiotics Use in Human. European
Nutrition Research, Italy.
Glick B. 2000. Immunophysiology.In: Whittow G.C. (Ed.). Sturkie’s Avian
Physiology. 5th
Ed. Academic Press, London .
Gregg, J.C. 2002. Immunity Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th
Ed. Springer Science and Business Media, New York.
Guilloteau P., L. Martin, V. Eeckhaut, R. Ducatelle, R. Zabielski, and F. Van
Immerseel. 2010. From the gut to the peripheral tissues: the multiple effects
of butyrate. Nutr. Res. Rev. 23: 366–384.
Gulfi, M., Arrigoni and R.E. Armando. 2004. Influence of structure on in vitro
fermentability of comercial pektin and partially hydrolised pectin
preparation. J. Charbohydrate Polimers. 56: 247–255.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan
untuk Indonesia. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Heckert, R.A., I. Estevez, E.R. Cohen and R.P. Riley. 2002. Effects of density and
perch availability on the immune status of broilers. J. Poult. Sci. 81: 451–
457.
Janeway, C. A., T. Paul, W. Mark and J. S. Mark. 2001. Immuno Biology. 5th
Ed.
Garland Publishing, New York.
Jull-Madsen, H. R., G. Su and P. Sorensen. 2004. Influence of early or late start of
first feeding on growth and immune phenotype of broilers. Br. Poult. Sci.
45: 210–222.
43
Jung S. J., R. Houde, B. Baurhoo, X. Zhao, and B.H. Lee. 2008. Effects of
galacto-oligosaccharides and a bifdobacteria lactis-based probiotic strain
on the growth performance dan fecal microflora of broiler chickens. J.
Poult. Sci. 87: 1694–1699.
Khaksefidi, A., and T. Ghoorchi. 2006. Effect of probioticon performance and
immunocompetence in broiler chicks. J. Poult. Sci. 43: 296–300.
Krismiyanto, L. 2015. Penambahan Inulin dari Umbi Dahlia (Dahlia variabilis)
terhadap Perkembangan Bakteri Usus Halus dan Produktivitas Ayam
Kampung Persilangan. Tesis. Magister Ilmu Ternak Fakultas Peternakan
dan Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang.
Krismiyanto, L., N. Suthama., dan H.I. Wahyuni. 2015. Keberadaan bakteri dan
perkembangan caecum akibat penambahan inulin dari umbi dahlia (Dahlia
variabilis) pada ayam kampung persilangan periode starter. JIIP. 24 (3):
54–60.
Kusnadi, E. 2008. Perubahan malonaldehida hati, bobot relatif Bursa fabricius
dan rasio heterofil/limfosit (H/L) ayam broiler yang diberi cekaman panas.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Kusnadi E. and A. Djulardi. 2011. Physiological dynamic of broiler at various
environmental temperatures. Int. J. Poult. Sci. 10: 19–22.
Leeson, S. and J.D. Summers. 2000. Broiler Breeder Production. University
Books, Canada.
Lu J., U. Idris, C. Hofacre, J.J. Maurer, M.D. Lee, and B. Harmon. 2003.
Diversity and succession of the intestinal bacterial community of the
maturing broiler chicken. Appl. Environ. Microbiol. 69: 6816–6824.
Merryana F.O., Nahrowi, M. Ridla, A. Setiyono, dan R. Ridwan. 2007. Performan
broiler yang diberi pakan silase dan ditantang Salmonella typhimurium.
Prosiding Seminar Nasional AINI VI. Yogyakarta, 26-27 Juli 2007. Hal.
186-194.
Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Nabizadeh, A., O. Gevorkyan and A. Golian. 2012. Effect inulin on some
hematological, imunological parameters and broiler chicken performance. J.
Anim. Vet. Adv. 11: 3304–3311.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th
Rev. Ed.
National Academy Press, Washington DC.
44
Niness, K.R. 1999. Inulin dan oligofructose. J. Am. Societ. Nutr. Sci. 129: 1402–
1406.
North, M.O. and D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Ed.
Chapman and Hall, London.
Paul, S. K., G. Halder, M.K. Mondal and G. Samanta. 2007. Effect of organic acid
salt on the performance and gut health of broiler. Poult. Sci. 44: 389–395.
Praseno, K., E.Y.W. Yuniwarti, Kasiyati. 2013.Petunjuk Praktikum Fisiologi
Hewan. Fakultas Sains dan Matematika. Universitas Diponegoro, Semarang.
Prihatman,K. 2001. Dahlia. www.warintek.ristek.go.id/ Diakses pada Tanggal 08
Desember 2015.
Ranjitha, B.D., and S. Nandagopal. 2007. Effectiveness of auxin induced in vitro
root culture in Chicory. J. Centr Eur.Agric. 8: 73–80.
Rasyaf, M. 2004. 6 Kunci Sukses Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Rasyaf, M. 2008. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Roberfroid, M. B. 2007. Prebiotics: The concept revisited. J. Nut. 137: 830–837.
Roberfroid, M., G.R. Gibson, L. Hoyles, A.L. McCartney, R. Rastall, I. Rowland,
D. Wolvers, B. Watzl, H. Szajewska, B. Stahl, F. Guarner, F. Respondek, K.
Whelan, V. Coxam, M.-J. Davicco, L. Léotoing, Y. Wittrant, N.M.
Delzenne, P.D. Cani, A.M. Neyrinck and A. Meheust. 2010. Prebiotic
effects: metabolic and health benefits. Br. J. Nutr. 104 (2): 51–63.
Saryono, Chainulfiffah, S. Devi, Monalisa, dan Dasli. 1998. Pemanfaatan umbi
Dahlia variabilis untuk produksi sirup fruktosadan fruktooligosarida (FOS).
Seminar Nasional PBBMI XIV, Bandung.
Scholz-Ahrens, K.E. Schaafsma, G. E.G.H.M. Heuvel and J. Schrezenmeir. 2001.
Effect of prebiotics on mineral metabolism. Am. J. Clin. Nutr. 73 (2): 4592–
4605.
Shivayogeppa, J,. Adiga Dinakara, Prabhuling G., Reddy B.S., Natraj S.K. dan
Prashanth S.J. 2010. In vitro conservation studies in dahlia (Dahlia
variabilis L.). Research Paper The Asian Journal of Horticulture. 4 (2):
470–472.
Siegel, H.S. 1995. Stress, strain, and resistence. Brit. Poult. Sci 36: 3−22.
45
Smith, J.B dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Solihat, S.R. 2010. Gambaran Darah, Bursa Fabricius, Timus dan Populasi
Mikroba Sekum Ayam Broiler yang Diberi Prebiotik (Xilooligosakarida)
dariTongkol Jagung. Skiripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik(Terjemahan: Bambang Sumantri). PT. Gramedia,
Jakarta.
Sturkie, P. D. and P. Griminger. 1976. Blood : physical characteristics, formed
elements, hemoglobin and coagulation. Dalam:Sturkie, P. D. (Editor). Avian
Physiology. 3rd
Ed. Springer-Verlag, New York.
Sturkie, P.D. 1998. Avian Physiology. 5th
Ed. Spinger Verleg, New York.
Sugiarto, B. 2008. Performa Ayam Broiler dengan Pakan Komersial yang
Mengandung Tepung Kemangi (Ocimum basilicum). Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suskovic, J., B. Kos, J. Goreta, and S. Matosic. 2001. Role of Lactic Acid
Bacteria and Bifidobacteria in Symbiotic Effect. J. Food Technol.
Biotechnol. 39 (3): 227–235.
Swenson, M. J. 1984. Duke`s Physiology of Domestic Animals. 10th
Ed.
Publishing Assocattes a Division of Cornell University, Ithaca and London.
Tang, K.N., O.J. Fletcher, and P. Villegas. 1987. Comparative study of the
pathogenicity of avian reoviruses. J. Avian Diseases. 31(3): 577–583.
Theml H, H. Diem, and T. Haferlach. 2004. Color Atlas of Hematology. 2nd
Rev.
Ed. Thieme, New York.
Tizard, I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press,
Surabaya.
Tzianabos, A.O.2000. Polysaccharides immunomodulatory as therapeutic agents:
structural aspect and biological function. Clin. Microbiol. Rev. 523–533.
46
Umam, A.A.C. 2012. Hematologi, malondealdehida plasma darah, danbobot
organ limfoid broiler yang diberi ransumMengandung biji ketumbar
(coriandrum sativum l.). Skripsi. Fakultas PeternakanInstitut Pertanian
Bogor, Bogor.
Vinayandana, S. 1998. Flowerbad dahlias. Indian Dahlia Annual. 1(2): 22–24.
Yalcinkaya, L., T. M. Gonggor, Basalan and E. Erdem. 2008. Mannan
oligosaccharides (MOS) from Saccharomyces cerevisiae in broilers: Effects
on performance and blood biochemistry. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 32(1) :
43–48.
Yang, Y., P.A. Iji and M. Choct. 2009. Dietary modulation of gut microflora in
broiler chickens: a review of the role of six kinds of alternatives to in-feed
antibiotics. J. World Poult. Sci. 65 (2): 345–351.
47
Lampiran 1. Perhitungan Persentase Inulin
100 Tepung Umbi Bunga Dahlia (TUBD) mengandung= 79,58% (79,58 g) inulin
Inulin TUBD.
1. Inulin TUBD = 79,58
100 × 1 g
= 0,8 g/1g TUBD
*Artinya: Setiap 0,8 g inulin terkandung dalam 1 g TUBD atau 0,8% (0,8/100
x 100= 0,8%) Inulin setara dengan 1% (1/100 x 100= 1%) TUBD.
2. Inulin TUBD = 79,58
100 × 1,25 g
= 1 g/1,25g TUBD
*Artinya: Setiap 1 g inulin terkandung dalam 1,25 g TUBD atau 1% (1/100 x
100= 1%) Inulin setara dengan 1,25% (1,25/100 x 100= 1,25%)
TUBD.
3. Inulin TUBD = 79,58
100 × 1,5 g
= 1,2 g/1,5 g TUBD
*Artinya: Setiap 1,2 g inulin terkandung dalam 1,5 g TUBD atau 1,2%
(1,2/100 x 100= 1,2%) Inulin setara dengan 1% (1/100 x 100= 1%)
TUBD.
Tepung umbi bunga dahlia.
1. Tepung umbi bunga dahlia = 100 gr
79,58 gr × 0,8 g
= 1 g → 1g/100 g pakan (10 g/kg pakan)
2. Tepung umbi bunga dahlia = 100
79,58 × 1 g
= 1,25 g → 1,25 g/100 g pakan (12,5 g/kg pakan)
3. Tepung umbi bunga dahlia = 100
79,58 × 1,2 g
= 1,5 g → 1,5 g/100 g pakan (15 g/kg pakan)
48
Lampiran 2. Hasil Analisa Sidik Ragam
ONEWAY Rasio_HL Bursa Limpa BY Inulin
/POLYNOMIAL=1
/STATISTICS DESCRIPTIVES EFFECTS HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN LSD ALPHA(0.05).
Oneway
DataSet1] E:\DEWI\Hasil\Data % limfoid.sav
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
Rasio_HL P0 5 .6340 .23797 .10642 .3385 .9295 .33 .88
P1 5 .9320 .48427 .21657 .3307 1.5333 .38 1.56
P2 5 .4860 .24429 .10925 .1827 .7893 .25 .81
P3 5 .7740 .25393 .11356 .4587 1.0893 .52 1.13
Total 20 .7065 .34087 .07622 .5470 .8660 .25 1.56
Bursa P0 5 .2600 .07450 .03332 .1675 .3525 .19 .34
P1 5 .2240 .05683 .02542 .1534 .2946 .14 .29
P2 5 .2520 .07981 .03569 .1529 .3511 .15 .37
P3 5 .2160 .03647 .01631 .1707 .2613 .19 .28
Total 20 .2380 .06187 .01383 .2090 .2670 .14 .37
Limpa P0 5 .0960 .01517 .00678 .0772 .1148 .08 .11
P1 5 .0800 .01732 .00775 .0585 .1015 .07 .11
P2 5 .0800 .01871 .00837 .0568 .1032 .05 .10
P3 5 .0600 .01414 .00632 .0424 .0776 .04 .07
Total 20 .0790 .01997 .00447 .0697 .0883 .04 .11
49
ANOVA
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Rasio_HL Between Groups (Combined) .546 3 .182 1.754 .196
Linear Term Contrast .000 1 .000 .002 .968
Deviation .546 2 .273 2.631 .103
Within Groups 1.661 16 .104
Total 2.208 19
Bursa Between Groups (Combined) .007 3 .002 .550 .655
Linear Term Contrast .003 1 .003 .656 .430
Deviation .004 2 .002 .497 .617
Within Groups .066 16 .004
Total .073 19
Limpa Between Groups (Combined) .003 3 .001 4.025 .026
Linear Term Contrast .003 1 .003 10.800 .005
Deviation .000 2 .000 .637 .542
Within Groups .004 16 .000
Total .008 19
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable (I) Inulin (J) Inulin
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Rasio_HL LSD P0 P1 -.29800 .20379 .163 -.7300 .1340
P2 .14800 .20379 .478 -.2840 .5800
P3 -.14000 .20379 .502 -.5720 .2920
P1 P0 .29800 .20379 .163 -.1340 .7300
P2 .44600* .20379 .044 .0140 .8780
P3 .15800 .20379 .449 -.2740 .5900
50
P2 P0 -.14800 .20379 .478 -.5800 .2840
P1 -.44600* .20379 .044 -.8780 -.0140
P3 -.28800 .20379 .177 -.7200 .1440
P3 P0 .14000 .20379 .502 -.2920 .5720
P1 -.15800 .20379 .449 -.5900 .2740
P2 .28800 .20379 .177 -.1440 .7200
Bursa LSD P0 P1 .03600 .04060 .388 -.0501 .1221
P2 .00800 .04060 .846 -.0781 .0941
P3 .04400 .04060 .294 -.0421 .1301
P1 P0 -.03600 .04060 .388 -.1221 .0501
P2 -.02800 .04060 .500 -.1141 .0581
P3 .00800 .04060 .846 -.0781 .0941
P2 P0 -.00800 .04060 .846 -.0941 .0781
P1 .02800 .04060 .500 -.0581 .1141
P3 .03600 .04060 .388 -.0501 .1221
P3 P0 -.04400 .04060 .294 -.1301 .0421
P1 -.00800 .04060 .846 -.0941 .0781
P2 -.03600 .04060 .388 -.1221 .0501
Limpa LSD P0 P1 .01600 .01039 .143 -.0060 .0380
P2 .01600 .01039 .143 -.0060 .0380
P3 .03600* .01039 .003 .0140 .0580
P1 P0 -.01600 .01039 .143 -.0380 .0060
P2 .00000 .01039 1.000 -.0220 .0220
P3 .02000 .01039 .072 -.0020 .0420
P2 P0 -.01600 .01039 .143 -.0380 .0060
P1 .00000 .01039 1.000 -.0220 .0220
P3 .02000 .01039 .072 -.0020 .0420
P3 P0 -.03600* .01039 .003 -.0580 -.0140
P1 -.02000 .01039 .072 -.0420 .0020
P2 -.02000 .01039 .072 -.0420 .0020
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
51
Homogeneous Subsets
Rasio_HL
Inulin N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Duncana P2 5 .4860
P0 5 .6340 .6340
P3 5 .7740 .7740
P1 5 .9320
Sig. .060 .129
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Limpa
Inulin N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Duncana P3 5 .0600
P1 5 .0800 .0800
P2 5 .0800 .0800
P0 5 .0960
Sig. .086 .163
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
52
Lampiran 3. Dokumentasi
1. Pembuatan Tepung Umbi Bunga Dahlia
2. Pengambilan Sampel Darah dan Preparat Ulas Darah
3. Pengambilan Sampel Organ Limfoid (Bursa dan Limpa)
53
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Salokaraja (Enrekang), tanggal 28 Juli
1993, putri ketiga dari tiga bersaudara, buah hati dari
pasangan bapak Doma dan ibu Ida. Jenjang pendidikan
formal yang pernah ditempuh adalah pendidikan tingkat dasar
di SDN 100 Salokaraja, Kec.Maiwa, Kab.Enrekang dan tamat
pada tahun 2005. Sekolah menengah pertama di M.Ts Negeri 1 Maiwa, Enrekang
dan tamat tahun 2008. Pendidikan menengah atas di SMK/SPP negeri 1 Kulo,
Sidrap pada jurusan kesehatan hewan dan tamat tahun 2011. Tahun 2012
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur tertulis
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin.