+ All Categories
Home > Documents > Anemia Aplastik

Anemia Aplastik

Date post: 18-Jul-2016
Category:
Upload: rizna-said
View: 198 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
Anemia Aplastik
21
ANEMIA APLASTIK I. PENDAHULUAN Aplasia sumsum tulang dapat terjadi hanya pada satu, dua, atau ketiga sistem hematopoiesis. Bila mengenai ketiga sistem tersebut, maka akan menyebabkan pansitopenia yang merupakan penurunan jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit di bawah nilai normal. 1,2 Anemia aplastik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, termasuk anemia aplastik yang didapat dan berbagai jenis keadaan kegagalan kongenital sumsum tulang. 3 Insidens keseluruhan anemia aplastik secara relatif cukup rendah dengan jumlah insidens antara anak-anak dan dewasa di Amerika Serikat dan Eropa kira- kira 2-5 kasus/juta/tahun. Insiden yang lebih tinggi terdapat di Asia dengan jumlah kasus sebanyak 14 kasus/juta/tahun di Jepang. 2 II. DEFINISI Anemia aplastik adalah suatu penyakit kegagalan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah yang cukup. Sumsum tulang merupakan bagian dalam tulang berupa jaringan lunak, yang memproduksi 3 tipe dari sel darah, yaitu : 1
Transcript
Page 1: Anemia Aplastik

ANEMIA APLASTIK

I. PENDAHULUAN

Aplasia sumsum tulang dapat terjadi hanya pada satu, dua, atau ketiga sistem

hematopoiesis. Bila mengenai ketiga sistem tersebut, maka akan menyebabkan

pansitopenia yang merupakan penurunan jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit

di bawah nilai normal.1,2 Anemia aplastik adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan keadaan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang yang dapat

disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, termasuk anemia aplastik yang didapat

dan berbagai jenis keadaan kegagalan kongenital sumsum tulang.3 Insidens

keseluruhan anemia aplastik secara relatif cukup rendah dengan jumlah insidens

antara anak-anak dan dewasa di Amerika Serikat dan Eropa kira-kira 2-5

kasus/juta/tahun. Insiden yang lebih tinggi terdapat di Asia dengan jumlah kasus

sebanyak 14 kasus/juta/tahun di Jepang.2

II. DEFINISI

Anemia aplastik adalah suatu penyakit kegagalan sumsum tulang untuk

membentuk sel-sel darah yang cukup. Sumsum tulang merupakan bagian dalam

tulang berupa jaringan lunak, yang memproduksi 3 tipe dari sel darah, yaitu :

Sel darah merah, yang fungsinya membawa oksigen ke seluruh jaringan

tubuh dari paru-paru.

Sel darah putih, yang tugasnya untuk melawan infeksi.

Trombosit, yang fungsinya memperbaiki pembuluh darah ketika terjadi

perdarahan.

Semua sel darah tersebut dibentuk oleh stem cell pembentuk darah (blood-

forming stem cells) yang berada di sumsum tulang belakang. Pada anemia

aplastik, stem cell tersebut mengalami kerusakan dan hanya tersisa sangat sedikit

pada sumsum tulang, sehingga sel-sel darah yang dihasilkan juga sedikit. Pada

kebanyakan kasus anemia aplastik, ketiga tipe sel - seldarah jumlahnya sangat

rendah (keadaan ini yang disebut sebagai pansitopenia). Gangguan jarang terjadi

1

Page 2: Anemia Aplastik

hanya pada salah satu dari ketiga sel-sel darah tersebut, seperti hanya sel darah

merahnya, atau sel darah putihnya, atau hanya trombositnya yang terganggu.

Anemia aplastik bukan merupakan suatu jenis kanker, namun dapat dikaitkan

dengan beberapa jenis tipe kanker (terutama kanker yang mempengaruhi sumsum

tulang belakang, seperti leukemia) atau terapi kanker.

Anemia aplastik dapat berupa anemia aplastik yang diturunkan ataupun

anemia aplastik yang didapat. Anemia aplastik yang didapat lebih umum

ditemukan daripada anemia aplastik yang diturunkan.4

III. EPIDEMIOLOGI

Di temukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik derajat berat

pada saat di diagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki dan

perempuan, namun dalam beberapa penelitian tampak insidens laki-laki lebih

banyak dibandingkan wanita. Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang

dijumpai di Negara barat dengan insiden 1-3/juta/tahun. Namun Negara timur

seperti Thailand, Negara asia lainnya termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina,

insidenya jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan

insidens 3.7/1juta/tahun. Perbedaan ini diperkirakan oleh karena adanya faktor

lingkungan seperti pemakaian obat-obatan yang tidak pada tempatnya, pemakaian

pestisida serta insidens virus hepatitis yang tinggi.1

IV. ETIOLOGI

Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau

bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh

proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan.5

Paparan terhadap beberapa obat-obatan ataupun bahan-bahan kimia dapat

meningkatkan faktor risiko terkena anemia aplastik. Sangat penting menyadari

bahwa penggunaan obat-obat tertentu aman bagi orang yang menggunakannya.

Pada beberapa kasus, misalnya, beberapa orang menderita anemia aplastik setelah

menggunakan beberapa obat-obatan. Demikian juga beberapa virus dihubungkan

dengan anemia aplastik. Namun, anemia aplastik yang terjadi akibat infeksi virus

sangat kecil persentasinya.5

2

Page 3: Anemia Aplastik

Tabel 1. Penyebab Anemia Aplastik4

V. KLASIFIKASI

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat

diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat. Risiko morbiditas

dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang

selularitas sumsum tulang. Infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab

3

PENYEBAB JENIS CONTOH1. Obat-obatan NSAID Indometasin(Indocin®),

Piroxicam (Feldene®), dan Diclofenac (Foltaren®).

Amfetamin MDMA(ekstasi)Antibiotik Sulfonamid, Penisilin,

KloramfenikolAnti-tiroid Propylthiouracil, Metimazole

(Tapazole®)Carbonic Anhydrase Inhibitor Azetasolamide, Methazolamide

Obat Diabetes Tolbutamide, Carbutamide, Chlorpropamide

Diuretik Furosemide (Lasix®), Thiazide

Obat Malaria Kloroquin

Golongan Phenothiazine Thorazine®, Compazine®

Allopurinol Zyloprim®

Anti Agregasi Ticlodipine

Obat Anti Kejang Karbamazepin (Tegretol®), Fenitoin (Dilantin®), dan Asam

ValproatGolongan aminosalisilat Mesalazine

2. Bahan Kimia Benzena Bensin, Asap buangan kendaraan, Rokok, Gas emisi dari pabrik,

Limbah industriPestisida Organofosfat

3. Faktor Resiko Lain Hepatitis

Virus Epstein-Barr virus, Cytomegalovirus (CMV),

Parvovirus B19, HIVKehamilan

Penyakit Autoimun Systemic Lupus Eritematous(SLE), Rheumatoid Arthritis

Radiasi

Page 4: Anemia Aplastik

kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian

besar tidak membutuhkan terapi.5

Tabel 2. KlaTabel 2. Klasifikasi Anemia Aplastik Menurut Derajatnya6

VI. PATOGENESIS

Patogenesis Anemia Aplastik1,5,9,10

Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :

4

Klasifikasi Kriteria

Anemia aplastik tidak berat

Anemia aplastik berat

Selularitas sumsum

tulang

Sitopenia sedikitnya dua

dari tiga seri sel darah

Anemia aplastik sangat berat

Sumsum tulang hiposeluler namun sitopenia

tidak memenuhi kriteria berat

< 25% ( < 50% jika sel hematopoietik pada

sumsum tulang < 30%

Hitung neutrofil < 0.5 x 109/L

Hitung trombosit < 20 x 109/L

Hitung retikulosit absolut < 20 x 109/L

Sama seperti di atas, kecuali hitung

neutrofil < 0.2 x 109/L

Page 5: Anemia Aplastik

1. Kerusakan sel induk (seed theory)

Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah

pengurangan yang bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial

hemopoietik, dan kelainan pada sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap

sel induk tersebut yang membuatnya tidak mampu membelah dan

berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sumsum tulang.

Antigen yang menjadi pencetus timbulnya proses autoimun belum

diketahui. Mediator yang menyebabkan supresi hematopoesis mungkin adalah

proliferasi limfosit T sitotoksik : CD-8 dan HLA-DR yang dapat dideteksi

baik dalam darah tepi maupun dalam sumsum tulang penderita anemia

aplastik. Sel-sel ini memproduksi sitokin inhibitor seperti TNF dan interferon-

γ yang dapat menghambat pertumbuhan sel-sel progenitor dengan cara

memengaruhi mitosis dan mengadakan apoptosis (kematian sel terprogram).

Sel-sel ini juga merangsang sumsum tulang untuk memproduksi asam nitrat

yang membantu timbulnya sitotoksisitas melalui proses imun sehingga

menyebabkan dienyahkannya sel-sel hematopoetik.5

Gambar 1. Destruksi Imunologik dari Hematopoiesis9

Oleh karena kebanyakan pasien anemia aplastik berespon baik

terhadap terapi immunosupresif, dan hasil penelitian terhadap limfosit

penderita anemia aplastik mendukung patofisiologi peranan limfosit dan

limfokin dalam merusak sel hematopoietik, maka diduga bahwa proses

imunologik yang berperan penting dalam patomekanisme terjadinya anemia

aplastik karena sel limfosit T tipe 1 sitioksik yang teraktivasi. 9,10

5

Page 6: Anemia Aplastik

2. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)

Teori kerusakan lingkungan mikro ini dibuktikan melalui percobaan

pada tikus yang diberikan radiasi. Teori kerusakan pada lingkungan mikro

sumsum tulang disangkal karena ternyata sel-sel stroma fungsinya masih

normal masih dapat memproduksi faktor-faktor pertumbuhan dalam jumlah

cukup berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan transplantasi sel induk

(Stem Cell Transplantation) yang memperlihatkan bahwa hal ini jarang terjadi

karena sel induk donor yang normal biasanya mampu hidup dalam rongga

sumsum tulang resepien.5

Gambar 2. Stimulus Antigenik yang Menginisiasi Kerusakan Sumsum Tulang 9

Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari

kerusakan sel induk dan kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang.5 Kenyataan

bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada sebagian besar pasien

anemia aplasik merupakan bukti meyakinkan tentang peran mekanisme

imunologik dalam patifisiologi penyakit ini. Pemakaian gangguan sel induk

dengan siklosporin atau metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%

6

Page 7: Anemia Aplastik

dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi sumsum

tulang. Keberhasilan imunosupresif ini sangat mendukung teori proses

imunologik.1

VII. GAMBARAN KLINIS5

a. Sindrom anemia : gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia,

atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah

gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang

sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul

karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap

penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan

menurut sistem organ adalah sebagai berikut :1,5

- Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu

kerja, angina pectoris, dan gagal jantung.

- Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-

kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.

7

Sel Induk Hemopoetik

Kerusakan sel induk

Gangguan lingkungan mikro

Mekanisme imunologik

Pansitopenia

Trombosit ↓↓Eritrosit↓↓ Leukosit ↓↓

Sindrom anemia (a) A(a(aa *(a)

Mudah infeksi (febris, ulkus mulut/faring, sepsis) (b)

Perdarahan (kulit, mukosa, organ dalam) (c)

Page 8: Anemia Aplastik

- Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,

rambut tipis, dan halus.

b. Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti

peteki dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis, perdarahan

subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena, dan pada wanita dapat

dijumpai menorhagia. Perdarahan organ dalam jarang dijumpai, tetapi jika

terjadi perdarahan otak, sering bersifat fatal.5

c. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok, selulitis leher,

febris, dan sepsis atau syok septik.

d. Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali, atau limfadenopati tidak

dijumpai.

Adapun kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik adalah :

a. Anemia normositik normokrom disertai retikulositopenia

b. Anemia sering berat dengan kadar Hb < 7 g/dl

c. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah

tepi

d. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat

e. Sumsum tulang : hipoplasia sampai aplasia.5

VIII. KRITERIA DIAGNOTIK

Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya

pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta

dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang. Kriteria

diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and Aplastic

Anemia Study Group (IAASG) adalah:1,5

1. Satu dari tiga sebagai berikut :

a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30%

b. Trombosit kurang dari 50 x109/L

c. Leukosit kurang dari 3,5 x109L, atau netrofil kurang dari 1,5 x109/L

2. Dengan retikulosit <30x109L (<1%)

3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) :

a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua

sel hemopetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal

dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.

8

Page 9: Anemia Aplastik

b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik

4. Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus diekslusi.

Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit

anemia aplastik. Hal ini sangat penting dilakukan karena menentukan

strategi terapi. Pada anemia aplastik berat pasien mengalami pansitopenia

dengan memenuhi 2 dari 3 keriteria berikut ini :

Granulosit < 500/mm3

Platelet < 20,000/mm3

Retikulosit < 40,000/mm3

Eritropoesis mungkin dapat merefleksikan makrositosis (MCV> 100fL),

peningkatan hemoglobin fetus, dan antigen fetus pada membran sel darah

merah. Sumsum tulang hiposeluler dengan peningkatan lemak dan lebih

dari 70% sumsum tulang bersifat nonhematopoetik (hanya 30% yang

memiliki sel-sel hematopoetik). Megakariosit juga mengalami penurunan

jumlah. Kategorisasi ini memiliki kegunaan untuk menentukan prognosis

karena pasien dengan anemia aplastik berat memiliki prognosis yang

kurang baik.5,8

IX. PENATALAKSANAAN

Secara garis besar, terapi untuk anemia aplastik terdiri atas :

1. Terapi kausal5

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan

pemaparan lenih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering

hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya

tidak dapat dikoreksi.

2. Terapi suportif 1,5,7,11,12

Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.

a. Untuk mengatasi infeksi antara lain :

- Menjaga higiene mulut dengan mengedukasi pasien agar menyikat gigi

secara teratur setiap hari dan membersihkan sisa-sisa makanan yang

berada pada seluruh permukaan gigi dengan menggunakan sikat gigi

ataupun dental floss. Pasien juga diedukasi untuk membersihkan caries

pada gigi secara rutin.11,12

9

Page 10: Anemia Aplastik

- Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan

adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotik berspektrum luas

yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai

derivat penisilin semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih

sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang,

sesuaikan antibiotik dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7 hari panas

tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan amphoterisin-B atau

flukonasol parenteral.

b. Usaha untuk mengatasi anemia :

Berikan transfusi Packed Red Cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada

tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb

9-10% tidak perlu sampai Hb normal karena akan menekan hematopoesis

internal.5

c. Usaha untuk mengatasi perdarahan :

Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau

trombosit <20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan

efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid

dapat mengurangi perdarahan kulit.

3. Terapi definitif yang terdiri atas : 5,7

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka

panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis pilihan terapi :

a. Terapi imunosupresif antara lain :

- Pemberian anti-lymphocyte globuline

- Terapi imunosupresif lain :

Pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan/ atau siklosporin-A

dilaporkan memberikan hasil pada beberapa kasus, tetapi masih

memerlukan konfirmasi lebih lanjut. Pernah juga dilaporkan

keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis tinggi.

b. Transplantasi sumsum tulang :

Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan

harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat maha, membutuhkan peralatan

canggih, serta adanya kesulitan mencari donor yang kompatible. Transplantasi

sumsum tulang yaitu :

- Merupakan pilihan untuk kasus di bawah 40 tahun

10

Page 11: Anemia Aplastik

- Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host

disease)

Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang pada

60-70% kasus, dengan kesembuhan komplit.5

X. KOMPLIKASI2

Komplikasi utama pansitopenia berat adalah sebagian besar berhubungan

dengan keadaan yang mengancam jiwa berkaitan dengan pansitopenia yang

berkepanjangan atau infeksi sekunder akibat neutropenia yang juga

berkepanjangan. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan akibat kerusakan

sumsum tulang tidak hanya berisiko untuk terkena infeksi bakteri tetapi juga

infeksi jamur yang invasif. Terdapat prinsip umum perawatan suportif yang telah

dikembangkan berdasarkan pengunaan kemoterapi tentang untuk menekan infeksi

jamur yang invasif sebaiknya juga digunakan untuk mengobati pasien dengan

pansitopenia.

XI. DIAGNOSIS BANDING1

1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan PTA. Pemeriksaan darah tepi dari

kedua kelainan ini hanya menunjukkan trombositopenia tanpa retikulositopenia

atau granulositopenia/leukopenia. Pada pemeriksaan dari PTI menunjukkan

gambaran yang normal atau ada peningkatan megakariosit sedangkan pada PTA

tidak atau kurang ditemukan megakariosit.

2. Leukimia akut jenis aleukemik, terutama Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

dengan jumlah leukosit yang kurang dari 6000/mm3. Kecuali pada stadium dini,

biasanya pada LLA ditemukaN splenomegali. Pemeriksaan darah tepi sukar

dibedakan karena kedua penyakit gambaran yang serupa (pansitopenia dan relatif

limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan limfositosis yang dari 90%

diagnosis lebih cenderung pada LLA.

3. Stadium praleukemik dari leukimia akut

Keadaan ini sukar dibedakan baik gambaran klinis, darah tepi, maupun sumsum

tulang karena masih menunjukkan gambaran sitopenia dari ketiga sistem

hematopoetik. Setelah beberapa bulan kemudian baru terlihat gambaran khas

LLA.

11

Page 12: Anemia Aplastik

XII. PROGNOSIS1,2

Prognosis bergantung pada :

1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.

2. Kadar Hb F yang lebih dari 200 mg% memperlihatkan prognosis yang lebih

baik.

3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih

baik.

4. Pencegahan infeksi sekunder, terutana di Indonesia karena kejadian infeksi

masih tinggi. Gambaran sumsum tulang merupakan parameter terbaik untuk

menentukan prognosis.1

Penyembuhan spontan jarang terjadi. Pansitopenia berat yang dibiarkan tidak

terobati memiliki angka rata-rata kematian secara keseluruhan sebesar 50% selama

6 bulan setelah didiagnosis dan lebih dari 75% angka kematian dan kecacatan

disebabkan oleh infeksi dan pedarahan sebagai penyebab utamanya. Kebanyakan

anak-anak dengan anemia aplastik berat yang berespon terhadap transplantasi

sumsum tulang, imunosupresan, atau sitokin akan memiliki jumlah sel-sel darah

yang normal atau hampir normal.2

XIII. KESIMPULAN

Anemia aplastik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

keadaan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh

berbagai jenis penyakit. Insidens keseluruhan anemia aplastik secara relatif cukup

rendah dengan jumlah insidens antara anak-anak dan dewasa di Amerika Serikat

dan Eropa lebih rendah dibandingkan insidens di Asia. Kelainan imunologik

12

Page 13: Anemia Aplastik

diperkirakan menjadi dasar terjadinya anemia aplastik. Penyebab anemia aplastik

sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau bersifat idiopatik, tetapi dapat juga

disebabkan oleh karena obat-obatan, bahan kimia tertentu dan beberapa keadaan

lainnya seperti virus, kehamilan, radiasi, dan penyakit autoimun. Untuk

mendiagnosis anemia aplastik dibutuhkan pemeriksaan complete blood count dan

pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat morfologi dan selularitas sel

darahnya. Pengobatan pada anemia aplastik berupa terapi kausal, terapi suportif,

dan terapi definitif. Terapi definitif pada anemia aplastik berupa transplantasi

sumsum tulang dan terapi imunosupresan. Penyembuhan spontan jarang terjadi

pada anemia aplastik. Pansitopenia berat yang dibiarkan tidak terobati memiliki

angka rata-rata kematian secara keseluruhan sebesar 50% selama 6 bulan setelah

didiagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar

Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2010.

2. Kliegman RM, Behrman RG, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.

18th edition. Philadelphia : Saunders Elesier Inc; 2007.

13

Page 14: Anemia Aplastik

3. Guinan, Eva C. Aplastic Anemia:Management of Pediatric Patients. American

Society of Hematology; 2005.

4. Aplastic Anemia. [Philadelphia] : American Cancer Society; 2013. [updated March

23rd 2013, cited December 23rd 2013]. Available from :

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002279-pdf.pdf

5. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2003.

6. Guinan, Eva C. Diagnosis and Management of Aplastic Anemia. American Society of

Hematology; 2011.

7. Thalange N, Beach R, Booth D, Jackson L. Essentials of Paediatrics. 2nd Edition.

Philadelphia : Saunders Elesier Inc; 2013.

8. Rudolph AM, Rudolph CD, Hostetter MK, Lister G, Siegle NJ. Rudolph’s Pediatrics.

21st Edition. Washington : Mc.Graw-Hill; 2003.

9. Young NS. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. New England

Journal; 1997.

10. Young NS. Current Concepts in The Pathophysiology and Treatment of Aplastic Anemia. The American Society of Hematology;2006.

11. Jones, JE. Dental Management of Idiopathic Aplastic Anemia: Report of A Case. The

American Academy of Pedodontics. Volume 3; No.3; 1981.

12. Moghadam, SA. Comprehensive Oral Rehabilitation of a Patient with Aplastic

Anemia by Periodontal and Prosthesis Treatments. Volume 33, Issue 4. AEGIS

Communications;2012.

14


Recommended